• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN IDENTIFIKASI GENOTIPE JATI KLON

Sub Penelitian 3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Pertumbuhan Jati Klon Cepu dan Madiun

Latar Belakang

Kebutuhan industri akan kayu jati sebagai bahan baku cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh

produksi yang ada. Menurut Mahfudz et al. (2007), produksi kayu jati Indonesia

hanya 0.8 juta m3 thn-1, sedangkan kebutuhan industri mencapai 2.5 juta m3 thn-1

Menurut Zobel & Talbert (1984), pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan atau interaksi keduanya. Faktor genetik sulit diubah tanpa memanipulasi struktur dan susunan DNA yang ada, sedangkan faktor lingkungan dapat dimanipulasi sedemikian rupa untuk mendapatkan

kualitas pertumbuhan yang seragam. Menurut Fofana et al. (2009); Verhaegen et

al. (2010), bentuk batang jati lebih dominan dipengaruhi oleh faktor genetik

dibandingkan diameter dan tinggi pohon, sementara menurut Anisah & Siswamartana (2005), pengaruh kondisi lingkungan lebih signifikan pada kelas umur muda atau pada awal-awal masa pertumbuhan.

. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan termasuk menerapkan metode propagasi untuk menghasilkan klon-klon jati yang diharapkan memiliki karakter yang sama dengan induknya. Melalui propagasi daur tanaman jati bisa lebih singkat, dari ± 60 tahun menjadi ± 20 tahun untuk kayu pertukangan. Pada kenyataannya, sering dijumpai adanya variasi karakteristik pertumbuhan, baik akibat pengaruh perbedaan jarak tanam maupun

akibat perbedaan klon. Bahkan dalam satu tree plot pun ditemukan adanya variasi

pertumbuhan yang cukup signifikan. Variasi karakteristik pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi karakteristik dan kualitas kayu yang akan dihasilkan.

Pohon induk yang memiliki genotipe dan fenotipe yang baik akan menghasilkan klon dengan variasi pertumbuhan yang sempit. Klon dengan variasi pertumbuhan yang sangat lebar kemungkinan berasal dari pohon induk yang genetiknya buruk tetapi secara fenotipe kelihatan lebih baik, demikian pula

sebaliknya. Variasi pertumbuhan yang sangat lebar memberi pengaruh negatif terhadap sifat dan karakteristik kayu karena akan mengakibatkan tingginya keragaman sehingga pemanfaatan kayu tidak maksimal.

Tegakan jati klon Cepu dan Madiun yang ditanam di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta dengan jarak tanam yang bervariasi telah berumur 7 tahun. Sampai saat ini penelitian yang telah dilakukan hanya menganalisis variasi rata-rata diameter batang dan tinggi pohon akibat perbedaan jarak tanam dan klon. Penelitian yang menghubungkan variasi rata-rata diameter dengan sifat dan karakteristik kayu yang dihasilkan, apalagi hingga ke struktur nano dinding sel belum pernah dilakukan. Padahal informasi tersebut sangat bermanfaat dalam rangka menetapkan perlakuan silvikultur yang efektif tanpa berdampak negatif terhadap sifat dan karakteristik kayu.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi variasi diameter batang dan tinggi pohon jati klon Cepu dan Madiun umur 7 tahun yang ditanam di Gunung Kidul dengan dua jarak tanam yang berbeda. Hasil penelitian ini akan dijadikan dasar untuk menentukan pohon-pohon yang dipilih untuk dianalisis pengaruh pertumbuhan terhadap struktur nano dinding sel kayu.

Bahan dan Metode

Persiapan bahan penelitian

Pohon penelitian adalah tanaman jati dari pertanaman uji klon umur 7 tahun dengan disain: dua jarak tanam (2 m x 6 m dan 3 m x 3 m), 12 klon pada setiap

blok (7 klon dari Cepu dan 5 klon dari Madiun), 4 blok masing-masing 5 treeplot,

dengan jumlah pohon sebanyak 423 (total seluruhnya 480 pohon, mati 57 pohon). Klon Cepu berasal dari RPH Sumber rejo, BKPH Nglawungan, KPH Blora, sedangkan klon Madiun berasal dari RPH Penggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun.

