• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Rancangan Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Karakteristik Kimia Formula Terbaik

Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan zat gizi secara bertahap pada bahan pangan, misalnya protein mengalami kerusakan atau denaturasi. Tetapi dengan adanya proses pengolahan dapat meningkatkan aroma dan cita rasa suatu produk makanan.

Menurut Winarno (1992), dalam proses pemasakan terjadi penurunan nilai gizi tergantung pada suhu dan lamanya proses pemasakan. Ada tiga jenis reaksi yang dapat menurunkan nilai gizi selama proses pemanasan atau pemasakan, yaitu (1) oksidasi asam lemak; (2) denaturasi protein berupa perubahan ikatan asam amino sehingga absorpsi terganggu dan terbentuknya ikatan-ikatan baru sehingga enzim pencernaan tidak mampu lagi mencernanya; dan (3) reaksi Maillard yaitu reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer.

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk makanan, seperti kadar protein, lemak dan karbohidrat. Informasi kandungan gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah energi yang terdapat pada produk.

Kandungan gizi dari cookies dan donat dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17. Data hasil analisis proksimat produk terbaik dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan lampiran 9.

Tabel 16. Komposisi Kimia Cookies per 100g Komposisi

Komposisi (per 100 g bahan) Cookies

Tabel 17. Komposisi Kimia Donat per 100g Komposisi

Komposisi (per 100 g bahan) Donat standar Donat

Kadar air yang terdapat pada suatu produk pangan akan mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa, dan keawetannya.

Berdasarkan hasil analisis (Tabel 16 dan 17), diperoleh kadar air cookies standar 1.5% (bb), cookies bekatul sebesar 3.3% (bb), donat standar sebesar 28.1% (bb), donat bekatul sebesar 20.8% (bb).

Kadar air pada produk cookies merupakan karakteristik kritis yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap

cookies karena kadar air ini menentukan tekstur (kerenyahan) cookies.

Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang disukai. Kadar air cookies bekatul sesuai dengan syarat mutu SNI yaitu maksimal mempunyai kadar air 5% (BSN, 1992). Kadar air cookies yang rendah ini disebabkan penguapan air pada adonan yang terjadi pada tahap pemanggangan (Whiteley, 1971).

Menurut Winarno (1992), kadar air pada bahan yang berkisar 3-7%

akan mencapai kestabilan optimum, sehingga pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi. Ada tiga macam reaksi pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C. Donat memiliki kadar air yang tinggi sehingga mudah rusak.

2. Kadar Abu

Abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 16 dan 17), kadar abu cookies standar sebesar 1.2% (bb), cookies bekatul sebesar 3.0% (bb), donat standar sebesar 1.1% (bb), donat bekatul sebesar 3.0% (bb).

Nilai kadar abu cookies bekatul cukup tinggi jika dibandingkan dengan SNI cookies yang mensyaratkan kandungan maksimum abu hanya 1.5% (BSN, 1992). Kadar abu yang lebih tinggi pada cookies bekatul dan donat bekatul disebabkan tingginya kandungan mineral pada bekatul.

3. Kadar Protein

Protein merupakan senyawa-senyawa yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N. Penetapan kadar protein dilakukan dengan

metode mikro-Kjeldahl. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan nitrogen yang terkandung dalam bahan. Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 1992).

Berdasarkan hasil analisis, kadar protein cookies standar yaitu sebesar 5.7% (bb), cookies bekatul sebesar 7.7% (bb), donat standar sebesar 8.8% (bb) dan donat bekatul sebesar 11.3% (bb).

Kadar protein tertinggi dimiliki oleh donat bekatul. Sumber protein pada donat adalah terigu, tepung bekatul dan telur (kuning telur dan putih telur). Terigu yang digunakan pada pembuatan donat memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan terigu yang digunakan pada pembuatan cookies. Terigu yang digunakan pada pembuatan donat adalah terigu keras yang memiliki kandungan protein 13%, sedangkan terigu yang digunakan pada pembuatan cookies adalah terigu lunak yang memiliki kandungan protein 9%. Nilai protein cookies kontrol dan cookies bekatul berada di bawah nilai yang dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 9% (BSN, 1992). Hal ini disebabkan jumlah telur dan susu yang ditambahkan sedikit.

