• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

4.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Efek Inefisiens

Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut : TEi = exp (-E[ui i] ) i=1,2,3,…,N ………..…… (4.4)

Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp (-E[ui i] ) adalah

nilai harapan (mean) dari ui dengan syarat i , jadi 0 TEi 1. Nilai efisiensi

teknis tersebut berbanding terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data).

Metode efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese and Coelli (1995). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisensi teknis,

diasumsikan bebas dan distribusinya setengah normal (half normal distribution)

dengan nilai distribusinya .

Untuk menentukan nilai parameter distribusi (ui) efek inefisiensi teknis

usahatani padi pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :

……….……...….. (4.5)

Dimana :

ui = efek inefisiensi teknis

= nilai koefisien yang diharapkan ; dimana 1, 3, diduga > 0, sedangkan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 diduga < 0

Z1 = Umur KK (tahun)

Z2 = Pendidikan formal KK (tahun)

Z3 = Dummy status lahan (milik=1, non milik=0)

Z4 = Dummy mutu benih (benih berlabel=1, tidak berlabel=0)

Z5 = Dummy pengolahan lahan (traktor=1, lainnya=0)

Z6 = Dummy akses lembaga keuangan formal bank (pernah pinjam=1, tidak=0 )

Z7 = Dummy keaktifan dalam kelompok tani (aktif=1, tidak aktif=0)

Z8 = Penerimaan total rumahtangga (Rp)

Z9 = Pola tanam (tiga kali padi setahun=1, kurang dari tiga kali padi setahun=0)

Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan issue dan kepentingan yang dapat diangkat menjadi kebijakan padi terkait dengan peningkatan produksi melalui efisiensi. Sebelumnya berbagai variabel telah dicoba dalam model dan menghasilkan sembilan variabel yang diduga mempengaruhi efisiensi. Justifikasi variabel karakteristik petani yaitu umur dikarenakan kondisi usahatani padi saat ini banyak dikelola oleh petani tua dan sulitnya regenerasi petani padi. Selain tua, petani padi relative berpendidikan rendah. Issue lain yaitu kepemilikan lahan dimana pada usahatani padi, lahan menjadi asset terbesar dan bagi masyarakat menjadi prestise keberhasilan usahatani padi. Hanya saja lahan milik yang digarap petani tersebut dalam luasan yang kecil-kecil sehingga tidak mungkin jika

perluasan lahan garapan diupayakan dengan membeli. Peningkatan mutu benih sampai saat ini masih menjadi perhatian utama dalam inovasi karena sampai saat ini produktivitas tidak banyak berubah. Oleh karena kondisi lahan yang semakin mengecil untuk usahatani padi maka pengolahan lahan menjadi isuue apakah akan labor intensif atau capital intensif. Faktor kelembagaan menjadi issue penting karena saat ini banyak program-program terkait dengan permodalan dan capacity building. Selain itu pada saat ini pemerintah tengah intensif mendengungkan

program peningkatan IP (intensitas penanaman). Penghasilan petani padi menjadi perhatian karena rendahnya profit padi akan berdampak kepada rendahnya kesejahteraan.

Hipotesis yang digunakan untuk model inefisiensi teknis dalam persamaan di atas adalah :

1. Umur : kondisi di lapangan menunjukkan bahwa umur petani relative tua sehingga secara fisik lebih lemah dari petani muda. Hal ini terjadi karena usahatani padi tidak menarik bagi generasi muda keluarga petani, sehingga tidak terjadi regenerasi. Hal ini menjadi masalah dalam manajerial aspek karena usahatani padi membutuhkan fisik yang kuat karena variasi dan intensitas aktivitas usahatani padi yang tanpa jeda, sehingga umur perlu untuk diuji. Semakin tua umur KK petani, diduga akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis.

2. Pendidikan : Kondisi di lapangan menunjukkan lebih dari 90 persen petani berpendidikan SD. Kemampuan manajerial yang rendah sebagai dampak dari pendidikan yang rendah menjadi masalah dalam produksi sehingga pendidikan menjadi penting untuk diuji. Semakin tinggi pendidikan petani diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena dengan pendidikan yang tinggi diduga akan memiliki pengetahuan dan wawasan dalam pengambian keputusan termasuk penggunaan input serta lebih adaptif terhadap informasi dan teknologi baru.

3. Status lahan : Sebagian besar petani menggarap lahan milik sendiri dengan luasan yang kecil (0.3 ha). Dengan kepemilikan lahan akan meningkatkan

sense of belonging sehingga akan mempengaruhi efisiensi. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa petani penggarap lahan non milik lebih mengeksploitasi

lahannya karena faktor opportunity cost. Jika perluasan lahan harus dicapai

dengan perluasan kepemilikan lahan maka akan sulit bagi petani untuk memperluas lahannya, sementara untuk memperoleh produksi yang tiggi membutuhkan lahan yang luas. Hal ini menjadi masalah sehingga status lahan menjadi penting untuk diuji. Status hak milik akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis, karena kepemilikan lahan meningkatkan sense of belonging sehingga petani akan lebih mengeksploitasi lahannya dengan

penggunaan input optimal untuk menghasilkan produksi maksimal.

