• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi usahatani padi antar wilayah sentra produksi di indonesia pendekatan stochastic metafrontier production function

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi usahatani padi antar wilayah sentra produksi di indonesia pendekatan stochastic metafrontier production function"

Copied!
325
0
0

Teks penuh

(1)

NETTI TINAPRILLA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

dalam disertasi saya ini yang berjudul :

EFISIENSI USAHATANI PADI ANTAR WILAYAH SENTRA PRODUKSI DI INDONESIA: Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan dan arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi dan lembaga manapun di Indonesia. Seluruh data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2012

(3)

Central: Stochastic Metafrontier Production Function Approach (NUNUNG KUSNADI as a Chairperson, DEDI BUDIMAN HAKIM, and BUNASOR SANIM, as Members of The Advisory Committee).

Productivity and efficiency is needed to attain rice self sufficency. However, productivity at both national and provincial tends to be at leveling off level. This is closed related to technical, allocative, and economic efficiency as the main issues of this research. To answer these issues, this study aimed at analyzing rice production efficiency using stochastic metafrontier production and stochastic inefficiency frontier. This study utilized PATANAS data from PSE-KP. The number of observation was 592. The result imply that land and seed were very essential in every province while other input had various influence to production. All provinces had achieved high technical efficiency (more than 0.8 especially West Java more than 0.9). However, if it was compared with national potential, there was still technological gap which revealed that room to increase efficiency (28.84%) was still high. Quality of seed and land ownership status is very influential to efficiency. Almost all provinces got lower allocative efficiency than

technical efficiency so that profit maximum couldn’t be reached. As policy

implication, government need to support land expansion, seed innovation, irrigation system rehabilitation and to revise output and input price policy so that farmer welfare can be increased. Land expansion can be realized by increasing land rent access through land market policy and reducing the number of farmer as farm manager through making available of non farms job opportunity. Besides that, it is needed reorientation from production to profit oriented through minimum profit policy. Hence, rice self sufficiency can be maintained without push farmer welfare away. In very long run period, technology breakthrough especially in seed which adaptive for different season is very important.

(4)

NETTI TINAPRILLA, Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra Produksi di Indonesia: Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function. Dibawah bimbingan NUNUNG KUSNADI sebagai ketua komisi, DEDI BUDIMAN HAKIM, dan BUNASOR SANIM, sebagai anggota komisi.

Padi masih menjadi komoditas penting dalam kebijakan pertanian di Indonesia karena terkait dengan ketahanan pangan dan swasembada beras. Dalam rangka sustainability swasembada beras, pembenahan supply side dianggap masih relevan (Kusnadi, 2011a). Namun keberhasilan program yang terkait supply side masih diragukan karena produktivitas baik nasional maupun antar provinsi mendekati leveling off sehingga menjadi pertanyaan benarkah usahatani padi telah efisien? masih adakah ruang/peluang untuk meningkatkan produksi padi di setiap wilayah sentra produksi dengan upaya meningkatkan efisiensi usahatani baik teknis, alokasi, dan ekonomi? Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji efisiensi teknis, alokasi, dan ekonomi usahatani padi antar provinsi sentra menggunakan pendekatan fungsi produksi Stochastic Metafrontier. Secara khusus tujuan operasionalnya yaitu : (1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di lima provinsi sentra, (2) Menganalisis efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di lima provinsi sentra, dan (3) Menganalisis efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi di lima provinsi sentra.

Data yang digunakan adalah data PATANAS 2010 dengan basis komoditi padi di lima provinsi sentra dengan 592 observasi. Penelitian ini menggunakan model produksi frontier parametric stokastik yang dirancang untuk mengatasi masalah error (vi) pada frontier parametric deterministik. Fungsi produksi yang

digunakan yaitu Cobb Douglas karena sesuai dengan saran Battese dan Rao (2002). Agar konsisten, maka pendugaan parameter fungsi produksi stochastic frontier (SFPF) dan inefficiency function dilakukan secara SIMULTAN dengan program Frontier 4.1 (Coelli, 1996). Berikutnya yaitu menentukan fungsi produksi dan inefisiensi agregat dengan SMPFA (Stochastic Metafrontier Production Function Approach) sebagai benchmark setiap provinsi.

(5)

padi dikatakan telah efisien terutama di Jawa Barat. Namun jika dibandingkan dengan metafrontier sebagai potensi maksimum nasional (TE=0.7116) maka seluruh provinsi sentra menjadi turun efisiensinya dengan indeks TE* hanya sekitar 70 persen, bahkan beberapa provinsi menjadi tidak efisien karena turun pada nilai TE* kurang dari 70 persen (Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Hal ini berdampak ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Ruang untuk provinsi Sumatera Utara 26.44 persen, Jawa Barat 30.3 persen, Jawa Tengah 29.1 persen, Jawa Timur 27.1 persen dan Sulawesi Selatan 30.6 persen. Dengan menurunnya indeks TE setiap provinsi karena dibandingkan dengan kondisi metafrontier sebagai potensi maksimum (meta TE*=0.7116), maka berdampak pada buruknya nilai TER (Technical Efficiency Ratio) atau MTR (Meta Technology Ratio). Dilihat dari nilai TGR (Technological Gap Ratio) maka Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan memiliki nilai TGR terendah yang berarti peluang untuk meningkatkan output menuju metafrontier masih besar. Jika dilihat dari nilai Random Error (RE) atau vi, kondisi setiap provinsi menunjukkan nilai vi negatif

yang berarti usahatani padi di setiap provinsi dipengaruhi oleh risiko produksi negatif yang uncontrollable. Risiko paling tinggi yaitu usahatani padi di Sulawesi Selatan (-504.957) dan terendah yaitu di Jawa Barat (-318 999). Namun jika dibandingkan dengan kondisi random error metafrontier (RE*), risiko produksi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah paling tinggi (-2 161.675) dan (-1 443.016). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kondisi metafrontier, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan dihadapkan pada risiko produksi yang lebih tinggi dari provinsi lainnya. Jika dilihat dari nilai RER (Random Error Ratio) maka nilai RER Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah terendah. Semakin kecil nilai RER berarti semakin buruk.

Dari segi efisiensi alokasi (AE), hampir setiap provinsi menghasilkan AE lebih rendah dari TE sehingga penghematan biaya jika petani mencapai efisiensi alokasi masih besar. Oleh karena AE lebih rendah dari TE, maka berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE). Dalam hal ini rendahnya efisiensi ekonomi (EE) lebih disebabkan oleh permasalahan inefisiensi alokasi daripada inefisiensi teknis. Hal ini dikarenakan informasi harga input yang tidak transparan, dan harga output yang sulit diprediksi serta tidak pasti karena ditentukan di pasar dan terjadi setelah panen, sementara teknologi lebih pasti dan transparan. Dengan demikian melalui informasi harga saat ini petani dirugikan dalam welfare, sehingga ketidaksempurnaan informasi harga berdampak pada penggunaan input yang tidak sesuai dengan profit maksimum. Walaupun terdapat informasi harga, petani belum mampu melakukan penyesuaian. Sebenarnya harga input yang mahal dan harga output yang murah tidak akan menjadi masalah bagi petani sepanjang tercapai keuntungan maksimum dan dapat mengorbankan efisiensi teknis. Selain itu informasi efisiensi alokasi tidak ada patokan dan tidak sejelas informasi efisiensi teknis. Dengan demikian terdapat imperfect competition market dan petani tidak dapat mencapai keuntungan maksimum. Jika dibandingkan dengan potensi minimum biaya secara nasional, rendahnya efisiensi teknis (TE*) berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE*) walaupun efisiensi alokasi (AE*) sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis (TE*). Rendahnya EE* lebih disebabkan oleh kedua

(6)

efisiensi alokasi sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis, sehingga solusi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi menuju potensi minimum biaya secara nasional, yaitu peningkatan efisiensi baik teknis maupun alokasi melalui peningkatan penggunaan seluruh faktor produksi dan pembenahan faktor inefisiensi yang didukung oleh harga input dan output yang membela petani.

