• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Diskriptif Data

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Diskriptif Data

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 23 responden dari hasil kuisioner dalam penelitian ini, diperoleh data-data tentang pengusha batik di Kota Klaten yang mengambil studi kasus di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Data-data tersebut antara lain mengenai keuntungan, modal, biaya tenaga kerja, bahan baku dari pengusaha batik itu sendiri ditambah dengan data tentang kelompok umur, pengalaman usaha, tingkat pendidikan guna memperjelas deskripsi mengenai industri batik di Desa Jarum Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten. Data-data yang ditampilkan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Sebelum dapat digunakan beberapa tahap dalam menyusun tabel atau distribusi frekuensi yaitu sebagai berikut (Djarwanto, 1994) :

1. Menentukan Jumlah Kelas

Digunakan dengan pedoman Struges dengan rumus sebagai berikut:

k= 1 + 3.3 log n

Dimana : k= jumlah kelas n= jumlah populasi

Maka dalam penelitian keuntungan pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Kalten didapatkan jumlah kelas yaitu:

k= 1 + 3.3 log (23) = 5,5

= 6

Jadi terdapat 6 kelas dalam penelitian ini.

2. Menentukan Interval Kelas

Selaras dengan pendekatan Sturges, maka interval kelas ditemukan dengan rumus sebagai berikut:

Ci=

Ci = Interval Kelas

Data-data tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Keuntungan

Keuntungan merupakan hasil dari pengembalian modal yang diperoleh dari jumlah penerimaan yang dikurangi dengan jumlah total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, keuntungan ini sendiri diukur dengan satuan rupiah yang diperoleh oleh responden dalam memproduksi barang setiap bulannya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tingkat Keuntungan

Kelas Keuntungan Frekuensi Persentase

1 < 3.500.000 0 0% Tidak ada pengusaha yang mempunyai keuntungan kurang dari Rp 3.500.000 . Untuk keuntungan antara Rp 3.500.000 sampai dengan kurang dari Rp 7.000.000 sebanyak 7 pengusaha (30,43%). Untuk keuntungan antara Rp 7.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 10.500.000 sebanyak 8 pengusaha (34,78%). Untuk keuntungan antara Rp 10.500.000 sampai dengan kurang dari Rp 14.000.000 sebanyak 2 pengusaha (8,69%). Untuk keuntungan antara Rp

commit to user

14.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 17.500.000 sebanyak 3 pengusaha (13,04%). Untuk pengusaha dengan keuntungan lebih dari Rp 17.500.000 sebanyak 3 pengusaha (13,04%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Modal

Modal dalam hal ini merupakan modal usaha yang digunakan oleh pengusaha batik dalam menjalankan usahanya. Modal ini dapat berupa uang maupun barang, maka diperoleh distribusi frekuensi dan pembagian kelasnya sebagai berikut:

Tabel 4.8

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Modal

Kelas Modal Frekuensi Persentase

1 < 5.500.000 0 0% kurang dari Rp 11.000.000 sebanyak 7 pengusaha (30,43%). Untuk modal antara Rp 11.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 16.500.000 sebanyak 7 pengusaha (30,43%). Untuk modal antara Rp 16.500.000 sampai dengan kurang dari Rp 22.000.000

pengusaha (13,04%). Untuk pengusaha dengan keuntungan lebih dari Rp 27.500.000 sebanyak 3 pengusaha (13,04%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang dimaksud merupakan biaya yang dikeluarkan pengusaha untuk membayar upah tenaga kerja dalam satu bulan. Maka untuk dapat melihat distribusi frekuensi biaya tenaga kerja dalam industri batik dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.9

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Biaya Tenaga Kerja

Kelas Biaya Tenaga Kerja Frekuensi Persentase

1 < 2.250.000 1 4,34%

2 2.250.000 - <4.500.0000 7 30,43%

3 4.500.000 - < 6.750.000 6 26,08%

4 6.750.000 - <9.000.000 3 13,04%

5 9.000.000 - <11.250.000 5 21,73%

6 ≥ 11.250.0000 1 4,34%

Berdasarkan tabel diatas untuk pengusaha yang mengeluarkan biaya tenaga kerja kurang dari Rp 2.250.000 sebanyak 1 pengusaha (4,34%). Untuk Rp 2.250.000 sampai dengan kurang dari Rp 4.500.000 sebanyak 7 pengusaha (30,43%), Rp 4.500.000 sampai dengan kurang dari 6.750.000 sebanyak 6 pengusaha (26,08%), Rp 6.750.000 sampai dengan kurang dari Rp

9.000.000 sebanyak 3 pengusaha (13,04%), Rp 9.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 11.250.000 sebanyak 5 pengusaha (21,73%), untuk pengusaha yang mengeluarkan biaya tenaga kerja lebih dar Rp 11.250.000 sebanyak 1 pengusaha (4,34%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya Bahan Baku

Yang dimaksud biaya bahan baku disini yaitu jumlah uang yang dikeluarkan oleh pengusaha dalam memproduksi barang setiap bulannya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.10

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Bahan Baku Kelas Biaya Bahan Baku Frekuensi Persentase

1 ≤3.000.000 5 21,73%

Berdasarkan tabel diatas untuk pengusaha yang mengeluarkan bahan baku kurang dari Rp 3.000.000 sebanyak 5 pengusaha (21,73%), Rp 3.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 6.000.000 sebanyak 8 pengusaha (34,78%), Rp 6.000.000 sampai dengan kurang dari 9.000.000 sebanyak 3 pengusaha (13,04%), Rp 9.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 12.000.000 sebanyak 5

15.000.000 sebanyak 1 pengusaha (4,34%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Yang dimaksud umur disini yaitu umur pengusaha batik pada saat penelitian dilakukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.11

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Umur Kelas Kelompok Umur dari 30 sebanyak 1 pengusaha (4,34%) dan lebih dari sama dengan 30 tahun sebanyak 22 pengusaha (95,65%).

