• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Efektivitas Dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Efektivitas Dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI EFEKTIVITAS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PROGRAM SARJANA MEMBANGUN DESA

YELLY REFITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa (SMD) adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus2016

Yelly Refita

(4)

RINGKASAN

YELLY REFITA.Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ARIF IMAM SUROSO.

Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan suatu program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian dengan menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan total kelompok penerima program 2.694 kelompok SMD.Namun sejauh ini dampak program SMD belum dapat meningkatkan kesejahteraan anggota kelompoknya.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program SMD. Evaluasi dilakukan melalui analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD, evaluasi efektivitas program SMD hingga merumuskan strategi pengembangan program SMD.

Analisis kesesuaian potensi daerah penerima program SMD dilakukan dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Evaluasi Context, Input, Process, Product (CIPP) digunakan untuk mengevaluasi efektivitas program SMD, sedangkan perumusan strategi pengembangan program SMD dilakukan dengan Analitical Hierarchy Process (AHP).

Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan bahwa program SMD dilaksanakan belum sesuai dengan potensi daerah penerimanya. Sebanyak 55,48% kabupaten penerima program SMD bukan wilayah basis peternakan, dan 55,59% tidak memiliki daya saing kompetitif pada sub sektor peternakan. Evaluasi efektivitas program SMD memperlihatkan bahwa program SMD belum efektif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Faktor penghambat yang menyebabkan belum efektifnya Program SMD adalah belum adanya rencana kerja strategis, selain pemerintah pusat, peran lembaga lain dinilai masih kurang, terutama dalam proses seleksi dan pendampingan, anggaran pendampingan tidak tersedia di dinas kabupaten/kota dan perguruan tinggi, tokoh masyarakat belum dilibatkan dalam pelaksanaan program SMD, perencanaan bersifat top down, serta belum efektifnya proses pelaporan, monitoring dan evaluasi.Berdasarkan analisis AHP, strategi yang merupakan prioritas utama dalam peningkatan efektivitas program SMD adalah melalui penguatan sumberdaya manusia SMD dan kelompok ternak. Strategi ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan. Kata kunci: Program SMD, Evaluasi Program, Evaluasi CIPP, AHP

(5)

SUMMARY

YELLY REFITA.Evaluation of Effectiveness and Development Strategic of

“Sarjana Membangun Desa” (SMD) Program.Supervised by HERMANTO SIREGAR and ARIF IMAM SUROSO.

Sarjana Membangun Desa (SMD) is a farmer empowerment program implemented by Directorate General of Livestock and Animal Health. This program has been implemented since 2007, the number of program beneficiaries as much as 2,694 groups, scattered across Indonesia. This study aims to conduct a thorough evaluation of the implementation SMD program, starting from identification of potensial of region, an evaluation of the effectiveness up to the formulation of the development strategy of the program.

The results showed that the SMD program has not been implemented by local farms potential recipients. Results of the evaluation of effectiveness of SMD

program against economicindicators, technicalindicators and

institutionalindicators, showed that the program has not been effective in achieving its goal. Through the CIPP evaluation (Context, Input, Process, and Product), inhibiting factors of ineffectiveness of SMD program are (1) strategic plan has not been drawn up, (2) participation of local government and community leaders is still low, and (3) lack of effectiveness in selection process (recruitment), reporting, as well as monitoring and evaluation program. Based on the AHP analysis, a top priority strategy to improving the effectiveness of the SMD program is through the strengthening of human resources. This strategy can be done through training and counseling.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan dan Pembangunan Wilayan Perdesaan

EVALUASI EFEKTIVITAS DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PROGRAM SARJANA MEMBANGUN

DESA (SMD)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah Evaluasi Efektivitas dan Strategi Pengembangan Program SMD.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec dan Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Riwantoro, MM dan Ibu Ir. Sri Widayati, MM yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan jenjang pendidikan.Para staf lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan serta para narasumber yang telah membantu selama pengumpulan data.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, serta adik-adik tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya.Terima kasih juga untuk saudara seperjuangan di Program Studi PWD atas semua dukungan dan semangat yang selalu diberikan. Tesis ini saya persembahkan khusus untuk Almarhum Ir. Fauzi Luthan, Mantan Direktur Budidaya Ternak Ditjen PKH, Bapak para SMD yang telah mencetuskan program SMD dan membantu para sarjana peternakan mendapatkan pekerjaan, semoga semua yang Bapak tinggalkan menjadi amal yang tidak putus dan bekal menuju Surga Allah, Aamiin YRA.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Evaluasi Program 7

Model Evaluasi CIPP 7

Program Sarjana Membangun Desa 8

Analitical Hierarchy Process (AHP) 12

Penelitian-Penelitian terdahulu 14

Kerangka Pikir 23

Hipotesis 24

3 METODE 24

Lokasi dan waktu penelitian 24

Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data 25

Narasumber penelitian 25

Metode Analisis Data 25

4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 36

Provinsi Sumatera Barat 36

Provinsi Jawa Barat 45

Provinsi Nusa Tenggara Barat 51

5 ANALISIS EKONOMI WILAYAH TERKAIT POTENSI PETERNAKAN

DAERAH PENERIMA PROGRAM SMD 56

Analisis Potensi Wilayah Provinsi Sumatera Barat 57 Analisis Potensi Wilayah Provinsi Jawa Barat 60

Analisis Potensi Wilayah Provinsi NTB 62

Analisis Potensi Wilayah Provinsi Lainnya 64

6 EVALUASI EFEKTIVITAS PROGRAM SMD 77

Evaluasi Efektivitas Program Sarjana Membangun Desa Provinsi

Sampel 77

Evaluasi Efektivitas Program Sarjana Membangun Desa Tingkat

Nasional 82

(12)

7 PERUMUSAN STRATEGI PENINGKATAN EFEKTIVITAS PROGRAM

SMD 90

8 SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 101

Simpulan 101

Implikasi Kebijakan 102

Saran 102

(13)

DAFTAR TABEL

1. Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Atas Dasar Harga

Berlaku Tahun 2008-2014 2

2. Komponen Kegiatan yang dapat dibiayai dari dana bantuan sosial SMD untuk kegiatan budidaya dan proporsi pengalokasiannya 10 3. Jumlah Kelompok SMD Per Provinsi Tahun 2007-2012 11

4. Penelitian terdahulu 14

5. Narasumber penelitian 27

6. Langkah evaluasi program SMD melalui metode evaluasi CIPP 28

7. Nilai skala berpasangan 30

8. Matriks pendapat individu (MPI) 31

9. Matriks pendapat gabungan (MPG) 31

10. Nilai Indeks random 33

11. Matriks Internal Faktor Evaluation 34

12. Faktor Strategsi Internal program SMD 34

13. Matriks External Faktor Evaluation 35

14. Faktor strategis eksternal program SMD 35

15. Matriks Penelitian 36

16. Jumlah kecamatan, nagari, desa dan kelurahan dan luas wilayah menurut kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 37 17. PDRB Provinsi Sumatera Barat menurut harga konstan 2000 tahun