4.Kadar Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber cita rasa dan memberikan tekstur yang lembut pada produk. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang dapat memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein. Lemak pada produk olahan diukur dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 16 dan 17), diperoleh kadar lemak cookies standar sebesar 23.6% (bb), cookies bekatul sebesar 28.5% (bb), donat standar sebesar 20.5% (bb), donat bekatul sebesar 22.8% (bb).

Kadar lemak cookies bekatul sesuai dengan syarat mutu cookies SNI yaitu minimal mempunyai kadar lemak 9.5% (BSN, 1992). Kadar lemak keempat produk cukup tinggi sehingga

memberikan nilai energi yang tinggi. Kadar lemak cookies lebih tinggi dibandingkan donat karena persentase mentega dan margarin pada cookies lebih tinggi dibandingkan pada donat. Persentase mentega dan margarin pada cookies yaitu sebesar 26.9% sedangkan pada donat sebesar 5.2% dari total adonan. Lemak memiliki peranan penting dalam menurunkan indeks glikemik (IG). Kadar lemak cookies bekatul dan donat bekatul lebih tinggi dibandingkan cookies standar dan donat standar sehingga kemungkinan IG yang dihasilkan akan lebih kecil.

Kadar lemak cookies bekatul paling tinggi diantara produk yang lain sehingga kemungkinan cookies bekatul akan memiliki IG paling kecil.

Namun pangan berlemak harus dikonsumsi secara bijaksana. Total konsumsi lemak tidak boleh melebihi 30% dari total energi dan total konsumsi lemak jenuh tidak melebihi 10% dari total energi. Konsumsi lemak jenuh dengan jumlah yang sangat tinggi dapat meningkatkan konsentrasi kolesterol darah dan dapat berkorelasi dengan penyakit pada sistem kardiovaskular (Goldberg, 1994).

Menurut WHO seperti yang diungkapkan oleh Almatsier (2001), konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan.

5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama bagi tubuh. Komponen karbohidrat yang banyak terdapat pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Karbohidrat berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Di dalam tubuh, karbohidrat membantu metabolisme protein dan lemak (Winarno, 1992). Kadar karbohidrat produk dihitung dengan metode by difference. Analisis kimia menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies standar sebesar 68.1% (bb), cookies bekatul sebesar 57.4%

(bb), donat standar sebesar 41.6% (bb), dan donat bekatul sebesar 42.1% (bb).

Menurut Astawan dan Widowati (2006), energi yang dapat dimanfaatkan di dalam tubuh dan kemampuan meningkatkan kadar glukosa darah tidak selalu sejalan dengan kadar pati atau karbohidrat bahan pangan, karena sangat dipengaruhi oleh daya cerna pati dan pati resisten. Karbohidrat tetap dibutuhkan sebagai sumber energi walaupun terdapat lemak yang juga dapat digunakan sebagai sumber energi. Hal ini disebabkan zat yang dapat digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi bagi otak dan syaraf adalah glukosa (Almatsier, 2001).

b.Nilai Energi

Nilai energi merupakan nilai yang diperoleh dari konversi protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gram, sedangkan karbohidrat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gram.

Berdasarkan hasil analisis kimia, nilai energi pada cookies standar adalah 507 kkal per 100 gram, pada cookies bekatul sebesar 517 kkal per 100 gram, pada donat standar adalah 386 kkal per 100 gram, dan pada donat bekatul adalah 419 kkal per 100 gram.

Berdasarkan SNI, standar nilai minimum energi pada cookies adalah 400 kkal per 100 gram (bb).

c. Kadar Serat Pangan

Serat pangan sangat penting bagi tubuh, karena dapat memberikan pertahanan tubuh terhadap timbulnya berbagai macam penyakit seperti kanker usus besar, penyakit divertikular, penyakit kardiovaskular, penyakit diabetes mellitus, dan obesitas (Muchtadi, 2001). Serat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu serat larut (Soluble Dietary Fiber) dan serat tidak larut (Insoluble Dietary Fiber).

