• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberatan Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERAT PIDANA DALAM PENGULANGAN TINDAK PIDANA (RECIDIVE) MENURUT

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberatan Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)

Pengertian pengulangan dalam istilah Hukum Islam dikerjakannya suatu jarimah oleh seseorang, setelah ia melakukan jarimah lain yang telah mendapat keputusan terakhir. Perkataan pengulangan mengandung arti terjadinya sesuatu jarimah beberapa kali dari satu orang yang dalam jarimah sebelumnya telah mendapatkan keputusan terakhir.54

54

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, (Jakarta, Sinar Grafika, 2004), cet 1, h. 163-164.

Seperti telah diketahui, dasar hukuman menurut teori relatif atau teori tujuan (relative of doel theorie) adalah merupakan tujuan hukum dan tujuan hukuman antara lain mencegah kejahatan atau prevensi. Dan Pengulangan menurut sifatnya terbagi dalam dua jenis Residivis umum dan Residivis khusus.55

Persamaan jenis kejahatan tersebut merupakan dasar pemberatan hukuman.Seseorang melakukan kejahatan dan terhadap kejahatan itu dijatuhkan hukuman oleh hakim.

Dalam memberikan sanksi a’ud itu, harus diperhatikan aspek-aspek penting yang berkaitan dengan syarat dan rukunnya. Dalam masalah ini mengemukakan beberapa syarat untuk dapat diperlakukannya hukuman ini, yaitu sebagai berikut.

Pelakunya sama dan berakal sehat, pencuri tidak dilakukan karena pelakunya sangat terdesak oleh kebutuhan hidup, tidak terdapat hubungan kerabat antara pihak korban dan pelaku, tidak ada unsur syubhat dalam hal kepemilikan, pencurian tidak terjadi pada saat peperangan di jalan Allah, mengambil barang curian lebih dari ¼.

Dalam hukum Pidana Islam, pengulangan jarimah sudah dikenal bahkan sejak zaman Rasullullah SAW. Dalam jarimah pencurian misalnya, Rasullullah telah menjelaskan hukuman untuk pengulangan ini secara rinci. Dalam sebuah

55

Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1983), h. 62.

hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dari Abu Hurairah dijelaskan bahwa Rasullullah saw. Bersabda dalam kaitan dengan hukuman untuk mencuri.

ﺎﻨﺛﺪﺣ ھ ﺎﻨﺛﺪﺣ نﺎﻤﯿﻠﺳ ﻦﺑ ﺪﯿﻌﺳ ﺸ ﻲﺑا ﻦﻋ ﺔﻣ ﺮﻜﻋ ﻦﻋ ﻦﯿﺼﺣ ﻦﺑدواد ﻦﻋ ﻲﺳﺮﻘﻟا ﺪﻠﺧ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﻋ ﻢﯿ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻞﺻ ﷲا ﻮﺳر لﺎﻗ ةﺮﯾﺮھ نا ﺳ ﻮﻌﻄﻗ ﺎﻓ ق ﺮ نا ﻢﺛ .هﺪﯾ ا ﺳ ﮫﻠﺟر اﻮﻌﻄﻗ ﺎﻓ قﺮ نا ﻢﺛ , ﺳ قﺮ نا ﻢﺛ ,هﺪﯾ اﻮﻌﻄﻗﺎﻓ ﺳ "ﮫﻠﺟر اﻮﻌﻄﻗﺎﻓ قﺮ

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Sa'id binSulaiman dariHusyaim dari Muhammad bin Khalid al-Quraisy dari Dawud bin Husain dari Ikrimah dariAbu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan), jika ia mencuri lagi potonglah kakinya (yang kiri). Jika ia mencuri lagi potonglah tangannya (yang kiri), jika ia mencuri lagi maka potonglah kakinya (yang kanan). Hadis diatas menjelaskan tentang hukuman bagi residivis atau pelaku pengulangan kejahatan dalam tindak pidana pencurian. Namun apabila diperhatikan, dalam hadis tersebut tidak ada pemberat atau penambah hukuman, melainkan hanya menjelaskan urutan saja sejak pencuri yang pertama sampai yang keempat. Pemberatan hukuman terhadap pengulangan ini dapat ditemukan dalam hadis lain, yaitu apabila terjadi pencurian yang kelima kalinya,, lengkapnya hadis tersebut sebagai berikut.

