• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 ANALISIS FAKTOR PRODUKSI PERIKANAN SKALA KECIL DI KOTA TEGAL

Pendahuluan

Operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, khususnya nelayan skala kecil sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salas dan Charles (2007) menyatakan bahwa operasi penangkapan ikan tidak hanya berhubungan dengan faktor biologis, teknologi, maupun lingkungan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor perilaku dari nelayan itu sendiri. Sehingga, unsur manusia merupakan komponen penting disamping komponen sumber daya ikan dan faktor pengelolaan perikanan. Salas dan Gaertner (2004) menyatakan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan skala kecil dicirikan dengan berbagai keterbatasan diantaranya adalah keterbatasan waktu, jenis kapal, ataupun alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan dan kemampuan individu nelayan. Kemampuan individu nelayan berperan menentukan jumlah hasil tangkapan ikan yang didapat walaupun menggunakan sumber daya ikan yang sama.

Mengingat keragaman yang ada pada pengelolaan perikanan, nelayan akan melakukan berbagai kegiatan/aktivitas dengan mengoptimalkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengantisipasi perubahan musiman sumber daya ikan dan lingkungan yang terjadi di sekeliling mereka. Kombinasi pengetahuan tentang perubahan musim, sumber daya ikan dan lingkungan serta respons adaptif yang dimiliki oleh nelayan skala kecil membuat mereka sangat fleksibel dalam hal kegiatan operasi penangkapan ikan. Tujuan utama kegiatan penangkapan ikan adalah untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan yang merupakan sumber pendapatan bagi nelayan (Salas dan Charles 2007). Dengan kata lain, seperti yang dinyatakan oleh Salas dan Gaertner (2004), nelayan akan memberikan respon sesuai dengan perubahan yang terjadi di sekitar mereka, dan akan beradaptasi menyesuaikan dengan perubahan tersebut sebanyak yang mereka bisa lakukan. Penguasaan keterampilan seperti pengoperasian alat tangkap, kapal, pengetahuan tentang lokasi penangkapan ikan (Forman 1967 seperti dikutip oleh Salas dan Charles 2007), pengetahuan tentang kondisi lingkungan (cuaca, arus laut), maupun ketrampilan yang berhubungan dengan penguasaan alat tangkap sangat diperlukan dalam pekerjaan mereka sehari-hari sebagai nelayan, karena hal ini akan berhubungan dengan hasil produksi tangkapan mereka. Di samping itu, para nelayan juga merespon dengan melakukan perubahan faktor produksi caranya dengan menambah, memperbesar, mengurangi, atau mengganti faktor-faktor produksi sehingga menguntungkan/meningkatkan keberhasilan kegiatan penangkapan ikan.

Faktor produksi merupakan faktor krusial dalam operasi penangkapan ikan. Penyiapan faktor produksi sangat penting dilakukan oleh nelayan yang berkaitan dengan jenis kegiatan menangkap ikan dan kondisi sosial-ekonomi nelayan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyiapan faktor produksi adalah persiapan bahan bakar dan bahan perbekalan (Purba 2009), pendapatan dan biaya operasional (Prabowo 2012).

40

Untuk nelayan skala kecil, kegiatan penangkapan ikan di perairan pantai juga tidak dapat dipisahkan dari penyediaan faktor-faktor produksi seperti bahan bakar minyak (BBM), es balok, air bersih, peralatan nelayan, dan perbekalan. Isu kenaikan harga bahan bakar minyak dan pencabutan subsidi BBM banyak memukul nelayan skala kecil. BBM sangat diperlukan untuk operasi kegiatan penangkapan ikan. Jika bahan bakar langka dan mahal, nelayan tidak bisa melaut, dan ini berarti bahwa para nelayan tidak memiliki pendapatan dari penjualan ikan.

