Analisis kesesuaian potensi peternakan daerah penerima program SMD dilakukan menggunakan analisis Location Quetient (LQ) dan Shift Share Analysis
(SSA). Analisis LQ digunakan untuk mengetahui apakah sub sektor peternakan merupakan sektor basis/sektor unggulan pada kabupaten/kota penerima program SMD. Sektor unggulan merupakan sektor yang diharapkan menjadi penghela/lokomotif perekonomian suatu daerah. Sektor unggulan akan memberikan efek positif terhadap pembangunan daerah. Sektor basis adalah sektor yang berorientasi pada pemenuhan pasar atau permintaan luar daerah.Dengan demikian maka potensi pasar dari sektor/sub sektor basis lebih
besar dari sektor yang hanya melayani pemenuhan kebutuhan masyarakan lokal (Rustiadi, et al, 2011).Analisis SSA digunakan untuk melihat potensi pertumbuhan produksi sektoral atau keunggulan kompetitif suatu sektor pada suatu daerah.
Pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah harus berjalan selaras. Pembangunan sektoral tanpa berorientasi pembangunan wilayah akan menyebabkan tidak optimalnya pembangunan sektoral tersebut. Sedangkan pembangunan wilayah tidak akan terwujud tanpa pembangunan sektoral. Oleh sebab itu agar pengembangan sektor peternakan dapat berjalan efektif dan efisien, dipandang perlu dilakukan analisis potensi sub sektor peternakan, sehingga diharapkan dapat diidentifikasi daerah mana saja yang merupakan daerah basis peternakan.
Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi potensi sektor ekonomi unggulan, menggunakan kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan.Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan masing- masing.Analisis LQ merupakan suatu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami apakah suatu sektor merupakan pemicu pertumbuhan ekonomi.Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografis dan produktifitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industry menghasilkan produk atau jasa yang seragam (Rustiadi et al, 2011).
Analisis LQ dilakukan dengan data time series yaitu data PDRB sub sektor peternakan berdasarkan harga konstan tahun 2009-2012. Nilai LQ>1 menggambarkan bahwa di kabupaten/kota tersebut telah surplus produk peternakan dan telah mengekspornya ke daerah lain. Suatu daerah mampu mengekspor produknya ke daerah lain disebabkan karena daerah tersebut mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah dan lebih efisien. Nilai LQ>1 juga menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif pada sub sektor peternakannya.Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perkembangan daerah (Tarigan, 2014).Keunggulan komparatif dapat dijadikan pertanda awal bahwa suatu komoditi mempunyai prospek untuk memiliki keunggulan kompetitif.
Analisis Potensi Wilayah Provinsi Sumatera Barat 1. Analisis LQ
Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi dengan jumlah penerima program SMD terbanyak di luar pulau Jawa. Dari 19 kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, 17 kabupaten/kota menerima program SMD. Kabupaten/kota yang tidak menerima program SMD adalah kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Bukittinggi. Dari hasil analisis LQ terdapat 11 kabupaten/kota yang merupakan daerah basis sub sektor peternakan (64,71%). Nilai LQ kabupaten/kota penerima program SMD di provinsi Sumatera Barat disajikan pada Tabel 40.
2. Analisis SSA
Analisis SSA terdiri dari tiga komponen yaitu total shift, propotional shift, dan differential shift. Hasil analisis total shift menunjukkan bahwa sektor pertanian provinsi Sumatera Barat memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 12,4% dalam kurun waktu 2009-2012. Analisis propotional shift menunjukkan bahwa sub sektor peternakan provinsi Sumatera Barat memiliki pertumbuhan 3,2% dalam kurun waktu yang sama.
Analisis Differential Shift bertujuan untuk melihat keunggulan kompetitif atau daya saing sub sektor peternakan pada kabupaten/kota penerima program SMD. Berdasarkan hasil analisis sebanyak 8 (delapan) kabupaten/kota yang memiliki keunggulan kompetitf (47,06%). Hasil Shift Share Analysis selengkapnya pada Tabel 41.
