• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 OPTIMALISASI USAHA PERIKANAN DI TELUK JAKARTA

5.2.2 Analisis data

Tujuan yang ingin dicapai dalam optimalisasi usaha perikanan adalah: (a) memaksimumkan pendapatan nelayan; (b) memaksimumkan jumlah hari kerja; dan (c) pemanfaatan sumberdaya perikanan yang lestari (kelompok ikan demersal dan pelagis).

Pendapatan maksimum diperoleh dari hasil analisis linear programming

(LP). Formulasi model LP yang dibangun adalah

Max Z = j j jX C

=6 1 ………(5.5)

untuk j = 5 aktivitas ekonomi masyarakat dengan syarat ikatan:

i j ij ijX b a

=5 1 ... (5.6)

dan Xij ≥0 (kendala non negatif), dimana

Cij = pendapatan bersih yang diperoleh masing-masing alat tangkap (Rp) Xi = Alat jaring insang (X1), payang (X2), pancing (X3), dan Bubu (X4) aij = Koefisien alat tangkap pada setiap jenis kendala

bi = Konstanta atau nilai sebelah kanan (Right Hand Side, RHS)

Perumusan model ekonomi sumberdaya pesisir di Teluk Jakarta dapat diuraikan sebagai berikut.

A. Penetapan Tujuan

Penetapan tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir dinyatakan sebagai suatu target yang direpresentasikan secara numerik dan dicoba untuk dipacu. Mengingat model melibatkan beberapa tujuan yang berbeda, maka solusi yang ingin dicapai adalah meminimalkan deviasi tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir terhadap masing-masing targetnya. Nilai deviasi terdiri atas deviasi underachievment (DU,

tanda negatif)dan deviasi overachievement (DO, tanda positif). Apabila diperoleh nilai variable DU berarti tujuan yang diinginkan dari pengelolaan sumberdaya pesisir di Teluk Jakarta tidak tercapai sebesar nilai deviasi. Sebaliknya, jika DO memiliki nilai, berarti tujuan yang diinginkan terlampaui (melebihi target) sebesar nilai tersebut. Apabila nilai deviasi sama dengan nol, berarti target pengelolaan sumberdaya pesisir Teluk Jakarta tercapai.

1) Fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan nelayan.

Pencapaian target pendapatan maksimum nelayan diperoleh dari alokasi unit penangkapan alat jaring insang (X1), payang (X2), pancing (X3), dan Bubu (X4) :

π1X1 + π2X2 + π3X3 + π4X4 + DU1 – DO1 = π ...(5.7) Dimana :

DU1 = target pendapatan maksimum yang tidak tercapai (Rp.) DO1 = target pendapatan maksimum yang berlebih (Rp.)

π1 = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap jaring insang (Rp./unit) π2 = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap payang (Rp./unit) π3 = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap pancing (Rp./unit)

π4 = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap bubu(Rp./unit) π = target pendapatan bersih yang diperoleh nelayan (Rp.) 2) Memaksimumkan jumlah hari kerja (HOK)

Memaksimumkan jumlah hari kerja adalah terget penyerapan tenaga kerja yang tersedia bagi usaha perikanan tangkap (satuan HOK). Penilaian didasarkan atas rata-rata trip penangkapan ikan pertahun dikalikan dengan jumlah tenaga kerja pada usaha perikanan tangkap (tenaga kerja adalah memakai masukan jumlah tenaga kerja /L). Penilaiannya didasarkan atas potensi lapangan kerja untuk setiap aktivitas ekonomi dengan model persamaannya dirumuskan sebagai berikut:

l1X1 + l2X2 + l3X3 + l4X4 + DU2 – DO2 = L ...(5.8)

dimana:

DU2 = target penyerapan tanaga kerja tidak tercapai (orang) DO2 = target penyerapan tanaga kerja berlebih (orang)

l1 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap jaring insang(orang) l2 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap payang (orang) l3 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap pancing (orang) l4 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap bubu (orang) L = target jumlah tenaga kerja yang tersedia (orang)

3) Pemenuhan permintaan ekspor ikan (E) merupakan kebijakan pemerintah DKI dalam memenuhi permintaan ikan dari negara importir.

