• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Prospect of The Business Development of Nutmeg (Myristica argentea Ware) as an Alternative Corporate Social Responsbility by PT. Arfak Indra in Fakfak District, West Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Prospect of The Business Development of Nutmeg (Myristica argentea Ware) as an Alternative Corporate Social Responsbility by PT. Arfak Indra in Fakfak District, West Papua"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN FAKFAK, PAPUA BARAT

ANGGI HAPSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

KABUPATEN FAKFAK, PAPUA BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Falkutas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

ANGGI HAPSARI

E14080099

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

ANGGI HAPSARI. Prospek Pengembangan Usaha Pala (Myristica argentea Ware) Sebagai Alternatif Kelola Sosial oleh PT. Arfak Indra di Kabupaten Fakfak Papua Barat. Dibimbing oleh BAHRUNI

Tanaman pala adalah tanaman multiguna karena setiap bagian tanaman pala dapat dimanfaatkan. Salah satu daerah penghasil pala di Indonesia adalah Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Sebagian besar masyarakat Fakfak bergantung kepada penghasilan dari pala, tetapi penghasilan dari pala belum mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Prospek pengembangan usaha pala yang layak dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh IUPHHK-HA PT. Arfak Indra dalam membuat program kelola sosial untuk menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.

Studi kelayakan dilakukan untuk menduga potensi produksi pala dan menganalisis kelayakan finansial usaha pala pada masyarakat sekitar PT. Arfak Indra di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas. Pengembangan usaha pala memberi keuntungan sebesar Rp 13.856.000/ha/th. Analisis finansial menggunakan tiga kriteria yaitu NPV, BCR dan IRR. NPV adalah nilai saat ini dari semua keuntungan bersih yang terkait dengan proyek. BCR dihitung sebagai nilai sekarang dari manfaat dibagi dengan nilai sekarang dari biaya. IRR adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar untuk sumber daya proyek yang akan meninggalkan uang yang cukup untuk menutupi biaya investasi dan masih memungkinkan masyarakat untuk mencapai titik impas.

Nilai NPV di Desa Kinam sebesar Rp 200.528.000/ha, nilai ini memberikan pengertian bahwa usaha pala selama umur proyek 100 tahun mempunyai prospek menguntungkan. Nilai BCR sebesar 2,7 merupakan perbandingan antara seluruh manfaat yang diperoleh dengan seluruh biaya selama umur proyek. Nilai IRR yang diperoleh pada usaha pala adalah 16%. Hal ini berarti usaha pala mampu memberi tingkat pengembalian atau memberikan keuntungan sebesar 16% per tahun dari seluruh investasi yang dikeluarkan selama umur proyek. Hasil analisis finansial pada usaha pala di Desa Kriawaswas adalah sebesar Rp 222.328.000/ha, nilai BCR dan IRR berurutan sebesar 3,2 dan 18%. Model pendugaan analisis regresi nonlinear dapat menunjukkan produksi maksimal pohon pala pada umur 30 tahun. Pohon pala pada umur 89 tahun memerlukan peremajaan.

(4)

ANGGI HAPSARI. The Prospect of The Business Development of Nutmeg

(Myristica argentea Ware) as an Alternative Corporate Social Responsbility

by PT. Arfak Indra in Fakfak District, West Papua. Supervised by BAHRUNI

The nutmeg plant is Multi Purpose Tree Spesies (MPTS). One of the nutmeg-producer areas in Indonesia is Fakfak District, West Papua. Most people’s Fakfak depends on income from nutmeg, but their income from pala haven’t been able to increased their welfare. The prospect of the business development of nutmeg which is feasible can be used as material consideration by IUPHHK-HA PT. Arfak Indra in making Corporate Social Responsbility program to welfare society around the forest.

The feasibility study conducted to suspect the potential production of nutmeg and analyze financial feasibility business of nutmeg on a community around PT. Arfak Indra in Kinam Village and Kriawaswas Village. The business development of nutmeg giving a profit is amounting to Rp 13.856.000 per hectare per year. Financial analysis using three criteria are NPV, BCR and IRR. NPV is the current value of all net benefits associated with a project. BCR is computed as the present value of benefit divided by the present value of costs. IRR is the maximum interest rate that could be paid for the project resources that would leave enough money to cover investment costs and still all allow society to break even.

NPV value in the Kinam Village was Rp 200,528,000 per hectare, this value given understanding that business nutmeg during age project 100 years have profitable prospect,The value of BCR 2.7 is a comparison between the benefits obtained with the entire cost during the age of project. The value of IRR that obtained at business of nutmeg is 16%. This means the business of nutmeg gives a repayment rate or provides an advantage of 16% per year of the entire investment issued during the age of project. The results of financial analysis on the business of nutmeg in Kriawaswas Village is amounting to Rp 222,328,000 per hectare, the value of BCR and IRR sequence of 3.2 and 18%. Prediction model non-linear regression analysis can showed the maximum production of nutmeg trees at age 30 years. Nutmeg tree at age 89 years requires rejuvenescence.

(5)

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Prospek Pengembangan

Usaha Pala (Myristica argentea Ware) sebagai Alternatif Kelola Sosial oleh

PT. Arfak Indra di Kabupaten Fakfak, Papua Barat” adalah benar merupakan

karya sendiri dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

(6)

Judul : Prospek Pengembangan Usaha Pala (Myristica argentea

Ware) sebagai Alternatif Kelola Sosial oleh PT. Arfak Indra di Kabupaten Fakfak, Papua Barat

Nama Mahasiswa : Anggi Hapsari NIM : E14080099

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bahruni, MS NIP 19610501 198803 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001

(7)

Penulis dilahirkan di Atambua NTT, pada tanggal 5 Juni 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Alm. Eko Budi Santoso dan Titik Mei Syati. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Kencana Sari Semarang (1994-1996), SD Rejosari 01 Semarang (1996-2002), SMP Negeri 32 Semarang (2002-2005), dan SMA Negeri 5 Bandar Lampung (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai Mahasiswa Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melelui jalur Seleksi Nasional Masuk Penerimaan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di dalam Himpunan profesi Manajemen Hutan atau Forest Management Student Club (FMSC) sebagai anggota divisi Keprofesian tahun 2009 dan anggota divisi Informatika dan Komunikasi pada tahun berikutnya, 2010. Pada tahun 2010, mengikuti Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Sancang-Kamojang. Tahun 2011 mengikuti Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan tahun 2012 Praktek Kerja Lapang di IUPHHK-HA PT. Arfak Indra, Kabupaten Fakfak Papua Barat. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di IPB, seperti Temu Manajer, Forester Cup,

E-Green, Lomba Menggambar dan Mewarnai Piala Rektor IPB, IPB Art Contest, dan Seminar Publikasi Hasil Kegiatan FMSC.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan rangkaian kegiatan perkuliahan sampai skripsi dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengembangan usaha pala di desa sekitar wilayah kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada bulan April sampai Mei 2012, sekaligus sebagai tempat Praktek Kerja Lapang (PKL). Penelitian ini dilakukan karena pala adalah salah satu potensi terbesar di Kabupaten Fakfak dan dapat dijadikan program kelola sosial oleh perusahaan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: Keluarga tercinta, Almarhum Bapak, Ibu, Nenek, dan Adikku yang telah memberikan kasih dan doanya; Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran dan arahan yang telah diberikan; Ibu Eva Rachmawati, S.Hut, MSi sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Ir. Ahmad Hadjib, MS sebagai ketua sidang dalam ujian komprehensif serta dosen pembimbing akademik; Seluruh karyawan IUPHHK-HA PT. Arfak Indra Kabupaten Fakfak Papua Barat; Sahabat selama PKL dan penelitian Siti Hanafiah Hegemur, Muhibudin, Ahmad Shofiyullah Zain, dan Agung Fadillah; John Sandi Lembong atas dukungan dan bantuan yang diberikan; Sahabat seperjuangan Fauziah Dwi Hayati Suratiyaningrum, dan Ade Anggraini untuk dukungannya juga Mayang Bogawa dan Willy Afriani Sinaga yang turut membantu dalam pengolahan data skripsi; Keluarga besar Fahutan IPB khususnya MNH 45 atas segala dukungan dan kenangan indah selama masa kuliah juga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(9)

