• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERAT HUKUM PIDANA DALAM PENGULANGAN JARIMAH MENURUT HUKUM ISLAM

B. Macam-Macam Jarimah

Diantara pembagian jarimah yang paling penting adalah pembagian yang ditinjau dari segi hukumnya. Jarimah ditinjau dari segi hukumnya terbagi kepada tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diat, dan jarimah ta’jir. a. Jarimah Hudud

Kata hudud jama dari kata hadd. Menurut bahasa artinya mencegah. Batas rumah (pagar) disebut haddud daar karena mencegah penggabungan dengan yang lain. Penjaga pintu juga disebut haddaad karena ia mencegah orang keluar masuk.

Hukuman ini disebut dengan hudud karena bisa mencegah perbuatan keji. Ada yang mengatakan, hukuman tersebut karena Allah SWT membatasi dan menentukan hukuman ini sehingga tidak melebihi atau kurang dari ketentuan.13

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah hudud itu adalah sebagai berikut.14

a. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.

b. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak manusia disamping hak Allah maka hak Allah yang paling dominan.

13

Al Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kipayatul Akhyar,( Jilid III, Bina Ilmu, 1997), h. 63.

14

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), cet 2, h. Pendahuluan x.

Oleh karena hukuman had adalah merupakan hak Allah maka hukuman tersebut tidak bisa digugurkan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atas keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara.

Menurut Abu Ya’la adalah semua jenis sanksi yang wajib diberlakukan kepada pelaku karena ia meninggalkan semua hal yang diperintahkan, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji. Adapun hudud dalam katagori yang kedua adalah semua jenis sanksi yang diberikan kepada seseorang karena ia melanggar larangan Allah, seperti berzina, mencuri, dan meminum khamar.15

Hudud jenis kedua ini terbagi menjadi dua, pertama, hudud yang merupakan hak Allah, seperti hudud atas jarimah zina, meminum-minuman keras, pencurian, dan pemberontakan. Kedua hudud yang merupakan hak manusia, seperti had qadzaf dan qishash.

Kemudian jika ditinjau dari segi materi jarimah, hudud terbagi menjadi tujuh, yaitu:

1) Jarimah zina. Bentuk hukuman ada tiga yaitu hukuman cambuk/dera/jilid, pengasingan dan rajam.

2) Jarimah qazaf (menuduh zina). Bentuk hukuman yaitu dikenakan dua hukuman, hukuman pokok berupa dera/jilid 80 kali dan hukuman tambahan berupa tidak diterimanya kesaksian yang bersangkutan selama seumur hidup

15

M. Nurul Irfan, Masyrofah. Fiqh Jinayah, (Jakarta, Paragonatama Jaya, 2013), cet 1, h. 16-17.

3) Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras). Bentuk hukumannya yaitu di dera dengan dua pelepah kurma sebanyak empat puluh kali.

4)Jarimah pencurian (sariqah). Bentuk hukuman yaitu dipotong kedua tangannya. 5) Jarimah hirabah (perampokan). Bentuk hukuman yaitu ada bentuk hukuman: hukuman mati dan disalib, hukuman mati, hukuman potong tangan dan kaki bersilang, hukuman pengasingan.

6) Jarimah riddah (keluar dari Islam). Bentuk hukumannya adalah hukuman mati.

7) Jarimah Al Bagyu (pemberontakan). Bentuk hukumannnya adalah hukum bunuh.16

b. Jarimah Qishash dan Diat

Jarimah qishash dan diat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishash atau diat. Baik qishash maupun diat kedua-duanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara’. Perbedaan dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah (hak masyarakat), sedangkan qishash dan diat adalah hak manusia (hak individual). Di samping itu, perbedaan yang lain adalah karena hukuman qishash dan diat merupakan hak manusia maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau keluarganya, sedangkan hukuman had tidak bisa dimaafkan atau digugurkan.17

16

Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung, 2004), h. 12.

17

Pengertian qishash, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahran adalah, persamaan dan keseimbangan antara jarimah dan hukuman.

Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah sebagai berikut:

 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; (QS : Al-Baqarah : 178) Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuhan yang melakukan kejahatan secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku. Kalo keluarga korban ternyata memaafkan pelaku, maka sanksi qishash tidak berlaku, dan beralih menjadi hukuman diyat.18Namunapabila diperluas maka ada lima macam, yaitu

1) pembunuhan sengaja

2) pembunuhan menyerupai sengaja 3) pembunuhan karena kesalahan 4) penganiayaan sengaja

5) dan penganiayaan tidak sengaja19

Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana pelaku perbuatan tersebut sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki dari perbuatannya, yaitu matinya orang yang menjadi korban. Sebab indikator dari

18

Nurul Irfan, Masyrofah. Fiqh Jinayah, (Jakarta, Paragonatama Jaya, 2013), cet 1, h. 5.

19

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 29

kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat dari alat yang digunakannya, dalam hal ini alat yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang galibnya (lumrahnya) dapat mematikan korban, seperti senjata api, senjata tajam, dan sebagainya.

Pembunuhan menyerupai sengaja memiliki dua unsur, yaitu unsur kesengajaan dan unsur kekeliruan, unsur kesengajaan terlihat dalam kesengajaan berbuat berupa pemukulan. Unsur kekeliruan terlihat dalam ketiadaan niat membunuh. Dengan demikian pembunuhan tersebut menyerupai sengaja, karena ada kesengajaan dalam berbuat.

Dalam pembunuhan karena kesalahan dapat dilihat bahwasannya tidak ada unsur kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pembunuhan yang terjadi kurangnya kehati-hatian, atau karena kelalaian dari pelaku.

Pembunuhan yang pembunuhnya harus di qishash ada beberapa syarat, yaitu: pembunuhan baliq. Pembunuhan berakal, dan yang dibunuh bukan budak.

Qishash artinya balasan yang sepadan. Pembunuhan yang bisa dituntut qishash ialah yang mukallaf dan berakal. Pembunuhan yang terdiri dari anak kecil atau orang-orang yang tidak berakal (seperti gila) tidak boleh dituntut qishash, dan orang Islam yang membunuh orang kafir tidak dituntut qishash.20

20

c.Jarimah Ta’zir

Pengertian ta’zir secara etimologi, ta’zir berasal dari kata azzara yuazziru ta’ziran. Yang artinya mencegah menolak dan mendidik dan memukul dengan sangat.

Secara terminologi, hukuman pendidik yang dijatuhkan hakim terhadap tindak pidana atau maksiat yang belum ditentukan hukumannya oleh syari’at, atau telah ditentukan hukumannya, akan tetapi tidak terpenuhi syarat pelaksanaanya seperti: bercumbu selain faraz, dan mencuri yang tidak terpenuhi syarat untuk pemotongan tangan.21

Sebagaimana dikemukakan oleh Al-Mawardi adalah

Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara.

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa hukuman ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara, dan wewenang untuk menetapkannya diserahkan kepada ulil amri. Di samping itu, dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah ta’zir adalah sebagai berikut.22

21

Mardani, Kejahatan Pencurian Dalam Hukum Pidana Islam, h. 12-13.

22

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), cet 2, h. 12.

1. Hukuman tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya, hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ dan ada batas minimal dan maksimal.

2. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa (ulil amri).

Tujuan diberikannya hak penentuan jarimah-jarimah ta’zir dan hukumannya terhadap penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.

Jarimah ta’zir disamping ada yang diserahkan penentuannya sepenuhnya kepada ulil amri, dan juga ada yang sudah ditetapkan oleh syara, seperti riba dan suap. Di samping itu juga termasuk kelompok ini, jarimah-jarimah yang sebenarnya sudah ditetapkan hukumannya oleh syara, (hudud) akan tetapi syarat-syarat untuk dilaksanakan hukuman tersebut belum terpenuhi. Misalnya pencuri yang tidak sampai selesai atau barang yang dicuri tidak sampai nishab pencurian, yaitu seperempat dinar.

Syara tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai macam jarimah ta’zir tidak mempunyai batas tertentu.

Juga jenis jarimah ta’zir tidak ditentukan banyaknya, sedangkan pada jarimah-jarimah hudud dan qishash diyat sudah ditentukan dan memang jarimah ta’zir tidak mungkin ditentukan jumlanya. Syara hanya menentukan sebagian

jarimah-jarimah ta’zir, yaitu perbuatan-perbuatan yang selamanya akan tetap dianggap sebagai jarimah: seperti riba, menggelapi titipan, memaki-maki orang, penyuapan dan sebagainya, sedang sebagian terbesar dari jarimah ta’zir diserahkan kepada penguasa untuk menentukannya, dengan syarat harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash (ketentuan-ketentuan) syara’ dan prinsip-prinsip umum.23

Dokumen terkait