Peta lokasi penanaman jati klon Cepu dan Madiun di Hutan Penelitian Watu Sipat milik Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

23

(B2PBPTH), Kementerian Kehutanan, khususnya pada petak 22a, RPH Banaran, BKPH Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta disajikan pada Gambar 8, sedangkan kriteria lokasi termuat dalam Tabel 3.

Gambar 8 Lokasi penelitian.

Tabel 3 Kriteria lokasi penelitian

Lokasi Desa Bunder, RPH Banaran Latitute (Selatan) 7 º 23 ’ 52 ’’ & 7 º 55 ’ 10 ’’

Longitude (Timur) 110 º 32 ’ 55 ’’ & 110 º 34 ’ 55 LS ’’

Ketinggian dpl 110 - 215 m dpl BT Iklim Tipe D

Curah hujan (min-maks.) 16.55-425.18 mm Tipe tanah Re, Gr, Li, Me Suhu (min-maks.) 23-36 ºC Kecepatan angin (min-maks.) 0-0.67 m s-1

Pemupukan NPK (sampai tiga tahun)

Sumber: Anonim (2003)

Parameter yang diukur adalah diameter batang dan tinggi pohon jati. Pengukuran diameter batang pohon dilakukan pada ketinggian 1.3 m dari permukaan tanah. Tinggi pohon yang diukur adalah tinggi total. Volume pohon dihitung dengan rumus:

Analisis Data

1. Untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jati klon, data

pengukuran diameter batang dan tinggi pohon serta perhitungan volumenya

dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok berblok (Split Plot)

dengan persamaan:

Y

ijk

= + J

i

+ B

j

(J

i

) + K

k

+ KJ

ki

+ E

Dimana:

ijk

Yijk

= Rerata umum percobaan

= Pengamatan pada jarak tanam ke-i, blok ke-j dalam jarak tanam ke i dan klon ke-k

Ji B

= Pengaruh jarak tanam ke-i

j(Ji

Kk ) = Pengaruh blok ke-j di dalam jarak tanam ke-i

KJ

= Pengaruh klon ke-k

ki

E

= Pengaruh interaksi klon ke-k dan jarak tanam ke-i

ijk = Error random pada pengamatan ke-ijk dengan asumsi data

terdistribusi normal dengan rerata 0 dan varians δ2.

2. Berdasarkan faktor-faktor yang terbukti mempengaruhi pertumbuhan,

kemudian dilakukan pemilihan klon-klon yang mewakili rata-rata diameter terbesar, sedang dan terkecil (selanjutnya disebut variasi rata-rata diameter). Semua ramet dalam klon-klon terpilih diidentifikasi genotipenya dengan penanda mikrosatelit (Sub penelitian 3.2).

3. Variasi pertumbuhan (VP) dihitung dengan rumus (Kumar 2007):

%VP = (selisih pertumbuhan) / Σ pertumbuhan maks. dan min.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran diameter batang dan tinggi pohon serta perhitungan volume jati klon Cepu dan Madiun pada jarak tanam 3 m x 3 m dan 2 m x 6 m dari empat blok penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Persentase sebaran nilai diameter batang dan tinggi pohon pada dua jarak tanam tersebut disajikan pada Gambar 9 dan 10.

25

Gambar 9 Sebaran diameter pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m ( ) dan 2 m x 6 m ( ). A=3.41-6.64 cm, B=6.64-9.87 cm, C=9.87-13.10 cm, D=3.10-16.34 cm, E=16.34-19.57 cm.

Gambar 10 Sebaran tinggi pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m ( ) dan 2 m x 6 m ( ). A=2.65-5.04 m, B=5.04-7.44 m, C=7.44-9.83 m, D=9.83-12.23 m, E=12.23-14.62 m.