DAFTAR ISI

2.1.1 Sejarah dan Penyebarannya... 4

2.1.2 Taksonomi ... 4

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 5

2.1.4 Teknik Budidaya ... 6

2.1.5 Manfaat Pala... 11

2.2 Hubungan Produktivitas Buah Pala dengan Umur Melalui Analisis Regresi... 11

3.4 Metode Pengambilan Contoh ... 16

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 17

3.5.1 Analisis Hubungan antara Produksi dengan Umur Pohon Melalui Analisis Regresi ... 17

3.5.2 Analisis Kriteria Investasi ... 17

IV KEADAAN UMUM LOKASI ... 19

4.1 Luas dan Letak Areal Kerja ... 19

4.2 Iklim ... 20

4.3 Landform dan Topografi ... 20

4.4 Jenis Tanah dan Kelerengan... 21

4.5 Keadaan Hutan ... 21

4.6 Fungsi Hutan ... 22

4.7 Ketenagakerjaan ... 22

(10)

Halaman

4.9 Perdagangan Pala ... 24

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Karakteristik Responden ... 27

5.2 Analisis Proses Produksi ... 29

5.2.1 Persiapan Lahan ... 29

5.2.2 Pembibitan dan Persemaian ... 30

5.2.3 Penanaman ... 31

5.2.4 Pemeliharaan ... 32

5.2.5 Pemanenan ... 32

5.2.6 Pasca Pemanenan ... 32

5.2.7 Pemasaran ... 33

5.3 Analisis Usaha Produksi Pala ... 34

5.3.1 Pendapatan Produksi Pala ... 34

5.3.2 Analisis Biaya Produksi ... 35

5.4 Analisis Finansial ... 41

5.4.1 Produktivitas Pohon ... 41

5.4.2 Analisis Kelayakan Finansial ... 44

5.4.3 Analisis Marginal ... 45

5.4.4 Analisis Sensitivitas ... 46

5.5 Kelola Sosial ... 47

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Analisis keragaman pengujian regresi ... 17

2. Letak, luas, dan keadaan wilayah di areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra ... 19

3. Gugusan landform pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra ... 20

4. Luas dan sebaran jenis tanah pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra . 21 5. Topografi wilayah pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra ... 21

6. Fungsi hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra... 22

7. Data kependudukan di areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra ... 24

8. Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan menurut jenis komoditi di Kabupaten Fakfak ... 25

9. Luas area dan produksi pala di Kabupaten Fakfak th. 2008 dan 2011 .... 25

10.Perdagangan Pala Fakfak ... 26

11.Karakteristik responden menurut umur ... 27

12.Rata-rata produksi pala di kedua desa pada tiap umur responden ... 27

13.Karakteristik responden menurut jumlah tanggungan keluarga... 28

14.Luas lahan pala rata-rata per responden di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 29

15.Jumlah pohon di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 34

16.Produksi buah pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 34

17.Harga pala kulit dan bunga pada kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 35

18.Harga pala kulit dan bunga rata-rata di kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 35

19.Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kinam ... 38

20.Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas ... 39

21.Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kinam ... 40

22.Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas ... 41

23.Analisis laba rugi pengusahan pala ... 41

24.Model persamaan regresi ... 43

25.Analisis kriteria investasi usaha pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas ... 44

(12)

No. Halaman 27.Kriteria kelayakan menurut waktu umur proyek ... 46 28.Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi pala pada nilai

maksimal ... 46 29.Analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual pala kering dan

bunga pala pada nilai minimal ... 47 30.Analisis sensitivitas terhadap penurunan produksi buah pala pada nilai

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Adat dalam persiapan pembukaan lahan (nahahara) ... 30

2. Bagian-bagian Myristica argentea Ware ... 33

3. Pala kulit ... 33

4. Pala ketok ... 33

5. Bunga atau fuli pala ... 33

6. Bangunan rumah kebun... 39

7. Peralatan dalam berkebun ... 39

8. Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kinam ... 42

9. Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kriawaswas ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Kondisi sosial responden Desa Kinam ... 54 2. Kondisi sosial responden Desa Kriawaswas ... 55 3. Produksi buah pala pada tiap umur pohon (biji/pohon) di Desa Kinam .. 56 4. Produksi buah pala pada tiap umur pohon (biji/pohon) di Desa

Kriawaswas ... 60 5. Produktivitas buah pala pada Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman pala adalah salah satu hasil komoditi pada sektor perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman pala termasuk salah satu hasil hutan bukan kayu yang mengandung minyak atsiri. Selain itu pala juga merupakan tanaman multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri dan tanaman obat.

Pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting karena Indonesia merupakan negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia (sekitar 60%), dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya. Salah satu daerah penghasil pala di Indonesia adalah Papua Barat. Papua Barat menghasilkan produksi pala sebesar 1.938 ton dalam setahun atau sekitar 7,54% dari penghasil pala di berbagai daerah Indonesia (BPS 2009).

Kabupaten Fakfak Papua Barat dikenal sebagai Kota Pala karena kaya akan hasil buah palanya. Pala yang dihasilkan dari hutan yang menjadi hak adat mereka pun belum mampu menyejahterakan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat hanya menjual pala tanpa ditingkatkan fungsinya untuk mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi.

(16)

1.2Perumusan Masalah

Prospek pengembangan usaha pala dilakukan sebagai alternatif kelola sosial untuk menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Pengembangan usaha pala di Fakfak belum optimal. Luas total kebun pala di Fakfak 5.241 ha, namun hanya 2.550 ha pohon pala yang produktif. Sekitar 2.236 ha lainnya pohon berusia kurang dari lima tahun sehingga belum produktif. Selain itu, 455 ha memiliki pohon yang sudah tidak produktif lagi (Anonim 2011)

Permasalahan lain dalam pengusahaan pala terjadi karena produk mentah pala dalam negeri kualitasnya tidak sebaik pala yang diimpor. Produk pala dalam negeri, kalah bersaing dengan produk pala negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena negara lain pengekspor pala dapat menjadikan produk pala bernilai jual tinggi. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor pala lebih kecil dari pertumbuhan impor sedangkan ekspor pala merupakan salah satu sumber devisa negara.

Hampir 100% pengusahaan tanaman pala adalah perkebunan rakyat, sehingga pengembangannya akan berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Padahal tanaman pala merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi, tetapi belum mampu menyejahterakan masyarakat yang ada di sekitar hutan. Untuk itu, perusahaan berkewajiban untuk menyejahterakan masyarakat di sekitarnya dengan melakukan program kelola sosial seperti penyuluhan, penyediaan sarana dan prasarana, dll kepada rakyat yang tinggal di sekitar hutan yang langsung mengelola perkebunan pala sehingga produksi pala akan semakin meningkat dan menghasilkan pala yang berkualitas tinggi.

1.3Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Melakukan pendugaan potensi produksi pala.

(17)

1.4Manfaat Penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pala (Myristica fragnans Houtt)

2.1.1. Sejarah dan Penyebarannya

Tanaman pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Pulau Banda. Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi rebutan bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis tahun 1511. Biji dan fulinya (bunga pala) dibawa ke daratan Eropa dan dijual dengan harga yang sangat mahal. Harga yang tinggi ini merupakan perangsang bagi bangsa-bangsa lain untuk datang ke Indonesia. Tanaman pala kemudian dikembangkan ke daerah Minahasa dan Kepulauan Sangir Talaud, Sumatra Barat dan Bengkulu tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa, Aceh, dan Lampung. Pada zaman kekuasaan Inggris, tanaman ini disebarkan pada beberapa daerah jajahannya tetapi tidak berhasil baik (Hadad et al 2006).

Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia, dan Afrika. Pala termasuk family Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Dari 15 marga terdapat 5 marga di antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6 marga tropis Afrika dan 4 marga tropis Asia (Rismunandar 1990). Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Nangroe Aceh Darusalam, Jawa Barat, dan Papua (Nurdjanah 2007). Fakfak Papua Barat adalah salah satu penghasil pala jenis Myristica argentea Ware.

2.1.2. Taksonomi

Taksonomi pala Banda adalah sebagai berikut (Hadad et al, 2006): Kingdom : Plantae

(19)

Sub kelas : Dicotyledonae

Ordo : Ramales

Family : Myristicaceae Genus : Myristica Species : argentea Ware

Nurdjanah (2007), di Indonesia dikenal beberapa jenis pala yaitu:

a. Myristica fragnans Houtt, yang merupakan jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman asli pulau Banda.

b. M. argentea Ware, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari Papua, khususnya di daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, mutunya dibawah pala Banda.

c. M. schefferi Warb, terdapat di hutan-hutan Papua dan dikenal dengan nama Pala Onin atau Gosoriwonin.

d. M. speciosa Warb, terdapat di pulau Bacan dan sering disebut Pala Bacan atau Pala Hutan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.

e. M. succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.