Kegiatan perikanan pantai umumnya membutuhkan biaya operasional yang relatif kecil daripada kegiatan perikanan di lepas pantai. Namun demikian, sebagian besar nelayan kecil pada umumnya mempunyai keterbatasan secara ekonomi terutama dalam hal modal (Purba 2009, Setiawan 2008), yaitu masih mengandalkan kemampuan modal sendiri yang didapat dari hasil tangkapan sebelumnya. Pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari seperti (pangan, sandang, papan), juga dialokasikan untuk memenuhi biaya operasional kegiatan penangkapan ikan.

Nurani (2010) menyatakan proses produksi pada kegiatan usaha perikanan tangkap merupakan proses yamg mengandung resiko tinggi dengan hasil tangkapan yang tidak menentu/tidak dapat diprediksi dengan pasti jumlahnya. Kebutuhan faktor-faktor produksi tersebut tergantung dari skala usaha dan harus sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan suatu kegiatan operasi penangkapan ikan skala kecil merupakan rangkaian atau mata rantai dari gabungan faktor-faktor produksi yang berperan di dalamnya. Purba (2009) mengacu pada Pearce dan Robinson (1997) menyatakan perolehan hasil tangkapan sangat rentan dipengaruhi proses produksi.

Kegiatan usaha perikanan tangkap skala kecil jaring arad telah berkembang lama di kawasan perairan pesisir Kota Tegal sampai saat ini. Dalam perkembangannya kegiatan penangkapan ikan khususnya ikan demersal yang mengoperasikan alat tangkap arad di Kota Tegal dan Kabupaten Pekalongan telah menunjukkan gejala terjadinya overfishing (Suseno 2004). Kondisi ini disebabkan karena jumlah nelayan yang menggunakan alat tangkap arad relatif banyak dan tingkat upaya penangkapan yang tinggi. Fauzi dan Anna (2010) menyatakan bahwa produksi ikan di pantai utara pulau Jawa telah mengalami penurunan sejak tahun 1980-an karena adanya tekanan dari upaya penangkapan yang tinggi juga disebabkan karena faktor lain, seperti degradasi lingkungan, dan faktor lingkungan lainnya seperti adanya penurunan luasan hutan mangrove. Semua faktor ini berkontribusi terhadap penurunan produksi ikan dan ketidakpastian pada ekonomi rumah tangga nelayan.

Prabowo (2012) menyatakan kondisi pendapatan dan biaya faktor produksi akan mempengaruhi pola tindak nelayan di Kota Tegal dalam melakukan penangkapan ikan, dan ini bisa berbeda untuk setiap jenis usaha penangkapan ikan. Penyediaan faktor-faktor produksi dihubungkan dengan pendapatan yang mungkin diperoleh nelayan cenderung menjadi negatif bila kegiatan perikanan tangkap di sekitar pantai padat, kualitas lingkungan perairan buruk, dan sumberdaya ikan yang dapat ditangkap terbatas. Kondisi perairan di sekitar kawasan pantai pesisir Kota Tegal mempunyai fishing ground tidak luas (4 mil), dan lokasinya dekat dengan kawasan pelabuhan Tegal, hal ini juga akan mempengaruhi penyediaan faktor produksi oleh nelayan skala kecil maupun ikan

41 hasil tangkapan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh pada kegiatan perikanan skala kecil menggunakan jaring arad di Kota Tegal.

Metode Penelitian

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan di Kelurahan Muarareja, sebuah tipikal desa nelayan skala kecil yang berada di pesisir pantai utara Kota Tegal, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Maret 2014.

Pengumpulan Data

Responden dalam penelitian ini adalah nelayan skala kecil dan dipilih secara purposive. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah nelayan skala kecil yang mengoperasikan alat tangkap di sekitar wilayah perairan Kota Tegal atau sekitar 4 mil dari garis pantai menggunakan perahu yang berukuran di bawah 5 GT, dan operasi penangkapan ikan berlangsung one day fishing trips. Dari beberapa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan skala kecil di desa Muarareja, jenis alat tangkap arad jumlahnya paling banyak digunakan oleh nelayan. Untuk kepentingan penelitian ini, nelayan yang menggunakan alat tangkap ini yang akan menjadi sampel penelitian. Jumlah sampel yang dipilih sebanyak 45 nelayan yang menggunakan jaring arad. Data dikumpulkan secara langsung dengan survei, dan pengamatan lapangan. Setiap responden diminta untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban terbuka. Pertanyaan yang ditanyakan berhubungan dengan variabel yang berhubungan dengan banyaknya ikan hasil tangkapan per trip, ukuran alat tangkap, musim penangkapan, ketersediaan bahan bakar, ketersediaan es, ketersediaan air tawar, jumlah awak kapal, pemenuhan kebutuhan perbekalan / operasi penangkapan.

