• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 TAHAP PENELITIAN PENDAHULUAN

4.1.1

Penguasaan Teknik Pembuatan Curd

Tahap pertama penelitian pendahuluan, dilakukan pengamatan pembuatan tahu Sumedang di pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ yang terletak di daerah Darmaga, Bogor. Pabrik ‘Diazara Tresna’ dipilih sebagai lokasi pengamatan sekaligus acuan pembuatan curd karena letaknya yang dekat dengan lokasi penelitian dan produksinya yang setiap hari sehingga memudahkan pengamatan. Pabrik ini menggunakan kacang kedelai yang diperoleh dari KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia). Kedelai yang digunakan merupakan kedelai asal Amerika dengan mutu baik yang biasa digunakan untuk pembuatan tahu. Melalui kegiatan ini, peneliti diharapkan dapat mengetahui serta menguasai teknik dan tata cara pembuatan tahu yang baik dan benar. Teknik dan tata cara pembuatan tahu yang diperoleh kemudian dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan curd skala laboratorium.

Alat-alat utama yang digunakan pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ dalam pembuatan tahu Sumedang, meliputi alat penggiling kedelai (waring blender), baskom sebagai penampung bubur kedelai hasil penggilingan, tungku api dengan kuali perebus bubur kedelai (diameter 90 cm, kedalaman 45 cm) dan terbuat dari stainless steel, tempat penampungan susu kedelai sekaligus tempat proses koagulasi yang terbuat dari kayu jati (tahang, diameter atas 75 cm, diameter bawah 60 cm, tinggi 80 cm), tanggok, kain saring berbahan sifon polos berwarna terang (150 cm x 150 cm), perangkat pengepres dan pencetak dari kayu jati dengan ukuran 45 cm x 45 cm x 10 cm, tempat tahu mentah hasil cetakan yang terbuat dari anyaman bambu (ancak), serta tungku api besar dengan kuali penggoreng (diameter 120 cm, kedalaman 35 cm) yang terbuat dari stainless steel. Dalam pembuatan tahu, pabrik tahu ini menggunakan whey tahu umur 2 hingga 3 hari sebagai koagulan.

Pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ memproduksi tahu Sumedang dengan takaran proses yang cenderung tidak spesifik. Pabrik ini tidak memiliki takaran yang tetap dalam proses produksinya, takaran berdasarkan perkiraan dan pengalaman pegawai, sehingga diperlukan penetapan proses baku dalam penelitian utama nantinya. Berdasarkan pengamatan, tahapan proses produksi tahu Sumedang secara umum di pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ disajikan dalam Gambar 10.

4.1.2

Penentuan Standar Pembuatan Curd

Penentuan standar pembuatan curd perlu dilakukan dengan beberapa alasan teknis, yaitu: 1) tidak adanya takaran yang tepat dalam proses produksi tahu di pabrik yang menjadi acuan proses, 2) penelitian utama dilakukan pada skala laboratorium yang lebih kecil sehingga diperlukan adanya penyesuaian dengan keadaan dan alat yang tersedia, 3) penelitian memerlukan pembuatan curd yang

reproducible, yang dapat memberikan hasil konsisten. Penentuan standar pembuatan curd dilakukan melalui trial and error menggunakan acuan pembuatan tahu di pabrik ’Diazara Tresna’ dan hasil penelitian Fahmi (2010). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, studi literatur, hasil penelitian Fahmi (2010) dan hasil trial and error dirumuskan proses baku pembuatan curd skala laboratorium seperti yang terlihat pada Gambar 11.

