• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Hipotesis

F. Hipotesis

1. Diduga variabel modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Modal (X1)

Biaya Tenaga Kerja (X2)

Bahan Baku (X3)

Keuntungan Penguasaha Industri Batik (π)

terhadap keuntungan pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

3. Diduga variabel bahan baku berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keuntungan pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal, tenaga kerja, dan bahan baku terhadap keuntungan pengusaha batik di desa Jarum Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Jarum Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

Penelitian ini dilakukan di tahun 2012 dengan jumlah populasi sebanyak 23 pengusaha batik.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pengusaha industri batik di Desa Jarum Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten tahun 2012.

Jumlah Pengrajin Batik pada Masing-masing dukuh di Desa Jarum

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sensus yaitu keseluruhan pengusaha industri batik yang berjumlah 23 di Desa Jarum Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dari obyek penelitian melalui kuisioner, melakukan observasi dan wawancara langsung dengan para pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

2. Data Sekunder

Data lain yang diperoleh dari kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pusat Statistik Klaten, dan instansi lain yang ada hubungannya dalam memperoleh data dalam penelitian ini.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu keuntungan, modal, tenaga kerja, bahan baku. Variabel-variabel tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Variabel dependen

Variabel dependen adalah karakteristik yang berubah atau muncul ketika penelitian mengubah atau mengganti variabel bebas ( Narbuko dan Achmadi, 1999:80).

Variabel dependen disini adalah keuntungan pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Tingkat keuntungan adalah laba yang diterima oleh pengusaha batik, diperoleh dari jumlah produksi dikalikan dengan tingkat harga jual (harga output) dan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan (harga input) dengan satuan rupiah.

2. Variabel Independen

Variabel Independen adalah kondisi-kondisi atau karateristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk

Achmadi, 1999:80).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

a. Modal

Modal adalah sejumlah dana yang diinvestasikan dalam aktiva tetap yang diukur dari peralatan-peralatan yang dipakai dalam proses produksi untuk menghasilkan produk batik yang dinyatakan dalam rupiah.

b. Biaya Tenaga Kerja

Merupakan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk membayar upah tenaga kerja secara langsung dalam proses produksi batik tersebut dalam setiap bulannya, dinyatakan dalam satuan rupiah.

c. Bahan Baku

Diukur dari jumlah dana untuk bahan baku yang diperlukan setiap bulannya untuk membiayai kegiatan produksi batik meliputi pembelian bahan baku produksi seperti kain, malam, pewarna, bahan bakar dan lain sebagainya yang dinyatakan dalam rupiah.

F. Metode Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka

Adalah teknik pengumpulan data sekunder dari dinas atau instansi yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, membaca literatur atau sumber lain yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

2. Wawancara Terstruktur

Adalah metode pengumpulan data dan informasi melalui proses tanya jawab dalam suatu penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka secara langsung untuk mendapatkan informasi ataupun keterangan, dalam hal ini langsung dari pengusaha batik tersebut (Narbuko dan Achmadi, 1999:83).

3. Kuesioner

Adalah metode pengumpulan data dengan cara mengajukan sejumlah daftar mengenai masalah yang akan diteliti kepada responden.

Dalam hal ini adalah para pengusaha industri batik di Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

4. Observasi

Adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek penelitian.

1. Analisis Deskriptif

Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat penelitian berlangsung, berdasarkan fakta-fakta yang tampak.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk melakukan representasi obyektif mengenai gejala-gejala yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data/fakta sebagaimana adanya. Data atau fakta itu harus bersumber dari gejala-gejala yang terdapat didalam masalah yang terjadi. Representasi data itu harus diiringi dengan pengolahan, agar dapat diberikan penafsiran yang kuat dan obyektif.

Secara harfiah menurut Nazir (1998) metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga metode ini tidak hanya mengadakan akumulasi dari data yang tersedia di lapangan. Namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.

2. Analisis Kuantitatif

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda yang dirumuskan sebagai berikut:

=

Dimana :

= Tingkat Keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga output (harga persatuan produk)

= Intersep

= Modal yang telah dinormalkan dengan harga output

= Besarnya biaya untuk tenaga kerja yang telah dinormalkan dengan harga output

= Besarnya biaya bahan baku yang telah dinormalkan dengan harga output

ei = Variabel pengganggu

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independent yaitu modal (Mdl), Biaya Tenaga Kerja (Tk), Bahan baku (Bb) terhadap variabel dependent yaitu Keuntungan ( ).

3. Alat Uji yang digunakan a. Uji Statistik

Merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independen sementara variabel yang lain konstan (Gujarati, 2004:

129).

