• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 DAMPAK PEMBANGUNAN PANTAI TERHADAP PERIKANAN

4.3 Hasil Penelitian

4.3.3 Kondisi kualitas perairan

4.3.3 Kondisi kualitas perairan

4.3.3.1 Parameter fisika

Tingkat kekeruhan perairan dan suhu perairan di Teluk Jakarta pada tahun 2004 telah melampaui nilai baku mutu, baik untuk wisata bahari maupun untuk biota laut (Tabel 12). Perubahan kedua parameter fisika tersebut menunjukkan degradasi lingkungan yang cukup signifikan.

Parameter lain yang dapat menjelaskan tentang kualitas perairan adalah kekeruhan, kecerahan dan suhu. Hasil analisis parameter fisika dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 selengkapnya disajikan dalam Tabel 12, sedangkan sebaran parameter dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.

Tabel 12 Hasil analisis parameter fisika dibandingkan dengan baku mutu

Parameter Baku mutu

untuk wisata bahari Baku mutu untuk biota laut Satuan 2004 Keterangan Kekeruhan (Turbiditas)

< 5 < 5 NTU 26,08 Tidak sesuai

Kecerahan

(Transmisi cahaya)

Coral >6 Coral >5 m 12,81 Sesuai

Gambar 15 Distribusi transparasi cahaya lapisan dekat dasar perairan Teluk Jakarta, Mei 2004.

Gambar 14 Distribusi turbitas lapisan dekat dasar perairan Teluk Jakarta, Mei 2004.

4.3.3.2 Parameter Kimia

Perubahan kualitas kimia perairan menunjukkan bahwa kondisi perairan untuk perikanan pada tahun 2004 telah menurun tajam dari kondisi pada tahun 1998. Penurunan tersebut terlihat jelas pada hasil overlay kandungan oksigen terlarut, kandungan fosfat, maupun senyawa-senyawa nitrogen. Luasan perairan dengan kadar Oksigen terlarut (DO) yang baik untuk perikanan telah berkurang secara tajam hingga sekitar 50%, yaitu dari 27.192,3 ha pada tahun 1998 menjadi 15.844,6 ha pada tahun 2004, sehingga terjadi pengurangan sebesar 11.347,7 ha; sebaliknya luasan yang buruk pada tahun 1998 sebanyak 18.128,2 ha meningkat menjadi 29.425,6 ha pada tahun 2004 (Tabel 13). Pada tahun 1998 wilayah perairan yang buruk untuk perikanan tangkap umumnya berada di dekat pantai sedangkan tahun 2004 menyebar bahkan ada yang ditengah (Gambar 16).

Luasan perairan yang berkadar Amonia (NH3) baik untuk perikanan tangkap pada tahun 2004 adalah 15.844,6 ha lebih sempit dibandingkan dengan luasan baik pada tahun 1998 yaitu 271.923,0 ha tahun 1998 sehingga berkurang 11.347,7 ha (Tabel 14), selebihnya luasan perairan buruk untuk perikanan tangkap (Gambar 17).

Dalam hal kandungan senyawa nitrogen lainnya, yakni Nitrat (NO3), perairan Teluk Jakarta juga mengalami penurunan kualitas yang berarti, yaitu pada tahun 1998 kandungan nitrat seluas 36.256,4 ha merupakan sebagian besar teluk Jakarta untuk kegiatan perikanan tangkap dan hanya sebagian kecil dari wilayah tersebut 9.064,1 ha memiliki kandungan nitrat dengan kategori buruk (Tabel 15), Tetapi pada tahun 2004, wilayah perairan tersebut yang memiliki kandungan nitrat baik luasannya menurun drastis menjadi 27.162,1 ha, selebihnya wilayah perairan tersebut pada kategori yang buruk 18.108,1 ha, sehingga ada penyusutan 9.094,3 ha (Gambar 18).