Proses koagulasi susu kedelai menjadi curd merupakan proses interaksi yang kompleks antar beberapa variabel. Setidaknya terdapat 11 variabel yang mempengaruhi proses terbentuknya curd, yaitu jenis kedelai, kualitas kedelai, suhu pemasakan, volume air yang ditambahkan, kandungan

26 padatan, pH, jenis koagulan, jumlah koagulan yang digunakan, waktu koagulasi, jumlah pengadukan, dan penekanan curd (Obatolu, 2007). Umur koagulan whey tahu dan suhu awal proses koagulasi merupakan variabel bebas dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penentuan standar pembuatan

curd perlu ditentukan variabel proses yang mungkin mempengaruhi variasi hasil curd, sehingga hanya variabel umur whey dan suhu awal proses koagulasilah yang diharapkan akan mempengaruhi pembentukan tekstur curd.

Gambar 10. Diagram alir pembuatan tahu Sumedang di pabrik ‘Diazara Tresna’

Pencucian dan pembersihan

Perendaman dengan air (suhu kamar) sebanyak 2x vol kedelai selama ± 4 jam

Penggilingan basah dengan debit air 0.5 liter/menit

Perebusan sampai cukup matang, air untuk merebus dipanaskan dulu (air : bubur = 1 : 4)

Penyaringan dengan kain sifon

Pencucian dengan air panas (3x pencucian)

Ditambahkan koagulan whey berumur 3 hari, sambil diaduk dengan gayung hingga whey merata

Didiamkan

Pencetakan Kedelai

Bubur Kedelai Matang

Susu Kedelai

Ampas

Whey

Curd

Bubur Kedelai Mentah Penirisan selama 20-40 menit

Air hangat (1/5-1/4 vol bubur kedelai)

Penirisan dan Pemotongan

Perendaman dalam larutan bumbu

Penggorengan

Tahu Sumedang Pemisahan

27

Gambar 11. Diagram alir standar pembuatan curd yang meliputi: (a) persiapan susu kedelai dan (b) koagulasi

Kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari satu sumber yang sama (kedelai KOPTI). Suhu pemasakan bubur kedelai dan jumlah pengadukan dijaga agar selalu sama setiap kali pembentukan curd dilakukan, sedangkan pH susu kedelai relatif tidak akan memiliki perbedaan bila digunakan bahan dan teknik yang sama. Oleh karena itu variabel-variabel tersebut diasumsikan tidak akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukan tekstur curd.

4.1.3

Karakterisasi pH Koagulan Whey Tahu (Biang Tahu) ‘Diazara Tresna’

Hasil dan mutu tekstur tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, mutu kedelai, dan kondisi proses koagulasi (Oboh, 2006). Penggunaan jenis maupun konsentrasi koagulan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen, sifat tekstur, dan flavor curd (Blazek, 2008; Mujoo et al., 2003).

Whey termasuk kategori koagulan asam yang mengkoagulasi protein kedelai dengan menurunkan pH. Menurut Obatulu (2007), koagulan asam akan menurunkan pH sistem sehingga memungkinkan agregasi protein terjadi. Menurut Sarwono dan Saragih (2003), asam laktat banyak berperan dalam pengendapan protein kedelai pada pembuatan tahu menggunakan koagulan whey. Akan tetapi, apabila penanganannya tidak higienis, whey akan terkontaminasi oleh bakteri proteolitik. Oleh karena itu, sebelum whey digunakan sebagai koagulan, perlu dilakukan karakterisasi pH koagulan whey untuk menjamin keseragaman tahu yang dihasilkan.

Karakterisasi pH koagulan whey dilakukan dengan pengukuran terhadap pH koagulan whey

berumur 1, 2, dan 3 hari selama satu minggu. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pH koagulan (a)

Kedelai

Dicuci dan direndam dengan air sebanyak 3x berat kedelai selama ± 6 jam

Digiling Ditambahkan air sebanyak 6x berat awal kedelai

Bubur Kedelai

Dididihkan selama 3 menit sambil diaduk

Ditambahkan air sebanyak 4x berat awal kedelai

Disaring Dibilas air mendidih sebanyak 5x berat awal kedelai Susu Kedelai Ampas (b) Susu Kedelai