Langkah pengujian :

1) Uji-t untuk pengaruh variabel modal terhadap variabel keuntungan.

t tabel = ta/2:n-k Kriteria pengujian :

Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji t Sumber: Statistik Induktif, 1998.

Gambar 3.1. Daerah Kritis Uji t Sumber: Statistik Induktif, 1998.

Keterangan:

-ta/2:n-k

Ho ditolak Ho diterima

ta/2:n-k Ho ditolak Ho diterima

Ho diterima, Ha ditolak jika t hitung > - ta/2:n-k Ho ditolak, Ha diterima jika t hitung < - ta/2:n-k 3) Nilai t hitung diperoleh dengan rumus:

T hitung =

Bila t hitung > ta/2:n-k pada confidence interval tertentu, Ho ditolak. Penolakan terhadap Ho ini berarti bahwa variabel independen tertentu yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.

1) Uji F

Uji F ( Overall Test ) digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel modal, biaya tenaga kerja, dan bahan baku secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Dengan derajat keyakinan 95% ( = 5% ), derajat kebebasan pembilang ( numerator ) adalah k-1 dan penyebut (denumerator ) adalah n-k.

Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut : a) Membuat formulasi hipotesis

i. Ho :

variabel independen (modal, biaya tenaga kerja, dan bahan baku) tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen (keuntungan).

ii. Ha :

Berarti semua parameter tidak sama dengan nol atau semua variabel independen (modal, biaya tenaga kerja, dan bahan baku) tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

b) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut :

Nilai F tabel = ……….(3.12)

Keterangan :

N = jumlah sampel / data K = banyaknya parameter

Nilai F hitung =

……….(3.13) Keterangan :

R2 = koefisien regresi

N = jumlah sampel atau data K = banyaknya parameter

c) Kriteria pengujian

Ho diterima

Ho ditolak

F(

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F d) Kesimpulan

i. Apabila nilai F hitung < F tabel Ho : diterima berarti variabel independen (modal, biaya tenaga kerja, dan bahan baku) secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (keuntungan) usaha usaha.

ii. Apabila nilai F hitung> Ftabel Ho : ditolak yang berarti variabel independen (modal, biaya tenaga kerja, dan bahan baku) secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (keuntungan usaha).

2) Nilai Koefisien Determinasi (R2)

mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti

variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen bila mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Uji Asumsi Klasik 1) Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel – variabel independen diantara satu dengan yang lainnya. Jika terdapat korelasi yang sempurna diantara sesama variabel independen sehingga nilai koefisien korelasi antar variabel independen sama dengan satu, maka konsekuensi multikolinearitas adalah :

a) koefisien – koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.

b) Nilai standard error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.

Multikolonieritas berfungsi untuk mengetahui hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas, dilakukan

dengan nilai R2. Apabila nilai R2 > r2 , berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas., sedangkan apabila nilai R2 < r2 berarti terjadi gejala multikolinearitas.

2) Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama, sehingga penaksir Ordinary Least Square (OLS) tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun besar. Pengujian terhadap ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model empirik dapat dilakukan dengan beberapa metode. Salah satu cara untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas adalah dengan uji White, yaitu dengan melakukan regresi terhadap variabel independen, kemudian membandingkan nilai Obs*R-squared dengan X2 tabel dengan df sesuai dengan jumlah regresor dan derajat keyakinan tertentu (α).

a) Jika nilai obs*R-squared < X2 maka tidak signifikan secara statistik. Berarti hipotesa yang menyatakan bahwa model empirik tidak terdapat masalah heteroskedastisitas tidak ditolak.

b) Jika nilai obs*R-squared > X2 maka signifikan secara statistik.

Berarti hipotesa yang menyatakan bahwa model empirik tidak terdapat masalah heteroskedastisitas ditolak.

3) Uji Autokorelasi

commit to user

gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sample kecil maupun sample besar. Salah satu cara untuk menguji autokorelasi adalah dengan percobaan d (Durbin-Watson) yaitu dengan membandingkan angka Durbin Watson dalam tabel dengan derajat kebebasan tertentu dengan angka Durbin Watson yang diperoleh dari hasil perhitungan analisis regresi. Angka Durbin Watson dalam tabel menunjukkan nilai distribusi antara batas bawah (dl) dengan batas atas (du). Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif (Gujarati: 1995), sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

d< dl : menolak Ho menunjukkan adanya autokorelasi positif

d< (d-dl) : menunjukkan adanya autokorelasi negatif dU< d<(4-dU) : menerima Ho (tidak ada autokorelasi) dU<d<dl dan (4-dU) <d<(4-dl) : ragu-ragu

