• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Data

Data diolah dengan program SPSS 13.0, menggunakan analisis regresi untuk memilih variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel dependen yaitu underpricing dan variabel independen yaitu EPS, PER, ROI, Umur Perusahaan, Reputasi Auditor dan Reputasi Underwriter.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif untuk perusahaan yang melakukan IPO disajikan pada tabel berikut, yang menggambarkan nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum dari masing-masing variabel. Analisis statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel V.2

Hasil Uji Statistik Deskriptif

N Minim um Maxi mum Mean Std. Deviation UP 40 .02 .70 .3320 .24569 EPS 40 1.22 464.99 31.4588 75.24889 PER 40 6.27 400.17 63.1219 82.77599 ROI 40 .01 2.54 .1680 .49968 AGE 40 3.00 100.00 22.0000 16.53900 AUD 40 .00 1.00 .1500 .36162 UND 40 .00 1.00 .3000 .46410 Valid N (listwise) 40 Sumber: Lampiran 6

Nilai underpricing merupakan return awal pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder. Jika return awal, yakni selisih antara harga penutupan dan harga penawaran perdana dibagi dengan harga penawaran perdana positif maka berarti terjadi underpricing. Artinya, harga penawaran lebih rendah dari harga

yang disepakati dalam transaksi perdagangan saham yang bersangkutan ( Kusumawati, 2005).

Berdasarkan tabel di atas, jumlah sampel yang digunakan adalah 40 perusahaan. Nilai minimum underpricing sebesar 0.02 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 0,70 dengan nilai rata-rata sebesar 0,3320 atau 33,20% dan standar deviasi sebesar 0,24569 atau 24,57%.

Nilai minimum Earning Pershare sebesar 1,22 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 464,99 dengan nilai rata-rata sebesar 31, 4588 atau 3145,88% dan standar deviasi sebesar 75,24889 atau 7524,89%.

Nilai minimum Price Earning Ratio sebesar 6,27 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 400,17 dengan nilai rata-rata sebesar 63,1219 atau 6312,19% dan standar deviasi sebesar 82,77599 atau 8277,599%.

Nilai minimum Return on Invesment sebesar 0,01 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 2,54 dengan nilai rata-rata sebesar 0,1680 atau 16,80% dan standar deviasi sebesar 0,49968 atau 49,968%.

Nilai minimum umur perusahaan sebesar 3,00 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 100,00 dengan nilai rata-rata sebesar 22,0000 atau 2200,00% dan standar deviasi sebesar 16,53900 atau 1653,900%.

Nilai minimum reputasi auditor sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 1,00 dengan nilai rata-rata sebesar 0,1500 atau 15,00% dan standar deviasi sebesar 0,36162 atau 36,16%.

Nilai minimum reputasi underwriter sebesar 0,00 sedangkan nilai maksimumnya sebesar 1,00 dengan nilai rata-rata sebesar 0,3000 atau 30,00% dan standar deviasi sebesar 0,46410 atau 46,410%.

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Syarat dilakukannya regresi berganda adalah semua data harus berdistribusi normal, tidak terjadi autokorelasi, tidak terjadi multikolinieritas, tidak terjadi heterokedastisitas. Model regresi yang baik harus memenuhi distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, uji ini

terdapat pada non parametric statistic. Jika probabilitas lebih besar daripada alpha (α) maka asumsi normalitas terpenuhi. Setelah dilakukan uji asumsi klasik, maka hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel V.3 Tabel Hasil Uji Normalitas Dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

40 .0000000 .18810602 .081 .081 -.071 .511 .957 N Mean Std. Deviation Normal Parameters a,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa model regresi ini memenuhi asumsi normalitas karena probabilitas lebih besar daripada alpha (α) yaitu asymp. Sig 0,957 > alpha (α) 0,05.

b. Uji Autokorelasi

Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian ini digunakan metode Durbin-Watson (D-W) Test dengan ketentuan sebagai berikut (Algifari, 2000):