2011-2013 (juta rupiah) 38

18. PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat tahun 2011-2013 38 19. Jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut

Kabupaten/Kota tahun 2013 39

20. Jumlah dan Persentase Penduduk berumur 15 tahun yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama Provinsi Sumatera Barat 41

21. Populasi ternak Provinsi Sumatera Barat 42

22. Konsumsi Daging Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 43 23. Jumlah pemotongan ternak sapi potong Provinsi Sumatera Barat 43 24. Jumlah pemotongan dan produksi ternak sapi potong Provinsi Sumatera

Barat tahun 2013 menurut kabupaten/kota 44

25. Jumlah produksi daging sapi Provinsi Sumatera Barat tahun 2009-2013 44 26. Nilai tukar petani peternak Provinsi Sumatera Barat tahun 2010-2012 45 27. Jumlah kecamatan, desa, kelurahan dan luas wilayah menurut

kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat tahun 2013 47 28. PDRB Provinsi Jawa Barat menurut harga konstan 2000 tahun

2011-2013 (juta rupiah) 48

29. PDRB dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat 48 30. Jumlah kepadatan penduduk Provinsi Jawa Barat menurut

Kabupaten/Kota tahun 2013 49

31. Jumlah dan persentase penduduk berumur 15 tahun yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama Provinsi jawa barat tahun 2013 50 32. Populasi ternak Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2012 50 33. Nilai tukar petani peternak Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2012 51 34. Jumlah kecamatan, desa, kelurahan dan luas wilayah menurut

(14)

35. PDRB Provinsi NTB menurut harga konstan 2000 tahun 2011-2013 54 36. PDRB dan PDRB per kapita Provinsi NTB tahun 2011-2013 54 37. Jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi NTB menurut kabupaten/kota 55 38. Populasi ternak Provinsi NTB tahun 2009-2013 56 39. Produksi Daging sapi Provinsi NTB tahun 2009-2013 56 40. Nilai LQ kabupaten/kota penerima SMD di Provinsi Sumatera Barat 58 41. Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi Sumatera

Barat 59

42. Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi Jawa

Barat 60

43. Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi Jawa Barat 61 44. Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi NTB 63 45. Nilai SSA kabupaten/kota penerima program SMD Provinsi NTB 63 46. Nilai LQ Kabupaten/kota penerima program SMD di Provinsi lainnya 64

47. Nilai Total Shift provinsi lainnya 66

48. Nilai proportional shift provinsi lainnya 67

49. Nilai differential shift provinsi lainnya 70

50. Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2012 77

51. Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Sumatera Barat Tahun

2010-2012 78

52. Kelompok SMD yang telah berbadan hukum dan menjadi koperasi di

Provinsi Sumatera Barat 78

53. Kelompok SMD Provinsi Sumatera Barat yang diusulkan menjadi Pusat

Pelatihan Pedesaan Swadaya (P4S) 79

54. Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong

Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012 79

55. Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Jawa Barat Tahun

2010-2012 80

56. Kelompok SMD yang telah berbadan hukum dan menjadi koperasi di

Provinsi Jawa Barat 80

57. Kelompok SMD Provinsi Jawa Barat yang diusulkan menjadi Pusat

Pelatihan Pedesaan Swadaya (P4S) 81

58. Perkembangan data asset kelompok SMD komoditi sapi potong Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2012 81 59. Populasi sapi potong kelompok SMD Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tahun 2010-2012 82

60. Peranan Kelembagaan Program SMD 85

61. Faktor pendukung dan penghambat program SMD 89

62. Perhitungan Bobot Faktor Internal 91

63. Perhitungan Bobot Faktor Eksternal 93

64. Pengolahan Aktor yang berpengaruh 96

65. Pengolahan Faktor yang berpengaruh 97

66. Pengolahan Alternatif Strategi 98

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah tenaga kerja sub sektor peternakan tahun 2007-2011 2 2 Persentase tenaga kerja sub sektor peternakan berdasarkan kelompok

umur tahun 2007-2011 3

3 Persentase tenaga kerja sub sektor peternakan berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2007-2011 3

4 Jumlah kelompok SMD tahun 2007-2012 4

5 Komponen Analisis CIPP Stufflebeam 8

6 Kerangka Pikir Penelitian 23

7 Peta provinsi Sumatera Barat 38

8 Peta provinsi Jawa Barat 46

9 Jumlah pemotongan ternak sapi Provinsi Jawa Barat 51

10 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat 54

11 Peta Nilai LQ Provinsi Sumatera Barat 71

12 Peta Analisis SSA Provinsi Sumatera Barat 72

13 Peta Nilai LQ Provinsi Jawa Barat 73

14 Peta Analisis SSA Provinsi Jawa Barat 74

15 Peta Nilai LQ Provinsi Nusa Tenggara Barat 75

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Perhitungan Analisis LQ dan SSA 106

2. Kuesioner Analitycal Hierarchy Process (AHP) Bagi Responden Atas Rumusan Strategi Peningkatan Efektivitas Kegiatan Sarjana

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, devisa negara, dan ketahanan pangan. Pertanian juga memegang peranan penting dalam menyediakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan petani dan mempertahankan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan (Siregar et. al, 2012).

Salah satu sub sektor pertanian yang cukup strategis untuk dikembangkan adalah subsektor peternakan. Menurut Priyarsono et. al (2005) dalam Ilham (2007), subsektor peternakan mempunyai koefisien pengganda sebesar 7,23 untuk output bruto; 4,94 untuk tingkat keterkaitan; 2,14 untuk nilai tambah dan 1,79 untuk pendapatan rumah tangga. Maknanya tiap 1 milyar rupiah dinjeksikan ke subsektor ini akan meningkatkan output bruto bagi perekonomian Indonesia sebesar 7,23 milyar rupiah, meningkatkan pendapatan di sektor lainnya sebesar 4,94 milyar rupiah, memberikan nilai tambah sebesar 2,14 milyar rupiah dan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 1,79 milyar rupiah. Fakta ini mengindikasikan subsektor peternakan berpotensi dijadikan sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian.

Daryanto (2009) menyatakan bahwa komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan.Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi agribisnis peternakan. Beberapa peluang bisnis dalam mengembangkan agribisnis peternakan diantaranya adalah pertama, jumlah penduduk Indonesia mencapai 249, 9 juta jiwa merupakan konsumen yang sangat besar, dan masih tetap bertumbuh sekitar 1,4% per tahun. Kedua, kondisi geografis dan sumberdaya alam yang mendukung usaha dan industry peternakan.Ketiga, meningkatnya konsumsi dan pengetahuan masyarakat tentang gizi.Keempat, jika pemulihan ekonomi berjalan baik maka akan meningkatkan pendapatan per kapita yang kemudian menaikkan daya beli masyarakat.