SDF merupakan komponen nonstruktural, sedangkan IDF merupakan bagian dari struktural tanaman. Kadar serat pangan produk dapat dilihat pada Gambar 10.

Serat pangan tidak larut (IDF) adalah serat pangan yang tidak dapat larut dalam air panas atau air dingin (Winarno, 1992). Serat pangan tidak larut berperan penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi, hemoroid, kanker usus besar, dan infeksi usus buntu (Prosky dan Vries, 1992). Komponen yang tergolong ke dalam IDF adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, lilin tanaman, dan senyawa pektat. Berdasarkan hasil analisis, cookies standar memiliki kadar IDF 2.9%, sedangkan cookies bekatul memilki kadar IDF 7.3%, donat standar memiliki kadar IDF 2.9% dan donat bekatul memiliki kadar IDF 7.7%.

Serat pangan larut (SDF) adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau air panas dan dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Komponen yang tergolong ke dalam SDF adalah gum, pektin, dan hemiselulosa larut air. Kadar serat terutama serat pangan larut sangat mempengaruhi indeks glikemik. Menurut Chandalia et al. (2000), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik. Serat pangan dapat meningkatkan kontrol glikemik dengan menurunkan atau menunda penyerapan karbohidrat.

Berdasarkan hasil analisis, produk pangan yang memiliki total serat tertinggi adalah donat bekatul, yaitu sebesar 14.3%. SDF yang terkandung dalam donat bekatul juga tertinggi yaitu sebesar 6.5%. Total serat cookies bekatul adalah 13.0% dengan kadar SDF 5.7%. Total serat donat standar adalah 4.7% dengan kadar SDF 1.7%.

Total serat yang terkandung pada cookies standar adalah 6.0% dengan kadar SDF 3.1%. Serat donat bekatul paling tinggi disebabkan persentase tepung bekatul terhadap adonan pada donat bekatul (18.2%) lebih tinggi dibandingkan persentase tepung bekatul terhadap adonan pada cookies bekatul (14.4%)

Salah satu petunjuk Department of Nutrition, Ministry of Health and Institute of Health (1999) menyatakan bahwa makanan

dapat diklaim sebagai makanan sumber serat pangan jika mengandung serat pangan sebesar 3-6 gram/100 gram. Dengan demikian keempat produk ini dapat diklaim sebagai sumber serat pangan karena mengandung serat pangan 3-6 gram/100 gram, bahkan pada donat bekatul, cookies bekatul dan cookies standar mengandung serat pangan lebih dari 6 gram/100 gram. Menurut Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes RI (2000), kecukupan serat untuk orang dewasa 20-35 gram per hari atau 10-13 gram serat per 1000 kkal. US FDA juga menganjurkan total serat pangan yang dikonsumsi orang dewasa tiap hari sebesar 25 g per 2000 kalori atau 30 g per 2500 kalori. Informasi kadar serat pangan per takaran saji dapat dilihat pada Tabel 18.

Berdasarkan satu takaran saji (Tabel 18), kebutuhan serat yang dapat dipenuhi dalam satu kali konsumsi cookies standar sebesar 12%, cookies bekatul sebesar 26%, donat standar sebesar 9.6%, donat bekatul sebesar 28.8%. Dengan mengkonsumsi cookies bekatul dan donat bekatul 100 g per hari berarti kebutuhan serat pangan per hari telah terpenuhi lebih dari 50%.