Pada tahun 1998, lebih dari setengah wilayah perairan Teluk Jakarta memiliki kandungan Nitrit (NO2) yang baik seluas 24.473,1 ha (Tabel 16), kebanyakan area perairan jauh dari garis pantai, sedangkan perairan yang lebih dekat dengan garis pantai memiliki kandungan nitrit yang buruk menempati area perairan seluas 20.847,4 ha. Pada tahun 2004, wilayah perairan yang memiliki

kandungan nitrit yang baik menyusut menjadi 20.824,3 hadan lebih dari setengah luas perairan 24.445,9 hapada tingkat kandungan yang buruk (Gambar 19).

Perairan Teluk Jakarta pada tahun 1998 kandungan Fosfat (PO4) dengan kadar buruk untuk perikanan tangkap menempati area sekitar 20% atau 6.798,1 ha, selebihnya sekitar 80% atau seluas 38.522,4 ha perairan masih dalam kondisi baik (Tabel 17). Pada tahun 2004, wilayah perairan tersebut kondisinya sama antara yang buruk dan yang baik yaitu seluas 22.635,1 ha sehingga terjadi penurunan seluas 15.887,3 ha (Gambar 20).

Penggabungan hasil identifikasi sebaran kategori kesesuaian dari setiap senyawa kimia tersebut di atas menunjukkan pengurangan luasan perairan yang baik untuk kegiatan perikanan tangkap (Tabel 18). Pada tahun 1998, masih cukup banyak wilayah perairan yang tergolong kategori baik yaitu 36.256,4 ha untuk perikanan tangkap. Sebaliknya, pada tahun 2004, turun drastis menjadi 23.993,2 ha wilayah perairan yang memiliki kualitas baik; sisanya 21.277,0 ha perairan berada dalam kategori buruk, sehingga terjadi penurunan sebesar 12.263,2 ha. Bila hal ini berlangsung terus tidak ada pencegahan maka akan hilang dan tidak layak lagi untuk kegiatan perikanan tangkap (Gambar 21). Dengan demikian, tidak ada lagi wilayah perairan Teluk Jakarta yang memadai untuk perikanan kecuali di luasan yang sangat sempit yang masih memiliki kandungan gabungan senyawa kimia di perairan yang tergolong kategori baik.

Pada Tabel 19 dijelaskan bahwa untuk parameter pH dan salinitas dalam kurun waktu 1998 dan 2004 tidak terjadi perubahan yang signifikan dan masih sesuai dengan baku mutu, baik untuk wisata bahari maupun untuk biota laut. Namun untuk parameter DO, terjadi perubahan yang cukup signifikan walaupun kandungannya sejak tahun 1998-2004 tidak sesuai lagi dengan baku mutunya. Demikian pula halnya dengan parameter PO4, NH3, NO3, NO2 dan PO4 seluruhnya telah tidak sesuai lagi dengan baku mutu yang diperbolehkan. Jadi secara agregat dari tujuh parameter yang diteliti, sebanyak lima parameter telah melampaui nilai baku mutunya, sehingga cukup menjelaskan bahwa dari parameter kimia telah terjadi penurunan kualitas perairan.

Tabel 13 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 18.128,2 29.425,6 11.297,4

Baik 27.192,3 15.844,6 - 11.347,7

Luas Total 45.320,5 45.270,2 - 50,3

Tabel 14 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Amonia (NH3) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 18.128,2 29.425,6 11.297,4

Baik 27.192,3 15.844,6 - 11.347,7

Luas Total 45.320,5 45.270,2 -50,3

Tabel 15 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Nitrat (NO3) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 9.064,1 18.108,1 9.044,0

Baik 36.256,4 27.162,1 -9.094,3

Luas Total 45.320,5 45.270,2 - 50,3

Tabel 16 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Nitrit (NO2) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 20.847,4 24.445,9 3.598,5

Baik 24.473,1 20.824,3 -3.648,8

Tabel 17 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Fosfat (PO4) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 6.798,1 22.635,1 15.837,0

Baik 38.522,4 22.635,1 -15.887,3

Luas Total 45.320,5 45.270,2 - 50,3

Tabel 18 Luasan perairan untuk kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan gabungan senyawa kimia di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya

Kategori kesesuaian perairan

Luasan perairan (ha)