2.1.3. Syarat Tumbuh

a. Iklim

Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi. Rata-rata curah hujan di daerah asal tanaman pala yaitu Banda, adalah sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya ±100 mm. Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 18°C-34°C. Suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25°C-30°C.

(20)

menyebabkan penyerbukan bunga terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran. Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung yang ditanam dipinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara (Hadad et al 2006).

b. Tanah

Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah vulkanis dan memiliki pembuangan air yang baik atau drainase yang baik. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (pH 5,5-7) merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum (Hadad et al

2006).

c. Ketinggian Tempat

Ridley (1912) dalam Hadad et al (2006) penanaman pala di Pulau Banda sampai dengan ketinggian 458 meter diatas permukaan laut. Sedangkan di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700 m dari permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut.

2.1.4. Teknik Budidaya

a. Pengadaan bibit

(21)

Pengecambahan, perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya. Pengecambahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sbb:

1) Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih benih yang tua ditandai dengan tempurung mengkilat berwarna hitam kecoklatan, tidak keriput dengan fuli tebal dan biji besar.

2) Sediakan serbuk gergaji yang sudah lapuk atau jerami campur humus, dalam kotak atau bedengan pengecambahan dengan lebar 0,50-1m dan panjang sesuai kebutuhan. Kemudian letakan benih pala secara berbaris benih yang baru diseleksi dengan jarak berdekatan (0,50x1 cm atau 1x1 cm).

3) Selanjutnya tutup dengan karung goni atau kertas koran. Kelembaban harus selalu dijaga.

4) Pengecambahan biji dapat dipercepat dengan perlakuan pemecahan kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah atau mengelupas dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan pengikiran atau hampelas batok pangkal biji sehingga tipis.

5) Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada polibag yang telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos atau pupuk kandang dan tanah 1:1).

Persemaian sangat diperlukan di dalam pengadaan bibit pala. Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan menggunakan kotak yang telah diisi pasir halus, serbuk sabut kelapa, atau serbuk gergaji. Biji diatur sedemikian rupa dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag (Hadad et al 2006).

(22)

agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur ±1 tahun dengan ketinggian ±1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan langsung pada polibag ukuran 20x30 cm. Media yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang 2:1, polibag diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Penggunaan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan (Hadad et al 2006).

Perbanyakan dengan cangkokan, pada dasarnya mencangkok tanaman pala sama dengan mencangkok tanaman lainnya. Pencangkokan tanaman adalah usaha perbanyakan tanaman dengan tidak mengurangi sifat-sifat induknya. Pada umumnya pohon-pohon yang akan dicangkok adalah dari pohon-pohon yang terpilih dan cabang yang dicangkok adalah yang sudah berkayu tapi tidak terlalu tua atau terlalu muda yaitu dengan memilih cabang yang cukup besar. Pada jarak 15 cm dari batang, kulit dikupas lebih dari separuh sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan ditutup, kemudian dibalut tanah yang sebelumnya telah dicampur pupuk kandang. Pada umur 6 bulan setelah perlakuan, sudah keluar akar yang cukup banyak (Rismunandar 1990)

Perbanyakan dengan sambungan, adalah menempelkan bagian tanaman yang dipilih pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga membentuk satu tanaman bersama. Ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu penyambungan pada pucuk (enten) dan penyambungan mata (okulasi). Setelah 3-4 bulan sejak penyambungan dengan sistem enten dan okulasi dilakukan, jika menunjukkan adanya pertumbuhan batang atas (pada penyambungan enten) dan mata tunas (pada penyambungan okulasi), tanaman sudah dapat ditanam di lapangan (Sunanto 1993).

(23)

pada batang atas sebagai induknya. Dalam waktu 4-6 minggu, penyusuan sudah dapat dilihat hasilnya. Jika batang atas daunnya tidak layu, maka penyusuan dapat dipastikan berhasil. Setelah sekitar 4 bulan, batang bawah dan atas sudah tidak diperlukan lagi dan boleh dipotong serta dibiarkan tumbuh secara sempurna. Jika telah tumbuh sempurna, maka bibit dari hasil penyusuan sudah dapat ditanam di lapangan (Sunanto 1993).

Kebun harus sudah dipersiapkan sebelum bibit ditanam. Pada garis besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :

1) Pembabatan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang baru dibuka).

2) Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menggemburkan tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang serasi.

3) Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk tanaman pala ialah 9x10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10x10 m. Dengan jarak tanam tersebut kapasitas untuk berproduksi akan maksimal pada umur dewasa. Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran 60x60x60 cm. Pada tanah yang berliat tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100x100x100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah, karena kedua lapisan tersebut mengandung unsur yang berbeda. Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas setelah dicampur dengan pupuk kandang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian atas. Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat dilakukan (Hadad et al 2006).

b. Penanaman

(24)

dengan membuat lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali. Untuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar matahari.

c. Pemeliharaan

Peningkatan produksi pala sangat memerlukan pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan pala adalah: penanaman pohon pelindung untuk tanaman muda pala seperti kelapa, pohon duku, dan pohon buah-buahan lainnya. Selain itu perlu dilakukan penyulaman, penyiangan pada bibit umur 2-3 bulan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.

d. Panen

Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7-8 tahun. Tanaman pala hasil sambungan dapat berbuah umur 4-5 tahun dan tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3-4 tahun. Satu tahun pala dapat dipanen dua kali. Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah atau dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki batang dan memilih buah-buah yang telah tua (Hadad et al 2006).

e. Pasca Panen

(25)

2.1.5 Manfaat Pala

Nurdjanah (2007) selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik.

a. Kulit batang dan daun

Batang atau kayu pohon pala hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri.

b. Fuli

Fuli atau bunga pala adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak dijual di dalam negeri. Fuli juga dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak fuli ini sebagian digunakan sebagai penyedap berbagai masakan saus dan bahan makanan awetan dalam kaleng atau botol. Selain itu fuli juga digunakan sebagai obat dan jamu tradisional.

c. Biji pala

Biji pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah dan lain-lainya. Minyak biji digunakan untuk membuat minyak wangi atau parfum dan sabun.

d. Daging buah pala

Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala, selai pala, dll.

2.2Hubungan Produktivitas Buah Pala dengan Umur Melalui Analisis

Regresi

Supranto (2000) salah satu pola persamaan regresi adalah model parabola. Model ini pada dasarnya adalah garis regresi dengan variabel bebas X yang merupakan variabel waktu. Persamaan model parabola adalah sebagai berikut:

(26)

Riduwan (2003) kegunaan uji regresi adalah untuk meramalkan variabel terikat (Y) bila variabel bebas (X) diketahui. Uji regresi dilakukan dengan cara pembuatan hipotesis sehingga setelah dilakukan perhitungan, dapat ditentukan kriteria pengujian. Walpole (1993) menyebutkan bahwa hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak membawa penggunaan istilah hipotesis nol dan dilambangkan dengan H0. Penolakan H0 mengakibatkan penerimaan suatu hipotesis alternatif yang dilambangkan dengan H1.