Auto Autoko

Korelasi Ragu-ragu Ragu- relasi

Positif ragu negatif

Tidak ada Autokorelasi

Gambar 3.3

Kriteria Pengujian Durbin Watson

commit to user

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Aspek Geografis

a. Letak Geografis

Kabupaten Klaten terletak secara geografis antara 7032’19”

sampai 7048’33” dan antara 110026’ 14” sampai 110047’51”. Letak Kabupaten Klaten cukup strategis karena berbatasan langsung dengan kota Surakarta, yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata. Wilayah Kabupaten Klaten berbatasan dengan beberapa Kabupaten, antara lain :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo

Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta) Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta)

b. Keadaan Wilayah

Wilayah Kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga daratan:

1) Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara, meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom, dan Tulung.

2) Dataran rendah membujur di tengah, meliputi seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur.

3) Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah selatan kecamatan Bayat dan Cawas.

Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar adalah dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air, maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial, disamping sebagai penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal dari Gunung Merapi.

Ketinggian Daerah:

1) Sekitar 3,72% terletak diantara ketinggian 0-100 meter di atas permukaan air laut.

2) Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100-500 meter di atas permukaan air laut.

3) Sisanya 12,76% terletak diantara 500-2500 meter di atas permukaan laut.

c. Luas Penggunaan Lahan

Kabupaten Klaten mempunyai luas wilayah sebesar 65.556 ha, terbagi dalam 26 Kecamatan, 401 desa/kelurahan. Luas wilayah kabupaten Klaten secara keseluruhan yaitu 65.556 Ha, terdiri atas lahan pertanian seluas 39.781 Ha, turun sebesar 0,04% bila dibandingkan terhadap tahun 2009. Lahan bukan pertanian seluas 25.775 Ha, naik sebesar 0,06% bila dibandingkan terhadap tahun 2009. Untuk lahan pertanian sendiri terdiri dari lahan sawah seluas 39.781 Ha dan lahan bukan sawah seluas 6.383 Ha.

Seiring dengan perkembangan keadaan, terjadi perubahan penggunaan dari lahan sawah dan tegalan menjadi bangunan untuk perumahan, industri, perusahaan dan jasa seluas 14,5405 Ha. Naik sebesar 1,31% bila dibandingkan terhadap tahun 2009. Perubahan terbesar terjadi dari sawah menjadi perumahan yaitu sebesar 100,90% bila dibandingkan dengan tahun 2009.

2. Aspek Demografi

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kabupaten Klaten Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

No Kecamatan

Dewasa (15+) Anak (0-14)

Laki-laki Wanita Jumlah Total Jumlah 477.432 506.609 984.041 162.755 160.766 323.521

Sumber : BPS Kabupaten Klaten

Berdasarkan tabel diatas kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak usia 15 tahun ke atas ada di kecamatan Trucuk dengan jumlah 67.023 orang untuk laki-laki sebanyak 33.149 orang dan wanita

Kecamatan Trucuk sebanyak 15.755 orang untuk laki-laki sebanyak 7.932 orang dan wanita 7.823 orang. Dan jumlah penduduk terendah usia 15 tahun ke atas ada di kecamatan Kebonarum dengan jumlah 11.711 orang untuk laki-laki 5.453 orang dan wanita 6.258 dan usia 0-14 tahun di Kecamatan Kebonarum sebanyak 9.785 orang untuk laki-laki 4.902 orang dan wanita 4.883 orang.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di kabupaten Klaten Tahun 2006-2010

26 Klaten Utara 41.629 41.850 41.850 42.515 42.645 Jumlah 1.293.242 1.296.987 1.300.494 1.303.910 1.307.562

Sumber : BPS Kabupaten Klaten

Berdasarkan tabel diatas jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2010 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.307.562, dan untuk kecamatan yang jumlah penduduknya tertinggi yaitu Kecamatan Trucuk sebesar 82.778 orang.

Tabel 4.3

Pertumbuhan Penduduk Kota Klaten Tahun 1998-2010

Tahun/Year

Sumber : BPS Kabupaten Klaten

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa untuk pertumbuhan jumlah penduduk kabupaten Klaten paling tinggi pada tahun 2000 sebesar 1,19% dan untuk pertumbuhan yang paling rendah pada tahun 2009 sebesar 0,26%.