4. Mutu benih : kondisi di lapangan menunjukkan bahwa banyak petani menggunakan benih sendiri sehingga tidak menggunakan benih berlabel. Hal ini menjadi masalah dalam produksi sehingga mutu benih perlu diuji. Penggunaan benih berlabel akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena benih berlabel identik dengan mutu yang tinggi sehingga penggunaan optimal dapat meningkatkan produksi yang maksimal.

5. Pengolahan lahan dengan traktor akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis atau berpeluang menghasilkan produksi yang lebih tinggi daripada tidak menggunakan traktor. Hal ini diduga karena pengolahan lahan dengan mekanisasi traktor dapat meningkatkan kualitas pengolahan yang lebih baik sehingga tanaman padi memiliki peluang tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang maksimal.

6. Akses ke lembaga keuangan perbankan : Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar petani tidak akses ke lembaga keuangan, padahal diduga kelembagaan keuangan dapat membantu permodalan petani sehingga dapat lebih efisien, sehingga akses ke lembaga keuangan perbankan perlu diuji apakah benar dapat meningkatkan efisiensi? Akses ke lembaga keuangan pebankan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena bank sebagai sumber modal eksternal dapat membantu penggunaan input yang optimal.

7. Keaktifan dalam kelompok tani : Sebagian besar petani tidak aktif dalam kelompok tani, padahal keaktifan kelompok tani diduga dapat meningkatkan

manajerial skill. Hal ini menjadi masalah sehingga perlu diuji. Keaktifan dalam kelompok tani diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis,

karena keaktifan tersebut dapat menambah wawasan, pengetahuan, informasi, network dan teknologi baru tentang usahatani padi mulai dari penggunaan input sampai pemasaran.

8. Penerimaan total rumahtangga : kondisi di lapang menunjukkan bahwa penerimaan petani rata-rata kurang dari Rp 3 500 000 per bulan. Hal ini menjadi masalah terhadap penggunaan input optimal sehingga perlu diuji. Semakin tinggi penerimaan total rumahtangga diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena perolehan dana internal yang lebih banyak membuat petani lebih leluasa dalam penggunaan input optimal setelah dikurangi kebutuhan konsumsi rumahtangga.

9. Pola tanam : Sebagian besar petani tidak menanam padi 3 kali setahun sehingga menjadi masalah dalam pencapaian produksi maksimal. Hipotesis untuk pola tanam yaitu penanaman 3 kali padi setahun akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena dengan pemanfaatan lahan yang optimal untuk padi maka terjadi penghematan lahan untuk usahatani padi. Agar konsisten, maka pendugaan parameter fungsi produksi stochastic frontier (SFPF) dan inefficiency function dilakukan secara simultan dengan

program Frontier 4.1 (Coelli, 1996). Pengujian parameter stochastic frontier dan

efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan parameter i dengan metode OLS menggunakan software SAS 9.0

untuk memeriksa adanya pelanggaran asumsi (multicolienarity, autocorellation dan heteroschedasticity), dan pelanggaran asumsi fungsi Cobb-Douglas. Tahap

kedua merupakan pendugaan seluruh parameter 0, i, varians ui dan vi dengan

menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE), pada tingkat kepercayaan maksimum = 15 persen.

Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 menurut Aigner, et al. (1977),

Jondrow, et al. (1982) dan Greene (1993) dalam (Coelli, et al. 1998) akan memberikan perkiraan varians dari parameter dalam bentuk parameterisasi berikut ini :

Parameter dari varians ini dapat mencari nilai , oleh sebab itu nilai adalah 0 1. Nilai parameter merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek residual total. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan bahwa error term hanya berasal dari akibat inefisiensi (ui) dan bukan berasal dari noise (vi).

Sedangkan jika mendekati nol diinterpretasikan bahwa seluruh error term adalah sebagai akibat dari noise (vi) seperti cuaca, hama, dan sebagainya.

Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 juga menghasilkan perkiraan nilai log likelihood dan nilai 2. Menurut Battese and Corra (1977), nilai log likelihood dengan metode MLE perlu dibandingkan dengan nilai log likelihood dengan metode OLS. Jika nilai log likelihood dengan metode MLE lebih besar dari OLS, maka fungsi produksi dengan metode MLE adalah baik dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Nilai 2 menunjukkan distribusi dari error term inefisiensi (ui ). Jika nilainya kecil artinya (ui) terdistribusi secara normal.

Dokumen terkait