Keseragaman pertumbuhan pohon dapat ditentukan dari sebaran nilai diameter dan tinggi. Makin lebar sebaran nilai-nilai tersebut, maka pertumbuhan akan semakin bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 3 m x 3 m menghasilkan sebaran nilai diameter dan tinggi yang lebih sempit dibandingkan dengan jarak tanam 2 m x 6 m. Ini membuktikan bahwa jarak tanam yang lebih sempit dan seimbang (3 m x 3 m) menghasilkan pertumbuhan pohon

yang relatif seragam. Hal ini terkait dengan kesempatan memperoleh sinar matahari dan unsur hara yang lebih baik.

Dari Gambar 9 diketahui bahwa jarak tanam 3 m x 3 m didominasi oleh pohon dengan kisaran diameter 6.64-9.87 cm, sedangkan jarak tanam 2 m x 6 m dengan kisaran diameter 9.87-13.10 cm. Diketahui pula bahwa jarak 2 m x 6 m menghasilkan pohon jati dengan ukuran diameter yang lebih beragam dibandingkan dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Rata-rata diameter pohon jati klon pada jarak tanam 2 m x 6 m adalah 12.11 cm, sedangkan pada jarak tanam 3 m x 3 m sebesar 10.73 cm.

Dari Gambar 10 diketahui bahwa jarak tanam 3 m x 3 m didominasi oleh pohon dengan kisaran tinggi 7.44-9.83 m, sedangkan jarak tanam 2 m x 6 m oleh pohon dengan kisaran tinggi 9.83-12.23 m. Diketahui pula bahwa jarak tanam 2 m x 6 m menghasilkan pohon dengan tinggi yang lebih bervariasi dibandingkan dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Rata-rata tinggi pohon jati klon pada jarak tanam 2 m x 6 m sebesar 10.55 m, sedangkan pada jarak tanam 3 m x 3 m sebesar 8.91 m. Sebaran nilai diameter dan tinggi antar klon pada jarak tanam 3 m x 3 m dan 2 m x 6 m disajikan pada Gambar 11 sampai dengan 14.

Gambar 11 Sebaran diameter pohon jati klon Cepu ( ) dan Madiun ( ) pada jarak tanam 3 m x 3 m. A=3.41-6.28 cm, B=6.28-9.15 cm, C=9.15-12.02 cm, D=C=9.15-12.02-14.89 cm, E=14.89-17.76 cm.

27

Gambar 12 Sebaran tinggi pohon jati klon Cepu ( ) dan Madiun ( ) pada jarak tanam 3 m x 3 m. A=3.28-5.35 m, B=5.35-7.42 m, C=7.42-9.48 m, D=9.48-11.55 m, E=11.55-13.62 m.

Gambar 13 Sebaran diameter pohon jati klon Cepu ( ) dan Madiun ( ) pada jarak tanam 2 m x 6 m. A=4.04-7.15 cm, B=7.15-10.25 cm, C=10.25-13.36 cm, D=C=10.25-13.36-16.46 cm, E=16.46-19.57 cm.

Gambar 14 Sebaran tinggi pohon jati klon Cepu ( ) dan Madiun ( ) pada jarak tanam 2 m x 6 m. A=2.65-5.04 m, B=5.04-7.44 m, C=7.44-9.83 m, D=9.83-12.23 m, E=12.23-14.62 m.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa respon pertumbuhan pohon jati klon Cepu dan Madiun dipengaruhi oleh jarak tanam. Pada jarak tanam 3 m x 3 m, rata diameter pohon jati klon Cepu lebih kecil (10.34 cm) dibandingkan rata-rata diameter pohon jati klon Madiun (11.24 cm). Klon Cepu didominasi oleh pohon jati yang berdiameter 6.28-9.15 cm, sedangkan klon Madiun oleh pohon yang berdiameter 12.02-14.89 cm. Klon Cepu menghasilkan pohon dengan ukuran diameter yang lebih seragam dibandingkan dengan klon Madiun karena sebaran nilai diameternya lebih sempit (Gambar 11).

