• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Manfaat Penelitian

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing …

Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing meliputi informasi keuangan dan non keuangan.

a. Informasi Keuangan

Informasi keuangan adalah informasi yang berasal dari laporan keuangan, antara lain:

1) Return on Invesment (ROI)

ROI merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (asset yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROI menjadi salah satu pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham di bursa saham (Ghozali dan Mansur, 2002). Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai efektifitas operasional. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing (Sri Trisnaningsih, 2005).

Menurut Sartono (2001) menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang berhubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta laba yang meningkat merupakan satu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian calon investor dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan.

Investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dari investasi yang ditanamnya apabila menginvestasikan sahamnya pada perusahaan tersebut.

2) Financial Laverage

Financial Laverage merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva, yang menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Rasio ini pada umumnya disebut juga rasio utang (debt ratio), untuk mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur.

Laverage Financial (solvabilitas) menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya. Laverage Financial dapat dipahami sebagai penaksir dari resiko yang melekat pada suatu perusahaan. Artinya, Laverage Financial yang semakin besar menunjukkan resiko investasi yang semakin besar pula, karena merupakan rasio dari jumlah hutang dibagi aktiva (Trisnaningsih, 2005). Riyanto (dalam Trisnaningsih, 2005) masalah financial laverage baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap, sehingga dapat dikatakan menghasilkan laverage yang menguntungkan, atau efek yang positif kalau pendapatan yang diterima dari penggunaan dana itu.

Maka tingkat pengembalian investasi cenderung rendah karena besarnya hutang yang harus ditanggung perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan mengalami underpricing.

3) Earning Per Share (EPS)

Earnings Per Share atau laba per saham adalah rasio yang mengukur laba bersih setelah pajak dibagi dengan jumlah saham biasa yang beredar.

Rasio ini digunakan untuk menganalisis risiko dan membandingkan pendapatan per lembar saham perusahaan dengan perusahaan lain. Ketika investor mengevaluasi performance dari perusahaan, investor tidak cukup hanya mengetahui apakah income suatu perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan, investor juga perlu mencermati bagaimana perubahan income berakibat terhadap investasinya (Sulistio, 2005).

James Gill dan Moira Chatton (2003: 66) dalam (Sulistio, 2005) menyatakan bahwa perusahaan yang mapan umumnya mempunyai rasio EPS tinggi sedangkan perusahaan yang berusia muda mempunyai kecenderungan EPS yang rendah. 4) Price Earning Ratio (PER)

Price Earnings Ratio (PER) atau earnings multipler adalah jumlah besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earnings perusahaan. PER adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai instrinsik saham. Jika nilai instrinsik saham lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasarnya maka saham tersebut

undervalued sehingga sebaiknya dibeli. Bila nilai instrinsik saham lebih rendah dibandingkan dengan harga pasarnya, maka saham tergolong overvalued sehingga sebaiknya saham tersebut tidak dibeli dan investor yang memiliki saham akan menjual saham tersebut (Tendelilin 2001:244-245).

Rasio ini sering digunakan oleh analis saham untuk menilai harga saham. Pada dasarnya PER memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada periode tertentu. Oleh karena itu, rasio ini menggambarkan kesediaan investor membayar suatu jumlah tertentu untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan (Halim, 2003).

Rasio ini juga menunjukkan seberapa tinggi suatu saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba per lembar saham. Kalau PER perusahaan tinggi berarti saham perusahaan dapat memberikan return yang besar bagi investor (Dharmastuti, 2004). 5) Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian, karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan yang berskala kecil. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa hal antara lain adalah total penjualan, total aktiva dan rata-rata tingkat penjualan perusahaan (Kusumawati, 2005).

Semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat underpricednya adalah rendah. Demikian pula sebaliknya perusahaan yang berukuran kecil cenderung lebih tinggi tingkat underpricednya dari pada perusahaan yang berukuran besar (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).

b. Informasi Non Keuangan

Informasi Non keuangan adalah informasi yang tidak terdapat pada laporan keuangan, antara lain:

1) Presentase Pemegang Saham Lama

Persentase saham yang ditahan oleh pemegang saham lama menunjukkan banyak sedikitnya pengungkapan informasi privat perusahaan. Sedikitnya informasi privat perusahaan yang diketahui emiten mengakibatkan emiten menghadapi tingkat ketidakpastian yang tinggi. Demikian pula sebaliknya bila jumlah saham yang ditahan oleh pemegang saham sedikit berarti tingkat ketidakpastian emiten akan berkurang. Jadi semakin besar persentase yang ditahan oleh pemegang saham lama menunjukkan semakin besar tingkat underpriced emiten (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).

Penurunan persentase kepemilikan oleh pemegang saham lama adalah suatu konsekuensi yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan IPO. Pemilik saham lama akan mendukung keputusan IPO bila mereka yakin bahwa

saham perusahaan akan terjual pada harga yang cukup menguntungkan sehingga dapat mengumpulkan dana yang signifikan bagi pembiayaan perusahaan.

2) Umur Perusahaan

Umur perusahaan klien juga menunjukkan informasi yang dapat diperoleh calon investor. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dengan demikian calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah dari pada perusahaan yang masih baru (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).

Bagi perusahaan yang sudah lama berdiri, keikutsertaannya dalam pasar modal (capital market) merupakan salah satu jalan untuk mengembangkan usahanya. Pengalaman perusahaan yang sudah lama berdiri pastinya memiliki banyak informasi bagaimana memilih underwriter yang berkompeten dibidangnya, dan investor yang berpotensi terhadap penanaman modal sehingga menghasilkan return.

3) Reputasi Auditor

Auditor penjamin emisi adalah sebuah kantor akuntan public (KAP) yang ditunjuk dan menyatakan bahwa perusahaan tersebut layak untuk go public. Pernyataaan KAP sangat dipengaruhi dari segi kelayakan pada saat laporan keuangan dan hasil audit lainnya bahwa secara aturan dan prosedural dapat dinyatakan telah memenuhi syarat untuk go public. Maka dalam hal ini reputasi seorang auditor juga dipertaruhkan karena jika suatu saat perusahaan yang dijamin tersebut bermasalah pada laporan keuanganny maka auditor beserta KAP nya tersebut yang akan mengalami efek negatifnya seperti turunnya reputasi yang dimiliki ( Fahmi, 2009).

Perusahaan menyewa auditor independen untuk memeriksa kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dengan PSAK, dan memberikan pendapat atas keabsahannya. Pendapat wajar tanpa syarat dari auditor bereputasi baik berperan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat akan keakuratan informasi yang disajikan dalam prospektus sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan investasi (Helen Sulistio, 2005). Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih kantor akuntan publik (KAP) yang memilki reputasi yang baik, yang akan digunakan untuk memperoleh informasi sehingga dapat mengurangi tingkat underpricing.

4) Reputasi Underwriter

Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal. Contohnya dimisalkan pada saat PT Abadi Mulya layak untuk go public atau dengan kata lain akan menjual sahamnya kepada public maka PT Bank Mandiri menjadi penjamin emisinya bahwa PT Abadi Mulya layak untuk go public. Sehingga reputasi sebuah underwriter menjadi penting dalam menyatakan sebuah perusahaan tersebut layak atau tidak untuk dijamin di go public, karena jika tidak layak namun kemudian dinyatakan layak maka pada saat PT Abadi Mulya tersebut bermasalah ke depan nantinya PT Mandiri yang harus menanggung akibatnya yaitu lebih jauhnya menurunnya reputasi di mata public ( Fahmi, 2009).

Biasanya untuk menyatakan sebuah perusahaan layak atau tidak untuk dijamin akan diputuskan dengan sangat hati-hati dan penuh perhitungan karena ini akan berdampak jauh ke depannya baik dari segi financial dan non financial. Bagi perusahaan underwriter mereka telah menempatkan beberapa pakar investment analysis agar rekomendasi yang diberikan mampu menyatakan feasible atau tidak emiten yang bersangkutan. Invesment analysis bisa berasal dari perusahaan underwriter

yang bersangkutan dan kadangkala ditambah dengan tenaga konsultan yang juga memiliki reputasi baik (Fahmi, 2009).