Oleh karena prospek atau potensi peningkatan produksi secara nasional melalui efisiensi masih besar, dalam jangka panjang petani di setiap provinsi sentra dapat meningkatkan produksi melalui pembenahan faktor produksi dan inefisiensi yang berpengaruh nyata dengan dukungan intervensi pemerintah. Jika mengacu pada potensi maksimum nasional, petani di setiap provinsi sentra perlu menambah lagi upayanya melalui peningkatan penggunaan seluruh faktor produksi dan pembenahan faktor inefisiensi dengan dukungan intervensi pemerintah. Faktor penting dalam efisiensi yaitu mutu benih dan status lahan. Perluasan lahan membutuhkan dukungan akses lahan terutama lahan sewa sehingga petani dapat memperluas skala usahanya. Upaya yang dapat dilakukan yaitu pembenahan mekanisme akses lahan dengan memperbaiki kebijakan pasar lahan. Upaya lain yaitu mengurangi jumlah petani sebagai manajer dengan mengalihkan sebagian petani ke sektor non pertanian.

Dalam jangka sangat panjang setiap provinsi dapat meningkatkan produksi melalui terobosan teknologi baru terutama dalam hal inovasi teknologi pupuk dan benih unggul yang adaptif terhadap musim, serta teknologi pengairan. Prioritas provinsi yang membutuhkan terobosan teknologi yaitu Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan berbagai variasi teknologi sehingga teknologi tidak lagi menjadi kendala dan petani dapat memilih teknologi yang akan diterapkan (new technology atau meniru teknologi provinsi lain yang lebih tinggi).

Target produksi maksimum dapat dicapai karena potensi maksimum nasional diperoleh dari kondisi aktual petani secara frontier sosial ekonomi, namun dengan indikator efisiensi alokasi dan ekonomi, secara welfare tidak tercapai. Untuk meningkatkan farmer welfare, perlu membenahi faktor rendahnya efisiensi alokasi. Swasembada belum mengoreksi farmer welfare sehingga perlu mengkombinasikan antara orientasi produksi dengan orientasi profit. Salah satu caranya yaitu dengan minimum target profit yang diterima petani. Dengan demikian akan tercapai profit maksimum dan petani dapat meningkatkan kesejahteraannya. Melalui kebijakan minimum profit, pemerintah perlu melakukan intervensi baik dalam hal perluasan lahan (melibatkan BPN), kebijakan harga input dan output (melibatkan BULOG), kebijakan input dan teknologi (Kementan).

Pengembangan padi di Pulau Jawa dapat lebih diarahkan ke Jawa Barat dan untuk pengembangan ke luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan. Hal ini karena peluang untuk mencapai potensi produksi maksimum lebih tinggi dari provinsi lain walaupun dikendalai oleh risiko yang lebih tinggi pula. Sementara untuk provinsi yang lain dalam jangka sangat panjang dapat melakukan technology breakthrough.

(7)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmia, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

NETTI TINAPRILLA

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor

Pada

Program Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama Mahasiswa : Netti Tinaprilla Nomor Induk Mahasiswa : H363070031

Program Studi/Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Ketua

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,MEc Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Program Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana, Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dr. Ir. Sri Hartoyo,MS. Dr. Ir. Dahrul Sjah, M.Sc.Agr

(10)

Nama Mahasiswa : Netti Tinaprilla Nomor Induk Mahasiswa : H363070031

Program Studi/Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian Komisi Pembimbing

Ketua : Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Anggota : Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Prof Dr Ir Bunasor Sanim, MSc Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. SInaga, MA ; Staf Pengajar Dept. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Harianto ; Staf Pengajar Dept. Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:

1. Prof (R) Dr. Ir. I Wayan Rusastra ; Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

2. Dr. Ir. Sumaryanto; Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Pelaksanaan Ujian Terbuka

Hari : Rabu

Tanggal : 25 Juli 2012

Pukul : 08.00 WIB - Selesai

(11)

Segala Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya disertasi ini dapat saya selesaikan. Disertasi ini berjudul Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra Produksi di Indonesia: Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function. Disertasi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor.

Disertasi ini merupakan kajian terhadap efisiensi usahatani padi secara teknis, alokasi, dan ekonomi dengan membandingkan lima provinsi sentra, rata-rata nasional, dan kondisi benchmark agregat metafrontier. Disertasi ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi pemerintah dalam mempertimbangkan kebijakan padi yang sentralistik di Indonesia.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada tim komisi pembimbing saya yang tangguh yaitu Bapak Dr Nunung Kusnadi, MS selaku ketua komisi, Bapak Prof.Dr.Ir Bunasor Sanim, MSc, dan Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc selaku anggota komisi yang tidak pernah henti memberikan banyak ilmu, bimbingan, dan arahan baik dalam substansi materi, teori, sistematika berpikir, redaksi, serta teknik presentasi. Satu hal penting lagi, terima kasih atas motivasi serta dukungan semangat untuk tidak putus asa dan terus melaju menyelesaikan studi yang bagi saya sangat berat ini, sehingga pada akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hasil pekerjaan saya ini, namun demikian saya berharap karya ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2012

(12)

Dengan selesainya disertasi ini, selain kepada tim komisi pembimbing, ucapan terima kasih yang terhingga diucapkan kepada :

1. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Bogor: Dr.Handewi P.Saliem, atas izinnya menggunakan data PATANAS untuk penelitian ini, Dr. Sri Heri Susilowati, atas kesempatan saya ikut sebagai anggota TIM PATANAS, Dr.Sumaryanto, Ibu Nina, Ibu Nie Lestari, Ir.Adreng Purwoto, MS, Bapak Herman Supriyadi, Ibu Sri Wahyuni, Ibu Sri Bastuti, dan tim PATANAS lainnya.

2. Tim Penguji Prelim 2 (Dr Ir Sri Hartoyo, MS, Dr Ir Heny K.Daryanto, MEc, Prof Dr Bonar Sinaga)

3. Moderator Seminar, Dr Ir Nurmala Panjaitan

4. Tim Penguji Sidang Tertutup (Prof Dr Bonar Sinaga, Dr Ir Harianto, Dr Ir Ratna Winandi, Dr Ir M.Firdaus)

5. Tim Penguji Sidang Terbuka (Prof Dr Ir Wayan Susastra, Dr Ir Sumaryanto, Dr Ir Yusman Syaukat, Dr Ir Sri Hartoyo)

6. Departemen Agribisnis IPB; Prof.Dr.Rita Nurmalina, atas dukungan Jurnal Agribisnis IPB, Dr.Anna Fariyanti yang dengan sabar dan tidak bosan-bosannya menyemangati untuk maju terus, Ir.Eva Yolynda, MMA, Dr.Amzul Rifin, Maryono,SP,MSc, Feryanto, SP,MSi, dan Dra Yusalina, MS.

7. Keluarga besar saya terutama ibunda tercinta atas kasih sayang yang tulus, dukungan, dan doa setiap malam demi keberhasilan dan kebahagiaan saya. 8. Teman-teman EPN angkatan 2007 sebagai teman seperjuangan : (i) Ibu

Dwi Rachmina, atas motivasi dan perhatiannya yang tulus terutama dikala sakit, (ii) Ibu Wini Nahraeni, atas konsultasi, diskusi teori serta solusi yang akurat, (iii) Bapak Gatoet Sroe Hardono yang selalu mendukung untuk cepat lulus dengan tanpa mengesampingkan urusan akhirat, juga sebagai leader dan pemersatu kelas (iv) Bapak M. Rizal Taufikurahman yang penuh dengan ide-ide baru, (v) Ibu Lilies Imamah, atas dukungan Jurnal Agribisnis UIN, (vi) Bapak Sugiono: atas semangat zero DO EPN 2007, (vii) Bapak Eko Prasetyanto, yang selalu menyemangati di saat hari-hari penting, (viii) Bapak Abdullah Usman, atas doa yang selalu dicurahkan kepada kami, (ix) Bapak Yannizar Kadri, sebagai inspirator untuk tetap full speed, (x) Ibu Ita Novita, sebagai penyemangat untuk tetap bertahan dalam kondisi genting, (xi) Ibu Dewi Sahara, atas dukungan catatan dan arsip-arsipnya selama sekolah, (xii) Ibu Elinur, sebagai supporter supaya berada di garis depan, dan (xiii) Bapak Gatot Subroto, sebagai penyemangat untuk tetap fokus.