Jenis data yang dikumpulkan Y adalah (hasil tangkapan), X1 (ukuran alat tangkap), X2 (musim tangkap), X3 (pemenuhan BBM), X4 (ketersediaan es balok), X5 (ketersediaan air tawar), X6 (jumlah ABK), dan X7 (pemenuhan perbekalan).

Data sekunder diperoleh dari instasi terkait diantaranya Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, kantor kelurahan Muareja, TPI Muarareja. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Data terlebih dahulu diuji dengan uji asumsi sebelum dilakukan analisis data yaitu dengan uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi. Keakuratan model dianalisis menggunakan uji kelinearan model dengan Anova, pengukuran analisis koefisien determinasi (R2), dan signifikansi dari masing-masing variabel.

Secara umum faktor-faktor yang mendukung dalam pengembangan perikanan pantai khususnya faktor produksi menggunakan jaring arad dapat dilakukan antara lain dengan memodifikasi ukuran alat tangkap, musim penangkapan, ketersediaan bahan bakar minyak, es balok, air tawar, ABK, maupun perbekalan. Faktor-faktor yang mendukung tersebut dapat dirumuskan

42

secara matematis dengan menggunakan persamaan regresi berganda sebagai berikut : 7 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 Yab Xb Xb Xb Xb Xb Xb X Keterangan :

Y = hasil tangkapan / produksi ikan jaring arad (kg) a = konstanta

X1 = ukuran alat tangkap - (meter)

X2 = musim penangkapan - (bulan)

X3 = ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) - (liter)

X4 = ketersediaan es balok - (balok)

X5 = ketersediaan air tawar - (liter)

X6 = ketersediaan ABK - (orang)

X7 = perbekalan - (rupiah)

Variabel X yang mempunyai nilai significancy probability <0.05, berarti mempunyai pengaruh nyata atau signifikan dalam mempengaruhi faktor-faktor produksi pendukung yang berpengaruh dalam kinerja usaha perikanan menggunakan jaring arad di Kota Tegal.

Hasil Penelitian

Profil Responden Dengan Jaring Arad

Profil responden dalam penelitian ini berjumlah 45 nelayan skala kecil yang kesemuanya berjenis kelamin laki-laki. Umur rata-rata responden adalah 47.64 tahun, dengan standar deviasi 1.23 dengan rentang umur termuda adalah 28 tahun dan yang tertua adalah 65 tahun. Dari ke 45 orang responden, umur yang paling banyak muncul adalah umur nelayan pada usia 45 tahun sebanyak 5 orang (11.10%). Data ini juga menunjukkan bahwa usia nelayan pada penelitian ini sekitar 40-an yang merupakan usia bekerja produktif. Usia produktif tersebut berada pada rentang usia antara 40-49 tahun sebanyak 19 orang (42.22%) nelayan. Kisaran umur nelayan pada penelitian yang dilakukan Sinh dan Long (2011) antara 42-43 tahun dan penelitian yang dilakukan Cinner dan Pollnac (2004) rata- rata berusia 45 tahun.

Responden nelayan pada penelitian ini telah bekerja di sektor perikanan rata-rata hampir selama 24 tahun (Tabel 4.1). Situasi ini menggambarkan bahwa nelayan-nelayan tersebut hampir separuh hidupnya telah bekerja disektor perikanan dan mereka memulainya sejak usia muda. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Yuerlita dan Perret (2010) menunjukkan bahwa nelayan di danau Singkarak telah melakukan pekerjaan menangkap ikan rata-rata hampir 25 tahun dengan rentang umur 41-50 tahun.

