• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 TAHAP PENELITIAN UTAMA

4.2.3 Analisis Elektroforesis

Supernatan yang diperoleh melalui hasil pelarutan protein dielektroforesis (SDS-PAGE) untuk mengetahui berat molekul subunit penyusun protein terlarut. Pewarnaan yang dilakukan dalam elektroforesis pada penelitian ini menggunakan pewarna coomassie yang memiliki sensitivitas deteksi protein hingga 0.1µg (Bolag dan Edelstein, 1991). Jumlah protein yang dimasukkan ke dalam sumur dihitung agar tidak kurang dari limit deteksi pewarna coomassie.

Elektroforesis digunakan dalam penelitian ini karena memiliki peran sangat penting dalam pemisahan molekul-molekul biologi, khususnya protein. Selain tidak mempengaruhi struktur biopolimer, elektroforesis juga sangat sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang cukup kecil (Bachrudin, 1999). Protein dialirkan dalam medium yang mengandung medan listrik sehingga senyawa protein yang bermuatan akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul protein. Prinsip inilah yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul dengan muatan berbeda. Menurut Pomeranz dan Meloan (1994), migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi akibat perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel

Penggunaan SDS dan merkaptoetanol disertai dengan pemanasan akan memecah struktur tiga dimensi protein, terutama ikatan disulfida menjadi subunit-subunit polipeptida secara individual. SDS akan bereaksi dengan protein membentuk kompleks SDS-protein bermuatan negatif sehingga protein

(a)

akan bergerak dalam me memiliki muatan yang id Rohman, 2005). Dalam h BM-nya. Jadi kompleks S yang lebih rendah diband kecil).

Marker, yang digu protein dengan berat mole protein standar, yaitu β-g ovalbumin (BM : 45 kDa)

Lactoglobulin (BM : 18.4 dihitung berdasarkan kur elektroforetik (Rf) dengan

Profil SDS-PAGE perlakuan dapat dilihat pa dari berbagai perlakuan m

Gambar 16. Profi Hasil analisis SDS jenis protein yang ada da dan β-konglisinin (7S). M simpanan yang sebagian b polipeptida A3, grup polip

molekul masing-masing s

al., 1975). β-konglisinin( kDa, 68 kDa, dan 52 kD dibandingkan dengan po menyebabkan A5 memili

elektroforesis seperti yang sehingga mobilitasnya jug

(b) medan listrik hanya berdasarkan ukuran molekul. K identik dan bergerak pada gel hanya berdasarkan ukur hal ini, ukuran molekul suatu protein dapat dilihat d s SDS-protein yang berukuran lebih besar (BM besar) andingkan dengan kompleks SDS-protein yang beruk

igunakan sebagai standar protein, dalam penelitian in olekul kecil (Low Molecular Weight). Marker tersebut m

galactosidase (BM : 116 kDa), bovine serum album

a), lactase dehidrogenase (BM : 35 kDa), REase BSP 8.4 kDa), dan lysozime (BM : 14.4 kDa). Penentuan kurva standar marker, yang diperoleh melalui hubun

an nilai logaritma berat molekul (Log BM) marker. E untuk protein yang terekstrak dari sampel tepung ked pada Gambar 16. Gambar 16b. menunjukkan bahwa pro memiliki pita protein dengan berat molekul yang relatif

ofil SDS-PAGE: (a) protein tepung kedelai dan (b) prote

S-PAGE menunjukkan bahwa jenis protein yang ada da dalam tepung kedelai, yaitu polipeptida-polipeptida pe

Menurut Fukushima (2004), sekitar 90% protein kede n besar terdiri atas glisinin (11S) dan β-konglisinin (7S olipeptida asam (A1, A2, dan A4), A5, dan polipeptida

g sekitar 36 kDa, 34 kDa, 10 kDa, dan 15 kDa (Fontes (7S) terdiri atas α’, α, dan β dengan berat molekul ma kDa (Mujoo et al., 2003). Polipeptida A5 memiliki BM

polipeptida lain penyusun glisinin (11S) dan β-kong iliki mobilitas yang paling tinggi dan menempuh jar ang terlihat pada Gambar 16. Sementara polipeptida α’ juga paling rendah dan menempuh jarak terpendek dalam

