• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

D. Analisis Data Foto 2

1. Makna Denotasi

Dalam gambar data foto kedua kita dapat amati beberapa analogon yang berbentuk objek dari makna denotatif foto tersebut, antara lain:

a. Dua orang laki-laki sedang melakukan proses jual beli. b. Beberapa sayur-mayur tersusun dan tergantung rapi.

c. Ekspresi sumringah menghiasi wajah penjual dan pembeli. e. Latar belakang pasar tradisional.

f. Warna-warna bahan pangan seperti merah, hijau, kuning, oren, dan ungu menjadi warna dominan.

Makna denotasi yang didapat dari beberapa analogon yang terdapat dalam data foto 2 dapat mengungkapkan, secara verbal dapat kita katakan dalam foto terdapat peristiwa dengan menampilkan proses jual beli sayur-mayur antara pedagang dan pembeli di sebuah pasar tradisional.

2. Makna konotasi 2.1. Trick Effect

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, bahwa trick effect merupakan suatu upaya manipulasi gambar pada tingkat yang berlebihan sehingga mengubah makna suatu foto.

Dalam fotografi jurnalistik, sang pewarta foto seringkali mengatur subyek atau narasumber agar tampil sesuai dengan yang diharapkan. Pada kamera diatur bokeh, white balance, dibuat black and white dan sebagainya. Seringkali fotografer memotret tidak apa adanya. Hal ini sudah biasa dilakukan. Secara umum pengaturan pada tingkat sederhana

seperti perbaikan cahaya, pengubahan menjadi black and white, dan cropping masih dianggap wajar. Walaupun ini juga sudah masuk dalam ranah manipulasi digital. Bagian inilah yang kadang membingungkan karena batasan-batasan yang kurang tegas.9

NPPA (National Press Photographers Association) pada halaman kode etik menyebutkan editing harus mempertahankan integritas konten gambar foto dan konteks. Kemudian jangan memanipulasi gambar atau menambahkan atau mengubah suara dengan cara apapun yang dapat menyesatkan pemirsa atau tidak menggambarkan subyek. Tergantung dari sudut mana menafsirkannya, jika masuk golongan garis keras, maka segala macam manipulasi digital apapun bentuknya tidak dihalalkan.10

Salah satu kasus tahun 2001 ada di koran Los Angeles Times di mana fotografer menggunakan Adobe Photoshop untuk menggabungkan dua foto. Sang fotografer itu kemudian dipecat. Lalu ada kasus fotografer Adnan Hajj, seorang fotografer lepas Lebanon yang “menambah” asap dari foto perang yang ia ambil. Reuters kemudian berhenti bekerjasama dengan Adnan Hajj dan editor foto Reuters dipecat.11

Tersedianya software digital editing membuat semua orang bisa mengedit foto sehingga batas baik dan buruk menjadi kabur. Banyak jurnalis foto menggunakan aturan "ruang gelap" di mana hanya

9

Frank P. Hoy, Photo Journalism the Visual Approach (New Jersey : Prentice- Hall, 1986), h. 51.

10

Martin Keene, Practical Photojournalismn a Proffesional Guide (Inggris: Focal Press, 1993), h. 77.

11Bambang Dwi Atmoko, “Polemik Manipulasi Foto di Dunia Jurnalistik,” artikel diakses pada 6 Juli 2014 dari http://ruangkamera.com/mrbambang/2012/02/07/polemik-manipulasi-foto-di-dunia-jurnalistik/

menggunakan Photoshop untuk hal-hal yang masih bisa dilakukan secara tradisional.

Dari beberapa kasus di atas, terlihat bahwa manipulasi foto jurnalistik memancing pro dan kontra. Pihak yang berkepentingan demi pencitraan, estetika atau hal lainnya akan melakukan manipulasi atau manipulasi foto. Ada juga pihak yang kontra atau tidak setuju dengan manipulasi digital pada jurnalistik.

