• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

5.4 Analisis Finansial .1 Produktivitas pohon

Produktivitas pohon pala di kedua desa dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Nilai produktivitas buah pala setiap pohonnya tidak semua diketahui masyarakat sehingga pada umur tertentu nilai produksi buah ini diduga dari nilai regresi seperti yang terlihat pada Lampiran 5. Pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas buah pala di Desa Kriawaswas lebih tinggi daripada

Desa Kinam. Produktivitas buah pala rata-rata tertinggi berada pada umur 30 tahun yaitu sebesar 2.168 biji/pohon untuk kedua desa. Pendugaan produksi buah pala pada tingkat umur yang tidak diketahui dapat diduga melalui analisis regresi nonlinier.

Pada Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik hubungan antara umur pohon dan produksi buah pala membentuk parabola tertutup atau kuadratik yaitu produksi akan terus meningkat hingga saat umur puncaknya produksi pala akan menurun. Persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kinam sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

Y = - 122,9 + 59,15 X - 0,6336 X2 dengan R2= 62,4 %

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 62,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon mampu menjelaskan produksi buah pala sebesar 62,4% dan sisanya sebesar 37,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam uji hubungan variabel yang berpengaruh terhadap produksi buah pala.

umur pohon ( t h) p ro d u k ti v it a s ( b ij i/ p o h o n / th ) 100 80 60 40 20 0 2500 2000 1500 1000 500 0 -500 S 358.912 R-Sq 62.4% R-Sq(adj ) 61.2% Fitted Line Plot

produktivitas (bij i/ pohon/ th) = - 122.9 + 59.15 umur pohon (th) - 0.6336 umur pohon (th)* * 2

Gambar 8 Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kinam.

Adapun persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kriawaswas sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 62,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon mampu menjelaskan produksi buah pala sebesar 62,9 % dan sisanya sebesar 37,1 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam uji hubungan faktor yang berpengaruh terhadap produksi buah pala.

umur pohon ( t h) p ro d u k ti v it a s ( b ij i/ p o h o n / th ) 100 80 60 40 20 0 2500 2000 1500 1000 500 0 -500 S 363.533 R-Sq 62.9% R-Sq(adj ) 61.2% Fitted Line Plot

produktivitas (bij i/ pohon/ th) = - 194.5 + 63.84 umur pohon (th) - 0.6617 umur pohon (th)* * 2

Gambar 9 Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kriawaswas.

Nilai hasil dugaan produksi buah ini digunakan dalam analisis kelayakan. Produktivitas pohon pala per pohon ini dapat melihat jumlah buah yang didapatkan tiap tahunnya. Produksi buah ini membentuk grafik kuadratik yang artinya produksi buah akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada umur tertentu. Selanjutnya, produksi buah akan menurun. Setelah mengetahui produksi buah pala dalam tiap tahunnya, dapat diketahui pula tahun pala berproduksi tidak lagi menguntungkan secara finansial.

Tabel 24 Model persamaan regresi

No Persamaan Regresi

(%) Fhitung Ftabel

5 % 1 %

1. Y= - 122,9 + 59,15 X - 0,6336 X2 62,4 50,686 3,148 4,974

2. Y = - 194,5 + 63,84 X - 0,6617 X2 62,9 38,142 3,205 5,110

Uji keberartian juga diperlukan selain analisis nilai koefisien determinasi (R2), hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis peranan peubah bebas dalam menduga peubah tidak bebasnya dengan melakukan uji keberartian peubah

bebas menggunakan uji F. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, maka H0 ditolak. Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa kedua persamaan memiliki F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5% dan 1%. Hal ini berarti bahwa peubah bebas (umur pohon) yang dimasukkan kedalam model persamaan regresi berpengaruh nyata dalam menduga peubah tidak bebasnya yaitu produksi buah pala.

