• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.1 Luas dan Persiapan Lahan

Masyarakat pada dasarnya sudah memiliki lahan dari nenek moyang sebelumnya sehingga saat ini mereka meneruskan usaha produksi pala yang telah ada. Lahan untuk kebun pala yang dimiliki masyarakat Desa Kinam rata-rata adalah seluas 0,95 ha sedangkan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas adalah seluas 2,12 ha. Rata-rata luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas lebih besar dikarenakan mata pencaharian utama Desa Kriawaswas adalah petani sedangkan Desa Kinam adalah nelayan. Kegiatan persiapan lahan dalam produksi pala dapat diketahui dari pembuatan lahan baru. Dari 35 responden, 20 diantaranya (57,14%) memiliki usaha kebun pala baru. Rata-rata luasan kebun baru lahan pala dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Luas lahan pala rata-rata per responden di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Luas Lahan (ha)

Lama Baru

Desa Kinam 0,95 0,64

Desa Kriawaswas 2,12 0,81

Sebelum dilakukan pembukaan lahan, masyarakat melakukan adat yang disebut nahahara. Nahahara adalah suatu adat meminta ijin untuk membuka lahan baru dengan cara menyiapkan kopi, daun sirih, pinang, dan kapung seperti

yang terlihat pada Gambar 1. Adat ini dipercaya bisa memberi kemudahan dan menghilangkan hambatan dalam mengelola lahan nantinya.

Kegiatan dalam persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu pembersihan dan penebangan. Kegiatan pembersihan dan penebangan yang dilakukan di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas dilakukan dengan cara berbeda. Desa Kinam melakukan pembersihan terlebih dulu. Pembersihan ini meliputi pembakaran rumput dan pembersihan semak belukar. Setelah dilakukan pembersihan, masyarakat melakukan penanaman selanjutnya baru penebangan pohon lainnya. Penebangan dilakukan setelah penanaman, hal tersebut dilakukan karena pohon yang belum ditebang tersebut dijadikan sebagai tempat naungan tanaman pala baru. Desa Kriawaswas melakukan persiapan lahan dengan cara penebangan terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan semak belukar sehingga lahan yang kosong tersebut dapat dilakukan proses pengolahan tanah untuk penanaman nantinya.

Gambar 1 Adat dalam persiapan pembukaan lahan (nahahara).

5.2.2 Pembibitan dan persemaian

Pengadaan bibit tanaman pala dilakukan masyarakat dengan perbanyakan biji. Biji-biji yang digunakan biasanya adalah biji matang berwarna coklat tua sampai hitam yang didapat dari kebun mereka sendiri. Menurut Deinum (1949)

dalam Sunanto H (1993) mengemukakan bahwa dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon hermaphrodite. Adanya biji yang menghasilkan pohon jantan inilah yang membuat masyarakat kesulitan dalam melakukan pembibitan. Biasanya mereka membedakannya dengan melihat dari biji. Biji betina biasanya bagian bawah biji lebih bulat dan

licin, sedangkan biji jantan bijinya lebih lonjong dan panjang dan permukaannya tidak rata.

Biji yang telah dipetik biasanya dicincang atau dicacah pada bagian ujung biji tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunas pada mata. Kemudian dipindahkan ke tanah atau bedengan. Biasanya mereka membuat bedengan langsung di tanah pekarangan rumah mereka atau dari karung yang diisi tanah sehingga mudah dipindahkan. Biji pala dapat berkecambah dalam waktu 4-8 minggu. Setelah bibit tanaman mempunyai 3-5 batang cabang, maka bibit dapat dipindahkan atau ditanam di lapangan.

5.2.3 Penanaman

Awal sebelum dilakukan penanaman, masyarakat biasanya menentukan terlebih dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Hal ini dilakukan karena kebun pala yang mereka miliki dari nenek moyang tidak ada jarak tanam tertentu sehingga berakibat menurunnya produktivitas pala lainnya. Jarak tanam yang digunakan masyarakat pun, berbeda-beda berkisar 4 m sampai 10 m. Cara membentangkan jarak tanam di kebun biasanya menggunakan tali-tali hutan yang telah diukur panjangnya, setelah itu mereka menancapkan kayu untuk menentukan titik lubang tanam.