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Yang dimaksud tingkat pendidikan disini yaitu tingkat pendidikan akhir pengusaha batik yang telah ditempuh sampai pada saat penelitian dilakukan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.12

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tigkat Pendidikan

Kelas Tingkat Pendidikan

Frekuensi Persentase

1 Tidak Tamat SD 3 13,04%

2 SD 6 17,39%

3 SMP 6 30,43%

4 SMA 6 30,43%

5 ≥ S1 2 8,69%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 23 pengusaha batik, untuk yang tidak tamat SD ada 3 pengusaha (13,04%), tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA adalah sama yaitu sebesar 6 orang ( masing-masing 30,43%), sedangkan tingkat pendidikan S1 ada 2 pengusaha (8,69%).

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha

Yang dimaksud pengalaman usaha disini yaitu berapa lama waktu yang telah ditempuh pengusaha dalam menjalankan usahanya sampai pada saat penelitian dilakukan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.13

Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Pengalaman Usaha

Kelas Tahun Frekuensi Persentase

1 <7 4 17,39%

2 7 - <14 3 13,04%

3 14 - <21 10 43,47%

4 21 - <28 3 13,04%

5 28 - <35 2 8,69%

6 ≥35 1 4,34%

Berdasarkan tabel diatas, pengalaman usaha pengusaha batik kurang dari 7 tahun sebanyak 4 pengusaha (17,39%), 7tahun sampai dengan kurang dari 14 tahun sebanyak 3 pengusaha (13,04%), 14 tahun sampai dengan kurang dari 21 tahun sebanyak 10 pengusaha (43,47%), 21 tahun sampai dengan kurang dari 28 tahun sebanyak 3 pengusaha (13,04%), 28 tahun sampai dengan kurang dari 35 tahun sebanyak 2 pengusaha (8,69), lebih dari sama dengan 35 tahun sebanyak 1 pengusaha (4,34%).

commit to user

Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan bayat, Kabupaten Klaten.

1. Masalah Ketenagakerjaan

Tabel 4.14

Jumlah Tenaga Kerja Pembatik di Desa Jarum No Nama Pengusaha Jumlah Tenaga

Sumber : Pengusaha Batik Desa Jarum

Dari data tersebut menjelaskan banyaknya tenaga kerja asli dari Desa Jarum tersebut yang dipekerjakan oleh para pengusaha batik dalam kegiatan proses produksi usahanya. Tentunya hal tersebut akan membawa dampak bagi masyarakat sekitar terutama

terbalik dengan kebutuhan yang ada. Tentunya hal tersebut menjadi masalah dan tantangan bagi para pengusaha untuk tetap mempertahankan usahanya walaupun ada keterbatasan tenaga kerja yang terampil.

Para tenaga kerja sendiri tidak menjadikan membatik sebagai pekerjaan utama, selain membatik mereka bercocok tanam atau melakukan kegiatan lainnya seperti berdagang, sehingga para pengusaha batik merasa kurang optimal dalam memperdayakan tenaga kerja terampil yang ada di desanya. Apabila hal tersebut terus terjadi maka kegiatan produksi batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten pun akan terus menurun kuantitasnya. Para pengusaha berusaha memberikan upah yang cukup agar para pekerja tetap mau bekerja dengan optimal.

Masalah keterbatasan tenaga kerja yang terampil di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten masih menjadi tantangan bagi para pengusaha yang harus dihadapi.

2. Masalah Promosi dan Penjualan

Bagi para pengusaha yang telah berkembang dengan pesat tentunya penjualan bukan menjadi kendala, akan tetapi bagi para pengusaha kecil yang belum mengetahui tentang seluk beluk pasar dan cara-cara memasarkan tentunya dalam proses penjualan pun banyak mengalami kendala. Para pengusaha harus menunggu ada

pengepul yang mau membeli kain batiknya terlebih dahulu baru bisa menjual barang dagangannya, bahkan di jaman yang modern seperti sekarang ini hal tersebut masih sering terjadi.

Untuk pemasaran sendiri hanya sedikit pengusaha yang mampu memanfaatkan teknologi untuk memasarkan hasil produksinya, kebanyakan dari mereka masih memakai cara manual, seperti menjual barang-barangnya di pasar, pengepul, atau memajangnya di rumah-rumah dan toko-toko mereka. Para pengusaha masih kurang memanfaatkan media promosi secara online yang sebenarnya saat ini bisa menjadi jalan untuk membuka peluang yang besar dalam mempromosikan hasil produksi kain batik dari Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

3. Masalah Permodalan

Kendala berikutnya yang dihadapi oleh para pengusaha adalah masalah permodalan. Para pengusaha batik dalam skala produksi kecil mengalami kesulitan dalam permodalan, sehingga para pengusaha tidak bisa meningkatkan produksinya. Masalah ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dari para pengusaha sendiri untuk mengetahui cara-cara mendapatkan bantuan modal dari pemerintah maupun pihak swasta. Mereka hanya mengandalkan modal yang mereka miliki sekarang dan tidak menambah modalnya.

dari produksi para pengusaha batik, untuk itu para pengusaha perlu menyelesaikan masalah permodalan yang ada sekarang ini kalau memang usaha mereka ingin mengalami peningkatan baik dalam produksi dan penjualannya.

E. Hasil dan Analisis Data

Dokumen terkait