Jika dilihat dari nilai PDB, pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB sub sektor peternakan dalam lima tahun terakhir selalu mengalami peningkatan.Seiring dengan peningkatan nilai PDBnya, jumlah tenaga kerja di sub sektor peternakan juga mengalami peningkatan (Gambar 1). Proporsi rata-rata kontribusi sub sektor peternakan dalam penyerapan tenaga kerja selama kurun waktu 2007-2013 sebesar 11% dari keseluruhan pekerja di sektor pertanian (Kementan, 2014).

(19)

tingkat pendidikan yang masih relatif rendah.Rendahnya kualitas tenaga kerja menyebabkan rendahnya efisiensi usaha tani di pedesaan.Tantangannya adalah bagaimana mempersiapkan SDM pertanian agar mampu mendorong teknologi pertanian dalam kegiatan usaha pertanian.

Tabel 1. PDB Sub Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-20114

(Miliar Rupiah)

No Lapangan Usaha Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

1 Tanaman Bahan

Makanan

151.500,70 154.153,90 158.910,10 161.925,80 164.062,60

2 Tanaman

Perkebunan

47.150,60 49.260,40 52.325,40 54.629,30 57.245,70

3 Peternakan dan Hasil-hasilnya

36.648,90 40.040,30 41.918,60 43.902,30 45.960,10

4 Kehutanan 17.249,60 17.395,50 17.423,00 17.442,50 17.476,30

5 Perikanan 50.661,80 54.186,70 57.702,60 61.661,20 65.957,50

Total 304.777,10 315.036,80 328.279,70 339.560,80 350.722,20

Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Kedua, skala kepemilikan ternak masih kecil.Sebagian besar usaha peternakan di Indonesia masih merupakan usaha peternakan rakyat yang memiliki skala usaha kecil dan masih memiliki ciri semi subsisten.Maksimasi pendapat (keuntungan) sering bukan tujuan, sebaliknya tujuannya adalah meminimalkan resiko, baik resiko produksi maupun konsumsi.Ketiga, rendahnya aksesibilitas peternak terhadap permodalan.Peran lembaga keuangan dalam menyediakan permodalan di sektor pertanian masih dirasakan kurang. Skim kredit yang ada belum memberikan dukungan bagi perkembangan pertanian (Solahuddin, 2008).

Keempat, masih lemahnya kelembagaan peternak yang menyebabkan peternak memiliki bargaining power yang rendah.

Sumber: Kementan, 2014

Gambar 1. Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Tahun 2007-2013

Orang

(20)

Sumber: Kementan, 2014

Gambar 2. Persentase Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007-2012

Menanggapi beberapa permasalahan tersebut, pemerintah kemudian menyusun program pemberdayaan peternak yang bertujuan untuk memberikan kemudahan peternak bagi kemajuan usahanya. Salah satu program pemberdayaan peternak yang dilaksanakan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian adalah program Sarjana Membangun Desa (SMD). Program SMD merupakan suatu program pemberdayaan yang dilakukan dengan menempatkan para lulusan perguruan tinggi bidang peternakan dan kesehatan hewan di kelompok ternak guna mengatasi kendala rendahnya kualitas SDM peternakan di pedesaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Keberadaan SMD di kelompok ternak berbekal ilmu dan teknologi, kreativitas serta wawasan agribisnis, diharapkan dapat berinteraksi dan bersinergis membangun kerjasama yang harmonis dengan petani peternak yang berpengalaman, namun kurang efektif dan efisien dalam mengelola agribisnis berbasis peternakan.Dengan mengintegrasikan kedua potensi tersebut diharapkan memberikan kinerja usaha peternakan yang lebih optimal (Ditjen PKH, 2012).

Sumber: Kementan, 2014

Gambar 3. Persentase Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2007-2013

(21)

10 199

600

700 683

502

0 200 400 600 800

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun

Jumlah SMD Tahun 2007-2012

Jumlah

Tujuan dari pelaksanaan program SMD adalah: (1) Mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku agribisnis yang terdidik pada usaha peternakan, (2) Memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan bisa lebih berkembang, (3) Meningkatkan kemampuan aksesibilitas kelompok terhadap permodalan dan pasar, (4) Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak, (5) Mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan.

Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Total kelompok penerima program SMD sampai dengan tahun 2012 adalah 2.694 kelompok.Pada pelaksanaannya jumlah penerima program SMD rata-rata meningkat setiap tahunnya seperti digambarkan pada Gambar 4.Meningkatnya jumlah kelompok penerima SMD menunjukkan bahwa program ini cukup sukses dan diterima di masyarakat.

Sumber: Ditjen PKH

Gambar 4. Jumlah Kelompok SMD Tahun 2007-2012

Program SMD menarik untuk diamati karena program ini berbeda dengan program pemberdayaan peternak lainnya seperti Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), LM3, dan program lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada keberadaan seorang sarjana peternakan/kesehatan hewan yang akan mendampingi kelompok dalam pelaksanaan usaha peternakannya. Sarjana tersebut selain mentransfer ilmu dan teknologi juga berperan sebagai manajer kelompok yang berperan meningkatkan usaha kelompok.

Keberadaan tenaga terdidik tersebut seharusnya sudah menjadi jaminan bagi kelompok ternak yang didampingi untuk dapat dengan mudah mengembangkan usaha agribisnis peternakannya.Namun beberapa fakta di lapangan menyatakan bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan program SMD ini. Beberapa permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh peranan sarjana pendamping yang kurang mampu merangkul dan membina kelompoknya dalam rangka penumbuhan dan pengembangan kelompok menjadi kelompok yang kuat dan mandiri. Partisipasi kelompok dalam berkerjasama dengan sarjana pendamping atau kelompok lain maupun organisasi pendukung lainya, serta upaya mengembangkan usahanya secara partisipatif dan mandiri masih belum banyak terlihat pada sebagian besar kelompok SMD. Demikian juga peranan pemerintah pusat atau daerah masih kurang optimal, sejak mulai pembuatan pedoman, pembinaan sampai pada pemantauan dan pelaporan (Ditjen PKH, 2011).

(22)

Evaluasi merupakan tahap penting dalam pelaksanaan suatu program. Melalui evaluasi dapat dinilai keberhasilan dan efektivitas suatu program , serta menjamin tidak terjadinya pengulangan kesalahan dalam implementasi program. Terkait dengan beberapa permasalahan tersebut maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap program SMD. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui bagian mana dari program SMD yang masih memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya. Kemudian dirumuskan suatu strategi pengembangan program SMD.

