• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung bekatul, tepung terigu, margarin, mentega, telur, gula halus, susu skim, leavening agent, vanili, coklat bubuk, bubuk kayu manis, ragi dan air. Bahan- bahan yang digunakan untuk analisis meliputi air destilata, NaCl jenuh, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, batu didih, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator methylen blue, HCl, pelarut heksana, amilosa murni, etanol 95%, etanol 78%, NaOH 1N, asam asetat 1N, larutan iod, buffer Na-Fosfat 0,1 M, enzim termamyl, buffer Na-Fosfat 0,05 M, enzim pepsin, enzim pankreatin, celite, aseton, enzim ά-amilase, 3,5-dinitrosalisilat, Na-K-tartarat, maltosa, alkohol, glukosa.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer, sendok, loyang, oven pemanggang, kuali, kompor dan timbangan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah gelas ukur, gelas piala, corong Buchner, kertas saring, pompa vakum, oven, desikator, neraca analitik, kromameter, mesin amilograf, aww memetteerr,, ppH H memetteerr,, tetexxttuurree aannaallyyzzeerr,, cacawwaann aalluummuuniniuumm,,

3

TaTabbeell 88.. FFoorrmmuulalassii DDoonnaatt BBeekkaattuull BaBahhaann

((ggrraamm))

F1F1 F2F2 FF33 F4F4**

T Teeppuunng g b beekkaattuul l

2

200 2525 3300 3535

T

Teeppuunng g tteerriigguu 8080 7575 7700 6565 GGuullaa hhaalluus s 2525 2525 2255 2525 M

Maarrggaarriinn 1010 1010 1100 1010 T

Teelluurr 1010 1010 1100 1010 BBaakkiinngg

p poowwddeerr

00..55 0.0.55 00.5.5 0.0.55

RRaaggi i 3 3 3 3 3 3 3 3

GGaarraamm 2 2 2 2 22 2 2

DDoouugghh iimmpprroovveerr

2 2 2 2 2 2 2 2

AAiirr 5050 5050 5500 5050

JJuumlmlaahh 202022..55 220202.5.5 20202.2.55 220202.5.5

Margarin, mentega, gula halus, telur 

Margarin, mentega, gula halus, telur

Dicampur (mixer)

Dicampur (mixer)

Dicetak

Dipanggang ± 160°C, 15 menit

Didinginkan

22. . PPeenneelliittiiaann LLaannjjuuttaann

s

d

g.g. KKeekkeerraassaann

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Alat dihidupkan lalu sampel disimpan pada wadah yang telah disediakan. Bagian tersebut akan mendapat tekanan dari alat yang bergerak. Besar kecilnya tekanan akan masuk ke dalam amplifier yang ada di dalam recorder dan keluarannya berupa grafik.

Kekerasan dinyatakan sebagai kg gaya dari puncak tertinggi pada saat kurva mulai menaik yang dinyatakan sebagai titik nol.

2.2. UUjjii OOrrggananololeepptitikk ((SSooeekkaartrtoo,, 11999090) )

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah berupa pengujian kesukaan inderawi terhadap cookies bekatul dan donat bekatul. Pengujian yang dilakukan adalah dengan uji hedonik untuk mengetahui formulasi cookies bekatul dan donat bekatul yang paling disukai. Skor penilaian yang digunakan dalam uji hedonik ada 5 tingkat, yaitu 5= sangat suka, 4=

suka, 3= netral, 2= tidak suka, 1= sangat tidak suka. Penilaian dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih.

3. Analisis Sifat Kimia a. Analisis Proksimat

• Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan kosong yang bersih dikeringkan pada 100-102°C sekitar 15 menit didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Contoh sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan (a), kemudian dioven suhu 100-102°C selama 6 jam atau sampai berat konstan.

Cawan berisi contoh diangkat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (b).

(a-b)

Kadar air (%b/b) = --- x 100%

a (a-b)

Kadar air (%b/k) = --- x 100%

b

• Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a). Contoh sebanyak 5 gram dimasukkan dalam cawan dan ditimbang (b).

Cawan berisi contoh dibakar sampai asapnya habis sampai diperoleh abu yang berwarna abu-abu. Cawan dikeluarkan dari tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (c).