(13)

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 10 April 1969, sebagai anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Drs Maman Suratman (alm) dengan Rd.Hj. Permana Winduwati. Penulis menyelesaikan sekolah sejak SD hingga SMU di Bogor yaitu SMAN I Bogor. Demikian pula dengan pendidikan sarjana ditamatkan selama 4 tahun (1988-1992) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (1988-1992) dengan predikat sangat memuaskan. Selama studi penulis memperoleh beasiswa dari Yayasan SUPERSEMAR. Setelah itu mulai bekerja sebagai dosen IPB sejak 1992 dan menyelesaikan pendidikan S-2 tahun 1997 juga di Institut Pertanian Bogor dengan predikat Cum-Laude. Pendidikan S-3 dilanjutkan tahun 2005 di National Cheng Kung University, Taiwan, ROC, namun dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor Program Mayor Ekonomi Pertanian pada tahun 2007.

Selama menjadi dosen di Institut Pertanian Bogor, penulis berpengalaman mengajar Mata Kuliah Risiko Agribisnis, Pembiayaan Agribisnis, Dasar-Dasar Bisnis, Pengantar Kewirausahaan, Tataniaga Agribisnis, Perencanaan Bisnis, Pengantar Ilmu Ekonomi, Ekonomi Umum, Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II, Manajemen Agribisnis, Ilmu Usahatani, Dasar-Dasar Manajemen, Dasar-Dasar Akuntansi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Manajamen Pemasaran, Manajemen Perusahaan, Manajemen Keuangan, Teknik Penulisan Ilmiah. Beberapa dari mata kuliah tersebut juga sempat diajarkan di Universitas Djuanda Bogor dan Universitas Nusa Bangsa Bogor.

Selain mengajar penulis juga membantu mengelola Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis IPB sejak tahun 1999. Pengalaman conference dan short course selain di dalam negeri juga di luar negeri yaitu di Malaysia, Singapore, Thailand, Taiwan, Hongkong, Phillipines, Belanda, Jerman, Belgia, dan Perancis.

(14)

Jurnal UPN Veteran Surabaya).

Penulis juga berpengalaman sebagai pembicara di berbagai seminar ilmiah dan talkshow untuk bidang bisnis dan women entrepreneurship seperti di RRI Bogor, smart FM Jakarta, Mustika FM Bandung, Mars FM Bogor, Female FM Bandung, Beberapa Toko Buku Gramedia, beberapa perguruan tinggi. Hal ini karena terkait dengan buku-buku yang telah diterbitkan PT Elex Media Komputindo, PT Kompas Gramedia Pustaka Utama, serta tulisan-tulisan popular di Radar Bogor,Jurnal Bogor, dan mass media lainnya.

(15)

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xxviii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.4. Kebaruan (Novelties) Penelitian ... 14

1.5. Ruang Lingkup dsn Keterbatasan Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1. Pengaruh Lahan Terhadap Efisiensi Usahatani………. 17

2.2. Pengaruh Teknologi Terhadap Efisiensi Usahatani ……….. 23

2.3. Pengaruh Agroekosistem Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani ……….. 28

2.4. Pengaruh Infrastruktur Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani………. 30

2.5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Efisiensi Usahatani……….. 32

2.6. Pengaruh Lembaga Pendukung Terhadap Efisiensi Usahatani ... 33

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 35

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis……….... 35

3.1.1 Konsep Produksi ... 35

3.1.2 Konsep produktivitas dan Efisiensi ………. 37

3.1.2.1 Konsep Efisiensi Berorientasi Input ……. 39

3.1.2.2 Konsep Efisiensi Berorientasi Output …… 41

3.1.3 Kritik terhadap Fungsi Produksi Rata-rata ……… 43

3.1.4 Pendekatan Fungsi Produksi Frontier ……… 43

3.1.5 Pendekatan Parametrik Frontier ……… 44

3.1.5.1 Model Produksi Frontier Parametrik Deterministik……….. 44

3.1.5.2 Model Produksi Frontier Parametrik Stokastik ………. 45

3.1.6 Kritik pada Stochastic Frontier Produksi …………. 46

3.1.7 Pendekatan Frontier Non-parametric ……….. 47

3.1.8 Keuntungan dari pendekatan DEA ……… 47

3.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Produksi... 48

3.1.10 Teknologi Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi ... 48

3.1.11 Perbedaan Konsep Skala Ekonomi dan Skala Hasil... 49

(16)

IV METODE PENELITIAN ... 59

4.1. Jenis dan Sumber Data... 59

4.2. Cakupan dan Time Frame Penelitian……… 60

4.3. Pengumpulan Data……….. 60

4.4. Penentuan Observasi………... 60

4.5. Variabel Data Yang dibutuhkan Dalam Penelitian………… 61

4.6. Tahap-Tahap Operasional Analisis Data………. 61

4.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data……… 62

4.7.1. Analisis Fungsi Produksi……….. 63

4.7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Efek Inefisiensi Teknis……… 66

4.7.3. Uji Hipotesis……….. 71

4.7.4. Analisis Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi……… 74

V KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN………... 77

5.1. Karakteristik Individu Petani ……….. 77

5.2. Karakteristik Usahatani……… 79

5.3. Penggunaan Input dalam Usahatani……….. 84

5.4. Kelembagaan Usahatani ……….. 87

5.5. Kelembagaan Usahatani………. 94

5.6. Kinerja Usahatani ……… 104

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI ………. 109

6.1. Fungsi Produksi Padi di Sumatera Utara ………. 109

6.2. Fungsi Produksi Padi di Jawa Barat ……… 112

6.3. Fungsi Produksi Padi di Jawa Tengah ……… 113

6.4. Fungsi Produksi Padi di Jawa Timur ………. 115

6.5. Fungsi Produksi Padi di Sulawesi Selatan……… 117

6.6. Fungsi Produksi Padi di Indonesia……….………. 119

6.7. Fungsi Produksi Padi MetafrontierIndonesia………. 124

6.8. Sistesis Fungsi Produksi ………. 126

VII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ……….. 129

7.1. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sumatera Utara………. 129

7.2. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Barat……. 134

7.3. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Tengah….. 143

7.4. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Timur……. 149

7.5. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sulawesi Selatan ……….. 153

7.6. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Rata-Rata di Indonesia ……….……. 160

7.7. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Secara Agregat Meta di Indonesia ……….………… 168

(17)

8.1. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di

Sumatera Utara ……….. 186

8.2. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Barat ……….. 188

8.3. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Tengah ……… 190

8.4. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Timur ………. 191

8.5. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Sulawesi Selatan……….. 192

8.6. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Rata-Rata di Indonesia ……….……… 194

8.7. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi Agregat di Indonesia ……….. 195

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ………. 201

9.1. Kesimpulan ………. 201

9.2. Implikasi Kebijakan………. 202

DAFTAR PUSTAKA ... 205

LAMPIRAN ……… 219

(18)

1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras

Dunia, Tahun 2010……….. 2

2. Target dan Realisasi Produksi Beras di Indonesia

Tahun 2004-2010……… 5

3. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sentra Padi dan Nilai Tukar Petani (NTP) di

Indonesia (Rata-rata Bulanan, 2008-2012)………. 6 4. Produksi Dan Penggunaan/Pengeluaran Input Per

Hektar Usahatani Padi……….. 12

5. Sebaran Responden Berdasarkan Umur KK Petani

Padi... 78 6. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan KK

Petani Padi... 78 7. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Petani... 79 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan

Padi Yang Digarap... 80 9. Luas Lahan Yang Digarap Petani Padi Per Musim Per

Provinsi... 81 10. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Status

Lahan Padi yang Digarap... 82 11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Persil Padi

Per Provinsi... 82 12. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani

Padi... 83 13. Sebaran Responden Berdasarkan Kegiatan Migrasi...

