4.3. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Bank Agro
4.3.2. Analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Kajian faktor eksternal terdiri dari 10 (sepuluh) indikator yang dinilai menjadi peluang pertumbuhan bisnis Bank Agro Niaga terdiri atas peluang 10 (sepuluh) indikator dan ancaman sebanyak 9 (smbilan) indikator seperti terlihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5 Matriks EFE (Peluang)
No Faktor Peluang Perusahaan Rating Bobot Skor Kode
1 Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia 4 0,061350 0,25 O1
2
Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir
ini 3 0,058282 0,17 O2
3 Potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat 4 0,050613 0,20 O3
4
Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri
Agrobisnis 3 0,052147 0,16 O4
5 Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif 4 0,059816 0,24 O5
6
Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika
dan Eropa 4 0,049080 0,20 O6
7 Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi 3 0,049080 0,15 O7 8 Tingginya suku bunga kredit perbankan 3 0,055215 0,17 O8
9
Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan
pangan 3 0,050613 0,15 O9
10
Peningkatan akses kredit UMKM melalui lembaga penjaminan
kredit daerah (LPKD) 3 0,047546 0,14 O10
Sumber : Data Primer diolah tahun 2012
Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini dijelaskan indikator peluang dan ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut:
A. Peluang
1. Luasnya pasar Agrobisnis di Indonesia dilihat dari potensi geografis meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Jawa Barat, Papua, Maluku dan Aceh. Sedangkan untuk sektor korporasi sangat terbuka untuk bekerjasama dengan Perusahan seperti Group Sampoerna Agro, Grup Rajawali, Group Gunung Sewu, Group Jarum, Indofood Sukses Makmur, Asia Agri, Astra Agro, Sinar Mas, Davomas Abadi, Budi Acid Jaya, Tunas Baru lampung, Sorini Asia Agro Corporation, Group Incasi Raya Musim Mas, PT.London Sumatera, Group Para dan lain-lain
2. Trend Pertumbuhan ekonomi yang positif dalam lima tahun terakhir ini dimana tahun 2011 mencapai 6,1% dan diperkirakan tahun 2012 mencapai 6,5% merupakan pondasi untuk menciptakan peluang bisnis. Disamping itu, pertumbuhan sektor riel yang cukup tinggi mendorong peningkatan ekspansi kredit perbankan tahun 2010 mencapai 22,80%, dan tahun 2011 24,64% dan 2012 diproyeksi meningkat sebesar 27%. (BPS, 2011)
3. Pertumbuhan potensi pembiayaan kredit Agrobisnis meningkat dimana trend kredit sektor pertanian, perkebunan dan sarana pertanian terus meningkat, tahun 2011 mencapai 11,62%, dapat dimanfaatkan oleh Bank Agro untuk meningkatkan pembiayaan kredit. Sebagai pondasi untuk melakukan ekspansi usaha kedepan selain pertumbuhan kredit juga adanya peluang Indonesia sebagai negara penghasil utama CPO dengan total produksi mencapai 20,7 juta ton dengan nilai ekspor CPO mencapai U$$13 milyar. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan adalah akselarasi kebijakan Pemerintah mendorong investasi sektor Agribisnis sebagai driver ketahanan pangan dan energi nasional. Sementara itu proyeksi kebutuhan investasi pertanian sebesar Rp 1.360, 6 trilyun (PMDN 73% dan PMA 27%). Target kebutuhan investasi swasta pada tahun 2012 diharapkan dapat mencapai Rp 56,28 trilyun dari investor asing (PMA) dan Rp 144,42 trilyun investor dalam negeri (PMDN).
4. Meningkatnya potensi investor asing dan domestik pada industri Agrobisnis Nilai kapitalisasi saham sektor agribisnis tercatat naik tertinggi secara year to date sebesar 18,98% menjadi Rp 125,18 triliun per 22 Juni 2011, dibandingkan akhir 2010 yang tercatat Rp 105,23 triliun. Analis memprediksi nilai kapitalisasi sektor agribisnis berpotensi bisa lebih besar jika perusahaan-perusahaan perkebunan nasional mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia pada sektor Agrobisnis sektor pangan dan perkebunan di Tanah Air pada 2011 mencapai Rp8,3 triliun penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing sebesar US$1 miliar. (Kementrian Pertanian 2012).