Kadar abu (%) = c-a x 100%

b-a

• Analisis Kadar Protein dengan Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995)

Kurang lebih 10 gram contoh didestruksi dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) untuk konversi nitrogen menjadi ammonia. Ammonia diuapkan dan diserap dengan larutan asam borat (H3BO3). Nitrogen yang terkandung dalam larutan asam borat ditentukan jumlahnya dengan dititrasi menggunakan larutan HCl 0.02 N

%N = (ml HCl contoh-ml HCl blanko) x N HClx14.07x100 mg contoh

% Protein = % N x 6.25

• Analisis Kadar Lemak metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a).

Sebanyak 5 gram contoh yang berbentuk tepung dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan labu ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya dan labu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksan dimasukkan dalam labu lemak

secukupnya, selanjutnya dilakukan ekstraksi selama min 6 jam s.d.

pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven suhu 150°C hingga mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu bersama lemak didalamnya ditimbang (b) dan berat lemak didalamnya diketahui (b-a).

% lemak = Berat lemak (g) x 100%

Berat contoh (g)

• Kadar karbohidrat, by difference (AOAC, 1995)

Kadar KH (%bb) = 100%-(% air+ % protein+ % lemak +%abu)

b. Analisis Nilai Energi (Almatsier, 2001)

Penentuan nilai energi makanan dapat dilakukan melalui perhitungan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi makanan tersebut.

Energi = (4 kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 kkal/g x kadar protein ) + (9 kkal/g x kadar lemak)

c. Analisis Kadar Amilosa (Juliano, 1971 yang dimodifikasi)

• Pembuatan Kurva Standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar kemudian didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing

sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan juga asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8;

dan 1 ml. Selanjutnya larutan tersebut juga ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit.

Larutan kemudian diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

• Penetapan Sampel

Sejumlah 100 mg sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml etanol serta 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml asetat 1 N serta 2 ml larutan iod. Larutan selanjutnya ditambahkan akuades sampai tanda tera, dikocok, didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus :

Kadar Amilosa (%) 100%

S = slope kemiringan pada kurva standar FP = faktor pengenceran, yaitu 0,002 W = berat sampel (gram)

A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm d. Analisis Kadar Serat Pangan, Metode Multienzim (Asp et al.,

1983)

Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian aduk. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl, erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil, dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk.

Sampel diangkat dan didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menggunakan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg enzim pepsin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Selanjutnya ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diatur menjadi 6.8 dengan menggunakan NaOH kemudian ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. pH diatur menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan sampel disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.

1. Residu (Serat Tidak Larut)

Cuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton.

Kemudian dikeringkan pada suhu 105°C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D1). Diabukan pada suhu 550°C selama 5 jam. Setelah didinginkan ditimbang dalam desikator (I1).

2. Filtrat (Serat Larut)

Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60°C). Biarkan mengendap selama 1 jam. Disaring dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu 105°C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D2). Diabukan pada suhu 550°C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang (I2).

3. Blanko

Blanko diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2).

Perhitungan:

%Serat Tidak Larut (IDF) = (D1-I1-B1)x100%

Berat sampel

%Serat Larut (SDF) = (D2-I2-B2)x100%

Berat sampel

%Total Serat (TDF) = %SDF+%IDF Keterangan:

D= Berat setelah pengeringan (g) I= Berat setelah pengabuan (g) B=Berat blanko bebas abu (g)

e. Analisis Daya Cerna Pati In Vitro (Muchtadi et al., 1992 yang dimodifikasi)

Enzim ά-amilase dilarutkan di dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M. Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram 3.5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat dan 1.6 gram NaOH dalam 100 ml aquades. Larutan maltosa standar yang digunakan adalah 0-10 mg masing-masing dalam 10 ml aquades.

Sampel tanpa lemak dibuat suspensi dalam aquades (1%) kemudian dipanaskan dalam inkubator selama 30 menit pada suhu 90

°C kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml sampel dalam tabung ditambahkan 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M. Lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan larutan enzim amilase dan diinkubasi lagi pada suhu 37°C selama 30 menit.