43 Tabel 4.1 Profil sosial ekonomi nelayan yang menggunakan jaring arad di desa Muarareja, Kota Tegal

Rata-rata tahun bekerja sebagai nelayan (standar deviasi) 24.34 2.24

Jumlah rata-rata anggota keluarga (standar deviasi) 4.56 0.42

Jumlah rata-rata anggota keluarga nelayan adalah 4.56 orang. Keadaan ini hampir mirip dengan data BPS Kota Tegal tahun 2013 tertera jumlah rata-rata anggota keluarga di kelurahan Muarareja adalah 4 jiwa per kepala keluarga (KK). Tingkat pendidikan dari keseluruhan responden (45 nelayan) adalah berpendidikan sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dapat dicapai oleh nelayan masih rendah. Seperti umumnya potret keadaan nelayan diberbagai tempat, hampir sebagian besar nelayan pada penelitian ini hanya mempunyai pendidikan sekolah dasar sebanyak 100%. Keadaan ini merupakan potret tingkat pendidikan yang ada dikalangan nelayan pada umumnya. Pana dan Sia Su (2012) dalam penelitiannya menyebutkan umumnya tingkat pendidikan nelayan di Palawan, Filipina hanya berpendidikan sekolah dasar. Yuerlita dan Perret (2010) menggambarkan ada sekitar 64.0% nelayan dengan tingkat pendidikan nelayan di daerah danau Singkarak. Pendidikan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang tinggal jauh dari ibukota provinsi atau kabupaten/ kota atau pusat pemerintahan pada umumnya terabaikan dari jangkauan intervensi pemerintah. Ada anggapan pada sebagian besar penduduk Indonesia, bahwa pendidikan adalah sesuatu pengeluaran yang dianggap mahal. UNDP (2013) menempatkan Indonesia dalam peringkat ke-121 dari 186 negara di dunia dalam Indeks Pembangunan Manusia Atau Human Development Index (HDI). Indeks ini menunjukkan akses ke dunia pendidikan Indonesia masih jauh dari harapan. Indonesia berada pada kelompok kategori Medium Human Development dengan peringkat ke-121.

Di bawah ini disajikan proporsi jenis pekerjaan yang ada di desa Muarareja berdasarkan data BPS Kota Tegal (2013) yang disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di desa Muarareja tahun 2012 (BPS Kota Tegal 2013)

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

Petani 315 9.90 Buruh tani 42 1.32 Nelayan 1975 62.07 Pengusaha 67 2.11 Buruh industri 68 2.14 Buruh bangunan 72 2.26 Pedagang 404 12.70 Angkutan 30 0.94 PNS/ABRI 70 2.20 Pensiunan 11 0.35 Lainnya 128 4.02 3182 100.00

44

Letak desa Muarareja berbatasan langsung dengan pesisir pantai, maka kebanyakan penduduk di daerah ini bekerja di sektor perikanan. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan relatif lebih banyak dibanding dengan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor lainnya.

Kondisi Sumberdaya Ikan Dan Karakteristik Penangkapan Ikan Potensi sumberdaya ikan di lokasi penelitian umumnya berasal dari kawasan perairan utara Laut Jawa. Perkembangan produksi perikanan laut di kota Tegal sejak tahun 2005 sampai dengan 2012 bersifat fluktuatif (Tabel 4.3). Tren produksi perikanan laut di Kota Tegal memang mengalami penurunan (Imron 2008). Walaupun dari segi produksi perikanan tidak stabil (Tabel 4.3) tetapi dilihat dari nilai produksinya, jumlah perputaran uang dari penjualan produk perikanan cukup prospektif .