Tabel 18. Informasi Jumlah Serat Pangan per Takaran Saji Produk Berat per takaran saji

(g)

Jumlah serat pangan per takaran saji (g)

Cookies standar 50 3.0 (12)

Cookies bekatul 50 6.5 (26)

Donat standar 50 2.4 (9.6)

Donat bekatul 50 7.2 (28.8)

Keterangan: angka-angka di dalam ( ) adalah % terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) berdasarkan diet 2000 kkal (serat pangan: 25 g)

Gambar 10. Kadar Serat Pangan pada Produk Cookies dan Donat

d.Daya Cerna Pati in vitro

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik adalah daya cerna pati. Produk yang memiliki daya cerna pati rendah cenderung memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Daya cerna pati rendah berarti kemampuan pati untuk dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana bersifat rendah sehingga peningkatan kadar glukosa darah akan lebih lambat. Peningkatan kadar glukosa darah yang rendah dapat meningkatkan sensitivitas produksi insulin dalam pankreas (Ragnhild et al., 2004).

Metode pengukuran daya cerna pati dilakukan secara in vitro (Muchtadi, 1989). Dalam metode ini pati dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit maltosa. Jumlah maltosa yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat (DNS), dan dihitung melalui kurva standar maltosa.

Daya cerna pati produk dihitung sebagai persentase terhadap pati murni (soluble starch). Daya cerna pati produk dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Daya Cerna Pati Produk

Berdasarkan hasil analisis, daya cerna pati donat standar paling tinggi, yaitu 64.6%, daya cerna pati donat bekatul yaitu 51.4%.

Daya cerna pati cookies standar yaitu sebesar 49.6% dan daya cerna pati cookies bekatul adalah yang paling rendah yaitu sebesar 42.3%.

Dari hasil uji T diketahui bahwa daya cerna pati cookies standar dibandingkan dengan cookies bekatul dan donat standar dibandingkan dengan donat bekatul berbeda nyata (Lampiran 14 dan 15). Tingginya daya cerna pati donat dibandingkan cookies dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pati, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistan starch yang terdapat dalam pati. Resistan starch adalah fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus (Haralampu, 2000). Pati yang mengalami retrogradasi menjadi sulit dicerna karena ikatan antar amilosa menjadi lebih kuat dibandingkan dengan sebelum terjadi gelatinisasi.

Daya cerna pati pada cookies lebih rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya proses pemanasan. Proses pemanasan akan menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen pada pati sehingga

amilosa dan amilopektin keluar dari granula pati. Kerusakan granula menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi pati terpisah dan masuk ke dalam media yang ada. Amilosa akan larut dan sudah tidak dapat dikenali lagi oleh enzim pencernaan sementara amilopektin dapat terurai pula, sehingga penguraian pati tidak sempurna dan daya cernanya pun berkurang. Selain itu zat non pati lainnya yang dapat menyebabkan penurunan daya cerna pati adalah serat. Keberadaan serat pangan dapat menyebabkan penurunan waktu transit pada usus halus sehingga waktu pencernaan lebih cepat.

e. Amilosa

Pati merupakan homopolimer glukosa dalam ikatan α-glikosidik. Molekul granula pati tersusun dari dua fraksi utama, yaitu amilosa dan amilopektin dalam rasio yang berbeda-beda pada setiap jenis pati (Lineback dan Inglett, 1982). Pengukuran amilosa dilakukan berdasarkan prinsip iodine-binding. Amilosa akan berikatan dengan iodine pada pH rendah (4.5-4.8) sehingga terbentuk kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru. Kadar amilosa produk dapat dilihat pada Gambar 14.

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang yang mengandung 94-96% ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan 4-6% ikatan α(1,6)-D-glukosa (Winarno, 1992). Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12. Struktur Amilosa

Gambar 13. Struktur Amilopektin

Analisis kadar amilosa dilakukan berdasarkan prinsip iodine binding, dimana molekul amilosa akan berikatan dengan molekul iodine membentuk warna biru yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm. Pengukuran kadar amilosa terdiri dari dua tahap yaitu pembuatan kurva standar dan penetapan sampel. Persamaan kurva standar yaitu y=ax+b, dimana x menunjukkan konsentrasi amilosa dan y menunjukkan absorbansi.

Persamaan kurva standar ini selanjutnya digunakan untuk menentukan kadar amilosa sampel.