Dari Gambar 12 diketahui bahwa pada jarak tanam 3 m x 3 m, rata-rata tinggi pohon jati klon Cepu lebih pendek (8.71 m) dibandingkan rata-rata tinggi pohon jati klon Madiun (9.16 m). Klon Cepu didominasi oleh pohon-pohon dengan tinggi 7.42-9.48 m, sedangkan klon Madiun didominasi oleh pohon-pohon dengan tinggi 9.48-11.55 m. Sama hal nya dengan diameter, klon Cepu menghasilkan pohon dengan ukuran tinggi yang lebih seragam dibandingkan dengan klon Madiun.

Pada jarak tanam 2 m x 6 m, rata-rata diameter batang jati klon Cepu relatif sama dengan rata-rata diameter pohon jati klon Madiun (12.16 cm berbanding 12.05 cm). Meskipun klon Cepu dan Madiun sama-sama didominasi oleh pohon jati berdiameter 10.25-13.36 cm, klon Madiun menghasilkan pohon dengan

29

ukuran diameter yang lebih seragam dibandingkan dengan klon Cepu (Gambar 13).

Dari Gambar 14 diketahui bahwa pada jarak tanam 2 m x 6 m klon Cepu didominasi oleh pohon jati dengan tinggi 9.83-12.23 m, sedangkan klon Madiun oleh pohon dengan tinggi 12.23-14.62 m. Diketahui pula bahwa meskipun rata-rata tinggi pohon jati klon Cepu dan Madiun hampir sama (10.55 m berbanding 10.53 m), tetapi tinggi pohon jati klon Madiun relatif lebih seragam.

Dari ke empat gambar di atas dapat disimpulkan bahwa untuk jarak tanam 3 m x 3 m, klon Madiun menghasilkan pertumbuhan diameter dan tinggi pohon yang lebih baik dibandingkan klon Cepu, namun ukuran diameter dan tinggi pada pohon jati klon Cepu lebih seragam. Sebaliknya pada jarak tanam 2 m x 6 m, meskipun klon Cepu dan Madiun menghasilkan karakteristik pertumbuhan yang hampir sama, namun diameter dan tinggi pohon jati klon Madiun lebih seragam.

Hasil analisis lanjutan (Tabel 4, 5 dan 6) menunjukkan bahwa diameter pohon dipengaruhi oleh jarak tanam, tetapi tinggi dan volume pohon dipengaruhi

oleh site (blok). Pada kedua jarak tanam dan empat blok yang diteliti diketahui

bahwa diameter, tinggi dan volume pohon ternyata tidak dipengaruhi oleh klon. Hasil analisis data secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 4 Uji lanjut Duncan untuk parameter diameter

Jarak tanam Rata-rata diameter (cm)

2 m x 6 m 3 m x 3 m

12.11 a 10.73 b

Tabel 5 Uji lanjut Duncan untuk parameter tinggi

Blok Rata-rata tinggi (m)

III (2 m x 6 m) IV (3 m x 3 m) I (2 m x 6 m) IV (2 m x 6 m) II (2 m x 6 m) III (3 m x 3 m) I (3 m x 3 m) II (3 m x 3 m) 12.06 a 10.46 a 10.37 a 10.12 b 8.84 b 8.67 b 8.48 b 7.93 b

Tabel 6 Uji lanjut Duncan untuk parameter volume

Blok Rata-rata volume (m3)

III (2 m x 6 m) I (2 m x 6 m) IV (3 m x 3 m) II (2 m x 6 m) IV (2 m x 6 m) III (3 m x 3 m) I (3 m x 3 m) II (3 m x 3 m) 0.12 a 0.11 a 0.08 b 0.08 b 0.07 b 0.07 b 0.06 b 0.05 b

Kayu jati yang berasal dari lokasi penelitian ini diperuntukkan bagi keperluan bahan baku konstruksi (daur ± 20-21 tahun). Pertumbuhan selama sepertiga daur (7 tahun) cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter dan tinggi pohon jati lebih dipengaruhi oleh jarak tanam dan blok (faktor

lingkungan) (Tabel 6). Hal ini sesuai dengan Daniel et al. (1979); Zobel &

Talbert (1984); Thojib (1988); Fofana et al. 2009; Verhaegen et al. (2010).