5. Regulasi dan kebijakan perbankan yang kondusif untuk mendorong perbankan nasional melaksanakan fungsi intermediasi secara efektif. Disamping itu juga BI menjaga stabilitas makro ekonomi dengan pengendalian suku bunga acuan bank, (SBI), inflasi dan nilai tukar yang cukup stabil. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh Bank Agro untuk menjalankan bisnis perbankan.
6. Melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa. Krisis Eropa ternyata mulai mempengaruhi perbankan nasional. Pengaruh tersebut berasal dari nasabah bank yang terkait langsung dengan ekspor Agrobisnis Eropa. Bank yang nasabahnya memiliki hubungan dagang dengan Yunani, Spanyol, dan negara Eropa lainnya mulai terganggu. Investor asing dari sejumlah negara melakukan sorted dan penarikan dana investasi valuta asing.
7. Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi tinggi. Bank Agro setelah diakuisisi oleh Bank Rakyat Indonesia dengan penyertaan saham sebesar 79,80% dan DAPENBUN 14,00% memberikan dukungan yang kuat terhadap penambahan modal bank, sehingga menimbulkan ekspektasi yang cukup tinggi terhadap kinerja Perseroan dimasa akan datang. Implikasi dari kebijakan ini adalah naiknya harga saham bank
Oktober 2010 sebesar Rp.210 persaham dengan volume trading mencapai Rp.26.211 juta.
8. Tingginya suku bunga kredit perbankan masih sekitar 12 persen, sementara di luar negeri suku bunga kredit rata-rata 3-4 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Penurunan BI Rate menjadi 5,75 persen semestinya harus diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan. Penurunan ini penting untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah sehingga masing-masing bank dapat menetapkan suku bunga kompetitif termasuk Bank Agro.
9. Prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan yang telah dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2001 menekankan prioritas ketahanan pangan dan energi nasional akan mendorong kenaikan pembiayaan investasi angan dan energi yang dapat dibiyai oleh Bank Agro.
10.Peningkatan akses kredit UMKM melalui Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD). Potensi peningkatan kredit UKMK (kredit usaha mikro, usaha kecil dan menengah) Triwulan IV 2010 mencapai Rp.332.600 triliun dan Triwulan I 2011 sebesar Rp.15.700 triliun dengan net ekspansi perbankan mencapai Rp.332.600 triliun tahun 2010 dan 2011 mencapai Rp.58.190 triliun. Sedangkan potensi kredit MKM tahun 2010 berdasarkan plafon kredit sebesar Rp.193.700 triliun dan tahun 2011 mencapai Rp.48.949.320 juta. Potensi ini dapat dimanfatkan oleh Bank Agro untuk meningkatkan kredit UMKM karena baru dimanfaatkan sebesar 37,04% atau Rp.1.965.681 juta tahun 2009 (Bank Indonesia 2011).
Tabel 6 Matriks EFE (Ancaman)
No Faktor Ancaman Perusahaan Rating Bobot Skor Kode
1 Kompetisi yang ketat antar perbankan 2 0,053681 0,11 T1
2
Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dalam
pembiayaan kredit Agrobisnis 2 0,050613 0,10 T2
3
Ketatnya persyaratan Bank Indonesia tentang ketentuan
modal inti (tier1) 3 0,053681 0,16 T3
4
Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan
risiko produk Bank Agro. 2 0,062883 0,13 T4
5 Pertumbuhan kredit perbankan nasional meningkat 3 0,055215 0,17 T5
6 Praktek transfer pricing bank-bank swasta 2 0,047546 0,10 T6
7 Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan 2 0,050613 0,10 T7
8 Mahalnya investasi teknologi Perbankan 3 0,050613 0,15 T8
9
Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat
pergeseran demografi (kelas menengah baru) 2 0,041411 0,08 T9
Total Peluang +Ancaman 1 2,91
Sumber : Data primer diolah (2012)
Hasil identifikasi alisisis EFE berdasarkan hasil kuesioner berikut ini dijelaskan indikator ancaman yang teridentifikasi sebagai berikut:
B. Ancaman
Hasil kajian faktor eksternal yang menjadi potensi ancaman bagi Bank Agro dapat teridentifikasi beberapa indikator sebagai berikut ;
1. Kompetisi yang ketat antar perbankan. Berdasarkan data Bank Indonesia jumlah bank yang beroperasi di Indonesia terdiri dari Bank umum swasta nasional non devisa yang mencapai 29 bank dari total Bank umum lainnya termasuk Bank Asing 165 Bank. Kondisi pasar yang semakin kompetitif, menyebabkan Bank Umum Swasta Nasional non devisa menghadapi persaingan yang sangat ketat dan merupakan ancaman bagi Bank Agro Niaga.