Tabel 40 Nilai LQ Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2011
No Kab/Kota Tahun Rata-rata Keterangan
2009 2010 2011 2012
1 Padang Pariaman 0,93 0,93 0,96 0,97 0,95 Bukan daerah basis
2 Solok 0,63 0,62 0,60 0,58 0,61 Bukan daerah basis
3 Tanah Datar 0,77 0,75 0,74 0,72 0,75 Bukan daerah basis 4 50 Kota 1,50 1,47 1,46 1,41 1,46 Daerah basis 5 Solok Selatan 1,29 1,28 1,29 1,28 1,28 Daerah basis
6 Agam 0,91 0,91 0,90 0,88 0,90 Bukan daerah basis
7 Dharmasraya 1,01 1,03 1,03 0,95 1,00 Daerah basis 8 Kota Padang 1,84 1,79 1,76 1,71 1,78 Daerah basis 9 Sijunjung 1,63 1,61 1,56 1,48 1,57 Daerah basis 10 Pasaman 0,41 0,41 0,41 0,40 0,41 Bukan daerah basis 11 Kota Payakumbuh 3,16 3,14 3,15 3,72 3,29 Daerah basis 12 Pesisir Selatan 1,38 1,38 1,40 1,40 1,39 Daerah basis 13 Kota solok 6,02 6,00 5,98 5,92 5,98 Daerah basis 14 Kota Padang
Panjang 6,22 6,21 6,20 6,13 6,19
Daerah basis 15 Pasaman Barat 0,35 0,34 0,33 0,32 0,33 Bukan daerah basis 16 Kota Pariaman 1,23 1,18 1,15 1,12 1,17 Daerah basis 17 Kota Sawahlunto 4,92 5,00 4,84 4,76 4,88 Daerah basis 3. Over Lay Analisis LQ dan SSA
Over lay analisis LQ dan SSA digunakan untuk melihat daerah potensial sub sektor peternakan.Daerah disebut potensial apabila memiliki nilai LQ>1 dan Nilai Differential Shift positif. Daerah potensial sub sektor peternakan di provinsi Sumatera Barat adalah 50 Kota, Solok Selatan, Kota Payakumbuh, Pesisir Selatan, dan Kota Sawahlunto.
Tabel 41 Nilai SSA Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Sumatera Barat
N o
Uraian Kabupaten Nilai Keterangan
1 Total shift - 0.1244 Sektor pertanian di provinsi Sumatera Barat memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 0,124 atau 12,4% dalam kurun waktu 2009-2012
2 Proportional Shift
- 0.0328 Sub sektor peternakan di provinsi Sumatera Barat memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 0,032 atau 3,2% dalam kurun waktu 2009-2012
3 Differential Shift
Padang Pariaman
0.0105 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Solok -0.0133 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Tanah Datar -0.0224 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
50 Kota 0.0004 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Solok Selatan
0.0193 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Agam 0.0020 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Dharmasraya -0.0255 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Kota Padang -0.0443 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Sijunjung -0.0639 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Pasaman 0.0585 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota
Payakumbuh
0.2759 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Pesisir Selatan
0.0365 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota solok -0.0162 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Kota Padang Panjang
-0.0783 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Pasaman Barat
0.0098 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Pariaman
-0.0609 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Kota Sawahlunto
0.0532 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Analisis potensi wilayah provinsi Jawa Barat 1. Analisis LQ
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah penerima program SMD terbanyak di Indonesia. Sebanyak 22 kabupaten/kota menerima program SMD dengan jumlah kelompok penerima 381 kelompok.Pada Tabel 42 dapat dilihat bahwa berdasarkan analisis LQ hanya 12 kabupaten/kota yang merupakan daerah basis sub sektor peternakan (54,55%).