1998 2004 Perubahan

Buruk 9.064,1 21.277,0 12.212,9

Baik 36.256,4 23.993,2 -12.263,2

Luas Total 45.320,5 45.270,2 - 50,3

Tabel 19 Nilai parameter kimia perairan dibandingkan dengan baku mutu perairan untuk kegiatan perikanan tangkap menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004

Parameter

Baku mutu

untuk biota laut Satuan

Status Keterangan 1998 2004 pH 7,00 s/d 8,50 - 7,75 8,07 Sesuai DO >5 mg/l 4,15 3,46 Tidak sesuai PO4 0,015 mg/l 0,09 0,84 Tidak sesuai NO3 0,008 mg/l 0,13 1,48 Tidak sesuai NH3 0,300 mg/l 0,09 4,18 Tidak sesuai Salinitas <33-34 0% 25,05 32,46 Sesuai

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

Gambar 16 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

2004

Gambar 17 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Amonia (NH3) di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

Gambar 18 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi Nitrat (NO3) untuk kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan nitrat di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

Gambar 19 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Nitrit (NO2) di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004..

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

Gambar 20 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Fosfat (PO4)di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.

1998

2004

Buruk Baik Lahan darat

Gambar 21 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan gabungan senyawa kimia penting di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.

4.3.3.3Parameter biologi

Karakter sedimen halus dengan warna hitam abu-abu dan berbau busuk yang menunjukkan adanya senyawa H2S akibat bakteri, perairan di daerah penelitian ini tampaknya mengalami sedimentasi yang cukup tinggi serta adanya pembuangan limbah dari darat. Ini terlihat dari tebalnya lapisan sedimentasi yang berwarna hitam pada permukaan sedimen dan relatif keruh. Kedalaman air di lokasi ini berkisar antara 1 hingga 7 meter. Bagian tengah teluk umumnya berhabitat pasir sedimentasi dengan warna cokelat kehitaman dan abu-abu pada bagian permukaannya serta banyak terdapat cangkang moluska (bivalvia) dan pecahan karang dan foraminifera. Jadi kedalaman air berkisar antara 4 hingga 9,5 meter.

Fauna makrobenthos yang berhasil dikumpulkan dalam dua kali penelitian pada bulan Mei dan Oktober sebanyak 44 jenis mewakili 1.187 individu. Dari hasil identifikasi makrobenthos pada bulan Mei ditemukan sebanyak 16 jenis mewakili 196 individu. Terdiri dari Krustasea dan Ekhinodermata masing-masing 2 jenis (12,5%), moluska 8 (50%) dan Miscellania 4 jenis (26%).

Jumlah jenis makrobenthos yang tertangkap pada masing-masing stasiun pada bulan tersebut cukup bervariasi, berkisar antara 1 hingga 12 jenis. Jumlah jenis tertinggi ditemukan di stasiun 27 lokasi III (timur teluk) sebanyak 12 jenis, stasiun 8 dan 10 lokai I (barat teluk) masing-masing 5 jenis dan jumlah jenis terendah ditemukan pada stasiun 12 lokasi II (tengah teluk) 1 jenis.

Komposisi taksa pada masing-masing lokasi penelitian bulan Mei jika dikelompokkan berdasarkan pembagi lokasi, maka lokasi III memiliki jumlah jenis makrobenthos yang tertinggi, yaitu 12 jenis (81,3 %). Sedangkan pada lokasi I ditemukan 9 jenis dan hanya 2 jenis yang ditemukan di lokasi II. Jika dilihat dari prosentase jumlah jenis pada masing-masing kelompok makrobenthos di lokasi I, maka Molusca adalah kelompok yang dominan dengan prosentase jumlah jenis sebesar 44,4%, Miscellania (33,3%) dan Ekhinodermata (22,2%), sedangkan Krustasea tidak ditemukan. Di lokasi II, Miscellania memiliki nilai prosentase sebesar 66,7% dan Ekhinodermata 33,3%. Pada lokasi III, kelompok

masing-masing (15,4%) dan yang terendah adalah Ekhinodermata (7,7%) lihat Tabel 20.