Menurut mereka, diameter batang merupakan fungsi dari jarak tanam, sedangkan pertambahan tinggi pohon lebih dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dan air dalam tanah serta cahaya. Lebih lanjut dikatakan bahwa bentuk dan kelurusan batang, BJ dan kondisi tajuk lebih dipengaruhi oleh faktor genetik.

Histogram rata-rata diameter dan tinggi pohon dari tegakan jati klon Cepu dan Madiun pada jarak tanam dan blok yang berbeda disajikan pada Gambar 15 sampai 20. Klon dengan rata-rata diameter terbesar, sedang dan terkecil selanjutnya digunakan sebagai pohon penelitian untuk uji identifikasi genotipe.

31

Gambar 15 Rata-rata diameter pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m ( ) dan jarak tanam 2 x 6 m ( ).

Gambar 16 Rata-rata tinggi pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m ( ) dan jarak tanam 2 m x 6 m ( ).

Gambar 17 Rata-rata volume pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m ( ), jarak tanam 2 x 6 m ( ).

Gambar 18 Rata-rata diameter pohon jati klon pada blok penelitian.

Gambar 19 Rata-rata tinggi pohon jati klon pada blok penelitian.

33

Secara umum diketahui bahwa jarak tanam 2 m x 6 m menghasilkan diameter dan tinggi pohon lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam 3 m x 3 m untuk semua pohon jati baik klon Cepu maupun klon Madiun (Gambar 15, 16 dan 17). Blok II menghasilkan kualitas pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan ketiga blok lainnya untuk semua pohon jati (Gambar 18, 19 dan 20). Diketahui pula bahwa pada jarak tanam 3 m x 3 m, klon C3 merupakan pohon dengan diameter yang terbesar (11.82 cm), klon C7 dengan ukuran diameter sedang (10.47 cm) dan klon M9 dengan ukuran diameter terkecil (9.55 cm). Pada jarak tanam 2 m x 6 m, klon C1 merupakan pohon dengan diameter yang terbesar (15.13 cm), sedangkan klon M12 diameter sedang (11.65 cm) dan klon C2 merupakan pohon dengan diameter terkecil (10.21 cm) (Gambar 15). Kualitas kayu dari pohon-pohon jati klon tersebut akan dianalisis lebih lanjut.

Kualitas pertumbuhan pada jarak tanam 2 m x 6 m yang lebih baik dibandingkan dengan kualitas pertumbuhan pada jarak tanam 3 m x 3 m terkait dengan tingkat persaingan antar pohon untuk memperoleh unsur hara, air dan sinar matahari serta ruang untuk melakukan pertumbuhan sekunder. Pada jarak tanam yang lebih lebar (2 m x 6 m), persaingan antar pohon lebih rendah dan ketersediaan ruang untuk melakukan pertumbuhan sekunder relatif lebih luas.

Perbedaan kualitas pertumbuhan antar blok terkait dengan perbedaan kemiringan lahan yang ada di lapangan. Kemiringan lahan Blok II tergolong tinggi (15%), sedangkan ketiga blok lainnya relatif datar. Menurut Tsoumis

(1991); Bowyer et al. (2003), makin miring topografinya, maka makin beragam

respon tanaman, terutama upaya untuk bertahan dari angin. Pohon-pohon yang bengkok atau tumbuh miring cenderung memiliki porsi kayu reaksi yang lebih banyak dibandingkan pohon dengan bentuk batang yang lurus dan silindris atau dengan pohon yang tumbuh di lahan-lahan yang datar.