Model persamaannya dapat dirumuskan

e1 X1 + e2 X2 + e3 X3 + e4 X4 + DU3 – DO3 = E... (5.9)

Dimana:

DU3 =Target permintaan ekspor ikan yang tidak tercapai (ton) DO3 = Target permintaan ekspor ikan yang berlebih

e1 = Hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap jaring insang (ton)

e2 = Hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap payang (ton) e3 = Hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap pancing (ton) e4 = Hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap bubu (ton) E = Target ekspor ikan (ton)

4) Pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan domestik/konsumsi (C) juga merupakan salah satu target pemerintah DKI dalam pemenuhan kebutuhan protein yang bersumber dari perikanan tangkap berupa konsumsi ikan segar dan produk ikan olahan. Nilai target diperoleh dari konsumsi ikan perkapita pertahun 22,91 kg dikalikan dengan jumlah penduduk DKI yang mengkonsumsi ikan dari perikanan tangkap, sehingga total konsumsi ikan pertahun 27.096,77 ton. Model persamaannya dapat dirumuskan:

c1 X1 + c2 X2 + c3 X3 + c4 X4 + DU4 – DO4 = C ...(5.10)

Dimana:

DU4 =Target pemenuhan kebutuhan ikan domestik yang tidak tercapai (ton)

DO4 = Target Target pemenuhan kebutuhan ikan domestik ikan yang berlebih

e1 = Jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan jaring insang (ton)

e2 = Jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan payang (ton) e3 = Jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan pancing (ton) e4 = Jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan bubu (ton) C = Target konsumsi ikan domestik (ton)

5) Meminimumkan deviasi pemanfaatan maksimum sumberdaya perikanan tangkap merupakan indikator keberlanjutan potensi sumberdaya perikanan (MSY) dimana hasil tangkapan maksimum oleh nelayan tidak melebihi nilai MSY, Model persamaannya dapat dirumuskan:

qp1 X1 + qp2 X2 + qp3 X3 + DU5 – DO5 = QP ... (5.11)

dimana :

DU5 = target pemanfaatan ikan pelagis yang tidak tercapai (ton) DO5 = target pemanfaatan ikan pelagis yang berlebih (ton) DU6 = target pemanfaatan ikan demersal yang tidak tercapai (ton) DO6 = target pemanfaatan ikan demersal yang berlebih (ton) qp1 = hasil tangkapan ikan pelagis dari jaring insang (ton/unit) qp2 = hasil tangkapan ikan pelagis dari payang (ton/unit) qp3 = hasil tangkapan ikan pelagis dari pancing (ton/unit) qp4 = hasil tangkapan ikan demersal dari bubu (ton/unit) QP = target tangkapan ikan pelagis (MSY) (ton)

QD = target tangkapan ikan demersal (MSY) (ton)

B Penetapan Kendala Fungsional

Kendala fungsional yaitu kendala yang menjadi pembatas dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Jakarta. Kendala fungsional yang dibangun adalah :

1) Kendala effort optimum (Eopt) merupakan batas maksimum upaya penangkapan ikan. Model persamaannya dapat dirumuskan:

up1 X1 + up2 X2 + up3X3 = UP ………. (5.13)

ud4 X4 = UD ………. (5.14)

dimana

up1 = effort ikan pelagis dari jaring insang (trip/unit) up2 = effort ikan pelagis dari payang (trip/unit) up3 = effort ikan pelagis dari pancing (trip/unit) ud4 = effort ikan demersal dari bubu (trip/unit) UP = effort optimum ikan pelagis (trip) UD = effort optimum ikan demersal (trip)

2) Kendala ketersediaan bahan bakar (solar/bensin) merupakan jumlah maksimum solar dan bensin yang tersedia guna menunjang operasional kegiatan melaut nelayan. Ketersediaan bahan bakar diperoleh dengan mengalihkan rata-rata penggunaan bahan bakar, jumlah trip serta jumlah

usaha penangkapan yang menggunakan solar/bensin. Model persamaannya dapat dirumuskan:

bb1 X1 + bb2 X2 + bb3 X3 + bb4 X4 = BB ... (5.15)

dimana :

bb1 = bahan bakar yang dipakai pada pengoperasian jaring insang (liter/unit)

bb2 = bahan bakar yang dipakai dari pengoperasian payang (liter/unit) bb3 = bahan bakar yang dipakai dari pengoperasian pancing (liter/unit) bb4 = bahan bakar yang dipakai dari pengoperasian bubu (liter/unit) BB = ketersediaan bahan bakar bagi nelayan (liter)

3) Kendala ketersediaan umpan merupakan jumlah maksimum umpan yang tersedia guna menunjang kegiatan operasional melaut nelayan. Diperoleh dari hasil perkalian antara persentase (1 %) penggunaan umpan per trip dari unit usaha pancing dengan total jumlah tangkapan udang rata-rata per tahun. Model persamaannya dapat dirumuskan:

um4 X4 = UM ...(5.16)

dimana :

um4 = jumlah umpan yang digunakan untuk alat tangkap pancing (kg/unit)