Terkait dengan data foto 2, tidak terlihat indikasi trick effect. Proses edit yang dilakukan hanya sebatas pemotongan sebagian gambar atau cropping yang dilakukan untuk membuang gambar yang dirasa tidak perlu atau mengganggu komposisi visual dari foto 2. Sementara dari segi kontras warna, penulis tidak menemukan sentuhan editing dengan menggunakan aplikasi pengolahan foto atau gambar, seperti Photoshop dan aplikasi sejenisnya, jadi tidak merubah kontras warna yang sebenarnya.

2.2. Pose

Pose adalah gesture, sikap atau ekspresi objek yang berdasarkan stock of sign masyarakat yang memiliki arti tertentu, seperti arah pandang mata atau gerak-gerik yang hanya dapat dilihat pada objek foto yang menampilkan objek manusia, ataupun hewan. Foto dalam data foto 2 adalah foto yang menampilkan kegiatan manusia, maka penulis menemukan unsur yang bisa dikatakan sebagai pose. Adapun pose yang terdapat pada data foto 1 adalah penjual dan pembeli yang sedang

melakukan proses jual beli. Terlihat dari gerak gerik penjual dan pembeli yang sedang berinteraksi.

2.3. Object

Berbeda dengan foto 1, penempatan POI pada foto 2 berada di tengah gambar. Objek utama berupa kedua lelaki yang ditempatkan pada bagian tengah komposisi tampak stabil dan secara jelas menunjukkan maksud sang fotografer. Warna putih yang merupakan baju dari salah satu lelaki yang menjadi POI tersebut menjadi tanda bahwa itu adalah pusat perhatian pada foto 2. Sebab, kedua lelaki yang menjadi POI terlihat sebagai objek yang paling menonjol dan menarik mata, sementara sayur-mayur yang dalam foto berperan sebagai background dan foreground terlihat blur atau tidak fokus.

2.4. Photogenia

Photogenia ialah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan telah menggunakan beberapa teknik-teknik memotret, seperti teknik lighting, exposure, blurring, angle atau cara pengambilan foto, panning maupun moving.

Foto ini diambil dengan menggunakan diafragma atau bukaan lensa sempit sekitar f/2,8 hingga f/5,1. Dengan posisi diafragma tersebut maka kecepatan rana (speed) untuk menghasilkan pencahayaan yang nampak dalam data foto2 berkisar antara S: 1/30 sampai 1/60. Atau juga dapat dikompensasi dengan menggunakan ISO 400 sampai 800., hal itu membuat hanya bagian tengah yang terlihat tajam dan fokus, sementara foreground dan background terlihat blur.

Objek dalam keseluruhan bingkai berada di tempat yang sejajar dengan fotografer, sehingga fotografer menggunakan eye level. Penggunaan jenis angle yang dipakai oleh seorang fotografer dalam memotret suatu objek dapat terjadi atas beberapa kemungkinan, bisa karena keinginan sang fotografer guna menimbulkan kesan tertentu ataupun karena keadaan (situasi) lokasi di mana ia memotret. Pada data foto 2, penulis tidak menemukan kesan lain terhadap penggunaan eye level yang dilakukan oleh fotografer dalam memotret keseluruhan objek dalam satu bingkai foto.

Dari sisi pencahayaan, penulis melihat objek berada di luar ruangan (outdoor) dengan kondisi cahaya yang cukup terang, maka sang fotografer tidak perlu menggunakan bantuan flash (lampu kilat) internal kamera. Hal ini dapat diamati dari keseluruhan objek yang mendapat porsi cahaya yang sama, baik di bagian si penjual, si pembeli, maupun sayuran yang dijajakan.

2.5. Aestheticism

Pada sampel foto 2, format gambar dalam bentuk berwarna-warni, memberi kesan suasana yang hidup.

Dari segi estetika, foto 2 menggunakan metode framing. Framing merupakan suatu tahapan dimana fotografer membingkai suatu detil peristiwa yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang foto jurnalis mengenal arti suatu komposisi, pola, tekstur, dan bentuk subjek pemotretan dengan akurat. Rasa artistik semakin penting dalam tahap ini. Inilah yang makin membuat foto ini terlihat menarik.