Signifikansi dengan rumus:

�ℎ� � =�

Keterangan:

KTR: Kuadrat Tengah Regresi KTS: Kuadrat Tengah Sisa

Kaidah Pengujian Signifikansi:

Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0 (signifikan) Jika F hitung ≤ F tabel, maka tolak H1 (tidak signifikan)

2.3Analisis Usaha

Gittinger (1986) dalam analisis proyek akan menghadapi dua masalah yaitu harus memperoleh cara agar dapat mengevaluasi proyek-proyek yang membutuhkan waktu pelaksanaan yang lama dan proyek-proyek yang mempunyai arus biaya dan manfaat yang berbeda-beda pada masa yang akan datang. Kedua, sanggup mengevaluasi proyek-proyek dengan berbagai ukuran. Metode untuk kedua masalah ini adalah peramalan melalui perhitungan diskonto yang sesuai untuk diaplikasikan kepada proyek-proyek seperti:

a) Manfaat sekarang neto (Net Present Worth atau NPW)

(27)

terminologi mengenai ukuran ini. Ukuran tersebut selalu disebut dengan nilai sekarang neto atau net present value.

b) Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return atau IRR)

Tingkat pengembalian internal atau IRR adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal. Tingkat pengembalian internal adalah ukuran kemanfaatan proyek yang sangat berguna. Bank Dunia menggunakan ukuran ini dalam praktek semua analisa finansial dan ekonomi dari proyek-proyak dan merupakan ukuran yang digunakan oleh banyak badan finansial internasional lainnya.

c) Perbandingan manfaat-biaya (Net Benefit-Cost Ratio atau B/C Ratio)

Rasio ini diperoleh bila nilai sekarang arus mafaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Bila B/C ratio kurang dari satu, maka nilai sekarang biaya pada tingkat diskonto ini akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan pada proyek tidak akan dapat kembali.

d) Perbandingan manfaat-investasi neto (Net Benefit-Investment Ratio atau N/K Ratio).

Rasio ini merupakan pembagian nilai sekarang manfaat neto dengan nilai sekarang investasi. N/K rasio ini jarang sekali digunakan dalam analisa proyek, karena mungkin dalam praktek telah sering digunakan tingkat pengembalian internal dan B/C rasio.

Klemperer (1996), ada beberapa kriteria dalam menerima dan menolak investasi, yaitu:

a) Net Present Value (NPV), adalah nilai sekarang dari pendapatan dikurangi nilai sekarang dari biaya.

(28)

c) Benefit/Cost Ratio, adalah nilai sekarang dari pendapatan dibagi dengan nilai sekarang dari biaya.

Salah satu keuntungan nyata dari analisa proyek secara finansial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari hasil analisa tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Bagaimana sensitivitasnya manfaat sekarang neto suatu proyek pada tingkat nilai ekonomi atau pada harga finansial, atau terhadap ratio perbandingan manfaat dan investasi neto, atau terhadap biaya-biaya pelaksanaan yang terus meningkat. Analisis sensitivitas ini meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Hal tersebut merupakan satu cara untuk menarik perhatian kepada masalah utama dari analisa proyek yaitu proyeksi selalu menghadapi ketidaktentuan yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah kita ramalkan atau perkirakan (Gittinger 1986).

2.4Kelola Sosial

Kelola sosial merupakan upaya pengelolaan terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar wilayah kerja IUPHHK sehingga terjadi hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat. Ruang lingkup kelola sosial meliputi (Bahruni 2010): a. Pengembangan masyarakat, adalah upaya untuk membantu meningkatkan

kemampuan atau kapasitas masyarakat yang berada di dalam dan sekitar areal pengusahaan hutan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki dan mengatasi kendala yang ada melalui tindakan bersama anggota masyarakat dan melakukan sinergi dengan program pembangunan oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua desa yaitu Desa Kinam dan Desa Kriawaswas, Distrik Kokas di dalam areal kerja PT. Arfak Indra, Kabupaten Fak-Fak Papua Barat. Pengumpulan data di lokasi penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu bulan April-Mei 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dengan masyarakat dan pengamatan langsung di lapangan mengenai kondisi sosial masyarakat, kegiatan produksi pala, pemasaran dan penjualan pala yang diambil dari masyarakat sekitar hutan yang berada di sekitar PT. Arfak Indra. Sedangkan data sekunder berupa kondisi umum lokasi penelitian yang diambil dari PT. Arfak Indra dan data perdagangan, data produksi, nilai inflasi yang diambil dari Badan Pusat Statistik.

Alat yang digunakan dalam menganalisis data adalah kalkulator, komputer, software minitab 14 dan alat dokumentasi berupa kamera digital.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer diantaranya:

a. Pengumpulan data mengenai kondisi sosial masyarakat

Data ini meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama, tingkat pendidikan, mata pencaharian, jumlah tanggungan.

b. Pengumpulan data mengenai kegiatan usaha pala

Pengumpulan data primer ini meliputi hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan mengenai data proses kegiatan produksi, kegiatan pemasaran, dan kegiatan penjualan.

1) Data proses produksi a) Persiapan lahan

(30)

b) Pengadaan bibit

Berupa data cara memperoleh bibit dan biaya dalam pengadaan bibit. c) Kegiatan penanaman

Berupa bagaimana cara menanam dan biaya dalam penanaman. d) Kegiatan pemeliharaan

Berupa bagaimana cara memelihara dan biaya dalam pemeliharaan. e) Kegiatan pemanenan

Berupa data banyaknya pala yang dipanen dalam satu tahun, produksi per umur pohon, biaya yang dikeluarkan dalam pemanenan (transportasi, konsumsi, peralatan, dan biaya lainnya), dan kegiatan yang dilakukan pada pasca panen.

2) Data proses pemasaran dan penjualan

Data ini merupakan data harga jual yang ditetapkan, cara pembayaran yang dilakukan, cara penjualan yang dilakukan, lokasi penjualan, dan banyaknya yang dijual dalam satu tahun.

Pengumpulan data sekunder diantaranya:

a. Data umum lokasi penelitian dari PT. Arfak Indra

b. Data produksi, perdagangan pala, dan nilai inflasi dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

3.4 Metode Pengambilan Contoh

(31)

3.5Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Analisis Hubungan antara Produksi dengan Umur Pohon Melalui

Analisis Regresi

Hubungan antara produktifitas buah dengan umur dilakukan dengan analisis regresi sederhana nonlinear dengan menggunakan aplikasi minitab 14. Persamaan sebagai berikut:

= + +

Setelah mengetahui persamaan regresi tersebut dilakukan uji regresi sederhana dengan asumsi:

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan antara umur pohon terhadap produktivitas buah pala.

H0: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara umur pohon terhadap produktivitas buah pala.

Tabel 1 Analisis keragaman pengujian regresi

Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah

Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung Ftabel

Regresi k = p-1 JKR KTR KTR/KTS

Sisaan n-k-1 JKS

KTS

Total n-1 JKT

Keterangan:

p = banyaknya parameter model regresi

n = banyaknya pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan model regresi

Kaidah Pengujian Signifikansi:

Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0 (signifikan) Jika F hitung ≤ F tabel, maka tolak H1 (tidak signifikan)

3.5.2 Analisis Kriteria Investasi

Kelayakan usaha memerlukan kriteria untuk menganalisisnya. Klemperer (1996) menyebutkan ada beberapa kriteria dalam menerima dan menolak investasi, yaitu:

Net Present Value (NPV), adalah nilai sekarang dari pendapatan dikurangi nilai sekarang dari biaya. Apabila NPV > 0, maka proyek dikatakan layak.

���= � �

(1 +�)�

�=

− �(1 +)

(32)

Keterangan:

Ry : Aliran kas masuk

Cy : Aliran kas keluar

n : Inflasi

y : Interval waktu

a) Internal Rate of Return (IRR), adalah tingkat diskonto di mana nilai sekarang dari pendapatan dikurangi nilai sekarang dari biaya sama dengan 0, atau dimana NPV sama dengan 0.

� = � �

(1 +�)� = � � (1 +�)�

�= �

=

b) Benefit/Cost Ratio, adalah nilai sekarang dari pendapatan dibagi dengan nilai sekarang dari biaya. Apabila B/C > 1 maka proyek dikatakan layak.

��� =

�= ( ��+�) ∑�= ( ��+�)

c) Analisis Sensitivitas

(33)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Luas dan Letak Areal Kerja

Pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No SK. 333/MENHUT-II/2009 tanggal 15 Juni 2009 luas areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra seluas

±177.900 Ha yang terletak dalam wilayah Hutan Tanjung Tegin Sungai Bomberay, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Areal Ini terdiri atas dua ekosistem, yaitu ekosistem rawa dan tanah kering.