UM = Jumlah umpan yang tersedia (kg)

4) Kendala luasan perairan utuk aktivitas perikanan. Potensi ikan yang berada di perairan teluk Jakarta dipengaruhi oleh kualitas perairan itu sendiri. Hasil anlisis dengan menggunakan GIS, diketahui telah terjadinya penurunan luas perairan yang kondisinya baik untuk aktivitas perikanan dari 36.256.4 hektar menjadi 23.993.2 hektar. Sebagai akibat dari penurunan luasan ini berdampak pula pada penurunan potensi ikan sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah alat tangkap yang dapat dioperasikan di perairan teluk Jakarta. Oleh karena itu, luas perairan yang cocok untuk perikanan dimasukan sebagai kendala.

Model persamaannya dapat dirumuskan:

op1X1 + op2X2 + op3X3 + op4 X4 = OP ...(5.17)

dimana:

op1 = luas daerah operasi jaring insang (hektar) op2 = luas daerah operasi payang (hektar) op3 = luas daerah operasi pancing (hektar) op4 = luas daerah operasi bubu (hektar)

OP = Luas daerah perairan yang cocok untuk perikanan (hektar)

5) Kendala non negatif

π1, π2, π3, π4, π, l1, l2,l3 ,l4, L,qp1 , qp2, qp3, qd4, QP, QD, e1, e2, e3, e4, E, c1, c2, c3, c4, C, bb1, bb2, bb3, bb4, BB, up1 , up2 , up3, ud4, UP, UD, um4, UM op1, op2, op3, op4 , OP, = 0 ………...……... (5.18)

C Fungsi Tujuan

Berdasarkan kendala tujuan yang telah diuraikan, maka fungsi tujuan model ekonomi perikanan yang berkelanjutan di Teluk Jakarta, dapat dirumuskan sebagai berikut:

Min Z = DU1 + DU2 + DU3 + DO4 + DU5 + DO6 ...(5.19)

Persamaan diatas menyatakan peminimuman deviasi target pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Jakarta. Fungsi tujuan model ekonomi ini tidak memberikan bobot dan prioritas khusus pada tujuan yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan karena keterbatasan informasi dalam memberikan ukuran dan besaran bobot serta prioritas tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan.

D Analisis Surplus Produksi

Metoda analisis surplus produksi digunakan untuk mengestimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di Teluk Jakarta. Dalam analisis tersebut digunakan beberapa asumsi, yaitu:

1) Jenis ikan yang ditangkap dianggap sebagai satu unit biomasa, sehingga walaupun tidak sama dalam satu unit biologis atau unit genetik namun

memiliki pola pertumbuhan, laju mortalitas dan ditangkap di daerah serta menggunakan alat tangkap yang sama.

2) Stok hanya merespons upaya tangkap, sehingga parameter lain tidak dimasukkan dalam pendugaan stok ikan (Sparre dan Venema, 1999). 3) Seluruh ikan yang masuk ke TPI Muara Angke, Muara Baru, Kamal

Muara, Kali Baru, dan Cilincing merupakan hasil tangkapan dari Teluk Jakarta dengan batasan 12 mil dari garis pantai.

4) Teknologi yang digunakan dalam penangkapan ikan diasumsikan tidak mengalami perubahan pada kurun waktu 1998- 2005.

Penggunaan metoda analisis surplus produksi didasarkan pada tipe sarana penangkapan ikan yang heterogen, misalnya ukuran kapal, kekuatan mesin, alat tangkap dan peralatan pendukung. Kombinasi sarana penangkapan ikan yang digunakan tersebut berdampak pada perbedaan stok dan hasil tangkapan ikan. Untuk itu diperlukan standarisasi upaya penangkapan ikan (effort) dari berbagai jenis alat tangkap kedalam satu unit baku.

D.1 Standarisasi Effort

Unit effort sejumlah armada penangkapan ikan dengan alat tangkap dan waktu tertentu dikonversi ke dalam satuan ”boat –day” (trip). Pertimbangan yang digunakan adalah: (1) respon stock terhadapat alat tangkap standar akan menentukan status sumberdaya selanjutnya berdampak pada status perikanan alat tangkap lain, (2) total hasil tangkap ikan per-unit effort alat tangkap standar lebih dominan dibanding alat tangkap lain, dan (3) daerah penangkapan alat tangkap standar meliputi dan atau berhubungan dengan daerah penangkapan alat tangkap lain. Prosedur standarisasi alat tangkap kedalam satuan baku unit alat tangkap standar, dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Alat tangkap standar yang digunakan mempunyai CPUE terbesar dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan 1. Nilai FPI dapat diperoleh melalui persamaan (Gulland, 1983) :