83 14. Sebaran Responden Berdasarkan Lahan yang

Diusahakan... 84 15. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan

(19)

17. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Irigasi Tahun

2010... 88

18. Sebaran Responden Berdasarkan Pengolahan Lahan... 89

19. Sebaran Responden Berdasarkan Mutu Benih... 90

20. Sebaran Responden Berdasarkan Jarak Tanam... 90

21. Sebaran Responden Berdasarkan PolaTanam... 91

22. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Tanam... 91

23. Sebaran Responden Berdasarkan Sistem Tanam... 92

24. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyulaman... 93

25. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyiangan... 93

26. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyemprotan... 94

27. Sebaran Responden Berdasarkan Perontokan Gabah... 94

28. Sebaran Responden Berdasarkan Adanya Kelompok Tani... 95

29. Sebaran Responden Berdasarkan Keanggotaan Kelompok Tani... 95

30. Sebaran Responden Berdasarkan Keaktifan Pada Kelompok Tani... 96

31. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Penyuluhan Padi Tahun 2010... 97

32. Sebaran Responden Berdasarkan Informasi Teknologi... 97

33. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Penetapan Dosis Pupuk... 98

34. Sebaran Responden Berdasarkan Tindakan

(20)

Keuangan Bank ... 99 36. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia

Saprodi... 99 37. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia

Traktor... 100 38. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia

Pompa... 100 39. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Alat

Panen dan Pascapanen... 101 40. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan

Penyedia Sarana Produksi... 102 41. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan

Penyedia Pompa... 102 42. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan

Penyedia Sarana Traktor Tahun 2010... 103 43. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan

Penyedia Alat Panen... 103 44. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan

Pedagang Beras... 104 45. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Menjual... 104 46. Kinerja Usahatani Padi Antar Provinsi Sentra... 105 47. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production

Function di Sumatera Dengan Metode MLE... 111 48. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production

Function di Jawa Barat Dengan Metode MLE... 112 49. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production

Function di Jawa Tengah Dengan Metode MLE... 114 50. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production

Function di Jawa Timur Dengan Metode MLE... 116

(21)

52. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode

MLE... 119 53. Luas Lahan Kering (ha) Yang Tersedia Untuk

Perluasan Areal Pertanian... 121 54. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Production

Function Dengan Metode MLE... 124 55. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Antar

Provinsi dan Potensi maksimum nasional ... 126 56. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency

Function di Sumatera Utara Dengan Metode MLE... 130 57. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Garapan

Petani Padi di Sumatera Utara... 132 58. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di

Sumatera Utara... 132 59. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total

Rumahtangga di Sumatera Utara... 133 60. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency

Function di Jawa Barat Dengan Metode MLE... 134 61. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Umur KK di Jawa Barat... 135 62. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pendidikan KK di Jawa

Barat... 138 63. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa

Barat... 139 64. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih di Jawa

Barat... 139

(22)

Barat... 140 66. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga

Keuangan Formal di Jawa Barat... 141 67. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok

Tani di Jawa Barat... 142 68. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency

Function di Jawa Tengah Dengan Metode MLE... 143 69. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Umur KK di Jawa

Tengah... 145 70. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa

Tengah... 146 71. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa

Tengah... 147 72. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga

Keuangan Formal di Jawa Tengah... 147 73. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total

Rumahtangga di Jawa Tengah... 148 74. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency

Function di Jawa Timur Dengan Metode MLE... 150 75. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa

Timur... 151 76. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih di Jawa

Timur... 151 77. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

(23)

78. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Sulawesi Selatan Dengan Metode

MLE... 153 79. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pendidikan KK di Sulawesi

Selatan... 155 80. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Sulawesi

Selatan... 156 81. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih diSulawesi

Selatan... 157 82. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di

Sulawesi Selatan... 158 83. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga

Keuangan Formal di Sulawesi Selatan... 159 84. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total

Rumahtangga di Sulawesi Selatan... 159 85. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency

Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode

MLE... 160 86. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Umur KK Rata-rata di

Indonesia... 162 87. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Rata-Rata di

Indonesia... 163 88. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih Rata-rata di

Indonesia... 164 89. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

(24)

90. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga

Keuangan Formal Rata-rata diIndonesia... 165 91. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok

Tani Rata-rata di Indonesia... 167 92. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Pola Tanam Rata-rata di

Indonesia... 167 93. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Inefficiency

Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode

MLE... 169 94. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Metafrontier dan Pendidikan Rata-rata di

Indonesia... 170 95. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Pengolahan

Lahan di Indonesia... 170 96. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Akses Ke

Lembaga Keuangan Formal Rata-rata diIndonesia... 172 97. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Keaktifan

Dalam Kelompok Tani Rata-rata di Indonesia... 172 98. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga Petani di Sumatera Utara Tahun

2010... 173 99. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Pola Tanam

Rata-rata di Indonesia... 174 100. Nilai Technical Efficiency Ratio (TER), Meta

Technology Ratio (MTR), Technical Gap Ratio (TGR), dan Random Error Ratio (RER) Antar Provinsi, Pool

(25)

102. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi di Sumatera Utara... 186 103. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Barat... 189 104. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Tengah... 190 105. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Timur... 191 106. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi di Sulawesi Selatan... 192 107. Sebaran Responden Berdasarkan EfisiensiTeknis,

Alokasi, dan Ekonomi Rata-Rata di Indonesia... 194 108. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,

Alokasi, dan Ekonomi Pada Level Agregat Potensi

maksimum nasional... 196 109. Ringkasan Penghematan Biaya Dalam Pencapaian

Efisiensi Alokasi dan Ekonomi di Setiap Provinsi,

Pool, dan Meta Indonesia... 197 110. Perbandingan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan Ekonomi

Setiap Provinsi Serta Kondisi Metafrontier dan

Perubahannya... 197 111. Perbandingan Biaya Minimum Antar Provinsi dan

Potensi maksimum nasional... 200

(26)

Nomor Halaman

1. Produktivitas Padi Indonesia, Thailand, dan Vietnam Pada

Tahun 1970-2009 dalam ton/ha………. 3

2. Persentase Perubahan Produktivitas Padi Sawah Indonesia

Pada Tahun 1970-2009 dalam ton/ha………. 3

3. Harga Beras Dunia Pada Tahun 1990-2009 dalam $/ton……... 4 4. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal

Usahatani Padi Sawah Tahun 1970-2009 (1970=100%)……... 10 5. Produktivitas Padi di Lima Provinsi Sentra Tahun

1993-2011……… 11

6. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi Ekonomi Berdasarkan Input Oriented………

39

7. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi

Ekonomi Berdasarkan Output Oriented………. 41 8. Fungsi Produksi Stochastic Frontier……….. 45 9. Perubahan Teknologi Dengan Pendekatan Isoquant…………. 48

10. Model Fungsi Metafrontier……… 52

11. Perbandingan Error Term Stochastic Frontier Dengan Error

Term Stochastic Metafrontier……… 56

12. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional………... 57

13. Tahap Operasional Analisis Data……….. 62

14. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis

di Sumatera Utara………... 127

15. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sumatera

Utara………... 131

16. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi di

Jawa Barat……….. 134

(27)

di Jawa Tengah………... 143 19. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa

Tengah……… 145

20. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa

Timur………. 149

21. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis

di Sulawesi Selatan……… 153

22. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sulawesi

Selatan……… 156

23. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis

Rata-Rata di Indonesia………... 160

24. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas Rata-Rata

di Indonesia……… 163

25. Fungsi Produksi Frontier Cobb-Douglas ……… 168

(28)

Nomor Halaman

1. Penurunan Fungsi Biaya Dual Frontier……….. 221 2. Output SAS Pendugaan Fungsi Produksi Dengan Metode

OLS……… 227

3. Ouput SAS Untuk Sebaran Responden Antar Provinsi... .

(29)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gambaran perekonomian Indonesia secara makro dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2010, lebih dari 70 persen PDB Indonesia berasal dari komponen konsumsi terutama konsumsi pangan dan lebih dari 50 persen tenaga kerja Indonesia ada pada sektor produksi pangan. Usahatani padi mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan tanaman lain (150 HOK/ha) dan jumlah petani padi di Indonesia lebih dari 20 juta orang (BPS, 2011)1. Dengan demikian pangan khususnya padi menjadi subsektor penggerak utama ekonomi Indonesia dan pangan merupakan masalah yang menyangkut hidup matinya masyarakat miskin di Indonesia.

