• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Rancangan Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Fisik Tepung Bekatul

Analisis fisik tepung bekatul meliputi densitas kamba, densitas padat, kelarutan dalam air, uji amilograf, warna dan aw. Hasil analisis fisik tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 10 (Lampiran 1). Gambar tepung bekatul yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 10. Hasil Analisis Fisik Tepung Bekatul

No. Jenis Analisis Hasil

1. Densitas Kamba (g/ml) 0.3

2. Densitas Padat (g/ml) 0.4

3. Kelarutan dalam air (%) 11.3

4* Suhu gelatinisasi (°C) -

Waktu gelatinisasi (menit) - Suhu gelatinisasi puncak (°C) - Waktu gelatinisasi puncak (menit) - Viskositas (BU) -

5. Warna: L 51.7

a +4.0

b +6.9

h°(hue) 60.1

6. aw 0.5

Suhu (°C) 30.4

Keterangan: * = tidak teridentifikasi

(a) (b)

Gambar 5. (a) Tepung Bekatul dr. Liem; (b) Tepung bekatul

a. Densitas Kamba dan Densitas Padat

Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat fisik bahan pangan khusus biji-bijian dan tepung-tepungan. Densitas kamba dan densitas padat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air (Ainah, 2004). Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan, sedangkan densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu dengan dipadatkan. Densitas kamba dan densitas padat dinyatakan dalam satuan g/ml. Pengetahuan tentang densitas kamba dan densitas padat diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat penyimpanan maupun pengangkutan.

Densitas kamba tepung bekatul adalah 0.3 g/ml, dan densitas padatnya adalah 0.4 g/ml. Nilai densitas kamba tepung bekatul berbeda cukup jauh dengan nilai densitas kamba tepung terigu (0.48 g/ml). Jadi dapat diartikan tepung bekatul memerlukan ruang yang lebih besar dibanding tepung terigu

b. Kelarutan dalam Air

Kelarutan dalam air menunjukkan jumlah partikel tepung yang dapat larut dalam air. Kelarutan dalam air tepung bekatul yaitu

sebesar 11.3%. Rendahnya kelarutan tepung dapat disebabkan oleh tingginya komponen dalam tepung yang tidak larut air seperti pati mentah, serat pangan tak larut, pati resisten dan lemak.

c. Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 1992).

Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk memaparkan warna makanan adalah sistem Hunter. Dalam sistem ini, terdapat dua dimensi warna yaitu dimensi warna merah-ke-hijau dan dimensi warna kuning-ke-biru, yang dinyatakan dengan lambing a dan b. Dimensi warna ketiga yaitu kecerahan, yang dinyatakan dengan lambang L (deMan, 1997).

Hasil pengukuran warna tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 11. Dari hasil pengukuran, tepung bekatul memiliki nilai L pada kisaran rata-rata; nilai a dan b yang positif, yang menunjukkan tepung bekatul berwarna merah ke kuning; serta kisaran nilai h° 60.1.

Tabel 11. Hasil Pengukuran Warna Tepung Bekatul Parameter

Warna

Nilai Keterangan

L 51.72 Menunjukkan kecerahan berkisar 0-100 a +4.03 a positif (+) antara 0-100 untuk warna

merah

b +6.98 b positif (+) antara 0-70 untuk warna kuning

h° 60.1 Nilai h° (hue) 18-54 untuk warna merah;

54-90 untuk warna merah kekuningan

d. Uji Amilograf

Pengenalan sifat amilograf merupakan salah satu cara mengenal sifat pati. Sifat amilograf pati mempertimbangkan karakteristik pati berdasarkan perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan (Mulyandari, 1992). Sifat amilograf pati dipengaruhi oleh jenis pati, konsentrasi pati yang digunakan, suhu awal terjadinya gelatinisasi, dan pH suspensi (Pomeranz dan Meloan, 1994). Sifat amilograf pati dapat diukur menggunakan alat “Brabender visko-amilograf”, yaitu viskometer yang dapat melakukan pencatatan terhadap perubahan viskositas pati secara kontinyu (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Pomeranz dan Meloan (1994) menyatakan bahwa laju pemanasan selama pengukuran viskositas dijaga konstan yaitu sebesar 1,5°C/menit. Pada suatu titik, suhu pemanasan dijaga konstan selama selang waktu tertentu, kemudian suhu diturunkan kembali. Perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan diplot pada program.

Data-data yang diperoleh dari pengukuran sifat amilograf diantaranya adalah suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi puncak, waktu gelatinisasi, waktu gelatinisasi puncak dan viskositas puncak. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran sifat amilograf dengan alat “Brabender visko-amilograf” sebanyak dua kali ulangan.

Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana penetrasi air di dalam granula pati menyebabkan granula membengkak secara luar biasa sehingga pecah dan membentuk massa yang viscous. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai naik. Suhu gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kurva mulai naik dikalikan dengan kenaikan suhu (1.5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran adalah 30°C

Suhu gelatinisasi puncak yaitu suhu pada saat nilai maksimum viskositas dapat dicapai. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu gelatinisasi puncak adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak. Suhu gelatinisasi puncak ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai puncak dikalikan dengan kenaikan suhu (1,5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran.

Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi.

Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai (Winarno, 1992). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terjadi gelatinisasi pada tepung bekatul olahan. Hal ini disebabkan tepung bekatul olahan telah mengalami perlakuan pengeringan dengan drum drier pada suhu 90 °C, sehingga sudah tergelatinisasi terlebih dahulu.

Akibatnya saat dilakukan uji amilografi pada tepung bekatul olahan tidak teridentifikasi adanya gelatinisasi. Tepung beras sendiri mengalami gelatinisasi pada sekitar suhu 85°C. Hasil pengukuran sifat amilograf tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 10 (Lampiran 2).

e. Aktivitas Air (aw)

Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroba mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw 0.90; khamir aw

0.80-0.90; dan kapang aw 0.60-0.70 (Winarno, 1992).

Tepung bekatul memiliki nilai aw sebesar 0.5. Dengan demikian tepung bekatul mempunyai umur simpan yang relatif lama karena nilai aw yang lebih rendah dari kisaran aw dimana mikroba dapat tumbuh, akan tetapi rentan akan terjadinya penyerapan air dari

lingkungan dan terjadinya reaksi pencoklatan akibat penguraian sukrosa menjadi gula pereduksi.

Dokumen terkait