Suatu perusahaan yang memutuskan untuk IPO akan menyewa perusahaan sekuritas yang bertindak sebagai underwriter atau penjamin emisi. Sebelum penempatan saham, underwriter membantu perusahaan untuk menyusun prospektus dan memberikan penilaian yang sesuai untuk penetapan harga saham di pasar perdana. Underwriter yang berpengalaman dan bereputasi baik akan dapat mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor. Ini adalah salah satu indikator kemapanan dan keseriusan perusahaan kepada investornya (Sulistio, 2005).

Menurut (Samsul, 2006), ditinjau dari tanggung jawab underwriter sebagai penjamin emisi, terdapat empat tipe penjaminan, yaitu:

a) Full Commitment

Underwriter sebagai penjamin emisi berkomitmen untuk membayar penuh dana pada saat penawaran umum usai dilaksanakan, sesuai dengan yang tertera dalam perjanjian penjaminan. Jumlah penuh yang dimaksudkan disini adalah jumlah saham yang ditawarkan dikali harga perdana.

b) Best Effort Commitment

Underwriter sebagai penjamin emisi berkomitmen untuk membayar kepada emiten sebesar yang didapat dalam penawaran umum atau, dengan kata lain, tidak penuh. Komitmen ini muncul karena kondisi pasar sedang lesu (bearish) sehingga penjamin emisi tidak berani memberi komitmen pembayaran penuh.

c) Standby Commitment

Underwriter sebagai penjamin emisi memberi komitmen siap untuk membeli sendiri atau ada pihak lain yang bersedia membeli apabila kondisi pasar sangat lemah sehingga sasaran yang ditargetkan dalam penawaran umum tidak tercapai. Penjamin emisi atau pihak lain akan membeli dengan harga lebih rendah daripada harga perdana seperti yang telah disepakati sejak awal.

d) All or None Commitment

Underwriter sebagai penjamin emisi dengan tipe all or none commitment ini, sebelum menjual efek, sudah memiliki dan membeli efek tersebut sehingga mereka dapat menjual dengan harga tertentu.

Besarnya risiko yang dihadapi oleh penjamin emisi membuat para penjamin emisi untuk melakukan suatu sindikasi

penjaminan, yang berdasarkan fungsi dan tanggung jawabnya dibedakan dalam tingkatan sebagai berikut (Hendra, 2009) :

• Penjamin utama emisi

Penjamin utama emisi ( lead underwriter) ini membuat ikatan dengan emiten dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian penjaminan efek. Dalam perjanjian dituangkan bahwa penjamin utama emisi memberikan jaminan atas penjualan efek dan akan membayar sepenuhnya seluruh nilai efek kepada emiten.

• Penjamin pelaksana emisi

Dalam suatu sindikasi biasanya terdiri atas satu atau lebih penjamin utama emisi (managing underwriter) adalah bertanggung jawab dalam pengelolaan/penyelenggaraan aspek administrasi emisi efek, seperti: penyiapan dokumen, distribusi prospektus, formulir pendaftaran, mengatur penyetoran uang pembelian, mengatur penjatahan dan menyampaikan sertifikat/obligasi. Penjamin pelaksana emisi merupakan salah satu anggota dari penjamin utama emisi.

• Penjamin peserta emisi

Penjamin ini ikut serta menjamin atas penjualan dan pembayaran nilai efek kepada penjamin utama emisi sesuai dengan bagian yang diambilnya. Dengan demikian

penjamin ini bukan bertanggung jawab kepada emiten, tetapi kepada penjamin utama emisi. Ikatan antara penjamin utama emisi, penjamin pelaksana emisi dan penjamin peserta emisi ( co underwriter) diwujudkan dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian antara penjamin emisi.

Pada umumnya underwriter mempunyai 3 fungsi (Jogianto, 2000) yaitu

¾ Sebagai pemberi saran kepada perusahaan yang akan melakukan go public ((advisory function).

¾ Sebagai penjamin penjualan saham perdana dan bersedia membeli sisa sekuritas yang tidak terjual (underwriting function).

¾ Sebagai pemasar saham kepada investor (marketing function)

Dokumen terkait