ﻟا ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﻋ ﺖﺑ ﺎﺛ ﻦﺑ ﺐﺤﺼﻣ ﺎﻨﺛ ﺪﺣ لﺎﻗ يﺪﺟ ﺎﻨﺛﺪﺣ لﺎﻗ ﻞﯿﻘﻋ ﻦﺑ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﺎﻧﺮﺒﺧا ﻦﻋ رﺪﻜﻨﻤ لﺎﻗ ﷲا ﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺮﺑ ﺎﺟ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻰﺒﻨﻟا ﻰﻟا قرﺎﺴﺑ ءﻰﺟ : قﺮﺳ ﺎﻤﻧا :اﻮﻟﺎﻘﻓ هﻮﻠﺘﻗا :لﺎﻘﻓ ﯾ لﻮﺳر ﺎ ﮫﺑ ءﻰﺟ ﻢﺛ "ﮫﻠﺜﻣ ﺮﻛﺬﻓ ﺔﺜﻟ ﺎﺜﻟا ﮫﺑءﻰﺟ ﻢﺛ :ﮫﻠﺜﻣ ﺮﻛ ﺬﻓ "هﻮﻠﺘﻗا :لﺎﻘﻓ ﺔﯿﻧ ﺎﺜﻟا ﮫﺑءﻰﺟ ﻢﺛ "ﻊﻄﻘﻓ هﻮﻌﻄﻗا "ﷲا ا :ل ﺎﻘﻓ ﺔﺜﻣ ﺎﺨﻟا ﮫﺑ ءﻰﺟ ﻢﺛ "ﻚﻟ ﺬﻛ ﺔﻌﺑ اﺮﻟا ( ﻰﺋﺎﺴﻨﻟاو دواد ﻮﺑا ﮫﺟﺮﺧا ) هﻮﻠﺘﻗ

Artinya:Telah mengabarkan kepada kami dari Muhammad binAbdullahbin Ubaid bin 'Aqil dari Mus'ab bin Tsabitdari Muhammad bin alMunkadir dari Jabir binAbdullah, ia berkata: Seorang pencuri telah dibawa kehadapan Rasulullah saw. maka Rasulullah Sawbersabda: Bunuhlah ia. Para

sahabat berkata: Ya Rasulullah ia hanya mencuri. Nabi mengatakan: potonglah tangannya. Kemudian ia dipotong. Kemudian ia dibawa lagi untuk kedua kalinya. Lalu Nabi mengatakan bunuhlah ia. Kemudian disebutkan seperti tadi, kemudian ia di bawa untuk ketiga kalinya maka nabi menyebutkan seperti tadi. Kemudian ia dibawa lagi untuk ke empat kalinya dan nabi mengatakan seperti tadi. Akhirnya dia dibawa lagi untuk kelima kalinya. Lalu nabi mengatakan: bunuhlah ia. (Hadis dikeluarkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i)

Meskipun pengulangan tersebut sudah di jelaskan dalam hadis di atas, namun tidak ada keterangan yang menjelaskan persyaratan dan lain-lain.56

Fuqaha berbeda pendapat tentang pencurian yang berulang kali yaitu ketiga kalinya setelah dipotong tangan kanannya dan kaki kirinya.

Menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali: jika terjadi pencurian yang ketiga kalinya, maka tidak dipotong tangan, tetapi dipenjara selama waktu yang tidak ditentukan, sampai meninggal dunia atau sampai nampak taubatnya.57

Diriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Ali, seorang pencuri dihadapkan kepadanya setelah ia mencuri yang ketiga kalinya (telah dipotong tangan kanannya dan kaki kirinya). Maka Ali berkata, saya malu kepada Allah jika saya potong tangan kirinya, maka ia makan dengan apa, ia berjalan dengan apa, dengan apa ia berwudhu untuk shalat, dengan apa ia mandi janabat”, demikian juga sebagaimana diriwayatkan oleh Umar. Ia hanya menjatuhi hukuman penjara kepada pencuriannya yang ketiga kalinya.

56

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, (Jakarta, Sinar Grafika, 2004), cet 1, h. 166.

57

Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, (Menuju Pelaksanaan Hukuman Potong Tangan di Nanggore Aceh Darussalam), h. 142-143.

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik dipotong tangan dan kakinya, dipotong tangan kanan pada pencurian yang pertama dan kaki kiri pada pencurian kedua. Kemudian dipotong tangan kiri pada pencurian yang ketiga dan kaki kanan pada pencurian yang keempat. Kemudian jika mencuri lagi yang kelima kalinya, maka dipenjarakan seumur hidup atau sampai nampak taubatnya.