Penanaman tanaman pala seharusnya dilakukan pada bibit yang telah berumur satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Penanaman yang dilakukan masyarakat dilakukan pada bibit yang berumur tidak tentu, dari bibit yang berumur enam bulan sampai bibit berumur 3-4 tahun baru dipindah. Padahal bibit yang berumur lebih dari dua tahun, pertumbuhannya akan terlambat sebab akar sudah berlipat-lipat. Cara penanaman yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membuat lubang tanam kecil menggunakan tuas dari kayu. Pembuatan lubang tidak dengan kedalaman tertentu atau teknik khusus, masyarakat hanya memperkirakan besar lubang yang menyesuaikan bentuk akar dan tanaman yang akan ditanam.

Penanaman bibit yang berasal dari biji dilakukan dengan cara memindahkan bibit yang awalnya ada di bedengan ke karung atau kardus. Karung dan kardus ini dipilih untuk memudahkan mereka memindahkan bibit dari pekarangan rumah menuju kebun. Setelah bibit pala dipindahkan ke lubang

tanam, lubang tanam tersebut kemudian disiram dengan air supaya tidak terjadi dehidrasi pada akar.

5.2.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman pala dilakukan untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang. Pemeliharaan yang dilakukan masyarakat meliputi pembebasan tali-tali pada pohon pala, penebangan pohon yang dirasa menganggu pertumbuhan pohon pala, pembersihan semak belukar, dan penanaman tanaman pelindung. Tanaman pelindung ini berfungsi sebagai tempat naungan tanaman pala yang masih muda karena umumnya tanaman pala yang masih muda kurang tahan terhadap sinar matahari. Ini yang dilakukan masyarakat Desa Kinam untuk tidak menebang pohon di kebun, dan akan ditebang jika tanaman pala sudah tahan terhadap matahari.

5.2.5 Pemanenan

Pohon pala berbuah pada umur 7-8 tahun dan pada umur 30 tahun dapat mencapai produksi tertinggi dan dapat terus berproduksi sampai ratusan tahun. Dalam satu tahun pohon pala dapat dipanen dua kali. Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut gay-gay. Gay-gay ini dibuat dari kayu atau bambu dengan panjang sekitar 3-4 meter, dimana ujung dari

gay-gay ini diberi paku atau besi untuk memetik buah pala.

5.2.6 Pasca Pemanenan

Buah yang dipetik setelah panen segera dibelah di kebun dengan menggunakan parang. Daging buah pala dipisahkan dan mayarakat hanya mengambil biji dan fuli pala, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Biasanya daging buah yang dipisahkan ini langsung ditinggalkan di kebun begitu saja. Sedangkan biji dan fuli pala dibawa pulang ke rumah untuk dikeringkan. Pengeringan biji pala dilakukan dengan cara memisahkan bunganya dan bijinya. Untuk fuli pala biasanya hanya dijemur saja, lama dari penjemuran ini tergantung dari cuaca atau panasnya matahari seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Perlakuan biji pala, dilakukan dengan cara pengeringan yaitu diasar. Cara pengasaran ini biasanya dengan cara pala ditaruh di atas perapian dan diasapi selama beberapa hari. Lamanya pengeringan ini tergantung dari jumlah biji yang diasar itu sendiri, untuk 10.000 biji pala dapat dikeringkan hanya dengan waktu ±

1-2 hari. Biji pala yang sudah mengering ini biasa disebut dengan pala kulit, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Selain pala kulit, beberapa masyarakat juga melakukan proses lain terhadap pala kulit ini yaitu dengan cara mengetok atau mengupas pala yang sudah dikeringkan menggunakan kayu atau biasa disebut pala ketok, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Tingkat keberhasilan dalam mengetok pala ini rendah, karena hanya orang dengan keahlian khusus yang bisa mengetok pala tanpa pecah dan rusak. Orang yang tidak biasa mengetok pala tapi melakukannya, hasil yang didapat hanya 30% dari total produksi.

Gambar 2 Bagian-bagian Myristica argentea Ware.

Gambar 4 Pala kulit.

Gambar 3 Pala ketok.

Gambar 5 Bunga atau fuli pala.

5.2.7 Pemasaran

Masyarakat yang sudah cukup tua dan tidak memiliki sanak saudara yang dekat dengan mereka biasanya tidak melakukan pengeringan biji dan fuli pala, sehingga mereka langsung menjual biji dan fuli pala tanpa dipisah atau biasa disebut pala basah. Tingginya harga pala ketok tetapi proses membuat pala ketok yang cukup sulit membuat masyarakat memasarkan produk pala dalam bentuk pala kulit. Perdagangan yang biasa dilakukan masyarakat dalam menjual pala hanya di pusat

Distrik Kokas atau di Kota Fakfak. Transportasi yang digunakan masyarakat adalah perahu ketinting, perahu motor merek johnson, dan mobil.