Tabel 42 Nilai LQ Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2011
No Kab/Kota Tahun Rata-rata Keterangan
2009 2010 2011 2012
1 Bekasi 2,25 2,16 2,11 2,20 2,18 Daerah Basis 2 Ciamis 1,37 1,37 1,40 1,41 1,39 Daerah Basis
3 Garut 0,22 0,21 0,21 0,22 0,21 Bukan Daerah Basis 4 Bandung 0,88 0,87 0,91 0,87 0,88 Bukan Daerah Basis 5 Bandung
Barat 1,31 1,29 1,31 1,27 1,30 Daerah Basis 6 Sumedang 1,18 1,21 1,26 1,28 1,23 Daerah Basis
7 Tasikmalaya 0,58 0,56 0,56 0,55 0,56 Bukan Daerah Basis 8 Bogor 2,20 2,18 2,26 2,27 2,23 Daerah Basis
9 Kuningan 0,83 0,85 0,86 0,88 0,86 Bukan Daerah Basis 10 Kota
Cirebon 0,70 0,68 0,69 0,73 0,70 Bukan Daerah Basis 11 Majalengka 0,70 0,72 0,75 0,77 0,73 Bukan Daerah Basis 12 Subang 1,77 1,68 1,60 1,50 1,64 Daerah Basis
13 Depok 5,33 5,14 5,20 5,17 5,21 Daerah Basis 14 Cianjur 1,03 1,11 1,18 1,18 1,12 Daerah Basis
15 Karawang 0,34 0,64 0,99 0,93 0,72 Bukan Daerah Basis 16 Indramayu 0,49 0,49 0,57 0,66 0,55 Bukan Daerah Basis 17 Sukabumi 1,35 1,32 1,33 1,33 1,33 Daerah Basis
18 Cirebon 1,48 1,47 1,49 1,50 1,48 Daerah Basis 19 Kota Bekasi 4,96 4,49 4,87 4,87 4,90 Daerah Basis
20 Kota Bogor 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 Bukan Daerah Basis 21 Kota
Sukabumi 4,58 4,64 4,74 4,74 4,68 Daerah Basis
22 Purwakarta 0,81 0,82 0,85 0,93 0,85 Bukan Daerah Basis 2. Analisis SSA
Nilai Total Shift provinsi Jawa Barat adalah 0,19 yang berarti bahwa pertumbuhan sektor pertanian di provinsi Jawa Barat adalah 0,19% dalam kurun waktu 2009-2012. Sementara pertumbuhan ekonomi sub sektor peternakan yang ditunjukkan oleh nilai proportional shift sebesar 2,55% pada kurun waktu yang sama. Nilai Differential Shift menunjukkan bahwa 21 kabupaten/kota memiliki
keunggulan kompetitif (95,45%). Hasil analisis SSA provinsi Jawa Barat selengkapnya disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43 Nilai SSA Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Jawa Barat
N o
Uraian Kabupaten Nilai Keterangan
1 Total shift - 0.002 Sektor pertanian di provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0019 atau 0,19% 2 Proportional
Shift
- 0.026 Sub sektor peternakan di provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0255 atau 2,55% 3 Differential
Shift
Bekasi 0.127 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Ciamis 0.085 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Garut 0.118 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Bandung 0.181 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Bandung Barat
0.093 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Sumedang 0.115 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Tasikmalaya 0.013 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Bogor 0.073 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kuningan 0.071 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Cirebon 0.093 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Majalengka 0.183 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Subang -0.085 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif
Depok 0.063 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Cianjur 0.239 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Karawang 1.612 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Indramayu 0.495 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Sukabumi 0.018 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Cirebon 0.076 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Bekasi 0.017 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Bogor 0.066 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Sukabumi
0.002 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Purwakarta 0.204 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
3. Over Lay Analisis LQ dan SSA
Berdasarkan hasil over lay analisis LQ dan SSA di provinsi Jawa Barat, terdapat 11 daerah potensial sub sektor peternakan yaitu Kabupaten Bekasi, Ciamis, Bandung Barat, Sumedang, Bogor, Kota Depok, Cianjur, Sukabumi, Cirebon, Kota Bekasi, dan Kota Sukabumi.
Analisis Potensi Wilayah Nusa Tenggara Barat 1. Analisis LQ
Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi produsen sapi potong di Indonesia.Untuk wilayah Indonesia bagian timur, provinsi NTB merupakan penerima program SMD terbanyak, dengan jumlah penerima 211 kelompok. Dari hasil perhitung LQ, dari 10 Kab/Kota penerima program SMD hanya 4 kabupaten/kota yang merupakan daerah basis sub sektor peternakan (40%).Basis perhitungan analisis LQ pada penelitian ini adalah PDRB sehingga menunjukkan bahwa manfaat ekonomi sub sektor peternakan di provinsi NTB belum dirasakan oleh provinsi itu sendiri. Artinya sebagian besar usaha peternakan di provinsi NTB hanya di sektor hulu (farm) saja, belum menyentuh sektor hilir yang memiliki nilai tambah perekonomian yang tinggi.Hasil perhitungan LQ provinsi NTB disajikan pada Tabel 44.