5.4.2 Analisis Kelayakan Finansial

Penilaian suatu proyek adalah membandingkan manfaat dan biaya yang ditaksir. Berdasarkan hasil analisis finansial di Desa Kinam, nilai NPV usaha pala adalah sebesar Rp 200.528.000/ha. Nilai ini berarti jumlah keuntungan yang diperoleh selama umur proyek 100 tahun, dengan asumsi inflasi yang digunakan adalah 7,37%/tahun (BPS 2012) dapat dilihat pada Tabel 26. Nilai BCR yang diperoleh adalah 2,7 yang merupakan perbandingan antara keuntungan yang didapat dari selama umur proyek dengan seluruh pengeluaran dari proyek. Nilai 2,7 ini berarti bahwa nilai keuntungan yang didapat lebih besar hampir tiga kali lipat dari pengeluaran yang dikeluarkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 16% yang menunjukkan bahwa usaha pala mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan per tahunnya sebesar 16% dari seluruh investasi yang ditanamkan selama 100 tahun.

Tabel 25 Analisis kriteria investasi usaha pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 200.528.155 222.328.372

BCR 2,7 3,2

IRR (%) 16 18

Hasil analisis finansial di Desa Kriawaswas menunjukkan nilai NPV usaha pala adalah sebesar Rp 222.328.000/ha. Nilai ini berarti jumlah keuntungan yang diperoleh selama umur proyek 100 tahun. Nilai BCR yang diperoleh adalah 3,2 yang merupakan perbandingan antara keuntungan yang didapat dari selama umur proyek dengan seluruh pengeluaran dari proyek. Nilai 3,2 ini berarti bahwa nilai keuntungan yang didapat lebih besar tiga kali lipat dari pengeluaran yang dikeluarkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 18% yang menunjukkan bahwa

usaha pala mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan per tahunnya sebesar 18% dari seluruh investasi yang ditanamkan selama 100 tahun. Tabel 26 Nilai Inflasi Provinsi Papua Barat

Tahun (2009-2010) Inflasi (%) Tahun (2010-2011) Inflasi (%) Tahun (2011- 2012) Inflasi (%)

Agustus 0,71 Agustus 0,99 Agustus 0,73

September (0,34) September 0,18 September (0,76)

Oktober (0,08) Oktober (0,47) Oktober 1,18

November 0,07 November 0,18 November 1,03

Desember 0,99 Desember 0,81 Desember 1,32

Januari 0,15 Januari (0,46) Januari (0,35)

Februari 0,08 Februari (0,09) Februari (0,58)

Maret 0,15 Maret (0,70) Maret (0,05)

April 1,56 April (0,34) April 1,29

Mei (0,55) Mei 0,22 Mei 0,56

Juni 0,70 Juni 1,67 Juni 1,80

Juli 2,35 Juli 1,45 Juli 1,20

Jumlah 5,79 3,44 7,37

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012 5.4.3 Analisis Marginal

Analisis marginal adalah analisis dengan cara menguji hasil nilai tambah ketika suatu variabel meningkat akibat meningkatnya variabel lain. Pada metode aliran kas dari rata-rata kedua desa dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7, NPV mulai bernilai positif pada tahun rata-rata ke 13. Artinya pohon pala yang berumur 13 mulai memberi keuntungan karena manfaat marginal yang diterima lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan.

Pada tahun rata-rata ke 89 nilai tambahan NPV dengan bertambahnya satu satuan umur mulai menunjukkan nilai negatif. Grafik yang terlihat pada Gambar 10 di bawah ini kurang menunjukkan bahwa pada tahun 89, perubahan nilai NPV sudah menunjukkan nilai negatif. Data dari grafik pada Gambar 10 menunjukkan bahwa pada umur pohon 89 tahun biaya marginal melebihi manfaat marginalnya. Dapat disimpulkan pengusahaan pala mencapai produksi optimal atau NPV maksimal di Desa Kinam yaitu Rp 200.642.000/ha dan di Desa Kriawaswas yaitu Rp 222.400.000/ha (dapat dilihat pada Tabel 27) saat umur pala mencapai rata-rata 88 tahun. Pala yang berumur 89 tahun harus dilakukan peremajaan karena umur pohon 88 tahun adalah produksi optimal meskipun produksi pala dapat mencapai ratusan tahun.