Tabel 20 Hasil sortir makrobenthos di Perairan Teluk Jakarta, Oktober 2004

Taxa

Stasiun

Bagian Barat Bagian Tengah Bagian Timur 1 4 5 8 30 9 12 13 16 18 29 19 22 23 25 27 28 Polikaeta + + + + + + + + + + + + + + + + + Krustasea + + + + - + + - - + + + - + - + - Ekinodermata - - - + + + + - - + - - - - - - - Moluska - - + + - + + - - + - - + + - + - Miscellania - - + + + + + - - - + - - + - + -

Bila dilihat dari jumlah individu, lokasi III memiliki jumlah individu yang relatif lebih tinggi. Tingginya nilai ini disebabkan oleh tertangkapnya Alveinus sp. (Moluska) di stasiun 7 sebanyak 142 individu (85.5%) dari jumlah individu pada lokasi tersebut. Jenis ini cenderung melimpah pada habitat (sedimen) sedimen pasir/pasir bersedimen. Kehadiran Alveinus sp. dengan kelimpahan yang tinggi mungkin berhubungan dengan sifat oportunis dari biota ini dan belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Dari hasil penelitian di bulan Oktober ditemukan sebanyak 39 jenis mewakili 991 individu, terdiri dari Krustasea 14 jenis (35,9%), Ekhinodermata 5 jenis (12,8%), Moluska 12 jenis (30,8%) dan

Miscellania 8 jenis (20,5%) (Tabel 20). Jenis-jenis yang ditemukan berkisar antara 1 hingga 17 jenis. Jumlah jenis tertinggi ditemukan pada stasiun 8 (17 jenis) dan yang terendah ditemukan pada stasiun 1, 2, 19 dan 25 masing-masing 1 jenis.

Jika dikelompokkan menurut lokasi pengamatan, lokasi I memiliki jumlah jenis berkisar antara 1-17 jenis; lokasi II 4-14 jenis dan lokasi III 1-12 jenis. Komposisi taxa pada masing-masing lokasi penelitian bulan Mei tertera pada Tabel 21.

Tabel 21 Kelimpahan dan persentase jumlah jenis makrobenthos di Peraran Teluk Jakarta, Mei dan Oktober 2004.

Taxa Kelimpahan Makrobenthos bulan Mei 2004

Jumlah Jenis (%) Jumlah Individu (%)

Krustasea 2 12,5 4 2,0

Ekhinodermata 2 12,5 7 3,6

Moluska 8 50,0 166 84,7

Miscellania 4 25,0 19 9,7

Jumlah 16 100,0 196 100,0

Taxa Kelimpahan Makrobenthos bulan Oktober 2004

Jumlah Jenis (%) Jumlah Individu (%)

Krustasea 14 35,9 677 68,3

Ekhinodermata 5 12,8 96 9,7

Moluska 12 30,8 136 13,7

Miscellania 8 20,5 82 8,3

Jumlah 39 100,0 991 100,0

Jika dilihat dari persentase komposisi jumlah jenis dari masing-masing kelompok makrobenthos di lokasi I , Moluska adalah kelompok yang dominan dengan persentase jumlah jenis (38,5 %); Krustasea (23,1 %); Ekhnodermata (19,2 %) dan Miscellania (19,2 %). Di lokasi II Moluska memiliki nilai persentase terbesar (36,4 %) dan yang terendah adalah Ekhinodermata (13,6 %). Pada lokasi III Krustasea memiliki persentase terbesar (47,4 %) dan yang terendah adalah Ekhinodermata (5,3 %). Dilihat dari jumlah individu, lokasi I memiliki jumlah individu yang relative tinggi, yaitu sebanyak 555 individu (56,0 %) dari total individu yang dikumpulkan pada bulan tersebut dan didominasi oleh Jassa sp. (Krustasea), jenis ini dijumpai pada stasiun 8 sebanyak 356 individu (64,1 %). Lokasi II memiliki jumlah individu sebanyak 366 individu dan didominasi oleh Jassa sp. Jenis ini ditemukan sebanyak 201 individu (54,9 %) di tasiun 9.