Daerah administratif pemerintahan areal kerja PT. Arfak Indra tersebar di 5 (lima) kecamatan yaitu: Kecamatan Fakfak, Fakfak Timur, Fakfak Barat, Kokas, dan Bomberay. Kelima kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten Fakfak. Rincian letak dan luas batas areal disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Letak, luas, dan keadaan wilayah di areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

3 Administrasi Pemerintahan Kecamatan Fakfak, Fakfak Timur, Fakfak Barat, Kokas

dan Bomberay Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat

4 Administrasi Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Fakfak

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat

5 Batas areal

- Utara

- Timur

- Selatan

- Barat

Teluk Berau dan ex PT. Bintuni Utama Murni, Hutan Lindung Gunung Fakfak

Ex PT. Agoda Rimba Irian

PT. Hanurata Coy. Ltd Unit II dan ex PT. Prabu alaska Teluk Berau, Teluk Wertopin dan Teluk Sumerin

6 Kelompok Hutan Tanjung Tegin-S. Bomberay

7 DAS/ SUB DAS Sub Das Koror Bomberay

Sumber : Dokumen RKUPHHK Berbasis IHMB IUPHHK-HA PT. Arfak Indra, Tahun 2011

(34)

a. Desa Kinam

Desa Kinam memiliki luasan sebesar 298 km2 atau 16,70% dari total luas Kecamatan Kokas. Letak geografis Desa Kinam berada di pesisir pantai. b. Desa Kriawaswas

Desa Kriawaswas memiliki luasan wilayah sebesar 20 km2 atau 1,11% dari total luas Kecamatan Kokas. Letak Geografis Desa Kriawaswas berada di daerah Lereng/ Punggung Bukit.

4.2Iklim

Curah hujan rata-rata bulan terbesar di areal IUPHHK PT.Arfak Indra terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Nopember. Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 292,1 mm dan tidak ada bulan kering sepanjang tahun. Untuk hari hujan rata-rata bulanan sebesar 19 hari per bulan. Tipe iklim di wilayah Fakfak menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim A (Sangat Basah) dengan nilai Q sebesar 0%, nilai Q adalah berbanding antara bulan kering (BK) dengan bulan basah (BS). Dimana untuk bulan kering nilai bulan hujan ≤ 60 mm

sedangkan pada bulan basah nilai curah hujan ≥ 100 mm.

4.3Landform dan Topografi

Pengelompokan Landform mengacu pada klasifikasi Landform LREP II yang menunjukan bahwa areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra merupakan bentang alam dengan bentuk wilayah bergunung, berbukit dan dataran mengarah ke timur dengan ketinggian 0-1.425 mdpl.

Tabel 3 Gugusan landform pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

Landform Uraian Luas

ha %

M.12 Pesisir Pasir 1.041 0,59

M.22 Dataran Pasang Surut 638 0,36

B.3 Dataran Fluvio-marin 1.536 0,86

A.112 Dataran banjir sungai bermaender 7.309 4,11

A.1122 Rawa belakang 20.232 11,37

(35)

4.4Jenis Tanah dan Kelerengan

Jenis tanah yang dapat di jumpai pada lokasi IUPHHK PT. Arfak Indra seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas dan sebaran jenis tanah pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

Jenis tanah Luas

Dudal (1961) PPT (1983) FAO

(1976) USDA (1975) ha %

Aluvial Aluvial Fluvisol Inseptisol 6.120 4,5

Organosol Organosol Histosol Histosol 35.190 22,8

Yellow-red Podzolic Podzolic Acrisol Ultisol 22.950 14,8

Grey-brown podzolic Podzolic Acrisol Tropohumult 88.740 57,9

Sumber : Dokumen RKUPHHK Berbasis IHMB IUPHHK-HA PT. Arfak Indra, Thun 2011

Di areal IUPHHK PT arfak Indra tanah podsolic mempunyai tekstur liat berpasir (halus) sampai lempung liat berpasir (agak halus). Solum tanah pada umumnya dalam (150-175 cm) dengan drainase baik sampai sangat baik.

Tabel 5 Topografi wilayah pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

Topografi Lereng (%) Beda Tinggi

(m)

Sumber : Dokumen RKUPHHK Berbasis IHMB IUPHHK-HA PT. Arfak Indra, Tahun 2011

4.5Keadaan Hutan

(36)

(Metroxylon sp.), Pala (Myristica fragrans), Nipah (Nypa frutican), dan Rotan (Callamus sp.).

Adapun satwa liar yang sering di jumpai di areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra antara lain babi hutan (Sus sp.), Rusa (Cervus timorensis), Buaya (Crocodilus novaguinea), Law-law (Dendrolagus sp.), Kus-Kus (Phalanger sp.), Kelelawar, beberapa jenis ular, burung cendrawasih (Paradisae sp.), Mambruk (Gaura cristapa), Kakatua, elang hitam, burung taon-taon dll.

4.6Fungsi Hutan

Areal kerja PT. Arfak Indra sebagian besar merupakan fungsi Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).

Tabel 6 Fungsi hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

No Penutupan

Sumber: Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Irian Jaya skala 1:250.000

4.7 Ketenagakerjaan

(37)

a. Karyawan Tetap

Karyawan yang terkait pada hubungan kerja dengan perusahaan untuk jangka waktu yang tidak tentu.

b. Karyawan Tidak Tetap

Karyawan yang terkait pada hubungan kerja dengan perusahaan untuk jangka waktu yang terbatas.

c. Karyawan Harian

Karyawan yang terkait pada hubungan kerja dengan perusahaan atas dasar pekerjaan yang sifatnya insidentil.

d. Karyawan Borongan

Karyawan yang terkait pada hubungan kerja dengan perusahaan untuk menghasilkan jasa atau produksi tertentu .

Ditinjau dari sisi tingkatan jabatan, tenaga kerja di IUPHHK-HA PT. Arfak Indra dibagi menjadi :

a. Karyawam pimpinan b. Karyawan Pelaksana c. Karyawan Pengawas d. dst

4.8 Sosial,Ekonomi dan Budaya Masyarakat

(38)

Tabel 7 Data kependudukan di areal kerja IUPHHK-HA PT. Arfak Indra

Timur Fakfak Kokas Bomberay

1 Luas Wilayah (km2) 1.685 1.721 820 1.786 1.910

Sumber : Data Monografi Desa Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat, Tahun 2007

Pemenuhan kebutuhan hidup sebagian besar penduduk melakukan aktivitas berburu di hutan, mengumpulkan hasil hutan lainnya, bertani dan menangkap ikan (nelayan). Sebagian kecil lainnya bermatapencaharian sebagai PNS, pedagang, buruh dan pertukangan. Komunitas unggulan dan khas yang terdapat di Kabupaten Fakfak adalah pala, namun umumnya tidak dilokalisir pada wilayah tertentu dalam bentuk perkebunan, melainkan masih banyak yang tumbuh di dalam hutan. Kabupaten Fakfak khususnya memiliki potensi tinggi dalam bidang ekonomi antara lain bidang kelautan dan perkebunan. Pala sebagai produk andalan setempat masih belum bervariasi dalam pengelolaannya.

4.9 Perdagangan Pala

(39)

Tabel 8 Perkembangan luas areal dan produksi tanaman perkebunan menurut jenis komoditi di Kabupaten Fakfak

Jenis Tanaman 2007 2008

Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Kabupaten Fakfak

Tabel 9 Luas area dan produksi pala di Kabupaten Fakfak tahun 2008 dan 2011

Distrik Luas Area (ha)

Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Kabupaten Fakfak

(40)

Tabel 10 Perdagangan pala Fakfak

Jumlah 1.224.480 95.660 183.775 958.853 338.365 272.175

Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Kabupaten Fakfak

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Karakteristik Responden

Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa 20 orang responden dari Desa Kinam memiliki sebaran tingkatan umur 23-99 tahun, dan 35% didominasi oleh pekerja tingkat umur 23-33 tahun dan 34-44 tahun. Sedangkan, 15 orang responden dari Desa Kriawaswas memiliki sebaran tingakatan umur 23-70 tahun, dan 26,7% didominasi oleh pekerja tingkat umur 23-33 tahun dan 34-44 tahun sama seperti Desa Kinam. Hanya saja di Desa Kriawaswas, maksimal umur yang masih bekerja adalah umur 70 tahun. Sedangkan, di Desa Kinam kisaran umur 78-99 tahun masih ada yang bekerja.

Tabel 11 Karakteristik responden menurut umur

Umur responden (tahun) Desa Kinam (%) Desa Kriawaswas (%)

23-33 35 26,7

Tabel 12 Rata-rata produksi pala di kedua desa pada tiap umur responden

Umur responden (tahun)

Rata-rata produksi (biji/ha/tahun)

Musim barat Musim timur

23-33 37.952 17.643

(42)

kebun, sehingga produktivitas buah pala dipengaruhi oleh faktor luar dari karakteristik responden umur. Selain produktivitas pala, umur responden juga mempengaruhi biaya. Semakin tua usia responden dapat membuat tingginya biaya dalam pengusahaan pala karena apabila mereka sudah tidak lagi dapat mengerjakan kegiatan produksi, mereka harus menggunakan jasa upah tenaga kerja sehingga biaya yang dibutuhkan akan semakin besar.

Tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam pemikiran dan juga tindakan dalam pengelolaan usaha yang mereka lakukan. Sebesar 10% masyarakat Desa Kinam tidak bersekolah dan 26,7% masyarakat Desa Kriawaswas tidak bersekolah.

Tabel 13 Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Desa Kinam (%) Desa Kriawaswas( %)

Tidak sekolah 10 26,7

Kurangnya tingkat pendidikan menyebabkan masyarakat di kedua Desa mengelola kebun mereka dari persemaian, penanaman hanya menggunakan pengalaman yang didapat dari nenek moyang, tidak ada pengetahuan khusus sehingga dalam produktivitas pun kurang maksimal. Tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kinam lebih tinggi tingkat pendidikannya daripada masyarakat Kriawaswas. Hal ini ditunjukkan dari pemeliharaan yang dilakukan masyarakat Desa Kinam, dimana mereka tidak menebang pohon pelindung sampai tanaman pala tahan terhadap keadaan lapang sedangkan masyarakat Desa Kriawaswas menebang semua pohon dan tidak ada pelindung pada tanaman pala.

(43)

mengakibatkan perbedaan luas lahan rata-rata yang dimiliki oleh petani disana. Meskipun luas lahan pala masyarakat Desa Kriawaswas lebih besar daripada masyarakat Desa Kinam, hal ini tidak menyurutkan masyarakat Desa Kinam membuka lahan baru untuk pala karena pala adalah tanaman asli daerah mereka dan memiliki nilai ekonomi tinggi.

5.2Analisis Proses Produksi

Proses produksi pala (Myristica argenta Ware) terjadi dalam dua musim dalam satu tahun, yaitu musim barat dan musim timur. Umumnya musim barat sekitar bulan Oktober-Nopember. Pada musim ini biasanya pohon pala berproduksi banyak. Musim timur sekitar bulan Februari-Maret, pada musim ini pohon pala berproduksi 25-80% dari produksinya di musim barat. Proses produksi pala diuraikan di bawah ini.

5.2.1 Luas dan Persiapan Lahan

Masyarakat pada dasarnya sudah memiliki lahan dari nenek moyang sebelumnya sehingga saat ini mereka meneruskan usaha produksi pala yang telah ada. Lahan untuk kebun pala yang dimiliki masyarakat Desa Kinam rata-rata adalah seluas 0,95 ha sedangkan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas adalah seluas 2,12 ha. Rata-rata luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Kriawaswas lebih besar dikarenakan mata pencaharian utama Desa Kriawaswas adalah petani sedangkan Desa Kinam adalah nelayan. Kegiatan persiapan lahan dalam produksi pala dapat diketahui dari pembuatan lahan baru. Dari 35 responden, 20 diantaranya (57,14%) memiliki usaha kebun pala baru. Rata-rata luasan kebun baru lahan pala dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Luas lahan pala rata-rata per responden di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Luas Lahan (ha)

Lama Baru

Desa Kinam 0,95 0,64

Desa Kriawaswas 2,12 0,81

(44)

yang terlihat pada Gambar 1. Adat ini dipercaya bisa memberi kemudahan dan menghilangkan hambatan dalam mengelola lahan nantinya.

Kegiatan dalam persiapan lahan terdiri dari dua kegiatan yaitu pembersihan dan penebangan. Kegiatan pembersihan dan penebangan yang dilakukan di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas dilakukan dengan cara berbeda. Desa Kinam melakukan pembersihan terlebih dulu. Pembersihan ini meliputi pembakaran rumput dan pembersihan semak belukar. Setelah dilakukan pembersihan, masyarakat melakukan penanaman selanjutnya baru penebangan pohon lainnya. Penebangan dilakukan setelah penanaman, hal tersebut dilakukan karena pohon yang belum ditebang tersebut dijadikan sebagai tempat naungan tanaman pala baru. Desa Kriawaswas melakukan persiapan lahan dengan cara penebangan terlebih dulu, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan semak belukar sehingga lahan yang kosong tersebut dapat dilakukan proses pengolahan tanah untuk penanaman nantinya.

Gambar 1 Adat dalam persiapan pembukaan lahan (nahahara).

5.2.2 Pembibitan dan persemaian

Pengadaan bibit tanaman pala dilakukan masyarakat dengan perbanyakan biji. Biji-biji yang digunakan biasanya adalah biji matang berwarna coklat tua sampai hitam yang didapat dari kebun mereka sendiri. Menurut Deinum (1949)

(45)

licin, sedangkan biji jantan bijinya lebih lonjong dan panjang dan permukaannya tidak rata.

Biji yang telah dipetik biasanya dicincang atau dicacah pada bagian ujung biji tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunas pada mata. Kemudian dipindahkan ke tanah atau bedengan. Biasanya mereka membuat bedengan langsung di tanah pekarangan rumah mereka atau dari karung yang diisi tanah sehingga mudah dipindahkan. Biji pala dapat berkecambah dalam waktu 4-8 minggu. Setelah bibit tanaman mempunyai 3-5 batang cabang, maka bibit dapat dipindahkan atau ditanam di lapangan.

5.2.3 Penanaman

Awal sebelum dilakukan penanaman, masyarakat biasanya menentukan terlebih dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Hal ini dilakukan karena kebun pala yang mereka miliki dari nenek moyang tidak ada jarak tanam tertentu sehingga berakibat menurunnya produktivitas pala lainnya. Jarak tanam yang digunakan masyarakat pun, berbeda-beda berkisar 4 m sampai 10 m. Cara membentangkan jarak tanam di kebun biasanya menggunakan tali-tali hutan yang telah diukur panjangnya, setelah itu mereka menancapkan kayu untuk menentukan titik lubang tanam.

Penanaman tanaman pala seharusnya dilakukan pada bibit yang telah berumur satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Penanaman yang dilakukan masyarakat dilakukan pada bibit yang berumur tidak tentu, dari bibit yang berumur enam bulan sampai bibit berumur 3-4 tahun baru dipindah. Padahal bibit yang berumur lebih dari dua tahun, pertumbuhannya akan terlambat sebab akar sudah berlipat-lipat. Cara penanaman yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membuat lubang tanam kecil menggunakan tuas dari kayu. Pembuatan lubang tidak dengan kedalaman tertentu atau teknik khusus, masyarakat hanya memperkirakan besar lubang yang menyesuaikan bentuk akar dan tanaman yang akan ditanam.

(46)

tanam, lubang tanam tersebut kemudian disiram dengan air supaya tidak terjadi dehidrasi pada akar.

5.2.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman pala dilakukan untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang. Pemeliharaan yang dilakukan masyarakat meliputi pembebasan tali-tali pada pohon pala, penebangan pohon yang dirasa menganggu pertumbuhan pohon pala, pembersihan semak belukar, dan penanaman tanaman pelindung. Tanaman pelindung ini berfungsi sebagai tempat naungan tanaman pala yang masih muda karena umumnya tanaman pala yang masih muda kurang tahan terhadap sinar matahari. Ini yang dilakukan masyarakat Desa Kinam untuk tidak menebang pohon di kebun, dan akan ditebang jika tanaman pala sudah tahan terhadap matahari.

5.2.5 Pemanenan

Pohon pala berbuah pada umur 7-8 tahun dan pada umur 30 tahun dapat mencapai produksi tertinggi dan dapat terus berproduksi sampai ratusan tahun. Dalam satu tahun pohon pala dapat dipanen dua kali. Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut gay-gay. Gay-gay ini dibuat dari kayu atau bambu dengan panjang sekitar 3-4 meter, dimana ujung dari

gay-gay ini diberi paku atau besi untuk memetik buah pala.