2. Analisis SSA
Hasil perhitungan total shift menunjukkan pertumbuhan sektor pertanian provinsi NTB pada tahun 2009-2012 sebesar 10,3%, sementara pertumbuhan sub sektor peternakan pada kurun waktu yang sama hanya sebesar 1,8%. Berdasarkan analisis differential shift sebanyak 8 (delapan) kabupaten/kota merupakan daerah yang memiliki keunggulan kompetitif pada sub sektor peternakan (80%). Rata- rata daerah NTB memiliki keunggulan kompetitif pada sub sektor peternakan, namun belum menjadi daerah basis peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas sub sektor peternakan masih rendah, meskipun sebenarnya memiliki potensi yang tinggi. Selengkapnya hasil analisis SSA provinsi NTB disajikan pada Tabel 44.
Tabel 44. Nilai LQ Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012
No Kab/Kota Tahun Rata-
rata Keterangan 2009 2010 2011 2012
1 Dompu 0,73 0,74 0,73 0,72 0,73 Bukan daerah basis 2 Kota Bima 0,97 0,98 0,98 1,02 0,99 Bukan daerah basis 3 Bima 0.75 0,77 0,76 0,75 0,76 Bukan daerah basis 4 Sumbawa 1,19 1,21 1,24 1,24 1,22 Daerah basis 5 Lombok Timur 0,84 0,86 0,87 0,86 0,86 Bukan daerah basis 6 Lombok Barat 0,81 0,82 0,85 0,85 0,83 Bukan daerah basis 7 Lombok
Tengah 1,47 1,51 1,54 1,60 1,63 Daerah basis 8 Lombok Utara 0,81 0,81 0,80 0,81 0,81 Bukan daerah basis 9 Sumbawa Barat 1,14 1,12 1,10 1,12 1,12 Daerah basis 10 Mataram 1,94 1,92 1,91 1,87 1,91 Daerah basis 3. Over Lay Analisis LQ dan SSA
Berdasarkan hasil over lay analisis LQ dan SSA di provinsi NTB diperoleh tiga daerah potensial sub sektor peternakan yaitu Kabupaten Sumbawa, Lombok Tengah, dan Sumbawa Barat.
Tabel 45 Nilai SSA Kabupaten/Kota Penerima Program SMD Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2012
No Uraian Kabupaten Nilai Keterangan
1 Total shift - 0.10283 Sektor pertanian di provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0,103 atau 10,3%
2 Proportional Shift
- 0.01846 Sub sektor peternakan di provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 0,018 atau 1,8%
3 Differential Shift
Dompu 0.04007 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Kota Bima 0.06728 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Bima 0.03257 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Sumbawa 0.12796 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Lombok Timur
0.02252 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Lombok Barat
0.10159 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Lombok Tengah
0.11556 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Lombok utara
-0.00428 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif Sumbawa
Barat
0.08474 Sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif
Mataram -0.07514 Sub sektor peternakan tidak memiliki keunggulan kompetitif Analisis Potensi Wilayah Provinsi Lainnya
1. Analisis LQ
Dari hasil perhitungan LQ dengan menggunakan PDRB kabupaten/kota penerima program SMD, sebanyak 44,52% dari daerah tersebut merupakan daerah basis dan memiliki keunggulan komparatif dengan nilai LQ>1, sedangkan sisanya sebanyak 55,48% memiliki nilai LQ≤ 1 (Tabel 46).