Gambar 10 Grafik hubungan rata-rata manfaat marginal terhadap tahun produksi pala.

Tabel 27 Kriteria kelayakan menurut waktu umur proyek

Kriteria Kelayakan

Desa

Kinam Kriawaswas

85 tahun 100 tahun 90 tahun 100 tahun

NPV (Rp/ha) 200.642.335 200.528.155 222.400.167 222.328.372

BCR 2,694 2,690 3,219 3,216

IRR (%) 16 18 18 18

5.4.4 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas ini didasarkan apabila terjadi perubahan skenario yang mempengaruhi kelayakan usaha. Pada Tabel 28, dilakukan analisis sensitivitas pada kenaikan biaya produksi secara maksimal yaitu sebesar 64%. Nilai 64% ini didapat dari hasil rata-rata biaya produksi pala dari masyarakat di kedua desa. Meskipun terjadi kenaikan biaya produksi pada kedua desa, usaha pala layak dijalankan. Kelayakan ini dilihat dari nilai NPV yang positif, BCR yang lebih besar dari 1, IRR yang lebih besar dari tingkat inflasi yang digunakan.

Tabel 28 Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi pala pada nilai maksimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 116.336.170 157.924.639

BCR 1,6 2,0

IRR (%) 12 13

Tabel 29 memperlihatkan bahwa apabila terjadi perubahan skenario berupa penurunan harga jual pala kering dan bunga pala yang terjadi pada nilai minimal. Nilai minimal harga ini didapatkan dari hasil wawancara pada masing-masing desa. Hasil NPV pada Desa Kinam dan Desa Kriawaswas berbeda cukup jauh. Hal ini disebabkan harga minimal di Desa Kriawaswas yang lebih tinggi

(10,000,000) (5,000,000) 0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 0 20 40 60 80 100 120 NP V ( R p /h a ) Umur pohon (th) ∆ NPV

daripada harga minimal di Desa Kinam, tetapi baik dari kedua desa meskipun adanya penurunan harga jual analisis usaha pala layak dijalankan.

Tabel 29 Analisis Sensitivitas terhadap penurunan harga jual pala kering dan bunga pala pada nilai minimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) 91.199.885 183.582.790

BCR 1,7 2,8

IRR (%) 13 16

Tabel 30 memperlihatkan bahwa apabila terjadi perubahan skenario berupa penurunan produksi buah pala yang terjadi pada nilai minimal. Nilai minimal produksi ini didapatkan dari hasil wawancara pada masing-masing desa. Kedua desa meskipun adanya penurunan produksi buah pala usaha pala layak dijalankan.

Tabel 30 Analisis Sensitivitas terhadap penurunan produksi buah pala pada nilai minimal

Kriteria Kelayakan Usaha Desa Kinam Desa Kriawaswas

NPV (Rp/ha) Rp 163.766.929 Rp 194.588.967

BCR 2,3 2,9

IRR (%) 15 17

Ketiga tabel di atas menunjukkan meskipun terjadi skenario terhadap proses usaha pala yaitu meningkatnya biaya, penurunan harga jual, dan penurunan produksi usaha pala tetapi pengembangan pala masih layak untuk dijalankan.