Blanko dibuat untuk menghitung kadar maltosa awal (bukan hasil hidrolisis enzim). Prosedur pembuatan blanko sama seperti prosedur untuk sampel hanya saja tanpa sampel dan tidak ditambahkan larutan enzim ά-amilase. Sebagai gantinya untuk blanko

diganti buffer Na-Fosfat 0.1 M pH 7. Daya cerna pati dihitung sebagai berikut:

% Daya Cerna Pati = a x 100%

b Keterangan:

a = kadar maltosa sampel-kadar maltosa blanko sampel b = kadar maltosa pati murni-kadar maltosa blanko pati murni

4. Analisis Indeks Glikemik (El, 1999)

Setiap porsi sampel yang akan ditentukan IG-nya (mengandung 50 g karbohidrat) diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air) selama semalam (sekitar pukul 20.00 sampai pukul 08.00 pagi besoknya). Panelis yang digunakan ialah individu sehat, tidak menderita diabetes dan memiliki IMT (indeks massa tubuh) normal (18-25).

Panelis yang digunakan berjumlah 10 orang untuk menguji sampel yang digunakan. Foto panelis pada saat uji Indeks Glikemik dapat dilihat pada Lampiran 20. Selama 2 jam pasca-pemberian, sampel darah sebanyak 20µL (finger-prick capillary blood samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur kadar glukosanya (pengukuran menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120). Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada panelis.

Kadar gula darah (pada setiap waktu pengambilan sampel) ditebar pada dua sumbu,yaitu sumbu waktu (X) dan kadar gula darah (Y). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan (glukosa murni).

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Penentuan formula produk terbaik dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan model matematis sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan taraf ke-i pada ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh jumlah tepung bekatul ke-i

i = Jumlah tepung bekatul (25%, 30%, 35%, 40%, 45% dari persentase tepung terigu untuk cookies; 20%, 25%, 30%, 35% dari persentase tepung terigu untuk donat)

j = Ulangan

εij = Galat perlakuan jumlah tepung bekatul ke-i pada ulangan ke-j

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

1. Analisis Fisik Tepung Bekatul

Analisis fisik tepung bekatul meliputi densitas kamba, densitas padat, kelarutan dalam air, uji amilograf, warna dan aw. Hasil analisis fisik tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 10 (Lampiran 1). Gambar tepung bekatul yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 10. Hasil Analisis Fisik Tepung Bekatul

No. Jenis Analisis Hasil

1. Densitas Kamba (g/ml) 0.3

2. Densitas Padat (g/ml) 0.4

3. Kelarutan dalam air (%) 11.3

4* Suhu gelatinisasi (°C) -

Waktu gelatinisasi (menit) - Suhu gelatinisasi puncak (°C) - Waktu gelatinisasi puncak (menit) - Viskositas (BU) -

5. Warna: L 51.7

a +4.0

b +6.9

h°(hue) 60.1

6. aw 0.5

Suhu (°C) 30.4

Keterangan: * = tidak teridentifikasi

(a) (b)

Gambar 5. (a) Tepung Bekatul dr. Liem; (b) Tepung bekatul

a. Densitas Kamba dan Densitas Padat

Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat fisik bahan pangan khusus biji-bijian dan tepung-tepungan. Densitas kamba dan densitas padat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air (Ainah, 2004). Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan, sedangkan densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu dengan dipadatkan. Densitas kamba dan densitas padat dinyatakan dalam satuan g/ml. Pengetahuan tentang densitas kamba dan densitas padat diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada saat penyimpanan maupun pengangkutan.

Densitas kamba tepung bekatul adalah 0.3 g/ml, dan densitas padatnya adalah 0.4 g/ml. Nilai densitas kamba tepung bekatul berbeda cukup jauh dengan nilai densitas kamba tepung terigu (0.48 g/ml). Jadi dapat diartikan tepung bekatul memerlukan ruang yang lebih besar dibanding tepung terigu

b. Kelarutan dalam Air

Kelarutan dalam air menunjukkan jumlah partikel tepung yang dapat larut dalam air. Kelarutan dalam air tepung bekatul yaitu

sebesar 11.3%. Rendahnya kelarutan tepung dapat disebabkan oleh tingginya komponen dalam tepung yang tidak larut air seperti pati mentah, serat pangan tak larut, pati resisten dan lemak.

c. Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan. Selain sebagai faktor yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 1992).

Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk memaparkan warna makanan adalah sistem Hunter. Dalam sistem ini, terdapat dua dimensi warna yaitu dimensi warna merah-ke-hijau dan dimensi warna kuning-ke-biru, yang dinyatakan dengan lambing a dan b. Dimensi warna ketiga yaitu kecerahan, yang dinyatakan dengan lambang L (deMan, 1997).

Hasil pengukuran warna tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 11. Dari hasil pengukuran, tepung bekatul memiliki nilai L pada kisaran rata-rata; nilai a dan b yang positif, yang menunjukkan tepung bekatul berwarna merah ke kuning; serta kisaran nilai h° 60.1.

Tabel 11. Hasil Pengukuran Warna Tepung Bekatul Parameter

Warna

Nilai Keterangan

L 51.72 Menunjukkan kecerahan berkisar 0-100 a +4.03 a positif (+) antara 0-100 untuk warna

merah

b +6.98 b positif (+) antara 0-70 untuk warna kuning

h° 60.1 Nilai h° (hue) 18-54 untuk warna merah;

54-90 untuk warna merah kekuningan

d. Uji Amilograf

Pengenalan sifat amilograf merupakan salah satu cara mengenal sifat pati. Sifat amilograf pati mempertimbangkan karakteristik pati berdasarkan perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan (Mulyandari, 1992). Sifat amilograf pati dipengaruhi oleh jenis pati, konsentrasi pati yang digunakan, suhu awal terjadinya gelatinisasi, dan pH suspensi (Pomeranz dan Meloan, 1994). Sifat amilograf pati dapat diukur menggunakan alat “Brabender visko-amilograf”, yaitu viskometer yang dapat melakukan pencatatan terhadap perubahan viskositas pati secara kontinyu (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Pomeranz dan Meloan (1994) menyatakan bahwa laju pemanasan selama pengukuran viskositas dijaga konstan yaitu sebesar 1,5°C/menit. Pada suatu titik, suhu pemanasan dijaga konstan selama selang waktu tertentu, kemudian suhu diturunkan kembali. Perubahan viskositas selama pemanasan dan pendinginan diplot pada program.

Data-data yang diperoleh dari pengukuran sifat amilograf diantaranya adalah suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi puncak, waktu gelatinisasi, waktu gelatinisasi puncak dan viskositas puncak. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran sifat amilograf dengan alat “Brabender visko-amilograf” sebanyak dua kali ulangan.

Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana penetrasi air di dalam granula pati menyebabkan granula membengkak secara luar biasa sehingga pecah dan membentuk massa yang viscous. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai naik. Suhu gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kurva mulai naik dikalikan dengan kenaikan suhu (1.5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran adalah 30°C

Suhu gelatinisasi puncak yaitu suhu pada saat nilai maksimum viskositas dapat dicapai. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu gelatinisasi puncak adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak. Suhu gelatinisasi puncak ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai puncak dikalikan dengan kenaikan suhu (1,5°C/menit) kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran.

Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi.

Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai (Winarno, 1992). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terjadi gelatinisasi pada tepung bekatul olahan. Hal ini disebabkan tepung bekatul olahan telah mengalami perlakuan pengeringan dengan drum drier pada suhu 90 °C, sehingga sudah tergelatinisasi terlebih dahulu.

Akibatnya saat dilakukan uji amilografi pada tepung bekatul olahan tidak teridentifikasi adanya gelatinisasi. Tepung beras sendiri mengalami gelatinisasi pada sekitar suhu 85°C. Hasil pengukuran sifat amilograf tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 10 (Lampiran 2).

e. Aktivitas Air (aw)

Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroba mempunyai aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw 0.90; khamir aw

0.80-0.90; dan kapang aw 0.60-0.70 (Winarno, 1992).

Tepung bekatul memiliki nilai aw sebesar 0.5. Dengan demikian tepung bekatul mempunyai umur simpan yang relatif lama karena nilai aw yang lebih rendah dari kisaran aw dimana mikroba dapat tumbuh, akan tetapi rentan akan terjadinya penyerapan air dari

lingkungan dan terjadinya reaksi pencoklatan akibat penguraian sukrosa menjadi gula pereduksi.

2. Analisis Kimia Tepung Bekatul

Analisis kimia yang dilakukan adalah analisis proksimat, yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat (by difference). Komposisi kimia tepung bekatul dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 1.