Tabel 46 Nilai LQ kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi Lainnya
No Provinsi Nilai LQ>1 Nilai LQ<1
1 Aceh Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Selatan, Pidie Jaya, Kota Sabang, Bireun, Kota Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur
Pidie, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Barat, Bener Meriah, Aceh Tamiang,
2 Sumatera Utara
Kota Medan, Binjai, Mandailing Natal, Batu Bara
Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Serdang Begadai, Labuhan Batu, Karo, Asahan, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara
3 Riau Rokan Hulu, Kota
Pekanbaru, Bengkalis, Kota Dumai
Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Rokan Hilir, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Kampar 4 Jambi Muaro Jambi, Batang Hari,
Sarolangun, Kerinci, Tebo
Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Merangin
5 Sumatera Selatan
Kota Palembang, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Empat Lawang
Lahat, Musi Rawas, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Pagar Alam, Muara Enim
6 Lampung Lampung Tengah, Lampung Selatan, Pringsewu, Lampung Barat, Bandar Lampung
Lampung Timur,
Pesawaran, Tanggamus 7 Bengkulu Kota Bengkulu, Bengkulu
Utara, Bengkulu Tengah, Seluma, Bengkulu Selatan, Muko Muko, Kaur
Rejang Lebong,
Kepahiang, Lebong 8 Banten Tanggerang, Tanggerang
Selatan
Lebak, Serang,
Pandeglang, Kota Serang, Kota Cilegon
9 Jawa Tengah Wonosobo, Purbalingga, Temanggung, Banyumas, Semarang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Kendal, Pekalongan, Kudus, Kota Semarang, Salatiga, Kota Magelang, Karanganyar
Tegal, Kebumen, Cilacap, Brebes, Banjarnegara, Demak, Jepara, Rembang, Blora, Grobogan, Wonogiri, Sragen, Purworejo, Pemalang, Pati, Batang, Magelang
10 DIY Kulon Progo, Sleman, Bantul, Gunung
Kidul 11 Jawa Timur Blitar, Nganjuk, Pamekasan,
Lumajang, Mojokerto, Bojonegoro, Tulung Agung, Kediri, Jember, Pasuruan, Sidoarjo, Lamongan, Bangkalan, Banyuwangi, Malang, Sumenep, Jombang, Ponorogo, Trenggalek, Madiun, Pacitan, Kota Baru, Probolinggo, Situbondo, Ngawi
12 Kalimantan Selatan
Banjar, Tanah Laut, Tapin, HST, Banjarbaru
Barito Kuala 13 Kalimantan
Tengah
Kota Palangka Raya 14 Kalimantan
Timur
Penajem Paser Utara Kutai Timur 15 Kalimantan
Barat
Kota Pontianak
16 Bali Tabanan, Kota Denpasar, Badung, Gianyar, Jembrana, Buleleng, Bangli, Karangasem, Klungkung 17 Sulawesi Selatan
Maros, Bulukumba, Barru, Sinjai, Enrekang, Sidrap,
Bone, Gowa, Luwu, Wajo, Soppeng, Kep. Selayar, Takalar, Jeneponto
18 Sulawesi Tenggara
Bombana, Muna, Konawe, Kota Bau Bau, Konawe Selatan,
Kolaka 19 Sulawesi
Tengah
Donggala, Kota Palu, Sigi Parigi Moutong, Banggai, Toli Toli, Morowali, Poso
20 Sulawesi Utara Minahasa, Minahasa Tenggara, Minahasa Utara
Bolmang, Minahasa Selatan
21 NTT Kupang, TTS, TTU Manggarai, Manggarai
Timur, Ngada, Manggarai Barat
22 Kepualaun Riau
Bintan
23 Gorontalo Bone Bolango Gorontalo Utara, Boalemo
24 Sulawesi Barat Majene Mamuju
25 Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan,
Halmahera Selatan 26 Maluku SBB, Maluku Tengah Kota Ambon 27 Papua Barat Sorong, Manokwari Fak Fak
28 Papua Nabire
2. Analisis SSA
Dari hasil perhitungan total shift (Tabel 46) provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tertinggi adalah provinsi Sulawesi Barat sebesar 32% yang diikuti oleh provinsi Jambi sebesar 20%.Provinsi yang memiliki pertumbuhan negative adalah provinsi Jambi sebesar -70%.