5.5 Kelola Sosial

IUPHHK-HA PT. Arfak Indra dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Pasal 47 Tahun 2002 disyaratkan bagi setiap pemegang IUPHHK baik hutan alam maupun hutan tanaman wajib memberdayakan masyarakat desa sekitar hutan dan atau di dalam hutan dalam kegiatan pengusahaan hutan baik langsung maupun tidak langsung. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 292/kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003 tentang penyelenggaraan kerjasama pemegang IUPHHK atau bukan kayu di hutan produksi dengan koperasi, IUPHHK-HA PT. Arfak Indra merencanakan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan dan atau di dalam hutan dengan memberi kesempatan dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat untuk turut serta dalam

kegiatan pemanfaatan hutan baik langsung maupun tidak langsung secara berdaya guna serta berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Pada data perusahaan, dapat dilihat jenis kegiatan yang perusahaan lakukan pada tiap jenis kegiatan seperti peningkatan ekonomi, pengembangan sarana dan prasarana umum, sosial budaya, juga KSDH dan lingkungan. Peningkatan ekonomi yang dilakukan perusahaan adalah pemanfaatan tenaga kerja. Pemanfaatan tenaga kerja ini dilaksanakan pada kegiatan pengusahaan hutan yaitu mengikutsertakan masyarakat secara langsung berpartisipasi dalam pengelolaan hutan seperti pada kegiatan ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan), kegiatan penanaman, dll.

Pengembangan sarana dan prasarana yang sudah perusahaan lakukan adalah pengembangan jalan, penerangan, juga bangunan. Pengembangan jalan yang dilakukan di tempat kegiatan perusahaan dapat membantu membukakan dan membantu akses bagi desa sekitar perusahaan karena rata-rata desa di kawasan IUPHHK-HA untuk menuju ke kota harus menggunakan jalur laut, sehingga dengan adanya perusahaan maka masyarakat dapat menggunakan jalur darat dalam akses ke kota atau ke tempat tujuan mereka lainnya. Perusahaan juga membantu dalam hal penerangan, karena setiap bulannya perusahaan menyediakan 1 drum solar untuk desa sekitar areal kerja perusahaan. Solar tersebut digunakan masyarakat untuk keperluan listrik atau penerangan mereka. Pengembangan bangunan yang perusahaan lakukan adalah dengan menyediakan papan kayu yang masyarakat butuhkan untuk keperluan bangunan yang dibutuhkan masyarakat seperti bangunan rumah, tiang-tiang listrik, dll. Kegiatan sosial budaya, perusahaan telah membantu dalam hal kesehatan, beasiswa, juga bantuan dana dalam kompensasi hak ulayat. Kegiatan KSDH dan lingkungan, perusahaan memberi bantuan bibit bagi masyarakat yang menginginkan terutama bibit pala untuk mereka tanam.

Rangkuman aspek kelola sosial yang dilakukan perusahaan diatas menunjukkan bahwa bagian pengembangan masyarakat belum dilakukan. Salah satu ruang lingkup kelola sosial adalah pengembangan masyarakat (Bahruni 2010). Prospek pengembangan pala (Myristica argentea Ware) yang layak dapat menjadi wadah peningkatan ekonomi bagi masyarakat desa sekitar.

Pengembangan usaha pala ini dapat ditingkatkan lagi, namun masyarakat masih membutuhkan bantuan dalam hal pengetahuan. Oleh karena itu, peran perusahaan masih sangat diperlukan. Adapun kendala dalam pengusahaan pala adalah sebagai berikut:

1. Umur kebun pala yang dimiliki oleh masyarakat cukup beragam dan produktivitas kebun pala tersebut semakin menurun dari tahun ke tahun (BPS 2011). Hal ini membuktikan bahwa keragaman pohon pala pada kebun masyarakat sudah tua.

2. Dibuangnya daging buah pala saat panen sangat disayangkan, padahal daging buah tersebut dapat memiliki nilai ekonomi lebih, namun butuh latihan bagi masyarakat dalam pengelolaan lebih lanjut dari daging buah pala.