Sang fotografer mengambil komposisi dengan timing yang tepat, yaitu saat penjual dan pembeli sedang berinteraksi. Timing merupakan salah satu metode dalam fotografi yang yang tergabung dalam EDFAT (Entire, Detail, Framming, Angle, dan Timing). Time merupakan tahap penentuan penyinaran dengan kombinasi yang tepat antara diafragma dan kecepatan atas empat tingkat yang telah disebutkan sebelumnya. Pengetahuan teknis atas keinginan membekukan gerakan atau memilih ketajaman ruang adalah satu prasyarat dasar yang sangat diperlukan. 2.6. Syntax

Sintaxis dalam foto jurnalistik biasanya dapat kita lihat lewat teks yang ada pada judul atau caption foto. Dalam foto 2, caption yang tertulis adalah warga yang sedang berbelanja sayur-mayur di Pasar Senen, Jakarta Pusat pada hari Rabu, 10 Juli 2013. Lebih lanjut, caption tersebut menerangkan bahwa pemerintah sebaiknya menstabilkan harga kebutuhan pokok.

Jika dilihat dari tampilan layout pada headline, data foto 2 meupakan sebuah foto ilustrasi dari sebuah berita yang mengiringinya. Perlu diketahui, sebuah foto ilustrasi pada hakikatnya merupakan hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik fotografi yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan daripada bentuk, dengan tujuan untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Dengan foto ilustrasi, diharapkan tulisan yang mengiringinya lebih mudah dicerna. Oleh karena itu, fotografer harus bekerja sama dengan reporter, fotografer harus tahu apa yang reporter

tulis, reporter dan fotografer melakukan liputan secara bersamaan, dan foto-foto yang diambil juga harus sesuai dengan tulisan reporter.

Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, makna konotasi dari foto tersebut merupakan foto ilustrasi dari sebuah berita kenaikan harga. Warga yang sedang melakukan proses jual beli meupakan salah satu objek yang dipilih oleh fotografer untuk mengilustrasikan berita tentang naiknya harga kebutuhan pokok. Selanjutnya, elemen lain berupa ekspresi pembeli yang sumringah dan bersemangat secara tersirat dapat ditafsirkan sebagai sikap konsumtif masyarakat yang gemar memborong berbagai bahan makanan meskipun harga cenderung naik, terutama saat Ramadan . 3. Makna Mitos

Adapun makna mitos yang terbangun dari foto ini adalah kultur konsumerisme masyarakat menjelang dan saat bulan Ramadan. Sudah menjadi tradisi tahunan bila memasuki bulan Ramadan harga sejumlah kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan dan terus melambung sampai mendekati Hari Raya. Hal ini dipicu dari tingginya permintaan pasar sehingga harga otomatis akan naik karena stok yang menipis. Bahkan tak sedikit para penjual mengemas paket khusus guna menarik konsumen yang royal saat momentum ini sehingga angka penjualan retail biasanya akan mengalami peningkatan yang cukup besar.

Secara umum, pada bulan Ramadan masyarakat berbelanja dengan porsi berbeda daripada hari biasa, hal ini dilihat dari salah satu sisi yang menganggap ketersediaan makanan hanya untuk menumbuhkan semangat saat berbuka dan sahur. Bila menyimak fenomena ini, bahkan terkesan tak

bisa dihindari, seolah tradisi belanja adalah bagian dari tradisi Ramadan itu sendiri. Sebuah trend yang berevolusi menjadi budaya. Bila awalnya kita tidak ada niat untuk membeli, namun melihat tetangga yang berbelanja kebutuhan Ramadan hingga Lebaran dari membeli makanan yang lebih banyak dari biasanya, merombak penampilan rumah, kendaraan, dan sebagainya, mau tak mau akan mengelitik keinginan kita untuk melakukan hal yang sama, padahal kocek setiap orang berlainan dan tentu saja harus diperhitungkan berdasarkan kebutuhan. Apalagi mayoritas masyarakat Indonesia masih tergolong kurang mampu. Kesenjangan sosial yang semakin membentang akan membuka peluang-peluang kejahatan untuk menyamakannya.