Tabel 47. Nilai Total Shift dan Proportional Shift Provinsi Lainnya
No Provinsi Total Shift Proportional Shift
1 Aceh 0.169 0.007 2 Sumatera Utara 0.160 -0.017 3 Riau 0.110 0.095 4 Jambi 0.200 -0.003 5 Sumatera Selatan 0.161 0.058 6 Lampung 0.105 0.132 7 Bengkulu 0.137 0.040 8 Kepulauan Riau 0.114 0.037 9 Banten 0.174 -4.774 10 Jawa Tengah 0.077 0.082 11 DIY 0.018 0.071 12 Jawa Timur 0.102 0.026 13 Kalimantan Selatan 0.106 0.059 14 Kalimantan Tengah 0.105 0.027 15 Kalimantan Timur 0.169 -0.026 16 Kalimantan Barat 0.132 0.006 17 Bali -0.702 0.164 18 NTT 0.064 0.063 19 Sulawesi Selatan 0.148 0.141 20 Sulawesi Tenggara 0.081 0.073 21 Sulawesi Tengah 0.199 0.066 22 Sulawesi Utara 0.138 0.090 23 Gorontalo 0.168 0.112
24 Sulawesi Barat 0.321 0.026
25 Maluku Utara 0.144 -0.001
26 Maluku 0.158 -0.213
27 Papua Barat 0.094 0.109
28 Papua 0.142 0.104
Dari hasil perhitungan proportional shift (Tabel 47) provinsi yang memiliki pertumbuhan sub sektor peternakan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertaniannya (nilai proportional shift nya positif) adalah provinsi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Papua, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kepulauan Riau, NTT, NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Bali. Sedangkan provinsi yang memiliki pertumbuhan sub sektor peternakan lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pertaniannya adalah Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, Banten, Jambi dan Sumatera Utara. Dari nilai
proportional shift dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan sub sektor peternakan cukup baik di Indonesia.
Hasil perhitungan differential shift seperti yang digambarkan pada Tabel 48, dapat dilihat bahwa sebanyak 128 kabupaten/kota penerima program SMD (47,41%) memiliki nilai differential shift positif yang artinya laju pertumbuhan sub sektor peternakan di kabupaten/kota tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sub sektor peternakan di provinsi, dan sub sektor peternakan memiliki keunggulan kompetitif di kabupaten/kota tersebut. Sedangkan 52,59% daerah penerima program SMD masih memiliki pertumbuhan sub sektor peternakan yang masih lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sub sektor peternakan di tingkat provinsi, serta sub sektor peternakan di daerah tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif atau daya saing.
Tabel 48 Nilai Differential Shift Provinsi Lainnya
No Provinsi SSA (+) SSA (-)
1 Aceh Aceh Tamiang Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Selatan, Pidie Jaya, Kota Sabang, Bireun, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Barat, Bener Meriah, Kota Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur
2 Sumatera Utara Langkat, Deli Serdang, Serdang Begadai, Mandailing Natal , Batu Bara
Simalungun, Kota Medan, Labuhan Batu, Karo, Asahan, Binjai, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara,
3 Riau Rokan Hilir, Kota Dumai
Indragiri Hilir, Pelalawan, Rokan hulu, Siak, Kota Pekanbaru, Kuantan Singingi, Bengkalis, Indragiri Hulu,
Kampar
4 Jambi Tanjung Jabung
Timur, Sarolangun , Tanjung Jabung Barat,
Muaro Jambi, Batang Hari, Kerinci, Tebo, Merangin 5 Sumatera Selatan Pagar Alam, Muara
Enim
Lahat, Kota Palembang, OKUT, Musi Rawas, Ogan Ilir, OKI, Musi Banyuasin, OKU, Empat Lawang
6 Lampung Lampung Barat Lampung Tengah, Lampung Timur, Pesawaran, Lampung Selatan, Tanggamus, Pringsewu, Bandar Lampung 7 Bengkulu Rejang Lebong, Kota Bengkulu, Bengkulu