2. Meningkatnya pangsa pasar bank BUMN dan dalam pembiayaan kredit UMKM Agrobisnis. Pada tahun 2011 Bank BNI dan BRI memberikan total pembiayaan kredit modal kerja untuk memperkuat sektor Agrobisnis khususnya BUMN Perhutani masing – masing mencapai Rp.10 triliun. Kondisi ini akan memperkecil peluang Bank Agro bersaing dalam skema penyaluran kredit.
3. Ketatnya persyaratan Bank Indonesia tentang ketentuan modal inti (tier1). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.9/12/PBI/2007 tentang pesyaratan rasio kecukupan modal bank minimum 8% atau senilai Rp.100 milyar berimplikasi pada kemampuan bank mencari tambahan modal inti untuk memperkuat tingkat likuiditas bank termasuk Bank Agro.
4. Nasabah belum sepenuhnya memahami manfaat dan risiko produk Bank Agro. Reputasi brand Bank Agro belum dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia sehingga masyarakat belum terbiasa menyimpan,meminjam dan bertransaksi melalui Bank Agro. Disamping itu juga, jenis produk yang ditawarkan belum sepenuhnya dipahami masyarakat.
5. Potensi pertumbuhan kinerja kredit perbankan nasional tahun 2010 terus meningkat sebesar 22,80%, DPK 18,54%, dan laba meningkat 26,75%. Periode Maret 2011 Kredit 24,64% DPK 18,64% dan Laba 20,73%. Kondisi ini akan mendukung pertumbuhan kinerja Bank Agro karena potensi pasar perbankan nasional yang terus meningkat seiring dengan stabilnya pertumbuhan makro ekonomi.
6. Praktek transfer pricing bank-bank swasta. Adanya perbedaan tarif pajak di berbagai negara telah mendorong perbankan asing melakukan penghematan pajak melalui akuisisi bank di negara yang tarif pajaknya rendah. Disisi lain, banyak perbankan di Indonesia sedang menghadapi masalah transfer pricing karena diduga melakukan penghematan pajak melalui praktek transfer pricing.
7. Meningkatnya kepemilikan asing di Perbankan. Data Bank Indonesia, per Februari 2011 terdapat empat bank persero, 36 bank umum swasta nasional (BUSN) devisa, 31 BUSN nondevisa, 26 bank pembangunan daerah, 14 bank campuran, dan 10 bank asing. Kredit yang dikucurkan bank asing mencapai Rp.117,057 triliun per Februari 2011. Dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar Rp.127.249 triliun. Total aset 10 bank asing sebesar Rp.228.171 triliun.
8. Mahalnya investasi teknologi Perbankan. Investasi teknologi perbankan untuk meningkatkan layanan perbankan membutuhkan sedikitnya biaya 25% dari belanja modal (cost of capital) hal ini memberatkan perbankan. Kemajuan teknologi juga mempengaruhi tinggi-rendahnya biaya operasional suatu bank. Membangun infrastruktur teknologi untuk cabang- cabang Bank Agro biayanya besar.
9. Potensi pertumbuhan produk jasa keuangan akibat pergeseran demografi (kelas menengah baru). Pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5% . Menurut studi Bank Dunia, kalangan kelas menengah dengan pendapatan US$6-US$10 atau Rp.2,6-5,2 juta perbulan 5% serta golongan menengah berpendapatan US$10-US$2 atau Rp. 5,2 – Rp. 6 juta perbulan atau 1,3%. Kondisi ini akan mendorong naiknya konsumsi dan saving. Namun kedepannya, akan menjadi sumber pembiayaan pembangunan melalui pasar keuangan seiring meningkatnya pendapatan karena Sektor keuangan sangat terkait dengan peningkatan kelas menengah.
Peluang pasar yang dimiliki Bank Agro dengan nilai tertinggi pada indikator luasnya pasar pasar Agrobisnis di Indonesia dengan nilai 0,25. Nilai terendah faktor kekuatan adalah Ekspektasi stakeholders terhadap manajemen organisasi dan prioritas kebijakan pemerintah dibidang energi dan ketahanan pangan masing-masing sebesar 0,15. Sedangkan faktor ancaman Bank Agro berdasarkan analisa IFE yang tertinggi adalah tingginya suku bunga kredit perbankan dengan nilai 0,17 sedangkan faktor kelemahan dengan nilai terendah adalah melemahnya kondisi pasar keuangan global akibat krisis di Amerika dan Eropa dengan nilai 0,08%.