Perumusan Masalah

Program SMD sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Total anggaran yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk pelaksanaan program SMD sejak tahun 2007-2012 adalah Rp 778,82 miliar. Ditjen PKH telah melakukan evaluasi terhadap program SMD sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2011 dan 2013. Hasil evaluasi program SMD tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kelompok SMD yang dikategorikan sangat berhasil dengan indikator peningkatan produksi dan produktivitas peternakan, perkembangan skala usaha, perbaikan dan pengembangan aset kelompok, manajemen dan pengelolaan, dinamika kelompok, dan administrasi usaha tertib, baru mencapai 14,71%, sedangkan kategori berhasil dengan indikator produksi dan produktivitas peternakannya tetap berjalan, skala usaha belum meningkat, aset kelompok masih rendah dan mempunyai administrasi usaha mencapai 56,20%. Hasil evaluasi program SMD tahun 2013 menunjukkan terjadinya penurunan populasi pada komoditi sapi potong sebesar 7,70% (Ditjen PKH, 2014).Kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa dalam perjalanan program SMD belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan peternak.

Salah satu pertanyaan dalam implementasi program SMD adalah “apakah perencanaan program SMD sudah dilaksanakan berdasarkan potensi daerah

penerimanya?”.Program SMD merupakan program nasional yang

diimplementasikan di hampir seluruh provinsi di Indonesia secara serentak, kecuali provinsi DKI Jakarta dan Kepulauan Bangka Belitung. Padahal permasalahan pembangunan peternakan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Masing-masing daerah memiliki kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang berbeda yang tidak bisa disamaratakan, sehingga kondisi tersebut mengakibatkan tidak optimalnya pencapaian tujuan program SMD.Dengan demikian, untuk dapat mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya peternakan yang ada di masing-masing daerah secara optimal, maka setiap daerah tentunya membutuhkan pendekatan program yang berbeda pula.

Permasalahan selanjutnya adalah “sejauh mana efektivitas program SMD

(23)

Berdasarkan identifikasi penyebab keberhasilan dan kegagalan program

SMD akan dapat dirumuskan “strategi pengembangan program SMD

kedepannya”. Hal ini penting karena dari hasil kajian tersebut akan didapatkan strategi peningkatan efektivitas program SMD sehingga program SMD dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang perlu dijawab dari penelitian ini adalah:

1. Apakah program SMD dilaksanakan sudah berdasarkan potensi peternakan daerah penerimanya?

2. Bagaimana efektivitas program SMD terhadap pencapaian tujuan dan sasarannya?

3. Bagaimana strategi pengembangan program SMD?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kesesuaian potensi peternakan daerah penerima program SMD

2. Mengevaluasi efektivitas program SMD dalam pencapaian tujuan dan sasarannya

3. Merumuskan strategi pengembangan program SMD

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat digunakan sebagai bahan evaluasi program SMD oleh Ditjen PKH, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program SMDselanjutnyadan program pemberdayaan peternak lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam, penelitian ini dibatasi pada evaluasi kinerja program SMD. Penelitian ini meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi analisis LQ dan SSA dengan menggunakan PDRB untuk mengidentifikasi potensi peternakan di kabupaten penerima program SMD. Unit analisis identifikasi potensi peternakan wilayah ini adalah seluruh kabupaten/kota penerima program SMD sebanyak 268 kabupaten/kota. Analisis kualitatif meliputi model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) untuk mengevaluasi program SMD secara menyeluruh dan Analysis Hierarchy Process

(24)

komoditi sapi potong, hal ini disebabkan 52% dari total kelompok SMD mengusahakan komoditi sapi potong.

TINJAUAN PUSTAKA

Evaluasi Program

Evaluasi menurut Dunn (1999) dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produk informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.

Menurut Abidin (2012) pengertian evaluasi secara lengkap mencakup tiga pengertian yaitu: (1) evaluasi awal, yaitu proses perumusan kebijakan sampai saat sebelem diimplementasikan (ex-ante evaluation); (2) evaluasi dalam proses implementasi dan monitoring; (3) evaluasi akhir yang dilakukan setelah selesai proses implementasi kebijakan (ex-post evaluation).

Menurut Surya (2010) evaluasi terdiri dari empat karakter.Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.Kedua yaitu interdependensi fakta nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu.Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan dengan nilai kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.

Model Evaluasi CIPP

Model evaluasi CIPP diperkenalkan oleh Daniel Stufflebeam dkk. Model evaluasi ini merupakan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk melakukan evaluasi formatif dan sumatif proyek, personil, produk, organisasi atau suatu sistem (Zhang et.al, 2011). Stufflebeam menekankan bahwa prinsip yang

mendasar dalam model evaluasi CIPP ini adalah “not to prove, but to improve

(Stufflebeam, 2003).

Komponen evaluasi CIPP terdiri dari empat yaitu Context, Input, Process

dan Product.Empat hal ini bisa dianggap sebagai tipe atau fase dalam evaluasi.Masing-masing jenis komponen memiliki fokus yang berbeda.Perbedaan diantaranya bukan semata-mata karena termiologi, tetapi karena masing-masing memiliki kekhasan.

(25)

dalam evaluasi konteks, hal yang harus dilakukan adalah memberikan gambaran dan rincian terhadap lingkungan, kebutuhan serta tujuan (goal).

Gambar 5. Komponen Analisis CIPP Stufflebeam

Evaluasi input (input evaluation) adalah evaluasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumberdaya yang tersedia dalam mencapai tujuan program.

Evaluasi proses (process evaluation) diarahkan pada sejauhmana kegiatan yang direncanakan tersebut sudah dilaksanakan. Ketika suatu program sudah disetujui dan dimulai, maka kebutuhan evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik (feedback) bagi orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan program tersebut.

Evaluasi produk (product evaluation) merupakan bagian terakhir dari model CIPP. Evaluasi ini bertujuan mengukur dan menginterpretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Dalam proses evaluasi produk menyediakan informasi apakah program itu akan dilanjutkan, dimodifikasi, bahkan dihentikan.

Program Sarjana Membangun Desa

Program Sarjana Membangun Desa (SMD) merupakan salah satu program Ditjen PKH, Kementerian Pertanian dalam upaya fasilitasi dan pemberdayaan lulusan perguruan tinggi bidang ilmu peternakan dan kedokteran hewan, untuk ditempatkan di pedesaan mengembangkan usaha agribisnis berbasis peternakan bersama dengan kelompok tani ternak yang selama ini belum efektif dan efisien dalam mengelola usaha budidaya peternakan.