Utara, Bengkulu Tengah, Seluma, Bengkulu Selatan, Muko Muko, Kepahiang, Lebong, Kaur
8 Kepulauan Riau Bintan
9 Banten Lebak, Serang,
Tanggerang,
Tanggerang Selatan, Pandeglang, Kota Serang, Kota Cilegon,
10 Jawa Tengah Wonosobo, Kebumen, Temanggung, Banyumas, Banjarnegara, Semarang, Jepara, Rembang, Grobogan, Wonogiri, Sukoharjo, Sragen, Kendal, Kudus, Batang , Karanganyar
Tegal, Purbalingga, Cilacap, Brebes, Boyolali, Klaten, Demak, Blora, Pekalongan, Purworejo, Pemalang, Pati, Kota Semarang, Salatiga, Magelang, Kota Magelang
11 DIY Kulon Progo Sleman, Bantul, Gunung Kidul 12 Jawa Timur Pasuruan,
Lamongan, Pamekasan, Lumajang, Malang, Mojokerto, Sumenep, Jombang, Bojonegoro, Ponorogo, Trenggalek, Madiun,
Blitar, Sidoarjo, Nganjuk , Bangkalan, Banyuwangi, Probolinggo, Jember,
Pacitan, Tulung Agung, Kediri, Kota Batu, Situbondo, Ngawi,
13 Kalimantan Selatan
Banjar, Tanah Laut, Tapin, HST, Banjarbaru
Barito Kuala 14 Kalimantan
Tengah
Kota Palangka Raya 15 Kalimantan
Timur
Penajem Paser Utara Kutai Timur 16 Kalimantan
Barat
Kota Pontianak
17 Bali Tabanan, Kota Denpasar,
BAdung, Gianyar, Jembrana, Buleleng, Bangli, Karangasem, Klungkung
18 NTT Manggarai Timur,
Ngada
Kupang, TTS, TTU,
Manggarai Barat 19 Sulawesi Selatan Bone, Bulukumba,
Barru, Sinjai, Enrekang, Wajo, Sidrap, Jeneponto
Maros, Gowa, Luwu, Soppeng, Kep. Selayar, Takalar,
20 Sulawesi Tenggara
Muna, Konawe, Kolaka
Bombana, Kota Bau Bau, Konawe Selatan,
21 Sulawesi Tengah Banggai, Toli-toli, Sigi
Parigi Moutong, Donggala, Morowali, Poso, Kota Palu 22 Sulawesi Utara Minahasa Tenggara,
Minahasa Selatan, Minahasa Utara
Minahasa, Bolmang
23 Gorontalo Boalemo Bone Bolango, Gorontalo
Utara 24 Sulawesi Barat Mamuju, Majene
25 Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan
Halmahera Selatan 26 Maluku Kota Ambon, SBB,
Maluku Tengah 27 Papua Barat Sorong, Manokwari,
Fak Fak
28 Papua Nabire
3. Over Lay Analisis LQ dan SSA
Melalui over lay analisis LQ dan SSA, terdapat 42 kabupaten/kota penerima program SMD yang merupakan daerah potensial sub sektor peternakan. Selengkapnya disajikan pada Tabel 49.
Tabel 49. Daerah Potensial Sub Sektor Peternakan Provinsi Lainnya
No Provinsi Kabupaten/Kota
1 Sumatera Utara Mandailing Natal, Batu Bara
2 Riau Kota Dumai
3 Jambi Sarolangun
4 Lampung Lampung Barat
5 Banten Tanggerang, Tanggerang Selatan
6 Jawa Tengah Wonosobo, Temanggung, Banyumas, Semarang, Sukoharjo, Kendal, Kudus, Karanganyar
7 DIY Kulong Progo
8 Jawa Timur Pamekasan, Lumajang, Mojokerto, Bojonegoro, Tulung Agung, Kediri
9 Kalimantan Selatan Banjar, Tanah Laut, Tapin, HST, Banjarbaru 10 Kalimantan Timur Panajem Paser Utara
11 Sulawesi Selatan Bulukumba, Barru, Sinjai, Enrekang, Sidrap 12 Sulawesi Tenggara Muna, Konawe
13 Sulawesi Tengah Sigi
14 Sulawesi Utara Minahasa Utara 15 Sulawesi Barat Majene
16 Maluku SBB, Maluku Tengah
17 Papua Barat Sorong, Manokwari
Dari hasil perhitungan LQ dan SSA dapat disimpulkan bahwa program SMD belum dilaksanakan sesuai dengan potensi daerah penerimanya.Hal ini juga menyebabkan salah satu tujuan program SMD untuk mengembangkan kawasan peternakan belum tercapai. Namun karena program SMD sudah dilaksanakan, maka analisis potensi wilayah ini akan digunakan sebagai basis penerapan program strategi peningkatan program SMD. Program pengembangan SMD ke depan sebaiknya diterapkan berbeda pada daerah basis dan non basis, serta daerah yang memiliki keunggulan kompetitif dan yang tidak memiliki keunggulan