CPUEr = Catchr ,= 1,2,3, ... P (alat tangkap yang

distandarisasi)...(5.20)

CPUEs= Catchs ,= 1,2,3, ... Q (alat tangkap standar)...(5.21)

Efforts

FPIi = CPUEr ,= 1,2,3, ... P(alat tangkap yang

distandarisasi) ...(5.22)

CPUEs

dimana:

CPUEr = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap r yang akan distandarisasi (ton/trip)

CPUEs = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap s yang dijadikan standar (ton/trip).

FPIi = Fishing power index dari alat tangkap i (yang distandarisasi dan alat tangkap standar)

2) Nilai FPIi digunakan untuk menghitung total upaya standar, yakni :

E =

i=l FPIiEl

1

…………...(5.23)

dimana :

E = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip)

Ei = effort dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip)

D.2 Maximum Sustainable Yield (MSY)

Estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap didasarkan atas jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada suatu wilayah dan variasi alat tangkap per trip. Prosedur estimasi dilakukan dengan cara (Sparre dan Venema, 1999):

1) Menghitung hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE), melalui persamaan:

CPUEn = Catchn ,= tahun1,2,3, ...M ....(5.24)

En

dimana:

CPUEn = total hasil tangkapan per upaya penangkapan yang telah distandarisasi dalam tahun n (ton/trip)

Catchn = total hasil tangkapan dari seluruh alat dalam tahun n (ton)

En = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dengan alat tangkap standar dalam tahun n

(trip)

2) Melakukan estimasi parameter alat tangkap standar dengan menggunakan model Schaefer berikut:

CPUEn = a-ßEnatau Catchn = ßEn - ßEn2 ...(5.25) dimana:

CPUEn = total hasil tangkapan per upaya setelah distandarisasi pada tahun n (ton/trip)

En = total effort standar pada tahun n (trip/tahun)

a dan ß = konstanta dan koefisien parameter dari model schaefer

persamaan dihitung dengan menggunakan metode regresi linear sederhana (Ordinary Least Square, OLS)

3) Melakukan estimasi effort optimum pada kondisi keseimbangan (equilibrium state), digunakan persamaan:

Eopn = ½ (a/ß) .....(5.26)

4) Melakukan estimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai indikator potensi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan (lestari) melalui persamaan:

MSY = ¼ (a2/ß) .....(5.27)

Nilai effort optimum dan MSY yang diperoleh selanjutnya dimasukkan sebagai kendala tujuan dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap (model dasar LGP). Dengan demikian, secara biologi pengelolaan perikanan menunjukan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan. Namun secara ekonomi, pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap belum sepenuhnya menunjukan optimal, oleh karena diperlukan kendala

Maximum Economic Yield (MEY) dalam model.

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, maka hasil tangkapan ikan tahun 2004 dibandingkan dengan nilai MSY. Persamaan yang digunakan adalah:

% pemanfaatan tahun 2004 = ...(5.28) dimana:

Catch2004 = total hasil tangkapan ikan pada tahun 2004

MSY = hasil tangkapan maksimum lestari (ton)

D.3 Linear Goal Programming(LGP)

Untuk mengetahui besarnya pemanfaatan dan pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal digunakan metode analisis LGP. Teknik-teknik solusi untuk mencari nilai-nilai optimum disesuaikan dengan struktur dan ciri-cir i dasar model yang diformulasikan. Solusi yang diperoleh dari metode analisis LGP diperbandingkan baik kriteria biologi maupun ekonomi. Pengelolaan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer LINDO.

Hasil yang diperoleh dari analisis LGP ini diasumsikan sebagai solusi optimal hasil. Solusi optimal hasil dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap oleh nelayan berdasarkan potensi sumberdaya wilayah, berlangsung secara alami (sesuai kondisi riil), tanpa campur tangan pemerintah dan swasta. Kondisi sumberdaya aktual nelayan tercermin dari aspek ketersediaan sumberdaya modal sepenuhnya berasal dari nelayan sendiri atau sumber lain (non pemerintah dan non swasta formal). Aspek kelestarian sumberdaya, pemenuhan kebutuhan ikan dan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal berlangsung secara alami dalam masyarakat nelayan. Dasar pertimbangan adalah bahwa setiap orang bebas keluar masuk menggunakan sumberdaya perikanan dan belum adanya campur tangan pihak lain yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam ketersediaan sumberdaya.