Tabel 4.3 Tren produksi perikanan laut di Kota Tegal sejak tahun 2005-2012

Tahun Produksi (kg) Fluktuasi dari tahun ke tahun

(ton) % 2005 22,271,400 2006 20,573,787 -1,697,613 -7.62 2007 20,591,607 17,820 0.09 2008 19,539,491 -1,052,116 -5.11 2009 25,285,303 5,745,812 29.41 2010 20,323,865 -4,961,438 -19.62 2011 29,516,013 9,192,148 45.23 2012 27,178,122 -2,337,891 -7.92 Rata-rata 5.74

Sumber: Diolah dari BPS Kota Tegal 2009/2010 dan BPS Kota Tegal 2013

Nilai produksi perikanan laut di Kota Tegal dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2012 mengalami kecenderungan kenaikan yang cukup signifikan (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Nilai produksi perikanan laut di Kota Tegal sejak tahun 2005-2012

Tahun

Nilai produksi perikanan

laut (Ribu Rupiah) %

2005 88,656,816 2006 94,333,560 6.40 2007 97,364,289 3.21 2008 124,899,612 28.28 2009 147,611,365 18.18 2010 135,616,286 -8.13 2011 198,911,948 46.67 2012 206,770,092 3.95

45 Jenis-jenis ikan yang ditangkap dan ditemukan diperairan Kota Tegal antara lain ikan-ikan pelagis kecil dan ikan demersal yaitu: ikan layang, kembung, selar, tembang, rebon, teri, tongkol, bandeng, lemuru, tenggiri, tigawaja, ekor kuning, songot, kuro, belanak, bentong, bawal, layur, petek, manyung, pari, kakap, beloso, udang, cumi, ranjungan (BPS Kota Tegal 2013). Berbagai jenis ikan yang ditangkap tersebut mempunyai nilai jual ekonomis yang tinggi selain harga ikan yang terus meningkat.

Ikan-ikan demersal pada umumnya berada pada lingkungan berupa lumpur, pasir atau bebatuan. Jenis ikan yang dapat ditangkap dengan menggunakan jaring arad di Tegal adalah jenis ikan demersal seperti petek, manyung, beloso, pari, udang, atau cumi dan berbagai jenis ikan sampingan lainnya. Jenis jaring arad ini sesuai dengan kondisi kawasan perairan dasar Laut Jawa Utara yaitu berpasir dan berlumpur. Suseno (2004) dan Imron (2008) menyatakan kondisi produksi aktual sumberdaya ikan yang ada di perairan Kota Tegal cenderung mengarah pada kondisi overfishing. Keadaan ini akibat adanya persaingan antar alat tangkap yang beroperasi di sana. Suseno (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jaring arad adalah alat tangkap yang dominan, dan banyak dijumpai untuk menangkap ikan demersal yang ada di kawasan perairan pantai utara pulau Jawa. Imron (2008) juga menyatakan alat tangkap jenis arad ini adalah modifikasi dari alat tangkap jenis trawl. Alat tangkap arad paling banyak dioperasikan oleh nelayan di sekitar perairan Tegal ini karena alat ini paling efektif dan ekonomis untuk menangkap udang dan berbagai jenis ikan. Dari segi selektivitasnya, alat ini paling rendah selektivitasnya karena beragamnya hasil tangkapan baik dari segi ukuran dan jumlah sehingga pengoperasian alat ini menjadikan sumberdaya ikan demersal menjadi berkurang.

Analisis Fungsi Produksi

Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh nelayan skala kecil di kota Tegal seperti ukuran alat tangkap (X1), musim tangkap (X2), ketersediaan bahan bakar minyak (X3), es balok (X4), air tawar (X5), ABK (X6), dan perbekalan (X7) secara keseluruhan mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat ditunjukkan dengan R sebesar 0.907 dalam upaya pengembangan perikanan pantai di Kota Tegal.