Program SMD merupakan fasilitasi dan pemberdayaan kelompok peternakan melalui penyaluran dana penguatan modal usaha untuk pengembangan kewirausahaan berbasis peternakan di pedesaan dengan tujuan untuk:

(26)

2. Memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan lebih berkembang

3. Meningkatkan kemampuan aksesibilitas kelompok terhadap permodalan dan pasar

4. Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak 5. Mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan Dampak yang diharapkan dari program SMD ini adalah:

1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia peternakan

2. Meningkatnya investasi perbankan, swasta dan masyarakat 3. Tumbuhnya sentra-sentra baru peternakan

4. Meningkatnya nilai tambah dan daya saing peternak 5. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

6. Berkurangnya urbanisasi

7. Tumbuh dan berkembangnya inovasi, kreasi baru menghasilkan produk hasil ternak

8. Menjadi lembaga yang ampuh memberikan informasi, model dan tempat pelatihan bagi tenaga kerja muda.

Kriteria dan kompetensi SMD yang harus dipenuhi oleh calon penerima program SMD adalah:

Kriteria:

1. Lulusan perguruan/sekolah tinggi dari disiplin Ilmu Peternakan atau Kedokteran Hewan

2. Kualifikasi S-2, S-1, D-4 atau D-3

3. Belum pernah mendapatkan fasilitasi SMD 4. Berusia maksimal 45 tahun

5. Diutamakan berdomisili tetap di desa lokasi kelompok atau desa terdekat dengan lokasi kelompok dalam satu wilayah kecamatan

6. Memiliki kelompok ternak binaan yang akan dikelola oleh SMD yang bersangkutan

7. Bersedia menjalankan program SMD yang telah ditetapkan minimal 3 tahun dengan pernyataan diatas segel/materai

8. Membuat proposal usaha sesuai dengan komoditas ternak yang dikembangkan (sapi potong, kerbau, sapi perah, kambing/domba, unggas, dan kelinci) dan mendapatkan persetujuan atau rekomendasi dari Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan kabupaten/kota.

Dengan kompetensi:

1. Mempunyai minat untuk mengembangkan usaha budidaya ternak

2. Mempunyai kompetensi untuk menerima dan mengembangkan inovasi dan IPTEK

3. Memiliki wawasan dan pengetahuan tentang budidaya ternak

4. Memiliki jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dan kepemimpinan (leadership) yang kuat

(27)

Proses pemilihan penerima program SMD dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama dilakukan ujian tertulis di perguruan tinggi setempat, kemudian dilanjutkan dengan wawancara, dan terakhir tes kelayakan kelompok di lapangan. Proses pemilihan melibatkan tidak hanya Ditjen PKH tetapi bersama dengan pemerintah daerah provinsi dan perwakilan dari perguruan tinggi.

Dana yang diberikan kepada kelompok penerima program SMD adalah dana bantuan sosial. Dana pengembangan usaha budidaya ternak yang dialokasikan ke SMD dan kelompok binaannya, merupakan dana stimulasi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usahanya menuju skala usaha yang ekonomis. Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dituangkan dalam Rencana Usaha Kelompok (RUK), melalui musyawarah antara SMD, pengurus dan para anggota kelompok yang diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota. Melaksanakan kegiatan sebagaimana tercantum dalam RUK harus dilakukan secara terkoordinasi antara SMD, ketua dan para anggota kelompok, serta diketahui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Ditjen PKH, 2012). Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan dan dituangkan dalam RUK oleh SMD dan kelompoknya melalui pembiayaan yang bersumber dari dana bantuan sosial terdiri dari sarana utama berupa pengadaan peternak, dan sarana penunjang (Tabel 2).

Tabel 2. Komponen Kegiatan yang Dapat Dibiayai dari Dana Bantuan Sosial SMD untuk Kegiatan Budidaya dan Proporsi Pengalokasiannya

Komponen Kegiatan Komoditas yang Dikembangkan dan Proporsi Alokasi Dana

Sumber: Ditjen PKH (2012)

(28)

peternakan yang tadinya lebih berorientasi kepada produksi atau budidaya saja menjadi usaha peternakan yang lebih berorientasi kepada pasar (market driven). Apek pasar merupakan aspek yang sangat menentukan akan berkelanjutan suatu usaha agribisnis peternakan.

Diharapkan agar SMD dapat menjadi penggerak dan berperan aktif dalam mengembangkan kelompoknya maupun kelompok peternak yang ada disekitarnya, terutama diarahkan untuk aplikasi teknologi misalnya pemanfaatan hasil samping ternak, pemanfaatan hasil samping tanaman, pengembangan SDM dan biogas. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha yang dilaksanakan secara komersial, diusahakan dalam skala ekonomi yang dilakukan secara kelompok.

Program SMD telah dilaksanakan di 31 provinsi (kecuali DKI Jakarta dan Kep. Bangka Belitung), dengan total penerima program 2.694 kelompok. Jumlah kelompok SMD masing-masing provinsi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Jumlah Kelompok SMD Per Provinsi Tahun 2007-2012

No Provinsi Tahun Total

(29)

Analitical Hierarchy Process (AHP)

AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Whartoon School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1990). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka pemikiran yang terorganisir, sehingga dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria lever pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif.Terdapat berbagai bentuk hierarki keputusan yang disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat diselesaikan dengan AHP.

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria.Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Dr. Thomas Saaty, pembuat AHP, kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah berpasangan/pairwise menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria alternatif.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih kecil yang ditangani dengan mudah. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah:

1. Kesatuan. AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur;

2. Kompleksitas. AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks;

3. Saling Ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu system dan tidak memaksakan pemikiran linier;

(30)

berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat;

5. Pengukuran. AHP member suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas;

6. Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan;

7. Sintesis. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif;

8. Tawar-menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka;

9. Penilaian dan Konsensus. AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensistesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda;

10.Pengulangan Proses. AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Terdapat tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu penyusunan hierarki, penetapan prioritas, dan konsistensi logis.

1. Penyusunan Hierarki

Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, elemen pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis.

Penilaian setiap level hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam sebuah matriks. Matriks merupakan tabel untuk membandingkan elemen satu dengan elemen lain terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin, dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan.Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling mendominasi antara satu elemen dengan elemen lainnya.

2. Penetapan Prioritas

(31)

3. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat.Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata.AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melaui suatu rasio konsistensi.Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang. Jika lebih dari 10 persen, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki

Penelitian-Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terkait Program SMD antara lain yang dilakukan oleh Sodiq pada tahun 2010, Edwin Jayadi tahun 2011, dan Rosnawati pada tahun 2012. Sodiq (2010) melakukan evaluasi kinerja SMD dalam Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) di Provinsi Jawa Tengah. Edwin Jayadi (2011) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Kelompok Tani Binaan SMD di Kota Padang. Rosnawati (2012) melakukan evaluasi Sarjana Membangun Desa (SMD) di provinsi Bengkulu. Model evaluasi program SMD pada penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Zhang G, dkk, pada tahun 2011. Zhang melakukan evaluasi terhadap Service-LearningProgram

di Univercity of Georgia dengan menggunakan model evaluasi CIPP. Model ini juga digunakan oleh Yulianti pada tahun 2012 yang melakukan evaluasi terhadap program PTPN 7 Peduli di PTPN VII (Persero) Lampung.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan mengenai program SMD, evaluasi kinerja dan evaluasi dampak program pemberdayaan dan pendampingan serta strategi pengembangan dengan menggunakan analisis AHP dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan

Tahun

Judul Alat Analisis Hasil yang Diperoleh

1 Amrullah, 2004 Program

(32)

yang dibangun dan mekanisme perencanaan yang dilaksanakan tidak didasarkan kepada modal sosial masyarakat yang sudah ada, kurang merangsang partisipasi masyarakat secara aktif dan tingkat kepercayaan (trust) terhadap kelembagaan rendah, disamping adanya kendala lingkungan fisik seperti bencana alam dan serangan hama dan penyakit

- Tingkat aktivitas dan dinamika internal kelompok tani yang ada di Desa Guntung Papuyu dipengaruhi oleh kemampuan kelompok tani dalam mengatasai

permasalahan-permasalahan di kelompok.