Kurang dari 1,08 : ada autokorelasi 1,08-1,66 : tanpa kesimpulan 1,66-2,34 : tidak ada autokorelasi

2,34-2,92 : tanpa kesimpulan Lebih dari 2,92 : ada autokorelasi

Hasil perhitungan autokorelasi dapat dilihat dari tabel 5.3 berikut ini: Tabel V.4 Hasil Uji Autokorelasi Dengan Durbin-Watson

Variabel Durbin-Watson Kesimpulan

Earnings Per Share, Price Earnings Ratio, Return on investment, umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter

2,301 Tidak terjadi autokorelasi

Berdasarkan tabel hasil uji autokorelasi dengan Durbin Watson menunjukkan angka 2,301 dan menurut ketentuan di atas tampak bahwa nilai Durbin Watson hitung 2,301 terletak di daerah tidak ada autokorelasi sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi.

c. Uji Multikolineritas

Multikolinieritas adalah keadaan di mana variabel-variabel independen dalam persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain. Oleh karena itu, pengujian ini untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel

independen. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada nilai tolerance dan VIF seperti tercantum pada tabel 5.4 berikut ini:

Tabel V.5 Hasil Uji Multikolineritas Dengan Melihat Nilai Tolerance dan VIF

Variabel Independen Tolerance VIF Kesimpulan

Earnings Per Share 0,873 1,145 Tidak terjadi multikolinearitas Price Earning Ratio 0,894 1,119 Tidak terjadi multikolinearitas Return on Invesment 0,956 1,046 Tidak terjadi multikolinearitas Umur Perusahaan 0,971 1,030 Tidak terjadi multikolinearitas Reputasi Auditor 0,964 1,037 Tidak terjadi multikolinearitas Reputasi Underwriter 0,868 1,152 Tidak terjadi multikolinearitas Sumber: Lampiran 9

Berdasarkan hasil uji multikolinieritas data pada tabel di atas menunjukkan bahwa keenam variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan metode grafik. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan

dengan pengamatan pada grafik scatterplot. Apabila dalam grafik tersebut terdapat pola tertentu berarti telah terjadi heteroskedastisitas dan demikian sebaliknya, jika pada grafik scatterplot tidak terlihat adanya pola tertentu yang jelas serta titik-titik yang menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, berarti tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Hasil pengujian gejala heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik Scatterplot 5.1 berikut ini:

Grafik V.1 Grafik Uji Heterokedastisitas

Sumber: Lampiran 10

Pada grafik scatterplot di atas dapat disimpulkan bahwa model regresi baik, karena terbebas dari asumsi klasik khususnya heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan dari titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0, tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja, penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali dan juga penyebaran titik-titik dan juga titik-titik data tidak berpola.

3 2 1 0 -1 -2 -3

Regression Standardized Predicted Value 2 1 0 -1 -2 R eg re ssi on S tu d en ti ze d R esi du al Dependent Variable: UP Scatterplot

3. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi liniear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh earnings per share, price earnings ratio, return on investment, umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter terhadap underpricing. Analisis ini diolah dengan bantuan program SPSS 13.0. Hasil perhitungan regresi liniear berganda dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel V.6 Hasil Perhitungan Besarnya Pengaruh Koefisien Regresi Variabel Independen Koefisien Regresi T-hitung Sig.t Constant 0,354 5,172 0,000

Earning Per Share 0,001 1,237 0,225 Price Earning Ratio 0,001 3,576 0,001 Return on investment -0,172 -2, 573 0,015

Umur Perusahaan -0,002 -0,752 0,457

Reputasi Auditor -0,087 -0,946 0,351

Reputasi Underwriter -0,198 -2,618 0,013

Sumber: Lampiran 11

Dari hasil persamaan regresi di atas diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = 0,354+ 0,001 EPS + 0,001 PER – 0,172 ROI – 0.002 AGE – 0,087 AUD – 0,198 UND

Keterangan:

UP = Tingkat Underpricing

α = Konstanta

β1-6 = Koefisien regresi dari tiap-tiap variabel independen EPS = Earnings Per Share

PER = Price Earnings Ratio ROI = Return on Invesment

AGE = Umur Perusahaan AUD = Reputasi Auditor UND = Reputasi Underwriter

ε = Residual/kesalahan regresi

Berdasarkan model regresi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing di atas maka dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a. Nilai konstanta (a) bernilai positif sebesar 0,354 mempunyai arti apabila variabel bebas yang terdiri dari variabel keuangan (earnings per share, price earnings ratio, return on investment) dan variabel non keuangan (umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter) yang mempengaruhi underpricing saham perdana bernilai konstan, maka tingkat underpricing saham perdana akan bernilai positif sebesar 0,354.

b. Nilai koefisien regresi untuk variabel earnings per share (β1) bernilai positif sebesar 0,001 artinya apabila earnings per share (β1) meningkat satu satuan, maka underpricing saham perdana akan meningkat sebesar 0,001 dengan asumsi bahwa variabel lain yang diteliti dalam keadaan konstan.

c. Nilai koefisien regresi untuk variabel price earnings ratio (β2) bernilai positif sebesar 0,001 artinya apabila price earnings ratio (β2) meningkat satu satuan, maka underpricing saham perdana akan meningkat sebesar 0,001 dengan asumsi bahwa variabel lain yang diteliti dalam keadaan konstan.

d. Nilai koefisien regresi untuk variabel return on investment (β3) bernilai negatif sebesar -0,172 artinya apabila return on investment (β3) meningkat satu satuan maka underpricing saham perdana akan menurun sebesar -0,172 dengan asumsi bahwa variabel lain yang diteliti dalam keadaan konstan.

e. Nilai koefisien regresi untuk variabel umur perusahaan (β4) bernilai negatif (-) artinya adanya kecenderungan jika umur perusahaan semakin banyak maka perusahaan tersebut tidak mengalami underpricing.

f. Nilai koefisien regresi untuk variabel reputasi auditor (β5) bernilai negatif sebesar (-) artinya adanya kecenderungan jika reputasi auditor semakin tinggi maka perusahaan tersebut tidak mengalami underpricing.

g. Nilai koefisien regresi untuk variabel reputasi underwriter (β6) bernilai negatif (-) artinya adanya kecenderungan jika reputasi underwriter semakin tinggi maka perusahaan tersebut tidak mengalami underpricing.

4. Pengujian Hipotesis

Pada penelitian ini, ada tiga hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Pengujian hipotesis pertama dan kedua yaitu pengujian X1 dan X2 apakah variabel independen tersebut (variabel informasi keuangan yang terdiri dari earning pershare (EPS), price earning ratio (PER) dan return on investment (ROI) dan variabel informasi non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan (AGE), reputasi auditor (AUD) dan reputasi underwriter (UND) berpengaruh terhadap variabel dependen (underpricing) (UDP) secara parsial dengan menggunakan Uji

t, sedangkan untuk pengujian hipotesis yang ketiga yaitu pengaruh X1 dan X2 ( variabel informasi keuangan dan non keuangan) secara simultan terhadap underpricing (UDP) dengan menggunakan Uji F.

1) Uji t (parsial)

Untuk menjawab hipotesis pertama dan kedua, apakah informasi keuangan dan non keuangan berpengaruh terhadap underpricing saham perdana secara parsial dengan menggunakan uji t. Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang terdiri dari Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Return on Invesment (ROI), umur perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter terhadap tingkat underpricing saham perdana pada perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek Indonesia secara parsial. Adapun hasil pengujian analisis tersebut dapat dilihat pada tabel V.7 berikut:

Tabel V.7 Hasil Analisis Pengujian Secara Terpisah (Parsial) Hipotesis Variabel Independen T-hitung Sig Hasil H1a Earnings Per Share 1,237 0,225 Ha ditolak