Dipanaskan sambil diaduk hingga suhu 63 oC atau 83 oC Dikoagulasi dan diaduk

5x, 1 putaran/detik

Didiamkan selama 10 menit

Dicetak dan dipress dengan tekanan 4.71 g/cm2

selama 30 menit

Curd Pres Whey

Koagulan whey

Pemisahan curd dan whey

28

whey semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Tabel 6 menunjukkan pH

whey umur 1, 2, dan 3 hari berturut-turut adalah 3.81, 3.83, dan 3.87. Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pH ketiga koagulan whey berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Nilai pH yang semakin meningkat dengan lamanya penyimpanan dikarenakan terjadinya pemecahan protein dan asam amino menjadi NH3. Adanya NH3 ini diketahui dari terciumnya amonia pada saat

pengamatan bau. Foto whey pabrik ‘Diazara Tresna’ dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Koagulan whey tahu pabrik ‘Diazara Tresna’ berumur 1, 2, dan 3 hari Tabel 6. Profil pH koagulan whey tahu (biang tahu) ‘Diazara Tresna’

Umur whey (hari) pH

1

3.81 ± 0.0147 a

2

3.84 ± 0.0256 b

3

3.87 ± 0.0210 c

Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

4.1.4

Penentuan Jumlah Koagulan yang Ditambahkan

Whey atau biang tahu yang digunakan sebagai koagulan merupakan whey hasil samping pembuatan tahu yang disimpan dan mengalami fermentasi selama penyimpanan secara alami. Proses fermentasi pada umumnya akan menghasilkan asam dan menurunkan pH. Jumlah whey yang ditambahkan sebagai koagulan akan berpengaruh terhadap tekstur curd yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu ditentukan jumlah whey yang harus ditambahkan sebagai koagulan agar hanya umur whey

yang diharapkan akan berpengaruh terhadap tekstur curd.

Penentuan jumlah koagulan whey yang ditambahkan dilakukan dengan mengamati proses koagulasi/penggumpalan yang terjadi akibat penambahan whey berumur 3 hari mulai dari 5% sampai 50% (v/v) dari susu kedelai, seperti terlihat pada Tabel 7. Whey berumur 3 hari dipilih karena memiliki tingkat keasaman yang paling rendah dan menghasilkan kondisi pH koagulasi paling jauh dari titik isoelektrik protein kedelai jika dibandingkan dengan whey berumur 1 dan 2 hari. Sedangkan

whey yang lebih asam (umur 1 dan 2 hari) menghasilkan kondisi pH koagulasi yang lebih mendekati titik isoelektrik protein kedelai sehingga diasumsikan lebih mudah mengkoagulasikan protein dibandingkan dengan koagulan whey berumur 3 hari. Berdasarkan trial yang dilakukan selama penelitian, proses koagulasi protein kedelai mulai terjadi dengan penambahan whey berumur 3 hari sebanyak 15% (v/v) dari susu kedelai. Jumlah whey sebanyak 15% (v/v) dari susu kedelai menghasilkan matriks curd yang renggang dan mudah hancur.

Menurut Obatulu (2007), jumlah koagulan yang kurang juga akan menghasilkan pembentukan struktur matriks curd yang renggang karena tidak sempurnanya pengendapan, akibatnya curd yang terbentuk terlalu lunak. Dengan mempertimbangkan hasil koagulasi dan untuk mempermudah

29 perhitungan maka dipilih jumlah whey sebanyak 20% (v/v) dari susu kedelai untuk pembuatan curd

pada tahap berikutnya.