Padi menjadi komoditas penting dalam kebijakan pertanian di Indonesia karena terkait dengan ketahanan pangan dan swasembada beras. Konsumsi beras Indonesia per tahun lebih dari 30 juta ton dengan nilai konsumsi beras melebihi Rp 80 triliun, sementara beras di dunia yang diperdagangkan antar negara hanya 20 juta ton per tahun, dengan harga impor beras (CIF) saat krisis yaitu US$ 340/ton dan saat normal US$ 160/ton (FAOSTAT, 2011)2. Dengan demikian tidak memungkinkan Indonesia mengandalkan pemenuhan kebutuhan beras dari pasokan impor, sehingga kebijakan swasembada merupakan alternatif penting.

Ketahanan pangan masih menjadi prioritas pembangunan pertanian Indonesia. Beras masih menjadi unsur utama ketahanan pangan nasional. Hal ini dipicu pula oleh kondisi yang mengancam hampir di seluruh dunia yang disebut dengan ancaman krisis pangan sepanjang tahun 2010 sebagai akibat perubahan iklim. Bahkan menurut FAO, Indonesia dan negara-negara lainnya yang termasuk anggota FAO, perlu untuk memperkuat ketahanan pangannya. Melalui forum Asean plus three (Jepang, Korea Selatan, dan China) bahkan disepakati perlu

1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [Tanggal akses 04 Februari 2011]

2[

(30)

adanya ketersediaan beras berupa Emergency Rice Reserve (beras cadangan darurat) untuk kawasan ini sebanyak 800 000 ton per tahun.

Penduduk miskin di seluruh dunia yaitu sekitar satu miliar orang dan 60 persen diantaranya berada di Asia dimana makanan pokoknya adalah nasi. Sebagai makanan pokok hampir seluruh warga negara Indonesia, ketersediaan beras nasional tetap menjadi perhatian utama pemerintah. Demikian pula dengan negara produsen beras lainnya yang semakin berhaluan beras. Mereka telah berupaya meningkatkan produksi berasnya. Produksi beras dunia naik karena keberhasilan India dan China. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Keberhasilan produksi di negara produsen seperti Tabel 1 diupayakan melalui peningkatan produktivitas dan luas areal. Peningkatan produktivitas melalui efisiensi dan teknologi lebih intensif dilakukan, namun oleh karena lahan sawah mulai jenuh dengan pupuk kimia, maka pertumbuhan produktivitas mengalami stagnasi. Hal ini telah terpantau di Indonesia dan beberapa negara penghasil padi Asia yang beriklim tropika basah seperti Vietnam dan Thailand. Produktivitas padi Indonesia dibandingkan Thailand dan Vietnam dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras Dunia, Tahun 2010. No Negara Produksi (juta ton GKG) Nilai Produksi ($1000)

1 China 193 354 175 36 561 286

2 India 148 260 000 30 246 312

3 Indonesia 65 251 072 12 440 012

4 Bangladesh 46 905 000 9 868 753

5 Viet Nam 38 725 100 7 918 880

6 Thailand 31 650 632 6 059 404

7 Myanmar 30 500 000 5 612 813

8 Philippines 16 815 548 3 382 928

Sumber : FAOSTAT, 2011 (Diolah)

(31)

Gambar 1. Produktivitas Padi Indonesia, Thailand, dan Vietnam Pada Tahun 1970-2009 dalam ton/ha

Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Menururt IRRI (2009) penurunan/pelandaian produktivitas padi sawah di area intensifikasi memang terjadi dan lebih nyata pada musim hujan dibanding musim kemarau. Penurunan produktivitas lebih banyak disebabkan oleh faktor ketidakseimbangan hara (defisiensi dan keracunan) dan menurunnya kandungan bahan organik tanah.

Gambar 2. Persentase Perubahan Produktivitas Padi Sawah Indonesia Pada Tahun 1970-2009 dalam ton/ha

Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Jika dilihat dari sisi permintaan, konsumsi beras secara nasional sampai saat ini masih cukup tinggi, bahkan cenderung meningkat. Pada tahun 2010

1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008

ton

1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

(32)

menunjukkan konsumsi beras nasional sebesar 139.15 kg per kapita per tahun. Sebagai pembanding, konsumsi beras Malaysia sekitar 80 kg per kapita per tahun dan Jepang 60 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat (1.49 persen per tahun) ditambah lagi perlunya stok untuk berjaga-jaga terhadap perubahan iklim di masa yang akan datang, maka kebutuhan beras nasional akan terus meningkat.

Tekanan permintaan beras akan terus meningkat jika tidak dilakukan upaya menurunkan konsumsi per kapita. Penurunan konsumsi beras per kapita dapat dicapai melalui program penurunan pertumbuhan penduduk dan program diversifikasi konsumsi, namun tingginya populasi dengan pertumbuhan yang sulit ditekan mengakibatkan penurunan konsumsi beras per kapita lebih mungkin dilakukan dengan cara diversifikasi konsumsi pangan. Permasalahannya adalah bahwa diversifikasi konsumsi akan berbenturan dengan budaya masyarakat yang sudah lama menempatkan beras sebagai makanan pokok sehingga program diversifikasi konsumsi menjadi sulit untuk dicapai walaupun memiliki peluang keberhasilan. Selain itu dinamika perubahan perberasan dunia yang mendorong negara produsen cenderung mengimpor untuk berjaga-jaga, memicu tingginya harga beras di pasar dunia sebagai dampak dari tekanan permintaan yang tinggi namun suplai yang diperdagangkan menurun (Gambar 3).

Gambar 3. Harga Beras Dunia Pada Tahun 1990-2009 dalam $/ton Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Tingginya harga beras dunia ini juga sebagai dampak bahwa pasar beras termasuk thin market dimana Indonesia sebagai big country assumption. Dengan

(33)

demikian peluang impor ke depan menjadi semakin sulit sehingga Indonesia masih perlu mempertahankan swasembada melalui pembenahan sisi produksi.

Swasembada dapat dikatakan tidak lagi tercapai atau sustainability tidak tercapai. Produksi pada tahun 2010 ternyata tidak dapat memenuhi target. Produksi sebesar 65.98 juta ton GKG atau setara dengan 37.38 juta ton beras masih di bawah target sebesar 66.68 juta ton GKG. Pemenuhan target hanya mencapai 98.95 persen (Tabel 2). Prestasi ini turun dibandingkan tahun sebelumnya (2008 ke 2009). Pertumbuhan produksi dari tahun 2009 ke tahun 2010 adalah 2.46 persen yang disebabkan oleh : (1) Perluasan areal panen 234 540 ha, (2) Kenaikan produktivitas sebesar 0.62 persen (0.31 ku/ha), dan (3) Peralihan dari lahan tembakau dan kedelai menjadi lahan padi. Kenaikan produksi terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Selatan, walaupun terjadi penurunan produksi untuk periode Januari-Agustus di NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan dibanding periode yang sama tahun 2009. Variasi ini sebagai bukti bahwa terdapat perbedaan kondisi antar wilayah yang mengakibatkan adanya variasi produktivitas.