- Untuk mengembangkan usaha kelompok agribisnis maka kelompok tani berupaya menggali modal sosial dan modal ekonominya untuk mendukung upaya kerjasama usaha dengan mitra usaha di luar

AHP - Alternatif strategi penyempurnaan

(33)

berkala bagi pengelola lokal, dan sosialisasi program kepada pihak ketiga (bank maupun non-bank)

- Pendekatan penanggulangan

kemiskinan selama ini masih bersifat pendekatan ekonomi, padahal dalam setiap program pemerintah terutama dana yang bersifat bergulir terdapat permasalahan yang bersifat sosial budaya. Termasuk dalam program dana pinjaman bergulir ini dimana masih terdapat permasalahan seperti persepsi negatif, kelembagaan kelompok maupun kelembagaan masyarakat dan sebagainya. Sehingga perlu keterlibatan pakar ataupun ahli sosial budaya untuk mengkaji dan supported by Taiwan’s Department of Health and Kaohsiung City government’s Bureau of Healt.

- In process evaluation, we inspected the suicide prevention strategis of the KSPC, which are a modified version of the National Suicide Prevention Strategy of Australia.

(34)

4 Bandjar (2009) Strategi telah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan meskipun demikan pelaksanaan program PEMP masih perlu disempurnakan dan diintensifkan.

- Prioritas alternatif kebijakan yang harus diperhatikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, yang merupakan sintesis dari pendapat seluruh responden adalah penguatan kelembagaan PEMP dan SDM kreativitas dan inovasi SMD serta semangat kewirausahaan SMD rendah, kedisiplinan pada aspek manajemen budidaya dan

- Model CIPP - University-based service-learning projects involve multiple stakeholders and aim to meet the needs of service providers and community partners. - From conceptualizing a

(35)

and evidence impact

- penurunan sebesar 95,83% , pendapatan yang menurun sebasar 100%, dan tidak adnya pengaruh SMD terhadap masyarakat sekitar, pemupukan modal usaha yang tidak bertambah, kemitraan usaha yang tidak lancar, pemasaran hasil usaha yang tidak sesuai dengan kesepakatan.

- Aspek teknis meliputi produksi ternak yaitu populasi ternak yang mengalami penurunan

- Kebijakan pemerintah yang tidak terlaksana

(36)

some suggestions for further improvement. 9 Anggriani

- Pelaksanaan Program PUAP di Gapoktan lembaga keuangan lain sebagian besar petani menganggap tidak penting

- Dampak pelaksanaan program PUAP mengakibatkan

peningkatan rata-rata pendapatan rumah tangga petani penerima manfaat sebesar 12,86% dan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7,67%.

- Perlu diaktifkannya peran penyuluh pendamping gapoktan, karena pengurus gapoktan dan masyarakat masih memerlukan arahan di dalam mengembangkan usahanya, termasuk dalam hal administrasi maupun dalam hal

(37)

memutuskan pemberian bantuan apabila bantuan yang diberikan tidak dipelihara dengan baik oleh masyarakat

- Deskriptif - Program Sarjana Membangun Desa tidak berhasil. Bahwa kurun waktu 4 tahun terakhir jumlah kelompok SMD yang ada di Provinsi Bengkulu dan masuk kategori grade A (sangat berkembang) hanya 4 sebanyak 15 kelompok atau 26,79 persen, sedangkan 29 kelompok atau 51,79 persen kentang di Kabupaten Bajarnegara adalah produktivitas.

- Sedangkan aktor yang memiliki peranan paling penting terhadap strategi pengembangan

agribisnis komoditas kentang adalah pemerintah pusat dan daerah. - Selanjutnya alternatif

(38)

agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara adalah agroindustri lidah buaya di Kota Pontianak secara berturut-turut

berdasarkan bobot tertinggi adalah (1) memproduksi produk dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar lokal dan ekspor, dan (2) menciptakan inovasi produk untuk semua segmen permintaan pasar. Penentuan strategi ini berdasarkan pada prioritas faktor kondisi permintaan domestik yang memiliki bobot paling tinggi dibandingkan kondisi faktor sumberdaya. - Untuk meningkatkan

kualitas produk agar berdayasaing, diperlukan standarisasi produk yang jelas dengan menyusun program atau kebijakan mengenai penetapan standar produk skala nasional, serta melakukan penyuluhan dan pembinaan secara intensif terkait dengan standar operasional produksi (SOP) yang dilakukan oleh agoindustri lidah buaya skala kecil dan rumah menunjukkan hasil yang belum tercapai

(39)

Perempuan Usaha Kecil di Solo

daerah belum tercapai - Program ini masih bisa

dilanjutkan dengan tinjauan ulang terhadap indikator outcome has been successfulin delivering the majority of the program importance of designing aprogram theory framework and assessing the componentsthat lie along the primary program impact pathways tooptimize program service delivery and utilization and,in turn, potential for intended to generate information

(40)

Kerangka Pikir

Berawal dari permasalahan yang dialami peternak di Indonesia yaitu masih rendahnya tingkat pendidikan peternak, skala usaha kepemilikan kecil, peternak di Indonesia belum berorientasi bisnis, sulitnya mengakses modal dari lembaga keuangan, dan terbatasnya akses terhadap pasar, maka perlu sebuah program pemberdayaan yang salah satunya program Sarjana Membangun Desa (SMD).