37 Kompleks SDS-protein kuran protein (Wijaya & t dari berat molekul atau ar) mempunyai mobilitas ukuran lebih kecil (BM

ini terdiri atas protein- t mengandung tujuh jenis

bumin (BM : 66.2 kDa), P 981 (BM : 25 kDa), β- an berat molekul sampel bungan antara mobilitas

edelai dan curd berbagai protein curd yang terlarut tif sama antar perlakuan.

otein curd terlarut

dalam curd sama dengan penyusun glisinin (11S) delai merupakan protein (7S). Glisinin terdiri atas a basa (B) dengan berat tes et al., 1984; Thanh et

masing-masing sekitar 72 BM yang paling rendah onglisinin (7S). Hal ini jarak terjauh dalam gel

α’ memiliki BM tertinggi am gel elektroforesis.

38 b c c c a c 20.26 b b a b b a 11.93 c a a a,b b c 38.65 b c c b,c b a 25.23 a a a,b a c b,c 3.95 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 1-63 C 2-63 C 3-63 C 1-83 C 2-83 C 3-83 C T. Kedelai

P

e

r

se

n

P

r

ot

e

in

(

%

)

Perlakuan

α΄ and α β Acidic (A3, A1, A2, A4) Basic A5

Pita-pita hasil SDS-PAGE pada Gambar 16 secara visual tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Protein yang diekstrak dari curd dengan berbagai perlakuan menghasilkan pola pita yang hampir sama atau bahkan sama. Oleh karena itu, dilakukan analisis densitas dari pita-pita protein yang terbentuk untuk melihat pengaruh dari perlakuan pembuatan curd (suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey) terhadap profil elektroforesis protein. Profil elektroforesis yang dihasilkan mencerminkan protein yang tergumpalkan menjadi curd.

Analisis densitas pita protein dilakukan dengan menggunakan software ImageJ 1.42q dari Wayne Rasband, National Institutes of Health, USA (http://rsb.info.nih.gov/ij). Software ini dapat mengkuantitatifkan intensitas warna dari pita protein yang terbentuk. Hasilnya mencerminkan densitas dari pita protein yang terbentuk sehingga dapat diketahui proporsi polipeptida-polipeptida penyusun protein terlarut, dalam hal ini glisinin (11S) dan β-konglisinin (7S). Hasil dari analisis densitas pita protein dengan software ImageJ 1.42q dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Perbandingan proporsi polipeptida penyusun glisinin (11S) dan β-konglisinin (7S) dalam protein curd dan protein tepung kedelai terlarut

Polipeptida penyusun globulin dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu α’ dan α, β, kelompok asam (A3, A1, A2, dan A4), basa, dan A5. Menurut Mujoo et al. (2003), pengelompokkan ini

berdasarkan kedekatan pita protein dalam gel elektroforesis dan bertujuan untuk mempermudah analisis perhitungan densitas pita protein. Hasil analisis densitas pita protein menunjukkan bahwa sebagian besar protein globulin penyusun curd didominasi oleh glisinin (11S), yang merupakan hasil penjumlahan polipeptida kelompok asam (A3, A1, A2, dan A4), basa dan A5, yaitu sekitar 73.274 %

untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 63 oC dan sekitar 75.210 % untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 83 oC. Sedangkan kandungan β-konglisinin (7S) hanya sekitar 26.726 untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 63 oC dan sekitar 24.790 % untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 83 oC. Jika dibandingkan dengan proporsi polipeptida tepung kedelai, pemanasan menyebabkan kenaikan glisin (dari 67.830% hingga mencapai 75.210%) dan penurunan β- konglisinin (dari 32.190% hingga mencapai 24.790%).