Pati bereaksi dengan iod pada daerah amorfnya. Fraksi amilosa bereaksi dengan iod menghasilkan warna biru, sedangkan amilopektin bereaksi dengan iod memberi warna kemerahan hingga coklat. Reaksi amilosa dengan iod terjadi melalui mekanisme perangkapan iod di dalam heliks amilosa, sedangkan amilopektin tidak memiliki heliks yang cukup untuk melakukan hal yang sama (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar amilosa produk cookies standar sebesar 9.5%, cookies bekatul sebesar 16.4%, donat standar sebesar 5.5%, donat bekatul 12.9%. Dari hasil uji T diketahui bahwa kadar amilosa cookies standar dibandingkan dengan cookies bekatul dan donat standar dibandingkan dengan donat bekatul berbeda nyata (Lampiran 16 dan 17). Berdasarkan klasifikasi dari IRRI (International Rice Research Institute), kadar amilosa bahan berpati digolongkan menjadi tiga, yaitu amilosa rendah (<20%), amilosa sedang (20-25%) dan amilosa tinggi (>25%). Berdasarkan penggolongan tersebut, maka keempat produk tergolong pangan beramilosa rendah. Kadar amilosa yang rendah dapat disebabkan adanya lipid pada produk yang dapat membentuk kompleks dengan amilosa dan membentuk heliks pada saat gelatinisasi. Kompleks lipid dan amilosa akan mengakibatkan terhambatnya reaksi amilosa dengan iod. Hal ini akan menurunkan intensitas warna biru yang terbentuk dan pada akhirnya akan menurunkan kadar amilosa produk.

Selain itu, sebagian pati dari keempat produk sudah mengalami retrogradasi pati. Selama retrogradasi pati terbentuk daerah kristalin. Bila pada granula pati daerah kristalin terutama terdiri dari molekul amilopektin, pada pati yang mengalami retrogradasi daerah kristalin pati dibentuk terutama oleh molekul amilosa. Apabila terjadi retrogradasi pati maka terbentuk daerah kristalin yang tidak dapat bereaksi dengan iod, sehingga akan menurunkan kadar amilosa produk.

Gambar 14. Histogram Amilosa Produk

3. Indeks Glikemik

Metode yang digunakan untuk mengukur IG sebenarnya sangat beragam. Metode analisis IG yang dilakukan pada penelitian ini adalah menurut El (1999). Pengujian IG dilakukan dengan menggunakan darah manusia sebagai subjek penelitian (in vivo).

Manusia merupakan subjek yang umum digunakan dalam penelitian IG, karena metabolisme manusia sangat rumit sehingga sulit untuk ditiru secara in vitro (Ragnhild et al., 2004).

Produk yang diberikan kepada panelis dalam pengujian IG setara dengan 50 gram karbohidrat total (El, 1999). Kadar karbohidrat cookies standar sebesar 68.1% (bb) sehingga untuk mendapatkan 50 gram karbohidrat panelis harus mengonsumsi produk sebanyak 73 gram. Kadar karbohidrat cookies bekatul sebesar 57.5% (bb), berarti 50 gram karbohidrat setara dengan 87 gram produk. Kadar karbohidrat donat standar sebesar 41.6% (bb), berarti 50 gram karbohidrat setara dengan 120 gram produk. Kadar karbohidrat donat bekatul sebesar 42.0% (bb), berarti 50 gram karbohidrat setara dengan 119 gram produk. Menurut Marsono (2002), perhitungan IG dilakukan

berdasarkan perbandingan luas kurva kenaikan gula darah setelah makan formula dan standar (glukosa).

Pengujian IG standar dan formula dilakukan pada hari yang berbeda. Pangan diujikan pada sepuluh relawan yang memiliki indeks massa tubuh yang normal. Indeks massa tubuh (IMT) adalah suatu besaran yang menggambarkan suatu kondisi umum tubuh berdasarkan perbandingan berat dan tinggi badan (Ogden, 2003). Kisaran IMT normal adalah 18.5-24.9. Seleksi panelis dilakukan pada saat uji IG awal, yaitu pada saat pengujian standar glukosa. Seleksi bertujuan untuk meminimalisasi variasi yang mungkin timbul antar panelis.

Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang diambil dari pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar glukosa darah antar panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena (Ragnhild et al., 2004). Glukosa yang terdapat dalam darah akan bereaksi dengan enzim glucose oxydase (GOD) dan potassium ferricyanide yang terdapat dalam test strip menghasilkan potassium ferrocyanide. Jumlah potassium ferrocyanide yang dihasilkan setara dengan jumlah glukosa yang terkandung dalam sampel (Arkray, 2001).

Hasil respon gula darah standar dan sampel kemudian ditebar pada sumbu X dan sumbu Y dalam bentuk kurva scatter dengan menggunakan software Microsoft Excel. Contoh kurva hasil pengukuran respon kadar gula darah rata-rata dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata setelah mengkonsumsi cookies dan donat dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18.

Gambar 15. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Sampel (Donat) Rata-rata

Gambar 16. Kurva Respon Kadar Gula Darah Glukosa dan Sampel (Cookies) Rata-rata

Gambar 17. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah Rata-rata Setelah Konsumsi Cookies

Gambar 18. Kurva Perubahan Kadar Glukosa Darah Rata-rata Setelah Konsumsi Donat

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 10 dan 11), IG cookies standar sebesar 67±7, IG cookies bekatul sebesar 31±5, IG donat standar sebesar 72±6, dan IG donat bekatul sebesar 39±7.

Berdasarkan hasil uji perbandingan dua sampel dengan T-test diketahui bahwa IG cookies bekatul dibandingkan dengan cookies

standar dan IG donat standar dibandingkan dengan donat bekatul berbeda nyata (Lampiran 18 dan 19). Klasifikasi bahan pangan berdasarkan nilai IG adalah sebagai berikut: (1) bahan pangan dengan IG rendah (<55), (2) bahan pangan dengan IG sedang (55-69), dan (3) bahan pangan dengan IG tinggi (>70) (Foster-Powell et al., 2002).

Berdasarkan klasifikasi tersebut, cookies standar digolongkan ke dalam pangan yang memiliki IG sedang, donat standar digolongkan ke dalam pangan yang memiliki IG tinggi, sedangkan cookies dan donat bekatul digolongkan ke dalam pangan IG rendah. Konsumsi pangan yang memiliki IG rendah dapat meningkatkan sensitivitas produksi insulin dalam pankreas (Ragnhild et al., 2004). Dengan demikian, cookies dan donat bekatul dapat diaplikasikan sebagai pangan alternatif untuk tujuan diet. Hasil IG sepuluh panelis dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Indeks Glikemik

Panelis IG

Faktor-faktor yang mempengaruhi IG suatu bahan pangan adalah daya cerna pati, interaksi antara pati dengan protein, jumlah dan

jenis asam lemak, kadar serat pangan, cara pengolahan, anti-gizi pangan, dan bentuk fisik dari bahan pangan (Ragnhild et al., 2004). IG cookies dan donat bekatul lebih rendah daripada cookies dan donat standar. Hal ini disebabkan oleh kadar amilosa, serat pangan larut, dan total serat pangan cookies dan donat bekatul yang lebih tinggi daripada cookies dan donat standar. Faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya nilai Indeks Glikemik Cookies bekatul dan donat bekatul diberikan pada Tabel 20.

Hasil penelitian menunjukkan daya cerna pati cookies standar sebesar 49.6%, daya cerna pati cookies bekatul sebesar 42.3%, daya cerna pati donat standar sebesar 64.6%, dan daya cerna pati donat bekatul sebesar 51.4%. Daya cerna pati cookies bekatul dan donat bekatul yang lebih rendah daripada standar berarti hanya sedikit jumlah pati yang dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa dan maltosa dalam waktu tertentu.

Dengan demikian kadar gula di dalam darah tidak mengalami kenaikan secara drastis sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan

Dengan demikian kadar gula di dalam darah tidak mengalami kenaikan secara drastis sesaat setelah makanan tersebut dicerna dan

Dokumen terkait