Suatu ekosistem dapat dikatakan baik bila keanearagaman jenis dan jumlah individu berada dalam kondisi yang berimbang serta tidak ada dominasi dari jenis dalam komunitas tersebut. Keanekaragaman dapat dikatakan tinggi bila terdapat banyak jenis dalam satu komunitas dan sebaliknya keanekaragaman jenis dapat dikatakan rendah bila ada jenis yang mendominasi komunitas tersebut. Tinggi rendahnya keragaman jenis dapat dipengaruhi oleh kondisi kualitas lingkungan. Dengan nilai keragaman dan keseragaman yang didapat pada pengamatan ini yang berfluktuasi dari stasiun ke stasiun berikutnya mungkin juga dapat disebabkan oleh hal seperti tersebut di atas.

4.3.3.4Pencemaran logam berat

Parameter lain yang dapat menjelaskan tentang kualitas perairan adalah parameter logam berat terlarut. Hasil analisis parameter logam berat terlarut dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 selengkapnya disajikan dalam Tabel 22 berikut.

Tabel 22 Hasil analisis parameter logam berat terlarut dibandingkan dengan baku mutu

Parameter Baku mutu

untuk biota laut

Satuan Status Keterangan

1998 2004 Pb 0,008 Mg/l 0,00300 0,0060 Tidak sesuai Cd 0,001 Mg/l 0,00085 <0,0012 Tidak sesuai Cu 0,008 Mg/l 0,00230 <0,0028 Sesuai Zn 0,050 Mg/l 0,00350 <0,0038 Sesuai Ni 0,050 Mg/l - <0,0150 Sesuai

Data pada Tabel 4.19 diatas menunjukkan bahwa kadar Pb yang sebesar 0,003 mg/l tahun 1998, dan meningkat menjadi 0,006 pada tahun 2004 jika dibandingkan dengan baku mutu untuk biota laut masih sesuai, namun jika dibandingkan dengan baku mutu untuk wisata bahari ternyata sudah tidak sesuai lagi karena sudah melampaui baku mutunya. Demikian pula halnya dengan parameter Cd, dimana kadarnya pada tahun 2004 sudah melampaui baku mutu untuk biota laut. Secara agregat dari lima parameter yang diteliti ternyata tiga parameter lainnya yaitu Cu, Zn dan Ni masih sesuai atau masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan.

Hal ini mengindikasikan terjadinya pencemaran logam berat walaupun dalam kadar yang belum terlalu mengkhawatirkan. Meskipun demikian, tingkat pencemaran tersebut juga harus dicermati karena tingkat pencemaran di sedimen sudah lebih tinggi dari ambang batas yang dapat diteroleransi pada perairan. Meningkatnya aktivitas industri di daerah aliran sungai yang mengalirkan airnya ke perairan tersebut, juga tingginya aktivitas pelabuhan, dapat berperan dalam peningkatan pencemaran tersebut.

Tingkat pencemaran yang lebih tinggi dari ambang batas adalah tingkat pencemaran organik (PCB) dan tingkat pencemaran pestisida. Kenaikan intensitas kedua jenis pencemaran tersebut tidak terhindarkan akibat aliran-aliran

sungai secara langsung mengalirkan airnya ke wilayah Teluk Jakarta, sedangkan pengenceran yang diharapkan terjadi dengan adanya arus laut tidak berlangsung karena perairan tersebut terletak pada teluk.

Pencemaran yang meningkat di aliran sungai baik akibat limbah rumah tangga, maupun dari saluran irigasi pertanian, secara langsung akan meningkatkan pencemaran organik dan pestisida di perairan Teluk Jakarta. Sementara itu, pembangunan yang dilakukan di kawasan pantai yang lebih banyak berupa pembebasan tanah serta pengurukan tidak berkontribusi terhadap peningkatan pencemaran PCB dan pestisida. Namun pembangunan tersebut juga tidak mampu menahan laju peningkatan pencemaran yang terbawa oleh aliran air sungai.