Tabel 4.5 Nilai R dan R2 analisis regresi faktor produksi menggunakan jaring arad di Kota Tegal

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .907a .823 .790 55.7686

a. Predictors: (Constant), Perbekalan (X7)_Rp/trip, Ukuran AT (X1)_m, BBM (X3)_liter/trip, Air Tawar (X5)_liter/trip, ABK (X6)_orang/trip, Musim Tangkap (X2)_bulan, Es (X4)_balok/trip

46

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui nilai R2 , atau dengan kata lain, model hubungan tersebut mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.823. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh faktor produksi secara bersama-sama seperti ukuran alat tangkap (X1), musim tangkap (X2), ketersediaan bahan bakar minyak (X3), es balok (X4), air tawar (X5), ABK (X6), dan perbekalan (X7) dapat menjelaskan sebesar 82.3% naik turunnya produksi ikan dengan menggunakan jaring arad di sekitar pantai Kota Tegal, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Mengacu pada analisis anova, hasil analisi regresi berganda terhadap pengaruh produksi ikan dengan jaring arad dengan faktor produksi seperti ukuran alat tangkap (X1, musim tangkap (X2), ketersediaan bahan bakar minyak (X3), es balok (X4), air tawar (X5), ABK (X6), dan perbekalan (X7) dapat dipercaya, karena mempunyai nilai signifikansi (Sig.) probablity < 0.05, yaitu 0.000.

Model hubungan antara faktor produksi seperti ukuran alat tangkap (X1), musim tangkap (X2), penggunaan BBM (X3), es balok (X4), air tawar (X5), Anak Buah Kapal (X6), dan perbekalan (X7) terhadap pengembangan perikanan pantai yang diwakili oleh jumlah produksi ikan dengan jaring arad (Y) dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

Y = 136.425 – 0.175 X1 – 12.436 X2 + 0.577X3 + 10.791 X4 - 0.174 X5 - 5.114 X6 - 0.00003989 X7

Model ini dapat dipercaya karena hasil analisis Anova menunjukkan nilai significance probability <0.05, yaitu 0.000. Model tersebut dapat menjelaskan hubungan yang sangat kuat diantara faktor-faktor produksi dalam kaitannya dengan pengembangan perikanan pantai Kota Tegal dengan nilai R Square-nya (R2) sebesar 82.3% (Lampiran 13).

Pembahasan

Mengacu pada nilai signifikansi setiap faktor produksi terhadap produksi ikan menggunakan jaring arad di Kota Tegal, maka hanya musim penangkapan ikan (X2), penggunaan BBM (X3), es balok (X4), dan perbekalan (X7) berpengaruh nyata terhadap pengembangan perikanan pantai skala kecil di Kota Tegal yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi < 0.005. Nilai signifikansi untuk masing-masing faktor produksi seperti musim penangkapan ikan (X2), penggunaan BBM (X3), ketersediaan es balok (X4), dan perbekalan (X7) yaitu masing-masing 0.003, 0.023, 0.005, dan 0.005, dimana masing-masing nilai tersebut nilai signifikansi < 0.05. Faktor produksi lainnya seperti ukuran alat tangkap (X1), penggunaan air tawar (X5), dan ABK (X6) tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan perikanan skala kecil. Dari hasil diatas dapat ditunjukkan bahwa hanya musim penangkapan ikan (X2), penggunaan BBM (X3), es balok (X4), dan perbekalan (X7) yang dapat mempengaruhi kinerja operasi penangkapan ikan menggunakan jaring arad. Tiga faktor produksi lainnya tidak berpengaruh pada produksi ikan menggunakan jaring arad.

Terkait tren hasil tangkapan di Kota Tegal, produksi ikan dalam selang waktu yang 2005-2012 terlihat "stabil". Hasil produksi perikanan laut terlihat

47 tetap tinggi, kemungkinan karena nelayan mengubah alternatif startegi penangkapan ikan yang menguntungkan walaupun mungkin kondisi stok di daerah tersebut menurun (Muallil et al. 2014). Menurut Muallil (2014) data produksi dapat menjadi bahan informasi penting mengenai status keberlanjutan sumberdaya ikan di daerah tersebut.

Bagi kalangan nelayan skala kecil, kegiatan perikanan pantai juga memerlukan penyediaan faktor produksi. Hasil analisis menunjukkan bahan bakar minyak (BBM), es balok, ketergantungan pada musim penangkapan, dan perbekalan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan menggunakan peralatan alat tangkap jaring arad. Biaya operasional yang perlu disediakan untuk kegiatan perikanan pantai relatif kecil dibandingkan kegiatan perikanan tangkap di lepas pantai. Pada umumnya nelayan skala kecil juga mempunyai kendala dalam hal pemodalan keuangan yang terbatas.