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB mrupakan salah satu indikator perkembangan perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan degan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan pengaruh-pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang. Perhitungan PDRB Kota Klaten Tahun 2007-2010 berdasarkan harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini:

Tabel 4.4

Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Klaten Tahun 2007-2010

(Jutaan Rupiah)

No Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pertanian 957.297,31 997.737,70 1.045.720,97 949.998,50 2. Penggalian 55.862,27 60.923,17 65.300,71 69.776,92 3. Industri Pengolahan 869.903,33 891.041,98 920.432,25 978.879,71 4. Listrik, Gas, dan Air

Bersih

30.423,64 31.940,66 34.372,60 37.084,34 5. Bangunan 398.079,88 404.620,11 393.598,88 353.549,64 6. Perdagangan, Hotel, dan

Restoran

1.230.415,46 1.273.346,68 1.322.036,64 1.399.425,71

7. Angkutan dan

Komunikasi

119.386,12 126.571,71 137.501,05 144.864,43 8. Keuangan, Sewa, dan

Jasa Perusahaan

156.907,22 166.933,94 178.233,65 191.236,65 9. Jasa-jasa 576.448,79 614.085,01 663.821,92 718.431

PDRB 4.394.688,02 4.567.200,96 4.761.018,67 4.843.247,28

Sumber : BPS Kabupaten Klaten

Berdasarkan tabel PDRB kabupaten Klaten tahun 2007-2010 tersebut terlihat bahwa jumlah PDRB kabupaten klaten mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 82.228,61. Penyumbang PDRB terbesar tahun 2010 di

sebesar 1.399.425,71 dan penyumbang PDRB terendah yaitu listrik, gas, dan air bersih sebesar 37.084,34.

B. Gambaran Umum Industri Batik 1. Sejarah Batik

Batik berasal dari bahasa Jawa ‘amba’ yang berarti menulis dan

‘titik’. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan ‘malam’ (wax) yang diaplikasikan ke atas kain. Memang titik merupakan desain dominan pada batik. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan ketrampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian seingga pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan. Batik juga diidentitaskan dengan kecantikan wanita mengingat dalam masa kerajaan di Jawa kecantikan wanita juga di ukur dengan kepandaian dalam membuat batik dengan menggunakan canting. Canting merupakan salah satu alat untuk menulis pada kain batik dengan menggunakan lilin. Hingga ditemukannya ‘batik cap’ yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang tersebut. Batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan berikutnya.

Awalnya batik dikerajaan hanya terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.

Karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton dan dikerjakan di

oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.

Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga keraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang digunakan pada waktu itu adalah hasil tenunan sendiri ( Soffina, 2010: 53-54).

Terdapat beberapa pendapat mengenai asal mula batik di Indonesia, pendapat- pendapat tentang sejarah batik di Indonesia ( Erose, 2010: 56) antara lain:

a. Ditinjau dari sejarah kebudayaan, Dr. RM. Sutjipto Wirjosuprapto, menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India telah mengenal teknik untuk membuat kain batik, mengatur penanaman padi dan sebagainya.

b. Ditinjau dari batik design dan proses “wax-resist-technique” maka terdapat beberapa pendapat sebagai berikut :

1) Dr. Alfred Steinman, mengemukakan bahwa semacam batik terdapat pula di Jepang pada zaman Dinasti Nara sampai abad pertengahan, disebut “ro-Kechi”. Design batik dari daerah tersebut umumnya bermotif geometris, tetapi batik di Indonesia mempunyai design yang lebih tinggi dan lebih banyak variasiya. Batik dari India selatan dibuat sejenis kain secara

lukisan lilin, dipasangkan di Malaysia terkenal dengan nama kain Palekat.

2) Dari keadaan di Indonesia, daerah-daerah yang dulu tidak pernah terdapat pengaruh budaya India, terdapat pula pembuatan batik, misalnya di Toraja, Irian, dan Sumatera.

3) Ditinjau dari seni ornament di Indonesia, tidak terdapat persamaan seni ornament dalam batik Indonesia dengan ornament dalam batik India.

c. Pendapat G.P Rouffaer, yang menyatakan antara lain, batik Jawa adalah dari luar, dibawa pertama oleh orang Kalinga dan Koromandel, Hindu, dimana pada permulaan sebagai pedagang kemudian sebagai imigran mulai mempengaruhi di Jawa.

d. Ditinjau dari sejarah, baik M. Yamin maupun Dr. RM Sutjipto Wirjosuprapto, mengemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya ada hubungan timbale balik antara Sriwijaya dan Tiongkok pada zaman Dinasti Kaisar T’ang (abad 7-9).