Begitu juga dalam hukuman khamar sebagaimana hadis Rasullullah saw yang berbunyi:

Artinya: Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash berkata: bahwa Rasullullah saw bersabda: barang siapa yang meminum khamar (Arak) maka jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi maka jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi maka jilidlah ia, jika ia mengulangi lagi yang keempat kalinya, maka bunuhlah ia”, (HR Ahmad)

Apabila peminum khamar telah melakukan pengulangan dalam jarimah khamar padahal sudah pernah diberikan sanksi, maka pada jarimah tersebut pelakunya diberikan pemberatan dari dipukul kemudian dijilid, dari pengertian hadis diatas bahwa dalam memberikan pemberat hukuman terhadap pelaku pengulangan tindak pidana (a’ud) bahkan dapat juga dalam bentuk hukuman mati.58

Kalau kita melihat hukuman yang ada dalam hukum Islam, semua hukuman yang ada dalam hukum Islam ini tidak sama dengan hukuman yang ada dalam kitab undang-undang hukum pidana, dalam hukum Islam hukuman a’ud ini

58

M. Hasbi Asshidiqi, Koleksi Hadis-hadis Hukum, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), cet, ke III, Jilid IX, h. 193.

sangat tegas, dan pengulangannya itu tidak berurutan sebagaimana dikemukakan diatas.

Contoh saja hukuman pencurian ketika seseorang mencuri pertama kali, sesuai persyaratan pencurian, maka si pencuri itu di potong tangannya, dan ketika mencuri kembali maka di potong kakinya secara bersilang, apabila mencuri yang ketiga kali maka potonglah tangannya lagi, dan seterusnya sampai yang kelima kali maka bunuhlah.

Kalau kita melihat Undang-undang Republik Indonesia, Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah: 1. pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 2. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.59

Menurut pendapat penulis, berdasarkan Undang-undang di atas, yaitu model penjara yang ideal di Indonesia sehingga mampu membuat jera pelaku adalah hukum Islam, tetapi karena Negara Indonesia ini adalah Negara yang banyak paham-paham ideologi, maka hukum Islam tidak bisa diterapkan. Oleh karena itu hukuman yang ideal menurut penulis adalah: kalau dilihat hukuman-hukuman yang ada pada saat ini, semua kejahatan pada kenyataannya ingin medapatkan keuntungan apa yang sudah dia lakukan selama itu, entah dari

59

Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan Republik Indonesia pasal 1.

kejahatan perampokan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perampasan, pemerkosaan, korupsi, narkoba, sampai pada penjualan anak, itu semua semata-mati ingin mendapatkan keuntungan materi.

Perbuatan itu semua di vonis oleh hakim dengan hukuman penjara, di sini saya menginginkan hukuman itu tidak hanya penjara melainkan hukuman kemiskinkan bagi si pelaku. Kenapa, karena kodrat manusia itu cinta terhadap dunia/ harta/patamorgana dan dengan kemiskinan pelaku itu menjadi takut untuk melakukan tindak pidana kembali.

Tidak hanya itu, langkah selanjutnya yaitu hukuman sosial dimana setiap orang yang melakukan tindak pidana harus dikenakan sanksi seperti halnya menyapu jalanan, membersihkan kamar mandi umum, menggunting rumput yang ada di jalan, dan menggunakan seragam apa yang sudah di sepakati bersama. Agar pelaku tindak pidana merasa malu dan tidak ada wibawanya di depan masyarakat.

Mengenai penambahan 1/3 hukuman yang ada dalam KUHP terutama tindak pidana pengulangan (Recidive), kalau dilihat dari penomena-penomena kenyataan yang ada sekarang ini, kurang membuat efek jera terhadap pelaku, tidak adanya keadilan dalam menjatuhkan hukuman, dan hukuman di Indonesia ini hanya bersifat sementara dan mendidik saja, beda halnya dalam Hukum Islam. hukuman yang sudah ditetapkan dalam Syariat Islam adalah hukuman yang paling baik, sebab bisa menjamin ketentraman, keadilan dalam masyarakat, dan semua hukuman yang ada dalam Syariat Islam tidak lepas dari Al-Qur’an dan Hadis.

Bahwasannya Hukum Islam sudah memberikan penghargaan tinggi terhadap status dan martabat manusia, memberikan perlindungan atas hak hidup, pelajaran kepada manusia untuk tidak mempermainkan nyawa manusia, memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan, melindungi jiwa dan raga, timbulnya ketertiban, keamanan, dan upaya mewujudkan harmoni dan stabilitas sosial dengan rendahnya tingkat kejahatan.

Dokumen terkait