39 Polipeptida α’ dan α merupakan penyusun β-konglisinin (7S). Menurut Mujo et al. (2003), subunit α’ memiliki berat molekul sekitar 72 kDa, sedangkan α memiliki berat molekul sekitar 68 kDa. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 30a) interaksi suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proporsi (%) kedua polipeptida ini di dalam protein curd yang dihasilkan. Proporsi α’ dan α tertinggi (21.708%) diperoleh dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari, sedangkan proporsi

α’ dan α terendah (13.880%) diperoleh dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari. Uji Duncan umur koagulan whey (Lampiran 30a) menunjukkan bahwa whey berumur 3 hari memberikan proporsi α’ dan α yang berbeda dan lebih tinggi dibandingkan dengan whey berumur 1 dan 2 hari.

Selain α’ dan α, β-konglisinin (7S) juga tersusun atas polipeptida β yang memiliki berat molekul sekitar 52 kDa (Mujo et al., 2003). Analisis ragam (Lampiran 30b) menunjukkan bahwa proporsi polipeptida β dalam protein curd hanya dipengaruhi oleh umur koagulan whey. Uji Duncan umur koagulan whey (lampiran 30b) menunjukkan bahwa whey berumur 3 hari menghasilkan curd

dengan proporsi yang berbeda dan lebih kecil dibandingkan dengan whey berumur 1 dan 2 hari. Proporsi polipeptida β tertinggi (7.713%) diperoleh pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 1 hari, sedangkan proporsi polipeptida β terendah (4.623%) diperoleh pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari.

Polipeptida golongan asam (A3, A1, A2, dan A4), penyusun glisinin (11S), mendominasi

proporsi protein curd pada beberapa perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 30c), interaksi antara suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey

berpengaruh terhadap proporsi polipeptida golongan asam (A3, A1, A2, dan A4) dalam protein curd

yang dihasilkan. Proporsi polipeptida golongan asam tertinggi diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari, sedangkan proporsi polipeptida golongan asam terendah diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari. Rata-rata koagulasi pada suhu awal 83 oC menghasilkan curd dengan proporsi polipeptida golongan asam yang lebih tinggi, sekitar 35.995%, dibandingkan dengan koagulasi pada suhu awal 63 oC yang hanya sekitar 34.039%.

Polipeptida golongan basa mendominasi proporsi protein curd pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 oC (whey berumur 2 dan 3 hari), bersaing dengan golongan asam (A3, A1, A2, dan

A4). Hasil analisis ragam (Lampiran 30d) menunjukkan bahwa interaksi antara suhu awal proses

koagulasi dan umur koagulan whey mempengaruhi proporsi polipeptida golongan basa dalam protein

curd yang terbentuk. Proporsi polipeptida golongan basa tertinggi diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari, sedangkan proporsi polipeptida golongan basa terendah diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 oC dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari. Suhu awal proses koagulasi 63 oC cenderung menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa yang lebih tinggi daripada koagulasi pada suhu awal 83 oC. Rata-rata suhu awal proses koagulasi 63 oC menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa sebesar 31.284% sedangkan suhu awal proses koagulasi 83 oC hanya sekitar 27.509%. Berdasarkan uji Duncan, rata-rata penggunaan koagulan whey

berumur 3 hari menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa yang berbeda dan lebih rendah daripada penggunaan koagulan whey berumur 1 dan 2 hari. Adapun rata-rata proporsinya masing- masing adalah 27.301% untuk koagulan whey berumur 3 hari, 29.602% untuk koagulan whey berumur 1 hari, dan 31.286% untuk koagulan whey berumur 2 hari.

Polipeptida A5 me

polipeptida asam yang lai yang dihasilkan. Hasil ana koagulasi dan umur koagu A5. Proporsi polipeptida A

penggunaan koagulan wh

diperoleh pada perlakuan 2 hari, yaitu sebesar 6.38 polipeptida A5 yang lebih

A5 yang dihasilkan pada s

4.2.4

Analisis Objek

Dokumen terkait