H1b Price Earnings

Ratio

3,576 0,001 Ha diterima

H1c Return on Invesment -2,573 0,015 Ha diterima

H2a Umur Perusahaan -0,752 0,457 Ha ditolak

H2b Reputasi Auditor -0,946 0,351 Ha ditolak

H2c Reputasi Underwriter

-2,618 0,013 Ha diterima

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diberikan interpretasi sebagai berikut:

1. Hipotesis Pertama

Pengaruh variabel keuangan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara parsial adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh variabel Earnings Per Share terhadap Underpricing saham perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel Earnings Per Share sebesar 0,225. Nilai sig lebih besar dari nilai α= 0,05 (0,225 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh variabel Earning Per Share terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

EPS digunakan oleh investor untuk mengevaluasi profitabilitas perusahaan maupun melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya apabila menginvestasikan sahamnya pada perusahaan tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa investor dalam mempertimbangkan investasinya, yakni membeli maupun menjual saham perusahaan tidak selalu didasarkan pada EPS.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistio (2005: 87-99). Hasil penelitian Sulistio (2005: 87-99) menunjukkan bahwa Earning pershare tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat underpricing saham perdana. Penelitian Sulistio (2005: 87-99) variabel operasional EPS dihitung berdasarkan perbandingan antara pendapatan bersih perusahaan pada tahun terakhir sebelum IPO dengan jumlah rata-rata saham yang beredar saat itu. Perhitungan EPS dengan menggunakan tahun terakhir sebelum IPO sama dengan perhitungan satu tahun sebelum perusahaan melakukan IPO. Sehingga hasil penelitian ini konsisten, karena penelitian ini juga mengaudit laporan keuangan yaitu menggunakan EPS satu tahun sebelum perusahaan melakukan IPO.

b. Pengaruh variabel Price Earnings Ratio terhadap Underpricing saham perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel Price Earnings Ratio sebesar 0,001. Nilai sig lebih kecil dari nilai α= 0,05 (0,001 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat menunjukkan pengaruh variabel Price Earnings Ratio terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

Koefisien ini bertanda positif untuk menunjukkan bahwa semakin tinggi Price Earning Ratio semakin tinggi tingkat underpricing. Hasil ini sesuai denagn hipotesis di atas yang menganggap bahwa jika PER pasar tinggi maka investor juga akan menginginkan peningkatan harga yang tinggi atas saham IPO.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Martani (2003). Hasil penelitian Martani (2003) menunjukkan bahwa Price Earning Ratio memiliki hubungan yang negatif dengan initial return pasar. Namun yang sepertinya terjadi adalah jika saham lain dalam keadaan bagus (PER-nya), maka investor mungkin tidak memberikan perhatian yang besar pada saham IPO karena investor dapat memperoleh laba dari perdagangan saham lain.

Kemungkinan ketidakkonsistenan hasil penelitian ini disebabkan karena dalam penelitian Martani (2003) ada perbedaan dalam parameter/ perhitungan PER. Variabel PER diukur dari perbandingan antara harga saham dan earning pershare dari laporan keuangan yang terakhir dan seluruh saham yang listing. Data PER diperoleh bulanan, sehingga PER pasar yang digunakan adalah PER pada bulan saham tersebut. Hasil ini mungkin akan berbeda jika yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan pertahun.

Menurut (Hanafi dan Halim, 2009), bagi investor, PER yang terlalu tinggi tidak menarik karena harga saham kemungkinan akan sulit untuk naik lagi. Ini kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil lagi atau bahkan tidak mendapatkan capital gain.

c. Pengaruh variabel Return on Invesment terhadap Underpricing saham perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel Return on Invesment sebesar 0,015. Nilai sig lebih kecil dari nilai α= 0,05

(0,015 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat menunjukkan pengaruh variabel Return on Invesment terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