Tabel 2. Target dan Realisasi Produksi Beras di Indonesia Tahun 2004-2010.

Tahun

Target Produksi Padi Realisasi Produksi Padi

% capaian

(ton GKG) (ton GKG)

2004 54 340 000 54 088 468 99.54

2005 55 030 040 54 151 097 98.40

2006 55 717 916 54 454 937 97.73

2007 57 386 531 57 157 435 99.60

2008 57 051 892 60 325 925 105.74

2009 57 707 989 64 398 890 111.59

2010 66 680 000 65 980 000 98.95

Sumber : Departemen Pertanian, 2010 dan Rencana Strategi Departemen Pertanian 2004-2010

(34)

ton (seharusnya buffer stok 9 juta ton) sehingga dilakukan impor 600 000 ton dari Thailand dan Vietnam. Hal ini menjadi bukti perlunya pembenahan sisi produksi karena ketidakberhasilan swasembada. Dalam jangka panjang, dari aspek teknis swasembada tidak tercapai melalui peningkatan efisiensi namun dalam jangka sangat panjang masih memungkinkan yaitu dengan terobosan teknologi baru yang local specific.

Oleh karena perhatian pemerintah hanya kepada target produksi maksimal demi ketersediaan beras nasional dengan harga yang terjangkau konsumen, maka intervensi yang dilakukan bersifat production oriented dan tidak kepada profit oriented terlebih kepada farmer welfare oriented. Farmer welfare dapat meningkat jika profit usahatani meningkat. Dengan indikasi Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) atau Farmer Term of Trade sampai tahun 2011 nilainya kurang dari 100 yang artinya indeks harga yang diterima lebih rendah dari indeks harga yang dibayarkan, maka dapat disimpulkan bahwa petani membayar lebih mahal terhadap input yang digunakan daripada nilai output yang diterima. Selain itu NTPP lebih kecil dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada umumnya sehingga menunjukkan rendahnya welfare petani padi dibandingkan dengan petani lain pada umumya (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sentra Padi dan Nilai Tukar Petani (NTP) di Indonesia (Rata-rata Bulanan, 2008-2012).

Provinsi 2008 2009 2010 2011 Januari 2012

Sumatera Utara 95.63 96.24 98.47 99.50 100.50

Jawa Barat 92.76 91.27 91.79 100.29 106.48

Jawa Tengah 97.21 91.94 96.77 102.86 106.62

Jawa Timur 98.99 92.56 94.60 101.13 104.07

Sulawesi Selatan 91.73 94.86 98.86 108.70 110.83 INDONESIA (NTPP) 95.77 95.51 97.06 98.90 100.20

NTP 100.16 99.85 101.77 104.58 105.73

Sumber ; Badan Pusat Statistik (2012)3

Intervensi telah dilakukan baik berupa program perluasan lahan (ekstensifikasi) maupun program intensifikasi. Ekstensifikasi dirasakan semakin

3

(35)

mahal karena sulitnya memperluas areal subur yang sesuai untuk padi. Bahkan yang terjadi adalah penyempitan areal garapan padi yang disebabkan oleh fragmentasi lahan, warisan, dan konversi ke tanaman lain atau ke sektor lain yang dipicu oleh tingginya return to land ke industri dan properti. Dengan demikian program intensifikasi menjadi penting untuk peningkatan produksi. Intensifikasi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas yang dapat dicapai melalui peningkatan efisiensi atau terobosan teknologi. Dalam kondisi teknologi yang tetap, peningkatan efisiensi adalah upaya tepat untuk peningkatan produktivitas.

Produktivitas usahatani berkaitan erat dengan efisiensi, karena ukuran dari produktivitas adalah seberapa besar output dapat dihasilkan per unit input tertentu. Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis lah yang akan menentukan pendapatan petani. Secara garis besar, proses produksi tidak efisien disebabkan karena: (a) Secara teknis tidak efisien, hal ini berdampak pada ketidakberhasilan mewujudkan produktivitas maksimal; (b) Secara alokasi tidak efisien, pada tingkat harga-harga input dan output tertentu, proporsi penggunaan input tidak optimum. Hal ini diindikasikan dengan produk penerimaan marginal tidak sama dengan biaya marginal input yang digunakan. Peningkatan efisiensi teknis belum menjamin peningkatan pendapatan petani jika tidak didukung insentif harga input dan output. Untuk itulah pemerintah sebagai regulator disamping harus berpihak kepada konsumen, juga harus berpihak kepada petani miskin sebagai produsen padi untuk tetap memperoleh keuntungan yang layak dari usahataninya sehingga dapat meningkatkan nilai tukar yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani padi. Dengan demikian orientasi kepada produksi masih perlu untuk dipertanyakan.

1.2. Perumusan Masalah

(36)

Varietas Unggul, Efisiensi Pemupukan, Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Tabela (Teknologi Tebar Benih Langsung), Teknologi Pengomposan Jerami, Pola Tanam Lahan Sawah Irigasi, Teknologi Mina Padi, SUTPA (Sistim Usaha Terpadu), IP-300 (Intensitas penanaman tiga kali setahun), Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SIPT), pengembangan padi hibrida, P2BN (Program Peningkatan Beras Nasional), Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), IP-400 dan banyak program terpadu lainnya yang secara langsung mengembangkan komoditi padi. Sementara program IDT (Instruksi Presiden tentang Desa Tertinggal), P4K (Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil), PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian), dan terakhir adalah PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) secara tidak langsung mengembangkan usahatani khususnya padi. Penekanannya saat ini yaitu pencanangan P2BN (Program Peningkatan Beras Nasional) dimana target produksi nasional tahun 2014 yaitu minimal 70 juta ton GKG.

Pada masa awal pengembangan padi, tahun 1968 sampai masa Orde Baru, setiap provinsi diharuskan memproduksi padi tanpa memperhatikan kesesuaian wilayah demi tercapainya swasembada. Namun teknologi yang digunakan dalam program-program tersebut sejak dulu tidak banyak berubah. Teknologi yang diterapkan lebih kepada manipulasi input dan jika terdapat kebijakan wilayah, hal itu hanyalah adaptasi dari kebijakan nasional yang sentralistik. Karena adanya variasi kondisi dan agroekosistem, maka tidak semua wilayah mampu mengikuti teknologi nasional dan sebagian lambat mengadaptasinya sehingga teknologi di setiap provinsi menjadi berbeda-beda dan antar provinsi menghasilkan variasi produktivitas.

(37)

(Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian) bisa dipandang sebagai langkah terobosan untuk mempercepat dan memantapkan inovasi teknologi pada kondisi nyata di lapangan dengan agroekosistem yang beragam (Simatupang, 2004). Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang merupakan perbaikan budidaya terpadu (cara tanam, pemupukan, benih dan pengendalian hama/penyakit) juga telah berhasil meningkatkan produksi dan pada tahun 2010 telah mencapai target pengembangan lahan seluas 2.5 juta Ha.

Namun demikian saat ini dan dalam beberapa tahun ke depan produktivitas usahatani padi diduga tidak stabil dan mengalami kemandegan atau stagnan (leveling-off) (FAOSTAT dalam Kusnadi, 2011b), yang berarti produktivitas lahan telah mendekati maksimum, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Rendah dan tidak stabilnya pertumbuhan produksi padi secara total diperkirakan masih akan berlanjut. Hal ini disebabkan antara lain oleh lambatnya pertambahan luas areal tanam baru (ekstensifikasi) sebagai akibat terbatasnya angggaran untuk pencetakan lahan sawah baru dan rehabilitasi jaringan irigasi, serta gejala melambatnya pertumbuhan produktivitas (leveling off) yang masih belum berhasil dipecahkan.