5.2.6 Pasca Pemanenan

Buah yang dipetik setelah panen segera dibelah di kebun dengan menggunakan parang. Daging buah pala dipisahkan dan mayarakat hanya mengambil biji dan fuli pala, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Biasanya daging buah yang dipisahkan ini langsung ditinggalkan di kebun begitu saja. Sedangkan biji dan fuli pala dibawa pulang ke rumah untuk dikeringkan. Pengeringan biji pala dilakukan dengan cara memisahkan bunganya dan bijinya. Untuk fuli pala biasanya hanya dijemur saja, lama dari penjemuran ini tergantung dari cuaca atau panasnya matahari seperti yang terlihat pada Gambar 5.

(47)

1-2 hari. Biji pala yang sudah mengering ini biasa disebut dengan pala kulit, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Selain pala kulit, beberapa masyarakat juga melakukan proses lain terhadap pala kulit ini yaitu dengan cara mengetok atau mengupas pala yang sudah dikeringkan menggunakan kayu atau biasa disebut pala ketok, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Tingkat keberhasilan dalam mengetok pala ini rendah, karena hanya orang dengan keahlian khusus yang bisa mengetok pala tanpa pecah dan rusak. Orang yang tidak biasa mengetok pala tapi melakukannya, hasil yang didapat hanya 30% dari total produksi.

Gambar 2 Bagian-bagian Myristica argentea Ware.

Gambar 4 Pala kulit.

Gambar 3 Pala ketok.

Gambar 5 Bunga atau fuli pala.

5.2.7 Pemasaran

(48)

Distrik Kokas atau di Kota Fakfak. Transportasi yang digunakan masyarakat adalah perahu ketinting, perahu motor merek johnson, dan mobil.

5.3Analisis Usaha Produksi Pala

5.3.1 Pendapatan Produksi Pala

a. Produksi

Jumlah pohon rata-rata per petani di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas berbeda dua kali lipat. Pada desa Kinam jumlahnya adalah 103 pohon/petani dan Desa Kriawaswas adalah 206 pohon/petani. Hal ini disebabkan karena mata pencaharian pala adalah yang utama di Desa Kriawaswas, sedangkan di Desa Kinam sebagian masih bermatapencaharian nelayan dan baru membuka lahan. Seperti pada Tabel 15, jumlah pohon per hektar Desa Kinam adalah 101 pohon/ha dan Desa Kriawaswas adalah 105 pohon/ha.

Satu tahun (musim barat dan musim timur) yang ditunjukkan dalam Tabel 16 dapat menghasilkan 449,5 kg/ha biji pala dan 26,4 kg/ha bunga pada Desa Kinam dan 461,8 kg/ha biji pala dan 27,2 kg/ha bunga pada Desa Kriawaswas. Dikarenakan setiap 1000 biji buah pala basah (biji dan bunga yang belum dikeringkan) memiliki berat sekitar ±15 kg dan setelah dikeringkan setiap 1000 biji kering sekitar ±8-9 kg sedangkan bunga ±0,5 kg.

Tabel 15 Jumlah pohon di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa Per Petani (pohon/petani) Per Hektar (pohon/hektar)

Kinam 103 101

Kriawaswas 206 105

Tabel 16 Produksi buah pala di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Produksi (buah/ha)

Musim Barat Musim Timur Jumlah

Kinam 35.929 16.954 52.882

Kriawaswas 37.333 17.000 54.333

b. Harga

(49)

memerlukan uang dalam keadaan cepat, sehingga sebenarnya penjualan pala pun tergantung dari kebutuhan. Harga jual pala di musim barat dan timur berbeda, disaat pala berproduksi banyak maka harga jual akan turun begitu juga sebaliknya disaat pala berproduksi sedikit, maka harga jual akan tinggi. Harga pala kulit, pala ketok, dan bunga di Desa Kinam pada musim barat dan musim timur dapat dilihat pada Tabel 17. Perbedaan harga pada kedua desa tidak berbeda jauh, harga penjualan pala pada setiap harinya fluktuatif.

Tabel 17 Harga pala kulit dan bunga pada kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Musim Barat (Rp/kg) Musim Timur (Rp/kg)

Pala

Kriawaswas 49.714 70.000 135.667 60.000 88.000 181.467

Tabel 18 Harga pala kulit dan bunga rata-rata di kedua musim di Desa Kinam dan Desa Kriawaswas

Desa

Pala Kulit (Rp/kg) Bunga (Rp/kg)

Min Max Rata-rata Min Max Rata-rata

Kinam 40.000 75.000 59.688 100.000 219.000 157.533

Kriawaswas 49.000 60.000 54.857 127.500 192.000 158.567

c. Pendapatan

Melihat produksi pada Tabel 16 serta harga pala rata-rata pada Tabel 18, maka dapat diperkirakan pendapatan yang diperoleh masyarakat pada kedua musim dengan penggunaan rata-rata harga jual dan produksi dari kedua musim dan asumsi penjualan adalah penjualan biji pada pala kulit. Pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kinam adalah Rp 26.830.000/ha dan Rp 4.165.000/ha, sedangkan pendapatan biji dan bunga pala masyarakat di Desa Kriawaswas adalah Rp 25.335.000/ha dan Rp 4.308.000/ha. Total pendapatan di Desa Kinam dan Kriawaswas adalah Rp 30.995.000/ha dan Rp 29.643.000/ha.

5.3.2 Analisis Biaya Produksi

a. Persiapan Lahan

(50)

sekitar Rp 100.000. Biaya ini meliputi untuk membeli kopi, sirih, dan pinang sebagai syarat sebelum dilakukan pembukaan lahan.

Biaya persiapan lahan dapat diliihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam mengeluarkan biaya sekitar Rp 2.046.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas mengeluarkan biaya sekitar Rp 6.333.000/ha. Biaya persiapan di Desa Kriawaswas lebih besar karena masyarakat harus mengeluarkan kas gereja dan untuk upah tenaga kerja mereka biasanya menggunakan upah borongan sedangkan masyarakat Desa Kinam menggunakan upah harian saja dan jumlah tenaga kerjanya pun bergantung dari luas lahan mereka.

b. Pembibitan

Sekitar 97,14% masyarakat dari Desa Kinam dan Desa Kriawaswas mendapatkan bibit dari kebun mereka sendiri atau dari saudara mereka, sehingga tidak memerlukan biaya dalam pembibitan tapi perawatan saja. Sedangkan sisanya yaitu 2,86% mendapatkan bibit pala dengan cara membeli seharga Rp 250.000 atau sekitar 500 biji dari masyarakat yang memperjualbelikan biji pala.

c. Penanaman

Biaya penanaman dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam mengeluarkan biaya rata-rata Rp 871.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas adalah Rp 2.000.000/ha. Biaya penanaman di Desa Kriawaswas lebih tinggi dikarenakan upah yang dikeluarkan adalah upah borongan dihitung per hektar. Berbeda dengan Desa Kinam yang hanya meliputi biaya makan untuk pekerjanya.

d. Pemeliharaan

(51)

e. Pemanenan

Biaya pengusahaan pala paling besar adalah biaya pemanenan yang meliputi upah tenaga kerja dan transportasi angkut untuk panen. Biaya pemanenan dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah sebesar Rp 8.199.000/ha sedangkan di Desa Kriawaswas adalah sebesar Rp 6.989.000/ha. Biaya panen di Desa Kriawaswas lebih kecil dibanding Desa Kinam disebabkan masyarakat Desa Kriawaswas tidak mengeluarkan transportasi angkut dalam kegiatan panen. Sebagian masyarakat di Desa Kinam memerlukan transportasi angkut dalam kegiatan panen karena jarak dari rumah ke kebun yang jauh.

f. Pemasaran

Biaya pemasaran dapat yang dikeluarkan adalah biaya transportasi. Biaya pemasaran dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah Rp 576.000 sedangkan biaya pemasaran di Desa Kriawaswas adalah Rp 1.200.000. Biaya pemasaran di Desa Kriawaswas lebih besar disebabkan masyarakat desa tersebut menjual pala dengan jalur darat yaitu menyewa mobil. Sedangkan hampir semua masyarakat Desa Kinam menjual pala menggunakan jalur laut yaitu dengan perahu motor dan ketinting. Penggunaan perahu ini cenderung lebih murah disebabkan pengeluaran biaya hanya pada bahan bakar bensin.