Dalam Islam, memang diperbolehkan menyambut dan merayakan Ramadan dengan suka cita sebagai wujud rasa syukur datangnya bulan yang ditunggu-tunggu, bulan yang penuh berkah. Namun akulturasi budaya hedeonis semakin menyatu dengan tradisi Ramadan bukan hal yang baik.

Sungguh menyedihkan, tamu agung yang begitu dinantikan itu, dicederai oleh sikap konsumtif. Padahal dalam al-Quran diindikasikan bahwa puasa adalah untuk memantapkan ketakwaan yang menganjurkan bersikap sederhana dan tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang-barang kapanpun, apalagi di bulan penuh berkah ini. Allah SWT melarang bersikap berlebih-lebihan dalam harta:

“... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra [17]:26-27).

Ibadah puasa jika dipahami dan dilaksanakan dengan benar tentu akan menghasilkan pribadi yang bertakwa. Artinya, di bulan Ramadan ini seharusnya perilaku konsumtif dapat dihindari. Sebab, manifestasi dari takwa adalah tidak mengumbar hawa nafsu, mampu mengendalikan semua keinginan, termasuk keinginan berbelanja yang tidak perlu (berlebihan). 4. Nilai Budaya

Dari mitos yang didapat, sudah jelas bahwa nilai budaya yang terkandung pada data foto 2 adalah nilai ekonomi. Ada pemahaman yang kemudian timbul dalam pemikiran penulis tentang esensi dari nilai ekonomi itu sendiri, yaitu suatu hal yang diasumsikan memiliki nilai ekonomi adalah hal-hal yang berpotensi memberikan keuntungan secara ekonomi (komersil). Jika merujuk pada penjelasan nilai ekonomi sebagai sebuah nilai budaya dalam foto ini, adalah terdapatnya pola konsumtif yang merupakan efek dari berkembangnya nilai ekonomi di masyarakat.

Dari penjelasan di atas, data foto 2 kemudian penulis asumsikan tidak memiliki nilai budaya lainnya seperti nilai teori, nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas, melainkan nilai ekonomi.

5. Interpretasi

Jika dibandingkan dengan pernyataan Priyombodo, selaku fotografer dari foto 2, ia justru melihat fenomena Ramadan yang terjadi di Indonesia malah justru menguak kesenjangan. Tak sedikit kaum muslim meramaikannya dengan “pengamalan shalih bergengsi”. Seperti puasa sambil umroh di tanah suci, atau menggelar paket buka bersama di hotel-hotel berbintang. Sungguh bertolak belakang dengan “keprihatinan” pelaku ibadah

puasa sejati yang berbuka bersama di surau-surau kecil di pojok kampung. Sakralitas Ramadan pupus oleh sifat matrealistik-konsumtif. Tradisi masih membudaya di mana-mana, dengan makanan yang lezat, baju baru, mengecat rumah, dan pengalokasian anggaran belanja yang berlipat dari hari biasa. Terlebih menjelang idul fitri, pembicaraan seputar THR (Tunjangan Hari Raya), baju baru, mobil baru, sofa baru, dan segala yang dianggap perlu baru atas nama momentum silaturahmi, telah menjadikan Ramadan, bulan yang seharusnya berhias khusyu„ dalam beribadah, menjadi masa riuh rendahnya berbelanja.

Priyombodo juga menambahkan selayaknya kita mengevaluasi diri sejauh mana keberhasilan pelaksanaan ibadah puasa. Mampukah ia menjadi sarana pembentukan pribadi yang mampu mengekang hawa nafsu, mampu menghindari dari sikap konsumtif, dan bertahan dari segala gempuran kapitalisme. Kemenangan di akhir bulan Ramadan sama sekali tidak dinilai dari berapa baju baru yang Anda miliki.

Dokumen terkait