Tabel 12. Komposisi Zat Gizi Tepung Bekatul dan Tepung Terigu Zat Gizi Tepung Bekatul Tepung terigu

Air (% bb) 7.4 Maks 14.5%a)

Abu (% bb) 9.2 Maks 0.6% a)

Protein (% bb) 12.7 Min 7.0% a)

Lemak (% bb) 10.8 Maks 2%b)

Karbohidrat (% bb) 59.9 Min 70% b)

Sumber: a) SNI 01-3751-1995 b) Ainah, 2004 a. Kadar Air

Menurut Winarno (1992), air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pengeringan seperti alat, suhu, ketebalan bahan dan lama pengeringan.

Dari hasil analisis diperoleh kadar air tepung bekatul sebesar 7.4% (bb). Cukup rendahnya kadar air tepung bekatul memberi keuntungan pada saat penyimpanan. Menurut Ainah (2004), kadar air yang tinggi akan menyulitkan pada saat penyimpanan, karena tepung

pada kondisi tersebut mudah diserang mikroba dan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Selain itu, dengan semakin rendahnya kadar air maka konsentrasi komponen-komponen kering seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih tinggi.

b. Kadar Abu

Sebagian besar makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar namun zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Mineral terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, belerang, magnesium, dan komponen lain dalam jumlah kecil (Ainah, 2004). Kadar abu tepung bekatul sebesar 9.2%

Nilai kadar abu tepung bekatul lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung terigu untuk bahan makanan yang diisyaratkan oleh SNI 01-3751-1995 yaitu maksimal 0.6% (bb) (Indrasti, 2004). Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kandungan mineral dalam tepung bekatul. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan, kemurnian serta kebersihan bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka tepung tersebut kurang bersih dalam pengolahannya.

c. Kadar Protein

Kadar protein berperan dalam pembentukan adonan yang baik dan pembentukan crust pada proses pembakaran adonan (Ainah, 2004). Dari hasil analisis pada Tabel 8, diperoleh kadar protein tepung bekatul sebesar 12.7% (bb). Nilai ini masuk dalam kisaran kadar protein tepung terigu yang dikemukakan oleh Ainah (2004) yaitu 7-13% (bb).

d. Kadar Lemak

Kadar lemak tepung bekatul berhubungan dengan ketahanan produk yang dihasilkan terhadap ketengikan karena oksidasi lemak. Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak tepung bekatul yaitu 10.8% (bb) jauh lebih tinggi dibandingkan kadar lemak tepung gandum yang dikemukakan oleh Ainah (2004) yaitu 1-2% (bb).

Karena kadar lemaknya yang cukup tinggi menyebabkan bekatul mudah berbau tengik. Oleh karena itu bekatul harus disimpan di lemari es dan diusahakan tidak terlalu banyak kontak dengan udara untuk mencegah oksidasi asam-asam lemak tak jenuh.

e. Kadar Karbohidrat

Analisis yang paling mudah untuk menentukan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan yaitu dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut carbohydrate by difference.

Yang dimaksud dengan by difference adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut: % karbohidrat=

100%- % (protein+lemak+abu+air). Hasil dari perhitungan carbohydrate by difference ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan ( Winarno, 1992).

Kadar karbohidrat tepung bekatul dihitung berdasarkan metode by difference. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar karbohidrat tepung bekatul sebesar 59.9%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan kadar karbohidrat tepung terigu yang dikemukakan Anwar et al. (1993) yaitu 77.3% (bb).

3. Pembuatan Cookies dan Donat

Formulasi produk dilakukan secara trial and error untuk menentukan formulasi yang secara organoleptik disukai oleh konsumen.

Cookies dibuat lima formula berdasarkan satu variabel, yaitu persentase tepung bekatul yang digunakan (basis 100g total tepung). Bahan baku

dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu, tepung bekatul, gula, lemak, telur, susu skim, leavening agent, emulsifier, flavor dan pewarna.

Sedangkan bahan baku donat adalah tepung terigu, tepung bekatul, gula, lemak, telur, garam, leavening agent, emulsifier dan air.

Tepung bekatul yang ditambahkan pada cookies berkisar

Tepung bekatul yang ditambahkan pada cookies berkisar

Dokumen terkait