(38)

Gambar 4. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Usahatani Padi Sawah Tahun 1970-2009 (1970=100%).

Sumber : FAOSTAT dalam Kusnadi, 2011b

Perkembangan produktivitas padi sawah per hektar yang melambat menunjukkan bahwa produktivitas marjinal lahan sawah hampir maksimum mendekati leveling off. Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi atau perluasan lahan sawah semakin tidak efisien. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk pembukaan lahan irigasi dan tingginya kompetisi penggunaan lahan untuk kegiatan non-pertanian, menjadikan peningkatan produksi padi melalui perluasan lahan sawah akan semakin mahal. Alternatif yang perlu dipikirkan adalah meningkatkan produktivitas lahan melalui intensifikasi atau perbaikan teknologi. Oleh karena itu peningkatan produksi melalui peningkatan efisiensi antar provinsi sentra pada sumberdaya dan teknologi yang tersedia (constant technology) menjadi penting untuk diperhatikan.

Kondisi leveling off productivity menunjukkan seolah tidak ada lagi ruang untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas masing-masing provinsi dikarenakan kondisinya telah efisien. Dengan mengacu kepada frontier (potensi maksimum) masing-masing provinsi, petani di provinsi masing-masing hanya dapat meningkatkan sedikit produksinya melalui peningkatan efisiensi. Namun jika mengacu kepada benchmark nasional sebagai potensi maksimum nasional, ruang untuk peningkatan efisiensi masih besar oleh karena perbedaan teknologi antar provinsi. Mengacu kepada potensi maksimum nasional, dalam

(39)

kondisi constant technology, setiap provinsi dapat mencapai produksi yang lebih tinggi melalui peningkatan efisiensi. Selain itu dalam very long run period (jangka sangat panjang) terobosan teknologi di masing-masing provinsi dapat meningkatkan produksi lebih tinggi lagi. Terobosan teknologi tersebut dapat meniru teknologi provinsi lain yang lebih tinggi atau mengacu kepada potensi maksimum nasional. Dengan bergesernya fungsi produksi masing-masing provinsi sebagai dampak peningkatan teknologi, maka akan meningkatkan fungsi produksi metafrontier (potensi maksimum nasional) lebih tinggi lagi.

Gambar 5. Produktivitas Padi di Lima Provinsi Sentra Tahun 1993-2011 Sumber : BPS, 2011

Dalam kondisi saat ini dimana program otonomi daerah dan desentraliasai tengah intensif, intervensi pemerintah untuk pembenahan sisi produksi padi justru cenderung generik dan sentralistik untuk semua wilayah dan semua agroekosistem. Padahal jika dilihat dari aspek produktivitas, adanya perbedaan kondisi sumberdaya wilayah dan agroekosistem (local spesific principal), perbedaan input yang digunakan, perbedaan teknologi dan R&D, berdampak kepada produktivitas dan efisiensi yang berbeda pula (Daryanto, 2000, Rahman 2002, Myint dan Kyi 2005, Ogundari, Amos dan Ojo, 2010).

(40)

tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan input yang tepat dapat meningkatkan produktivitas.

Tabel 4. Produksi Dan Penggunaan/Pengeluaran Input Per Hektar Usahatani Padi.

Uraian Nasio

nal

Sumatera

Utara Barat Jawa

Jawa

Tengah Timur Jawa Sulawesi Selatan 1. Produktivitas (kuintal

GKP) 57.6 56.5 63.8 55.8 56.0 52.8

2. Input

2.1. Benih (kg) 50.0 42.0 39.0 54.0 51.0 54.0 2.2. Pupuk Anorganik (kg)

a. Urea 278 236 251 276 317 286

b. Za 51 61 56 53 46 38

c. SP36 97 88 93 98 59 142

d. NPK 96 117 119 98 90 88

e.KCL 8 6 5 8 7 12

2.3. Pengeluaran untuk

pestisida (Rp 000) 541 648 684 537 438 458 2.4. Pengeluaran untuk

tenaga kerja luar keluarga (Rp 000)1)

3 111 3 480 3 404 3 055 3 111 2 885

Keterangan:

1)Terdiri dari upah harian, borongan, dan bawon (upah panen)

Sumber : Simatupang, et al (2007)

Efisiensi sebagai aspek managerial input dalam produksi berperan melalui peningkatkan produktivitas. Efisiensi usahatani di Indonesia dinyatakan telah efisien oleh beberapa penelitian terdahulu (Kusnadi, et al. 2011b ; Daryanto,2000) karena menghasilkan nilai efisiensi teknis yang lebih dari 80 persen, namun dengan kondisi variasi produktivitas antar provinsi dan peningkatan produktivitas padi nasional yang leveling off memunculkan kembali pertanyaan benarkah telah efisien ? Secara teknis, alokasi, dan ekonomi ?

Beberapa penelitian terdahulu menilai efisiensi masih secara parsial, belum melihat variasi kondisi antar wilayah, dan kalaupun menilai antar grup sebagian penelitian tidak menggunakan potensi maksimum sebagai acuan komparasi sehingga komparasi menjadi tidak valid.

(41)

efisiensi teknis usahatani padi di Indonesia dan antar provinsi sentra? Benarkah telah efisien? Apakah terdapat perbedaan efisiensi antar provinsi? Apakah masih ada ruang/peluang untuk meningkatkan efisiensi di masing-masing provinsi sentra? Apa yang harus dilakukan setiap provinsi untuk mencapai potensi maksimum provinsi? (2) Bagaimana kondisi efisiensi potensi maksimum nasional? Bagaimana kondisi efisiensi antar wilayah terhadap potensi maksimum nasional? Apa yang harus dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi maksimum nasional? dengan gap yang terjadi apakah perlu adanya kreativitas local dan technology breakthrough? (3) Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan ekonomi setiap provinsi sentra? Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan ekonomi antar wilayah sentra terhadap potensi biaya minimum nasional? Apa yang harus dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi biaya minimum nasional sehingga tercapai keuntungan maksimum?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji efisiensi teknis, alokasi, dan ekonomi usahatani padi antar provinsi sentra menggunakan pendekatan fungsi produksi Stochastic Metafrontier. Secara khusus tujuan operasionalnya yaitu : (1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di lima provinsi sentra, (2) Menganalisis efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di lima provinsi sentra, dan (3) Menganalisis efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi di lima provinsi sentra.

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi petani padi penelitian ini bermanfaat agar dapat meningkatkan produksi melalui efisiensi teknis dan efisiensi alokasi serta perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(42)

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan terkait dengan efisiensi teknis dan efisiensi alokasi usahatani padi dengan stochastic metafrontier production function approach.

1.4. Kebaruan (Novelties) Penelitian

Penelitian mengenai efisiensi teknis telah banyak dilakukan, namun penelitian ini mencoba mengkaji efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi ekonomi terhadap usahatani padi dengan cakupan nasional secara holistik, dan membandingkan efisiensi antar provinsi sentra menggunakan stochastic metafrontier production function approach.. Dari aspek data, penelitian ini menggunakan data PATANAS (Panel Petani Nasional) yang sangat lengkap dan kredibilitasnya diakui secara nasional. Dari aspek sampling, penelitian ini mengambil seluruh petani dari seluruh provinsi pada data PATANAS sehingga menggunakan data yang sangat besar. Dari aspek metode, penelitian ini mengoreksi penelitian terdahulu yang melakukan komparasi secara tidak valid. Dari aspek Empirik, penelitian ini menolak penelitian terdahulu yang menyatakan tidak ada prospek peningkatan produksi padi di Indonesia ke depan.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini difokuskan pada usahatani padi di lima provinsi sentra yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. 2. Penelitian ini terkait dengan ketersediaan data pada penelitian PATANAS

yang dilakukan oleh Pusat Studi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

3. Lokasi desa yang dipilih berdasarkan basis komoditi padi sawah dengan pengairan irigasi.

Dalam pelaksanaannya penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu :

(43)

2. Bagi variabel yang penting, dilakukan proxy terhadap variabel-variabel yang tersedia.

3. Penelitian ini dibatasi hanya data tahun 2010 karena penelitian PATANAS berbasis komoditi padi dilakukan pada tahun tersebut.