5.3Analisis Usaha Produksi Pala

5.3.1 Pendapatan Produksi Pala

a. Produksi

Jumlah pohon rata-rata per petani di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas berbeda dua kali lipat. Pada desa Kinam jumlahnya adalah 103 pohon/petani dan Desa Kriawaswas adalah 206 pohon/petani. Hal ini disebabkan karena mata pencaharian pala adalah yang utama di Desa Kriawaswas, sedangkan di Desa Kinam sebagian masih bermatapencaharian nelayan dan baru membuka lahan. Seperti pada Tabel 15, jumlah pohon per hektar Desa Kinam adalah 101 pohon/ha dan Desa Kriawaswas adalah 105 pohon/ha.

Satu tahun (musim barat dan musim timur) yang ditunjukkan dalam Tabel 16 dapat menghasilkan 449,5 kg/ha biji pala dan 26,4 kg/ha bunga pada Desa Kinam dan 461,8 kg/ha biji pala dan 27,2 kg/ha bunga pada Desa Kriawaswas. Dikarenakan setiap 1000 biji buah pala basah (biji dan bunga yang belum dikeringkan) memiliki berat sekitar ±15 kg dan setelah dikeringkan setiap 1000 biji kering sekitar ±8-9 kg sedangkan bunga ±0,5 kg.

Tabel 15 Jumlah pohon di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Per Petani (pohon/petani) Per Hektar (pohon/hektar)

Kinam 103 101

Kriawaswas 206 105

Tabel 16 Produksi buah pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Produksi (buah/ha)

Musim Barat Musim Timur Jumlah

Kinam 35.929 16.954 52.882

Kriawaswas 37.333 17.000 54.333

b. Harga

Harga jual pala terbagi menjadi tiga jenis, pertama yaitu pala basah (pala dan bunga) yang dihitung per 1000 biji, kedua adalah pala kulit, dan ketiga adalah pala ketok. Sekitar 96,8% masyarakat di kedua desa menjual pala dalam keadaan kering dengan rincian 74,2% menjual pala kulit dan 22,6% dalam bentuk pala ketok. Masyarakat menjual pala basah jika mereka

memerlukan uang dalam keadaan cepat, sehingga sebenarnya penjualan pala pun tergantung dari kebutuhan. Harga jual pala di musim barat dan timur berbeda, disaat pala berproduksi banyak maka harga jual akan turun begitu juga sebaliknya disaat pala berproduksi sedikit, maka harga jual akan tinggi. Harga pala kulit, pala ketok, dan bunga di Desa Kinam pada musim barat dan musim timur dapat dilihat pada Tabel 17. Perbedaan harga pada kedua desa tidak berbeda jauh, harga penjualan pala pada setiap harinya fluktuatif.

Tabel 17 Harga pala kulit dan bunga pada kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Musim Barat (Rp/kg) Musim Timur (Rp/kg)

Pala kulit Pala Ketok Bunga Pala Kulit Pala Ketok Bunga Kinam 52.250 70.000 124.333 67.125 88.143 190.733 Kriawaswas 49.714 70.000 135.667 60.000 88.000 181.467

Tabel 18 Harga pala kulit dan bunga rata-rata di kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Pala Kulit (Rp/kg) Bunga (Rp/kg)

Min Max Rata-rata Min Max Rata-rata

Kinam 40.000 75.000 59.688 100.000 219.000 157.533

Kriawaswas 49.000 60.000 54.857 127.500 192.000 158.567

c. Pendapatan

Melihat produksi pada Tabel 16 serta harga pala rata-rata pada Tabel 18, maka dapat diperkirakan pendapatan yang diperoleh masyarakat pada kedua musim dengan penggunaan rata-rata harga jual dan produksi dari kedua musim dan asumsi penjualan adalah penjualan biji pada pala kulit. Pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kinam adalah Rp 26.830.000/ha dan Rp 4.165.000/ha, sedangkan pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kriawaswas adalah Rp 25.335.000/ha dan Rp 4.308.000/ha. Total pendapatan di Desa Kinam dan Kriawaswas adalah Rp 30.995.000/ha dan Rp 29.643.000/ha.

Dokumen terkait