ROI menunujukkan seberapa efektif aktiva yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan laba. ROI yang besar dapat meningkatkan laba yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi modal yang dibutuhkan emiten. Sebaliknya ROI yang rendah menunjukkan perusahaan tidak efisien dan tidak berhasil dalam memberdayakan assetnya untuk memperoleh keuntungan. Sehingga semakin tinggi ROI, semakin rendah tingkat underpricingnya. Hasil penelitian ini menunjukkan ROI berpengaruh terhadap underpricing saham perdana.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali dan Al Mansur (2002: 74-88). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa Return on Invesment berpengaruh terhadap tingkat underpricing saham perdana. Hal ini berarti investor memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersihnya. Namun hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daljono (2002: 556-572) dan Trisnaningsih (2005: 195-210). Kemungkinan hasil ketidakkonsistenan ini disebabkan para investor telah menduga bahwa laporan keuangan perusahaan yang melakukan IPO telah di mark-up untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang baik. Dengan demikian para investor tidak memperhatikan Return on Invesment (ROI)

yang disajikan dalam statistik, tetapi mungkin mereka memperhatikan Return on Invesment (ROI) untuk beberapa tahun sebelum perusahaan go public (Widjaja, 1997 dalam kusumawati, 2005). Penelitian ini menguji rasio profitabilitas perusahaan yaitu Return on Invesment (ROI) perusahaan selama satu tahun sebelum IPO, hasil ini mungkin akan berbeda, jika yang dianalisis adalah rasio profitabilitas yaitu Return on Invesment (ROI) beberapa tahun sebelum perusahaan melakukan IPO. Penjelasan lain yaitu terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sampai sekarang ini masih kurang stabil sebagai dampak dari adanya krisis moneter, lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan seperti beberapa kasus perbankan yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Seperti kasus Bank Century, kasus pembobolan ATM yang melibatkan bank-bank ternama yaitu Mandiri dan BCA. Ini menyebabkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba menjadi rendah. Profitabilitas yang rendah akan mengurangi minat investor untuk membeli saham perusahaan tersebut sehingga berakibat pada meningkatnya underpricing.

2. Hipotesis Kedua

Pengaruh variabel non keuangan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara parsial adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh variabel umur perusahaan terhadap Underpricing saham perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel umur perusahaan sebesar 0,457. Nilai sig lebih besar dari nilai α= 0,05 (0,457 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak dapat menunjukkan pengaruh variabel umur perusahaan terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

Walaupun umur perusahaan dapat mempengaruhi keputusan investasi yang mereka ambil namun seringkali tidak diperhatikan sebagai informasi utama dibandingkan dengan informasi lainnya yang dianggap lebih penting misalnya mengenai kinerja perusahaan, kondisi pasar atau tingkat inflasi.

Koefisien ini bertanda negatif, untuk menunjukkan bahwa perusahaan yang sudah lama berdiri mempunyai tingkat underpricing yang rendah. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Ghozali dan Al Mansur (2002: 74-88), lebih lanjut disimpulkan bahwa semakin lama perusahaan berdiri, masyarakat luas akan lebih mengenalnya dan investor secara khusus akan lebih percaya terhadap perusahaan yang sudah terkenal dan lama berdiri dibandingkan dengan perusahaan yang relatif masih baru, biasanya perusahaaan yang sudah lama berdiri tentunya punya strategi dan kiat-kiat untuk tetap survive di masa depan. Investor bahkan rela antre pada masa penawaran perdana untuk memperoleh saham perusahaan yang telah dikenalnya yang diperkirakan akan memberikan initial return. Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Nurhidayati

dan Indriantoro (1998: 21 – 30) dan Daljono (2002: 556-572). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham perdana. Menurut Nurhidayati dan Indriantoro (1998 : 21-30), koefisien regresi harus bertanda negatif untuk menunjukkan bahwa perusahaan yang lebih lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang rendah. Ini berarti bahwa perusahaan dengan umur relatif lama berarti tingkat underpricednya rendah. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002). Hasil penelitian Rosyati dan Sabeni (2002) menunjukkan pengaruh umur perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perdana. Hasil penelitian Rosyati dan Sabeni (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang beroperasi lebih lama kemungkinan besar akan menyediakan publikasi informasi perusahaan lebih luas dan lebih banyak. Informasi ini akan bermanfaat untuk investor dalam mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan. b. Pengaruh variabel reputasi auditor terhadap Underpricing saham

perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel reputasi auditor sebesar 0,351. Nilai sig lebih besar dari nilai α= 0,05 (0,351 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak dapat menunjukkan pengaruh variabel reputasi auditor terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar (61,11%) emiten menggunakan auditor yang sama yaitu Prasetyo Utomo dan Rekan sementara emiten yang menggunakan auditor seperti Hans Tuanakotta dan Rekan, Sidharta dan Robert Yoggie masing-masing sebesar 27,11% dan 5,55% untuk dua yang terakhir (Teguh, 2001).

Koefisien ini bertanda negatif untuk menunjukkan bahwa emiten yang memakai auditor yang bereputasi tinggi mempunyai tingkat underpricing yang lebih rendah dari pada emiten yang tidak memakai auditor yang memiliki reputasi yang tinggi.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Nurhidayati dan Indriantoro (1998: 21-30), Menurut Nurhidayati dan Indriantoro (1998: 21-30) bahwa auditor memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat underpricing. Hubungan yang negatif maksudnya semakin tinggi kualitas auditor semakin rendah tingkat underpricing.

Kemungkinan ketidakkonsistenan penelitian ini, karena adanya perbedaan parameter/ operasional variabel yang digunakan. Dalam penelitian Nurhidayati dan Indriantoro (1998: 21-30) menggunakan dummy variabel dengan menghitung auditor dari banyaknya klien yang diaudit. Sedangkan penelitian ini menggunakan dummy variabel berdasarkan Big Four Auditor.

c. Pengaruh variabel reputasi underwriter terhadap Underpricing saham perdana

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diperoleh nilai sig untuk variabel reputasi underwriter sebesar 0,013. Nilai sig lebih kecil dari nilai

α= 0,05 (0,013 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat menunjukkan pengaruh variabel reputasi underwriter terhadap tingkat Underpricing saham perdana secara parsial.

Koefisien ini bertanda negatif untuk menunjukkan bahwa semakin tinggi reputasi underwriter semakin rendah tingkat underpricing.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali dan Mansur (2002:74-88). Menurut Ghozali dan Mansur (2002: 74-88) dalam penjaminan emisi efek, peranan dari underwriter yang lebih sering berhubungan dengan pasar modal mempunyai banyak pengalaman yang lebih banyak mengenai pasar modal kalau dibandingkan dengan pihak emiten. Apabila suatu emisi saham dilakukan oleh underwriter yang mempunyai reputasi bagus, maka kemungkinan saham yang dijamin oleh underwriter tersebut bisa mendatangkan kesuksesan bagi emiten. Tetapi penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Nurhidayati dan Indriyantoro (1998:21-30).

Kemungkinan ketidakkonsistenan hasil dari penelitian ini disebabkan karena perbedaan pengukuran reputasi underwriter yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan perbedaaaan acuan prediksi nama-nama underwriter yang masuk ke dalam posisi 5 terbaik pada setiap tahun penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayati dan Indriyantoro (1998:21-30), pengukuran reputasi underwriter berdasarkan datayang diperoleh dari Majalah Uang dan Efek bulan November 1996.

Penjelasan lain, ketidakkonsistenan ini disebabkan karena perbedaan sampel, perbedaan perangkingan reputasi penjamin emisi yang dilakukan masing-masing peneliti mengingat di Indonesia belum ada lembaga resmi yang melakukan penilaian terhadap kinerja para penjamin emisi secara berkala (Yolana dan Martani, 2005).

2) Uji F (Simultan)

Untuk pengujian hipotesis ketiga yaitu apakah informasi keuangan dan

Dokumen terkait