4. Oleh karena pemilihan lokasi desa berdasarkan sumber pengairan irigasi, maka tidak membedakan dengan padi tadah hujan atau lainnya.

(44)
(45)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum terdapat tiga cara meningkatkan produksi usahatani yaitu ; (1) meningkatkan penggunaan input seperti lahan, tenaga kerja, dan variasi capital, (2) menerapkan teknologi baru (Kuznets ,1973; Hayami and Ruttan,1985), dan (3) melakukan manajemen organisasi produksi dengan teknologi yang tersedia untuk meningkatkan efisiensi produksi (Nishimizu and Page, 1982; Li, 2000).

Penelitian efisiensi masih merupakan subyek penelitian di negara berkembang maupun di negara maju. Penelitian efisiensi tersebut menjadi lebih penting bagi negara berkembang dimana potensi peningkatan produksi pertanian melalui perluasan area produksi dan pengadopsian teknologi baru sangat terbatas. Studi tersebut dapat membantu negara-negara berkembang dengan menentukan sejauh mana peningkatan produksi dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi usahatani berdasarkan sumber daya dan teknologi yang tersedia (Kibbara, 2005). Cukup banyak studi empiris yang dilakukan untuk mengukur efisiensi pertanian baik di negara maju maupun di negara berkembang. Peningkatan efisiensi di negara berkembang sangat diperlukan untuk peningkatan produktivitas. Hal ini sangat penting mengingat tingginya permintaan pangan sebagai dampak tingginya populasi penduduk di negara berkembang dan berkurangnya suplai sebagai dampak perubahan iklim. Beragam faktor produksi dianalisis untuk membuktikan faktor produksi mana yang mempengaruhi output dan faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi. Beberapa penelitian menguji efisiensi pada kondisi dan wilayah yang berbeda dan dengan metode yang berbeda.

2.1. Pengaruh Lahan Terhadap Produksi dan Efisiensi

(46)

varietas baru. Demikian pula penelitian Femi, et.al (2004) di Nigeria yang mencoba membedakan efisiensi teknik pada usahatani padi dengan dua varietas yang berbeda yaitu varietas tradisional dan varietas baru, membuktikan bahwa faktor yang signifikan dapat meningkatkan output yaitu perluasan lahan.

Ukuran usahatani (farm size) berbeda dengan skala usahatani. Dalam jangka panjang, biaya usahatani dapat diturunkan dengan peningkatan skala usahatani sehingga menjadi lebih efisien sampai mencapai titik optimalnya (economic of scale). Dengan demikian semakin besar skala usahatani maka akan semakin efisien, namun tidak demikian dengan ukuran usahatani. Semakin luas lahan yang diusahakan maka produksi akan semakin meningkat. Namun peningkatan luas lahan belum tentu meningkatkan produktivitas. Banyak peneliti mendukung hipotesis bahwa semakin kecil ukuran usahatani (luas lahan yang digarap semakin sempit) maka akan semakin efisien (poor but efficient).

Inverse Size Productivity menjelaskan bahwa semakin kecil ukuran usahatani maka semakin produktif. Hal ini dikarenakan dengan luasan lahan yang sempit, lahan akan lebih terkelola dengan baik hanya dengan tenaga kerja keluarga, sementara semakin luas lahan yang digarap maka akan semakin tidak terurus, karena tidak mampu menyewa tenaga kerja luar yang semakin banyak. Hubungan ini diterangkan oleh keuntungan relatif dari lebih banyaknya penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani kecil. Hal ini akan mengurangi biaya pengawasan tenaga kerja luar yang disewa. Oleh karena peningkatan biaya marjinal pengawasan, rasio lahan terhadap tenaga kerja sewa lebih tinggi untuk petani kaya yang menuju pada penurunan output per hektar. Petani kecil dan tradisional mempunyai keuntungan dalam pengawasan tenaga kerja oleh karena mereka menggunakan tenaga kerja keluarga. Oppotunity Cost dari tenaga kerja harian anggota keluarga lebih rendah dari upah tenaga kerja sewa. Implikasinya adalah bahwa land-reform akan mempunyai efek positif pada produktivitas karena mengurangi lahan absentee.

(47)

membuktikan bahwa luas lahan menunjukkan hubungan yang positif dengan inefisiensi teknik, dalam artian mendukung „poor but efficient’ .

Penelitian oleh Junankar (1980) di India dengan hipotesis bahwa petani berlahan luas lebih efisien dari petani dari petani berlahan sempit, ternyata ditolak yang berarti tidak ada perbedaan efisiensi antara petani berlahan luas dengan petani berlahan sempit. Demikian pula Huang dan Bagi (1984) meneliti efisiensi teknis pertanian rakyat di negara bagian Punjab dan Haryana India dengan sampel 151 pertanian, memiliki hipotesis bahwa petani berlahan luas akan lebih efisien dibandingkan dengan petani berlahan sempit dan ternyata hipotesisnya ditolak. Dengan produksi frontier translog dan prosedur maksimum likelihood (MLE), tingkat efisiensi teknis rata-rata sekitar 90 persen. Efisiensi teknis diperkirakan bervariasi 77.60-99.00 persen.

Herdt and Mandac (1981) di Filipina juga mendukung bahwa petani berlahan luas tidak lebih efisien dari petani berlahan sempit. Penelitian lain di India yaitu Kalijaran (1981) dan penelitian Barnum and Squire (1978) mengemukakan bahwa petani berlahan luas maupun sempit telah menggunakan benih unggul secara efisien dan ekonomis sehingga sama-sama efisien.

Penelitian Croppenstedt (2005) juga menyimpulkan tidak ada bukti bahwa efisiensi teknis usahatani bervariasi menurut luas usahatani. Penelitiannya mengestimasi efisiensi teknis dari 800 petani gandum di Mesir dengan menggunakan fungsi produksi frontier Cobb-Douglas dengan asumsi keputusan konsumsi dan produksi tidak bisa dipisahkan. Data yang digunakan adalah data pertanaman tahun 1998. Rata-rata efisiensi teknis diperkirakan 81 persen dengan kisaran 30 sampai 100 persen. Ditemukan bahwa 82 persen petani mencapai efisiensi teknis antara 70 dan 94 persen.

Gambar

Tabel 1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras Dunia, Tahun 2010.
Gambar 1. Produktivitas Padi Indonesia, Thailand, dan Vietnam Pada Tahun
Gambar 4. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Usahatani Padi
Tabel 4. Produksi Dan Penggunaan/Pengeluaran Input Per Hektar Usahatani Padi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, pada penelitian Kaban (2012) juga menyatakan bahwa efisiensi ekonomi pada usahatani padi sawah di Desa Sei Belutu, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten

Menurut Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani melakukan peralihan usahatani padi ke usahatani ikan terdiri dari variabel pendapatan, modal, luas lahan,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor mempengaruhi produksi padi sawah lebak, menganalisis efisiensi teknis usahatani padi sawah lebak dengan

Hal ini juga menunjukkan bahwa Jawa Timur dan Jawa Barat memiliki keunggulan secara kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani jagung di wilayah Jawa

Untuk usahatani padi anorganik, variabel independen luas lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel jumlah

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Menurut Musim No Petani Musim Hujan Musim Kemarau 1 Padi Ladang 0.931 1.000 2 Padi Sawah Hibrida 1.000 1.000 3 Padi Sawah Inbrida 0.994 0.967

7 Hasil uji parsial dengan uji-t menunjukkan bahwa ada empat variabel bebas yang berpengaruh secara sangat nyata terhadap produksi padi, yaitu luas lahan padi, jumlah benih padi, dan