Pemecahan kendala pertama adalah dengan cara peremajaan pala. Pohon pala yang dimiliki masyarakat rata-rata sudah tua tetapi sepertinya hal ini belum disadari oleh masyarakat, karena masyarakat dalam meningkatkan produksi pala dengan cara membuat kebun baru. Menurut Sunanto (1993) perlu dilakukan peremajaan untuk tanaman pala yang sudah tua. Cara peremajaan yang baik adalah Metode Gradual Thinning. Metode ini adalah metode penanaman sisipan yaitu penanaman tanaman pala muda diantara pohon pala tua. Penyisipan tanaman muda dilaksanakan secara bertahap dan penebangan pohon pala yang sudah tua dilakukan setelah tanaman yang muda berumur 1-3 tahun. Penebangan pohon pala yang tua juga dilaksanakan secara bertahap. Metode ini baik dilakukan karena petani masih memiliki pendapatan dan juga tanaman muda yang baru tumbuh tidak terganggu pertumbuhannya karena pohon pala yang tua sudah ada yang ditebang. Penyuluhan kepada masyarakat sangat diperlukaan untuk mengetahui cara peremajaan yang benar.

Kedua adalah persoalan daging buah pala yang dibuang secara percuma. Olahan daging buah pala yang sudah dimanfaatkan di daerah Fakfak adalah menjadi selai, manisan, dan sirup, namun yang biasanya membuat produk olahan tersebut di daerah Fakfak adalah orang pendatang. Masyarakat membutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang perlu diajarkan oleh peran perusahaan dan pemerintah untuk membuat nilai tambah dari daging buah pala. Selain itu, disebabkan banyaknya buah yang dipanen dalam sekali panen, memungkinkan

bahwa daging buah pala yang akan diolah sebaiknya dikerjakan secara berkelompok. Wadah seperti koperasi pala sangat diperlukan untuk pemasaran dari pengolahan daging buah pala.

Pengembangan usaha pala yang layak yaitu dilihat dari kriteria kelayakan, dapat menjadikan sebuah alternatif kelola sosial yang bagus bagi masyarakat sekitar wilayah kerja perusahaan. Adanya kendala dalam pengusahaan pala semakin menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan bantuan dalam memecahkan kendala tersebut. Peran perusahaan sangat diperlukan karena masyarakat masih memiliki pengetahuan yang minim dalam pengelolaan pala dan hal ini dapat dituangkan perusahaan dengan pemberian program kelola sosial kepada masyarakat.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Produksi rata-rata pala di Desa Kinam adalah 449,5 kg/ha dan 461,8 kg/ha di Desa Kriawaswas. Pendugaan produktivitas pohon pala menggunakan model penduga regresi nonlinear Y=a+bX+cX2. Model ini digunakan untuk mengestimasi tingkat produksi menurut umur pala di masing-masing desa. 2. Pengembangan usaha pala (Myristica argentea Ware) memiliki keuntungan

rata-rata per tahunnya sebesar Rp 13.856.000/ha/th. Tingkat kelayakan finansial selama jangka waktu umur proyek 100 tahun diperoleh NPV di Desa Kinam sebesar Rp 200.528.000/ha, nilai BCR sebesar 2,7 serta nilai IRR sebesar 16%. Sedangkan di Desa Kriawaswas nilai NPV adalah sebesar Rp 222.328.000/ha, nilai BCR sebesar 3,2 serta nilai IRR sebesar 18%. Usaha pala pada umur optimal rata-rata 88 tahun adalah dengan NPV sebesar Rp 200.642.000/ha di Desa Kinam dan Rp 222.400.000/ha di Desa Kriawaswas.

6.2 Saran

1. Berdasarkan analisis produktivitas dengan model penduga nonlinear dan analisis marginal disarankan peremajaan pohon pala pada umur 89 tahun dengan Metode Gradual Thinning.

2. Kelola sosial pengembangan usaha pala, umumnya di desa sekitar perlu dilakukan dengan memberi informasi pemanfaatan pala secara lebih optimal dengan memanfaatkan daging buah, melakukan pengorganisasian di tingkat petani dalam kegiatan produksi dan pemasaran untuk memperlancar arus pemasaran dan memperoleh nilai tambah.

Dokumen terkait