Cara pemasaran pala yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan mendatangi langsung pengumpul pala. Masyarakat di Desa Kinam biasanya menjual pala mereka di dua tempat yaitu di Desa Kokas dan di Kota Fakfak sedangkan masyarakat di Desa Kriawaswas menjual pala di Kota Fakfak saja karena areal tempat tinggal mereka yang tidak melewati laut, sehingga lebih memudahkan mereka untuk ke kota dibanding ke Desa Kokas.

g. Investasi Bangunan, Peralatan, dan Kendaraan

(52)

dari hasil wawancara responden, Biaya dalam pembangunan rumah kebun ini meliputi upah tenaga kerja dan bahan bakar untuk pembuatan rumah kebun bagi masyarakat yang menggunakan chainsaw.

Biaya maksimal dalam pembangunan rumah kebun adalah senilai Rp 2.100.000/ha dan biaya minimal dalam pembuatan rumah kebun adalah sebesar Rp 505.000/ha. Besarnya rata-rata biaya dalam pembangunan rumah kebun untuk Desa Kinam adalah Rp 1.500.000/ha sedangkan untuk Desa Kriawaswas adalah Rp 584.000/ha yang dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Biaya pembuatan rumah kebun untuk Desa Kriawaswas lebih rendah karena masyarakat Desa Kriawaswas dalam membuat rumah kebun menggunakan chainsaw untuk memotong kayu dan membuat rumah kebun sehingga biaya pembuatan rumah kebun meliputi bahan bakar chainsaw dan sedikit tenaga kerja. Sedangkan untuk Desa Kinam membutuhkan lebih banyak tenaga kerja atau lebih banyak hari kerja yang dibutuhkan sehingga membuat biaya semakin tinggi.

Peralatan merupakan biaya investasi karena biaya ini dikeluarkan satu kali selama umur proyek. Biaya peralatan dalam pengembangan usaha pala meliputi parang, kampak, linggis, pacul, cangkul, dan chainsaw yang terlihat pada Gambar 7.

Tabel 19 Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kinam

No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Biaya Investasi Alat (Rp)

1 Parang 2 82.750 165.500

2 Kampak 1 93.684 93.684

3 Pacul 1 78.333 78.333

4 Linggis 2 117.778 235.556

5 Cangkul 1 59.000 59.000

6 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000

7 Batu Asah 1 25.000 25.000

(53)

Tabel 20 Peralatan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas

No Komponen Jumlah (buah) Harga (Rp/buah) Biaya Investasi Alat (Rp)

1 Parang 4 93.667 374.667

2 Kampak 2 114.667 229.333

3 Pacul 2 37.500 75.000

4 Linggis 1 80.000 80.000

5 Chainsaw 1 13.000.000 13.000.000

6 Batu Asah 2 25.000 50.000

Total 12 13.350.833 13.809.000

Biaya investasi alat di Desa Kinam adalah Rp 13.657.000 dan di Desa Kriawaswas adalah 13.809.000. Biaya terbesar adalah chainsaw karena biaya

chainsaw meliputi 94-95% dari biaya total investasi alat. Padahal hanya 26,67% masyarakat Desa Kriawaswas yang memiliki chainsaw dalam mengolah kebun mereka, dan di Desa Kinam hanya 5% yang menggunakan

chainsaw. Penggunaan chainsaw ini pada dasarnya memudahkan bagi si pemilik dan untuk beberapa kegiatan produksi dapat meminimalkan biaya, seperti pada kegiatan persiapan lahan, pemeliharaan, dan pembuatan rumah kebun.

Biaya kendaraan dalam pengusahaan pala tidak begitu besar karena hanya 17,14% saja masyarakat yang memiliki kendaraan. Besarnya pengaruh kendaraan dalam pengusahaan pala hanya sekitar 2-45%. Biaya perawatan kendaraan di Desa Kinam sekitar Rp 840.000/th dan di Desa Kriawaswas sekitar Rp 1.000.000/th. Besarnya biaya kendaraan ini juga dipengaruhi penggunaan motor itu sendiri. Besarnya biaya investasi bangunan, kendaraan, dan juga peralatan ini digunakan untuk menghitung analisis kelayakan finansial.

Gambar 6 Bangunan rumah kebun di Desa Kinam.

(54)

h. Biaya penyusutan investasi peralatan dan kendaraan

Penyusutan adalah penurunan nilai aset yang digunakan dalam proses produksi. Penurunan nilai tersebut dapat berupa penurunan terhadap nilai pasarnya maupun penurunan nilai bagi pemiliknya. Penyebab turunnya nilai asset tersebut dapat bermacam-macam, seperti keausan aset atau aset tersebut telah ketinggalan jaman (Nugroho 2010). Penyusutan alat ini dihitung tiap tahun dan besarnya biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Biaya penyusutan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 23 yaitu di Desa Kinam adalah sebesar Rp 395.000/tahun sedangkan di Desa Kriawaswas adalah sebesar Rp 927.000/tahun. Tingginya biaya penyusutan alat di Desa Kriawaswas salah satunya dipengaruhi dari banyaknya penggunaan chainsaw

oleh masyarakat Desa Kriawaswas khususnya.

Tabel 21 dan Tabel 22 adalah penyusutan dari rata-rata jumlah investasi peralatan yang lengkap sedangkan uraian penyusutan pada Tabel 23 adalah penyusutan rata-rata investasi alat responden dari peralatan yang dimiliki masing-masing responden. Berdasarkan hasil wawancara responden, tidak semua responden memiliki barang investasi seperti pada Tabel 21 dan Tabel 22 sehingga nilai pada kedua tabel ini jauh lebih kecil dibanding nilai penyusutan pada uraian Tabel 23.

Tabel 21 Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kinam

(55)

Tabel 22 Penyusutan pengembangan usaha pala di Desa Kriawaswas

Tabel 23 Analisis laba rugi pengusahaan pala

No Uraian komponen

Pendapatan biji (Rp/ha) 26.829.576 25.334.857 26.082.216

Pendapatan bunga (Rp/ha) 4.165.374 4.307.728 4.236.551

Total Pendapatan 30.994.949 29.642.585 30.318.767

II Biaya Produksi

Total Pengeluaran 14.946.866 18.061.044 16.628.955

III Keuntungan 13.689.812

5.4Analisis Finansial

5.4.1 Produktivitas pohon

(56)

Desa Kinam. Produktivitas buah pala rata-rata tertinggi berada pada umur 30 tahun yaitu sebesar 2.168 biji/pohon untuk kedua desa. Pendugaan produksi buah pala pada tingkat umur yang tidak diketahui dapat diduga melalui analisis regresi nonlinier.

Pada Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik hubungan antara umur pohon dan produksi buah pala membentuk parabola tertutup atau kuadratik yaitu produksi akan terus meningkat hingga saat umur puncaknya produksi pala akan menurun. Persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kinam sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

Y = - 122,9 + 59,15 X - 0,6336 X2 dengan R2= 62,4 %

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 62,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon mampu menjelaskan produksi buah pala sebesar 62,4% dan sisanya sebesar 37,6 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam uji hubungan variabel yang berpengaruh terhadap produksi buah pala.

umur pohon ( t h)

Gambar 8 Grafik hubungan antara umur pohon terhadap produksi buah pala di Desa Kinam.

Adapun persamaan regresi yang diperoleh dari produksi buah pala di Desa Kriawaswas sebagai variabel terikat (Y) dan variabel yang mempengaruhi yaitu umur pohon (X), adalah sebagai berikut:

Gambar

Tabel 3  Gugusan landform pada areal IUPHHK-HA PT. Arfak Indra
Tabel 9  Luas area dan produksi pala di Kabupaten Fakfak tahun 2008 dan 2011
Tabel 10  Perdagangan pala Fakfak
Gambar 2  Bagian-bagian  Myristica
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena

Sedangkan penelitian yang menunjukan pengaruh negatif antara modal intelektual terhadap kinerja perusahaan diantaranya dilakukan oleh Kuryanto dan Muchamad (2008)

In this phase, the analysis begins with an overview of social ecological systems (SES) framework – in West Pasaman district – and mainly focused on the management of

Setelah melakukan penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa contextual guessing strategy adalah strategi yang efektif untuk diaplikasikan dalam pemahaman membaca

This strategy development section presents an analysis of the results of the weighting criteria and alternative strategies for the development of Andromeda room

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan tersebut dapat disusun suatu hipotesa sebagai berikut : Industri kecil Khususnya usaha pandai besi di kabupaten

dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk meningkatkan rasa percayadiri dan hasil belajar siswa pada tema hidup rukun subtema hidup rukun di sekolah kelas II A SD Negeri