Pada penelitian ini faktor produksi yaitu penggunaan BBM dan perbekalan (Purba 2009, Prabowo 2012) menjadi faktor yang perlu diperhatikan oleh nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan menggunakan jaring arad, memperkuat penelitian bahwa penyiapan solar dan bahan perbekalan menjadi fokus utama nelayan dalam suatu kegiatan perikanan, di mana secara spesifik kebutuhannya bisa berbeda tergantung pada jenis perikanan dan kondisi sosial ekonomi nelayan. Selain kedua faktor produksi tersebut, dua faktor lainnya seperti ketersediaan es balok dan musim penangkapan juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan oleh nelayan. Es balok diperlukan untuk menjaga kesegaran ikan hasil tangkapan, dikarenakan ikan sangat mudah rusak jika proses penanganan pasca panennya tidak ditangani dengan baik. Jika kualitas ikan baik, maka harga ikan di pasaran tinggi. Nurani (2010) menyatakan masing-masing usaha perikanan pantai memiliki faktor-faktor teknis yang berbeda untuk optimalisasi produksinya. Faktor teknis tersebut terkait dengan ukuran kapal, ukuran alat tangkap, penggunaan BBM ataupun tenaga kerja.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa untuk nelayan skala kecil, faktor musim signifikan dan sangat mempengaruhi aktivitas melaut mereka. Di samping itu pada umumnya, perahu/kapal nelayan skala kecil terbuat dari kayu dan dengan ukuran di bawah 5 GT. Keterkaitan ketersediaan bahan bakar mutlak tersedia yang diperlukan untuk menggerakkan perahu motor mereka. Keterkaitan antara faktor musim, ketersediaan bahan bakar, ketersediaan es balok, biaya operasional untuk melaut akan berpengaruh pada jumlah hasil tangkapan. Dengan ukuran perahu mereka di bawah 5 GT, maka lokasi penangkapan ikan juga tidak bisa jauh antara 4 mil sampai dengan 12 mil. Kalau cuaca bagus mereka dapat berlayar agak jauh dari pantai. Penangkapan ikan demersal dapat dilakukan sepanjang tahun dengan memperhatikan pola musim ikan demersal dominan yang tertangkap dengan mengatur pengelolaan kapan dapat dilakukan penangkapan ikan demersal (Imron 2008). Sebagai contoh musim puncak ikan pepetek adalah bulan September dan musim paceklik adalah Januari, sedangkan musim puncak udang adalah bulan Januari, dan musim pacekliknya Nopember (Imron 2008). Dengan memperhatikan pola musim kelimpahan ikan, nelayan dapat melakukan penangkapan berdasarkan musim sehingga ada upaya pengaturan penangkapan ikan demersal dapat menjadi lebih efektif.

Berbagai tekanan penangkapan di wilayah pesisir pantai juga menyebabkan semakin berkurangnya populasi ikan yang besar dan hanya menyisakan populasi

48

ikan yang kecil (juvenile). Jika aktivitas penangkapan melebihi kemampuan daya dukung dari sumber daya ikan tersebut, maka akan berakibat sumberdaya ikan tidak dapat memperbaharui dirinya, sehingga kondisi sumberdaya ikan tersebut tidak lestari (menjadi berkurang). Upaya agar sumberdaya ikan tetap lestari /berkelanjutan maka laju penangkapan ikan harus diatur dan dibatasi. Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah salah satu cara untuk mengatur agar pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut lestari yang dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab. Alat tangkap arad walapun bersifat selektif tapi kurang ramah lingkungan.

Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan seperti trammel net dan pancing, rawai sangat disarankan agar ada keragaman hasil tangkapan yang bernilai ekonomis (Imron 2008). Beberapa cara pengaturan penangkapan ikan demersal di perairan Kota Tegal perlu dilakukan agar tetap terjaga kondisi