Dengan adanya berbagai pendapat dan penelitian yang merupakan perkembangan baru dalam masalah sejarah batik Indonesia, maka pendapat G.P Rouffaer yang sudah menjadi pendapat umum, yaitu batik Indonesia berasal dari India, menjadi diragukan.

2. Perkembangan Industri Batik

Perkembangan batik yang dapat diikuti sampai saat ini adalah perkembangan desain batik yang tercermin pada motif yang sederhana pada awalnya, sampai pada motif yang ada pada saat ini, menunjukkan karya seni yang halus, rumit, dan indah.

Perkembangan industri batik dilihat dari segi teknologi maka industri batik dimulai dari cara mengikat dan mewarnai sampai pada penggunaan zat perintang warna yang digunakan semula dari bubur ketan sampai lilin batik. Sebagai alat pembatik, semula dari bambu/lidi sampai canting tulis dan canting cap.

Sedangkan perkembangan industri batik dari segi kegunaan produknya dapat dilihat, mulanya hanya sebagai kain panjang (jarik) tetapi saat ini kegunaannya tidak terbatas untuk busana saja melainkan digunakan juga untuk keperluan alat rumah tangga, seperti gorden, alat kursi, sprei, taplak meja dan lain-lain.

C. Analisis Diskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kecamatan Bayat dan Desa Jarum

Bayat adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di Kecamatan Bayat terdapat beberapa sentra kerajinan, antara lain Kerajinan Batik yang berada di Desa Jarum, Desa Kebon dan Desa Paseban. Akan tetapi yang paling banyak terdapat sentra

kerajinan batik adalah di Desa Jarum. Di Kecamatan Bayat juga terdapat beberapa obyek wisata yang menjadi andalan adalah Rawa Jombor dengan warung apungnya dan bukit romantisnya yang terletak di Kelurahan Krakitan, Makam Pandanaran yang terletak di Kelurahan Paseban. Serta beberapa obyek wisata lainnya yang bisa dinikmati.

a. Letak Geografis Kecamatan Bayat

Kecamatan Bayat merupakan bagian dari Kabupaten Klaten yang terletak +/- 12 Km kea rah tenggara. Luas wilayah kecamatan Bayat adalah 39,43 Km persegi. Kecamatan Bayat terdiri dari 18 desa. Batas wilayah Kecamatan Bayat antara lain:

Sebelah Selatan : Kecamatan Gedangsari Kab. Gunung Kidul Prov. DIY.

Sebalah Timur : Kecamatan Cawas.

Sebelah Utara : Kecamatan Trucut & Kecamatan Kalikotes.

Sebalah Barat : Kecamatan Wedi.

b. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Menurut Desa dan Laju Pertumbuhan

No Desa Penduduk Pertumbuhan

2009 2010 Jumlah %

Sumber : BPS (pengolahan monografi)

Berdasarkan tabel diatas pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 0,39%. Pertumbuhan penduduk terbesar pada tahun 2010 terjadi di Desa Dukuh sebesar 1,18% . Pertumbuhan penduduk terendah pada tahun 2010 sebesar -0,16%.

Pertumbuhan penduduk terendah pada tahun 2010 terjadi di Desa Tegalrejo sebesar -0,76.

Tabel 4.6

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kecamatan Bayat Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2009-2010 (Jutaan Rupiah)

Rincian 2009 2010

No (1) (2) (3)

1 Pertanian 30.232,59 27.227,74

2 Penggalian 1.698,47 1.770,73

3 Industri Pengolahan 24.458,91 26.223,47 4 Listrik dan Air Minum 795,65 862,70 5 Bangunan/Konstruksi 6.617,86 5.935,70 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran

38.454,50 40.058,65 7 Angkutan dan Komunikasi 1.554,50 1.675,25 8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan

1.809,27 1.874,10

9 Jasa-jasa 6.367,99 6.794,46

Produk Domestik Regional Bruto

111.989,24 112.422,80 Penduduk Pertengahan

Tahun (Jiwa)

53.036 52.718

PDRB Per Kapita (Rupiah) 2.111.570,25 2.132.531,58 Sumber : BPS Kabupaten Klaten Tahun 2011

Berdasarkan tabel PDRB kecamatan Bayat tahun 2009-2010 tersebut terlihat bahwa jumlah PDRB kecamatan Bayat mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 433,56. Penyumbang PDRB terbesar tahun 2010

Berdasarkan tabel PDRB kecamatan Bayat tahun 2009-2010 tersebut terlihat bahwa jumlah PDRB kecamatan Bayat mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 433,56. Penyumbang PDRB terbesar tahun 2010

Dokumen terkait