Program SMD bertujuan untuk: (1) mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku agribisnis; (2) memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan bisa lebih berkembang; (3) meningkatkan kemampuan aksesibilitas kelompok terhadap permodalan dan pasar; (4) meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak; dan (5) mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan peternakan. Untuk mengukur efektivitas program SMD yang pertama dilakukan adalah

Permasalahan yang dihadapi peternak:

1. Tingkat pendidikan yang masih rendah

2. Skala usaha kepemilikan kecil

3. Belum orientasi bisnis 4. Sulit mengakses modal dari

lembaga keuangan

5. Keterbatasan akses

terhadap pasar

1. Mendorong tumbuh dan berkembangnya pelaku agribisnis peternakan

2. Memperkuat modal usaha, sarana dan prasarana dan terapan teknologi tepat guna di kelompok binaan SMD agar usaha peternakan lebih berkembang 3. Meningkatkan aksesibilitas kelompok

terhadap permodalan dan pasar

4. Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan peternak

5. Mengembangkan sentra-sentra produksi kawasan usaha peternakan

Identifikasi Potensi

Kebijakan Peningkatan Efektivitas SMD

(41)

dengan melihat apakah pelaksanaan program SMD yang pertama dilakukan adalah apakah pelaksanaan program SMD sudah didasarkan pada potensi daerahnya melalui analisis LQ dan SSA. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu PDRB seluruh kabupaten/kota penerima program SMD. Selanjutnya dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap program SMD melalui model CIPP. Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer tiga provinsi Sampel.Langkah terakhir adalah merumuskan strategi peningkatan efektivitas program SMD melalui Analysis Hierarchy Process (AHP) agar program SMD dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, dan memperbaiki gap antara tujuan yang ditargetkan dengan pencapaian saat ini.Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara.Kerangka pikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Hipotesis

1. Diduga program SMD dilaksanakan sudah berdasarkan potensi wilayah 2. Diduga program SMD sudah efektif terhadap pencapaian tujuannya

3. Diduga penguatan kelembagaan kelompok ternak merupakan strategi prioritas dalam pengembangan program SMD

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data tentang program SMD dimulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pencapaian program dilakukan di Ditjen PKH, Kementerian Pertanian. Proses wawancara untuk evaluasi program SMD dan merumuskan strategi peningkatan efektivitas SMD dilaksanakan pada tiga provinsi. Pemilihan provinsi dilakukan secara purposive, yaitu masing-masing provinsi yang mewakili wilayah barat, tengah, dan timur Indonesia.Pemilihan kabupaten yang mewakili masing-masing provinsi dilakukan melalui saran dari dinas provinsi dengan mempertimbangkan jarak kabupaten dan waktu penelitian. Ketiga provinsi tersebut adalah:

1. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kelompok penerima program SMD terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Blue Print Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau dikelompokkan sebagai provinsi konsumen. Kabupaten yang mewakili provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut

(42)

3. Kabupaten Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi produsen sapi potong dan provinsi dengan jumlah kelompok SMD kelima terbanyak di Indonesia. Kabupaten yang mewakili provinsi NTB adalah Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur.

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2014 – Februari2015. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi, sedangkan data sekunder adalah data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti (Juanda, 2009).Data primer diperoleh melalui wawancara, pengamatan langsung di lapangan, dan pengisian daftar pertanyaan (kuesioner) oleh narasumber. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari publikasi BPS, dokumen-dokumen perencanaan dan pelaporan program SMD, jurnal, buku-buku, studi kepustakaan dan publikasi penelitian-penelitian sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari BPS, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan Provinsi, Dinas Peternakan Kabupaten, dan Perguruan Tinggi.

Narasumber Penelitian

Dalam prosedur pemilihan narasumber yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) yang sesuai dan fokus dengan penelitian.Oleh sebab itu pemilihan narasumber paling tepat dilakukan dengan sengaja.Dalam penelitian ini peneliti memilih narasumber yang sangat memahami program SMD baik dari pemangku kebijakan hingga pelaksanaan di lapangan. Jumlah narasumber pada penelitian adalah 54 orang, yang rinciannya disampaikan pada Tabel 5

Metode Analisis Data

Analisis data dilaksanakan melalui: 1. Analisis Deskriptif

(43)

a. Analisis Deskriptif terkait Potensi Peternakan Daerah melalui Metode LQ dan SSA

Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui aktivitas ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan non-basis. Metode LQ merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas (Rustiadi et al, 2011). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah: 1) kondisi geografis relatif seragam, 2) pola-pola aktivitas bersifat seragam, 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama (Syahidin, 2006). Dari hasil LQ dapat diketahui daerah-daerah penerima program SMD yang merupakan daerah basis sub sektor peternakan.

Persamaan LQ:

Di mana:

LQij = indeks pemusatan aktivitas peternakan di kabupaten

Xij = PDRB sub sektor peternakan kabupaten

Xi = Total PDRB sektor pertanian kabupaten

Xj = Total PDRB sub sektor peternakan provinsi

X... = Total PDRB sektor pertanian provinsi

Suatu aktivitas j dikatakan memusat di wilayah i jika LQij> 1

Analisis Shift Share digunakan untuk melihat potensi pertumbuhan produksi sektoral dari suatu kawasan/wilayah.

Persamaan SSA

(a) (b) (c)

(

)

Dimana:

(a) = Komponen share; (b) = komponen proportional shift, (c) = komponen differential shift, X = nilai total aktivitas dalam total wilayah, Xi = nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah, Xij =

nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu, ti = titik tahun

(44)

Tabel 5. Narasumber Penelitian

No Jabatan/Profesi Instansi Jumlah

1 Direktur Budidaya Ternak

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

1 2 Sekretaris Ditjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

1

3 Kepala Sub Direktorat Kelembagaan dan Usaha

Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

1

4 Kepala Dinas

Peternakan Provinsi

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi

3

5 Kepala Dinas

Peternakan Kabupaten

Dinas Peternakan Kabupaten 9 6 Dosen Fakultas

Peternakan

IPB, Universitas Andalas, Universitas Mataram

6 7 Tokoh Masyarakat Ketua Asosiasi Peternak di

masing-masing provinsi sampel

3

8 Ketua Asosiasi SMD Asosiasi SMD Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, dan NTB

3

9 Kelompok Penerima SMD

Kabupaten Bogor, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Solok, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur (Masing-masing kabupaten diambil 5 kelompok penerima SMD)

27

b. Analisis deskriptif terkait Evaluasi Program melalui Model Evaluasi Program CIPP

Model evaluasi program CIPP dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam. Model evaluasi ini merupakan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk melakukan evaluasi formatif dan sumatif proyek, personil, produk, organisasi atau suatu system (Zhang

et.al,2011). Model evaluasi CIPP menekankan ”Learning by doing”

untuk mengidentifikasi koreksi untuk sebuah proyek yang bermasalah. Sehingga model ini cocok untuk mengevaluasi proyek-proyek dalam konteks sosial yang dinamis (Alkin, 2004 dalam Zhang et.al, 2011).Stufflebeam menekankan bahwa prinsip yang

(45)

tersebut lebih efektif dan efisien.Dengan menggunakan model ini dapat membantu penilaian untuk perbaikan program SMD dan memberikan penilaian untuk perbaikan program SMD selanjutnya. Metode evaluasi CIPP memiliki empat komponen yaitu Context, Input, Process, dan Product. Melalui beberapa referensi, penulis menyusun langkah evaluasi program SMD melalui metode evaluasi CIPP sebagai berikut:

Tabel 6. Langkah Evaluasi Program SMD melalui Metode Evaluasi CIPP

No Aspek Langkah Evaluasi

1 Context - Isi program disesuaikan dengan kebutuhan

pembangunan peternakan

- Adanya rencana kerja strategis terkait dengan program, minimal 5 tahun, dilengkapi dengan rencana kerja program per tahun

2 Input - Evaluasi peranan dan keterlibatan

kelembagaan yang terlibat dalam program SMD

3 Proses - Evaluasi proses perencanaan

- Evaluasi proses seleksi - Evaluasi proses pelaporan

- Evaluasi proses monitoring dan Evaluasi

4 Product - Evaluasi outcome atau dampak program

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional, dengan input utamanya persepsi manusia. Itu sebabnya metode AHP didasarkan pada penilaian orang yang ahli di bidang yang dipermasalahkan atau yang sedang dikaji untuk dicari pemecahannya.Sehingga, hal yang diutamakan dalam memperoleh informasi untuk menerapkan AHP adalah kualitas respondennya, bukan kuantitas. Jumlah narasumber untuk metode AHP adalah 23 narasumber yang terdiri dari:

1) Direktur Budidaya Ternak, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian 2) Sekretaris Ditjen PKH, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian

3) Kasubdit Kelembagaan dan Usaha, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian

4) Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Feedlotter Indonesia (APFINDO)

5) Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat 6) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

7) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB 8) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab. 50 Kota 9) Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kab. Solok 10)Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Tanah Datar 11)Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor 12)Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bandung

(46)

14)Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kab. Lombok Barat 15)Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Lombok Tengah

16)Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Lombok Timur 17)Dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor 18)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas 19)Dosen Fakultas Peternakan Universitas Mataram 20)Sekretaris Jenderal Asosiasi Sarjana Membangun Desa 21)Ketua Asosiasi SMD Provinsi Sumatera Barat

22)Ketua Asosiasi SMD Provinsi Jawa Barat 23)Ketua Asosiasi SMD Provinsi NTB

Metode AHP digunakan untuk memodelkan strategi pengembangan program SMD, agar pelaksanaan program lebih efektif ke depannya, dengan menggunakan nilai komparasi berpasangan (pairwise comparison) atau analisa pendapat terhadap semua pihak yang terlibat adalah menggunakan rasio konsistensi (CR).Untuk lebih rincinya langkah-langkah kerja utama AHP adalah sebagai berikut (Saaty 1990):

a. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Pada langkah ini diperlukan penguasaan masalah secara mendalam, perhatian ditujukan pada pemilihan tujuan, kriteria, dan elemen-elemen yang menyusun struktur hierarki. Tidak dapat prosedur pasti dalam mendefinisikan komponen-komponen sistem (tujuan, kriteria, aktivitas) yang akan dilibatkan dalam sistem. Komponen sistem dapat diidentifikasikan berdasarkan kemampuan pada analisis untuk menentukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.

b. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang stakeholder secara menyeluruh. Struktur hirarki tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberikan dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategi, pilihan, atau skenario. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri atas satu elemen yang disebut sebagai fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat di bawahnya dapat terdiri atas beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya

c. Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan untuk kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh dan berada setingkat diatasnya. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan antar elemen yang terkait dan ada di bawahnya. Perbandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat

kedua (F1, F2, F3,…, Fn) terhadap fokus G yang ada di puncak

hirarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada disebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas suatu elemen di puncak matriks. d. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk

(47)

perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen baris ke-j. Perbandingan antar elemen dapat

dilakukan dengan pertanyaan “seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi oleh fokus Goal, dibandingkan dengan elemen kolom ke-j”. Untuk mengisi matriks berpasangan, digunakan skala banding berpasangan yang tertera pada Tabel 7. Angka tersebut menunjukkan relatif pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu Tabel 7 Nilai Skala Berpasangan

Intensitas

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting dari pada elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya 7 Satu elemen jelas lebih penting

dari pada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan didominasi

9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas lainnya memiliki tingkat yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan

Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapatkan satu angka bila dibandingkan dengan aktifikas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber: Saaty (1990)

e. Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama, penentuan prioritas dan pengujian konsistensi. Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (G) dibandingkan Fj. Bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat G dibandingkan Fj, maka digunakan angka kebalikannya

(48)

Tabel 8. Matriks pendapat individu (MPI)

G A1 A2 A3 …. An

A1 a11 a12 a13 …. a1n

A2 a21 a22 a23 …. a2n

A3 a31 a32 a33 …. a3n

…. …. …. …. …. ….

An an1 an2 an3 …. ann

Sumber: Saaty (1990)

MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometriks pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen, dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut.

Tabel 9. Matriks pendapat gabungan (MPG)

G G1 G2 G3 …. Gn

G1 g11 g12 g13 …. g1n

G2 g21 g22 g23 …. g2n

G3 g31 g32 g33 …. g3n

…. …. …. …. …. ….

Gn gn1 gn2 gn3 …. gnn

Sumber: Saaty (1990)

Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometriks adalah:

√∏

Dimana:

Gij = Elemen MPG baris ke-i, kolom ke-j

(aij) = Elemen baris ke-i dan MPI ke-j

m = Jumlah MPI yang memenuhi persyaratan

Πk=i = Perkalian dari elemen k=1 sampai k=m

g. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas dengan menggunakan komposisi secara hirarki. Pengolahan matriks pendapat terdiri atas dua tahap, yaitu: (1) pengolahan horizontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horizontal, dimana MPI dan MP harus memenuhi Rasio Inkonsistensi

Gambar

Tabel 4. Penelitian Terdahulu
Gambar 5. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 5. Narasumber Penelitian
Tabel 15. Matriks Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Munculnya kode etik profesi IT memberikan adanya tanggung jawab yang tinggi bagi para pengemban profesi bidang komputer untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai

Pada data (8) di atas, kutukan tersebut diduga benar-benar terjadi maka sampai sekarang mereka mempercayai bahwa ketidakmajuan masyarakat ini disebabkan oleh kutukan tersebut.

Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi akibat pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu yang biasanya dikarakteristik

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui : (1) Asal – usul upacara Larung Sesaji telaga Sarangan, (2) tujuan diadakannya upacara Larung Sesaji telaga Sarangan,

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa dengan penggunaan metode PERT dan CPM dalam melakukan penjadwalan proyek dapat membantu

Perbe- daan tingkat keanekaragaman di tiga lo- kasi berbeda tersebut rendah dapat terjadi karena lokasi yang diambil tidak menca- kup seluruh wilayah Taman Nasional

Uji coba lapangan atau evaluasi lapangan ada dua macam, yaitu: (1) uji kesesuaian seperti kelompok kecil, dan (2) uji pretest- postest. Uji kelompok kecil telah

Berapa roti bolu dan roti selai harus diproduksi supaya biaya yang dikeluarkan minimum dengan keterbatasan bahan baku tepung 3 kg dan gula 2 kg?.. Banyaknya variabel sisipan