Tabel 7. Trial jumlah whey tahu yang ditambahkan sebagai koagulan Jumlah whey yang ditambahkan

(% v/v susu kedelai) Penggumpalan* Keterangan

5 - whey keruh

10 - whey keruh

15 + curd tidak sempurnaa

20 + curd halus (optimal)

30 + curd kasar

40 + curd sangat kasar

50 + curd sangat kasar

*Ket : (-) tidak terjadi penggumpalan (+) terjadi penggumpalan

Blazek (2008) juga menyebutkan bahwa kurangnya jumlah koagulan yang digunakan untuk koagulasi akan menyebabkan pengendapan protein menjadi tidak sempurna serta menyulitkan pemisahan whey presdan curd. Sebaliknya, kelebihan jumlah koagulan akan membuat tekstur curd

kedelai menjadi keras dan mengurangi palatabilitas. Oleh karena itu, penentuan banyaknya whey

(biang tahu) yang harus ditambahkan perlu dilakukan untuk menghasilkan tahu dengan mutu yang baik.

.

4.1.5

Penentuan Suhu dan Waktu Koagulasi serta Jumlah Pengadukan

Suhu koagulasi protein kedelai ditentukan melalui evaluasi proses koagulasi pada suhu 60 oC, 70 oC, dan 80 oC, dengan penambahan whey (biang tahu) sebanyak 20 % (v/v) dari susu kedelai. Pada perlakuan suhu koagulasi terendah, yaitu 60 oC, proses koagulasi dapat berlangsung walaupun lambat, sebaliknya pada perlakuan suhu koagulasi tertinggi, yaitu 80 oC, proses koagulasi berlangsung sangat cepat. Pada suhu 70 oC, koagulasi juga berlangsung cepat dan dihasilkan koagulat yang secara visual sama dengan koagulat yang dihasilkan proses koagulasi pada suhu 80 oC. Dengan pertimbangan agar terlihat pengaruh yang nyata dari suhu terhadap proses koagulasi serta tekstur curd yang dihasilkan maka dipilih suhu koagulasi 60 oC dan 80 oC. Namun, agar hasil lebih seragam dan pertimbangan alat yang digunakan (kompor), maka ditentukan suhu awal proses koagulasi 63 oC dan 83 oC.

Waktu koagulasi ditentukan melalui pengamatan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mengkoagulasi seluruh protein menggunakan koagulan whey (biang tahu) sebanyak 20 % (v/v) dari susu kedelai. Indikator selesainya waktu koagulasi dilihat dari terpisahnya bagian curd dengan bagian

whey presdan warna whey pres menjadi transparan. Waktu koagulasi 10 menit dipilih karena waktu tersebut mampu mengkoagulasi protein susu kedelai sampai indikator selesainya koagulasi tercapai.

Jumlah pengadukan mempengaruhi kualitas curd yang terbentuk. Oleh karena itu, perlu ditetapkan jumlah pengadukan yang dilakukan setelah penambahan koagulan. Pada penelitian ini, sodet kayu digunakan dalam proses pengadukan. Pengadukan ditentukan sebanyak 5 kali dengan kecepatan ± 1 putaran/detik.

4.1.6

Penentuan Tekanan (Pres)

Pengepresan dilakukan dalam alat pencetak dari kayu yang didesain mirip alat pencetak yang ada di pabrik ‘Diazara Tresna’ dan beban penekan berupa botol berisi air. Alat ini berukuran 10x10

30

(a) (b)

cm2 dan berlubang-lubang kecil sebagai tempat keluarnya whey pres. Tekanan penekan curd

ditentukan sebesar 4.71g/cm2 selama 30 menit. Nilai ini ditentukan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Fahmi (2010) pada tahun 2009 di pabrik tahu ‘Diazara Tresna’. Penekanan sebesar 4.71 g/cm2 selama 30 menit dipilih karena pertimbangan kesamaan desain alat penekan curd dengan penekan curd dimiliki oleh pabrik tahu ‘Diazara Tresna’ (Fahmi, 2010). Alat pencetak tahu yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Alat pencetak tahu skala laboratorium (a) yang dibuat mirip alat pencetak tahu di pabrik ‘Diazara Tresna’ (b)

Dokumen terkait