Variasi karakteristik pertumbuhan pohon (diameter, tinggi dan volume) disajikan pada Tabel 7, sedangkan Tabel 8 memuat variasi pertumbuhan pohon penelitian pada masing-masing blok. Pohon penelitian untuk identifikasi

Tabel 7 Variasi diameter, tinggi dan volume pohon jati klon Cepu dan Madiun pada jarak tanam yang berbeda

Jarak

Tanam Klon Parameter Minimum Maksimum

Variasi (%)

3 m x 3 m

Cepu Diameter (cm) Tinggi (m) 6.60 (C4) 5.94 (C5) 14.49 (C3) 11.76 (C1) 37.41 32.84 Volume (m3) 0.02 (C4) 0.13 (C1) 78.78 Madiun Diameter (cm) 7.62 (M9) 13.68 (M12) 28.45 Tinggi (m) 6.34 (M9) 15.21(M11) 41.18 Volume (m3) 0.02 (M9) 0.16 (M8) 73.79 2 m x 6 m Cepu Diameter (cm) 7.15 (C3) 17.55 (C1) 42.11 Tinggi (m) 5.54 (C3) 13.09 (C6) 40.55 Volume (m3) 0.02 (C3) 0.15 (C1) 78.18 Madiun Diameter (cm) 5.41 (M11) 15.08 (M9) 47.19 Tinggi (m) 4.04 (M11) 12.92 (M9) 52.36 Volume (m3) 0.01 (M11) 0.16 (M9) 91.57

Tabel 8 Variasi diameter, tinggi dan volume pohon jati klon Cepu dan Madiun antar blok.

Jarak

Tanam Blok Parameter Minimum Maksimum

Variasi (%) 3 m x 3 m I Diameter (cm) 7.43 (C1) 14.49 (C3) 32.21 Tinggi (m) 6.34 (M9) 10.99 (M8) 26.85 Volume (m3) 0.02 (C1) 0.13 (M8) 68.92 II Diameter (cm) 7.76 (C5) 12.73 (M9) 24.26 Tinggi (m) 5.94 (C5) 9.41 (M9) 22.60 Volume (m3) 0.03 (C5) 0.10 (M9) 53.97 III Diameter (cm) 8.73 (C1) 13.68 (M12) 22.09 Tinggi (m) 7.34 (C3) 15.21 (M11) 34.96 Volume (m3) 0.04 (C2) 0.12 (M11) 50.65 IV Diameter (cm) 6.60 (C4) 13.92 (C1) 35.67 Tinggi (m) 6.34 (C4) 11.76 (C1) 29.97 Volume (m3) 0.02 (C4) 0.13 (C1) 78.87 2 m x 6 m I Diameter (cm) 9.77 (C2) 15.08 (M9) 21.37 Tinggi (m) 6.75 (C2) 12.63 (M9) 30.30 Volume (m3) 0.05 (C2) 0.16 (M9) 53.62 II Diameter (cm) 5.41 (M11) 17.55 (C1) 52.87 Tinggi (m) 4.04 (M11) 12.00 (C1) 49.63 Volume (m3) 0.01 (M11) 0.21 (C1) 93.40 III Diameter (cm) 10.36 (C2) 14.65 (C1) 17.15 Tinggi (m) 10.23 (C2) 13.10 (C1) 12.29 Volume (m3) 0.07 (C2) 0.15 (C7) 34.88 IV Diameter (cm) 7.19 (M12) 13.62 (C1) 30.90 Tinggi (m) 6.07 (M12) 12.65 (M11) 35.14 Volume (m3) 0.02 (M12) 0.13 (M11) 76.16

Dari Tabel 7 secara umum dapat diketahui bahwa jarak tanam 3 m x 3 m menghasilkan variasi karakteristik pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan jarak tanam 2 m x 6 m. Dengan kata lain, jarak tanam 3 m x 3 m akan

35

menghasilkan karakteristik pertumbuhan pohon yang lebih seragam. Pada jarak tanam 3 m x 3 m variasi diameter dan volume pohon jati klon Madiun lebih kecil dibandingkan dengan variasi diameter dan volume pohon jati klon Cepu, namun variasi tinggi lebih besar. Ini berarti pohon jati klon Madiun lebih seragam dalam hal diameter dan volume dibandingkan pohon jati klon Cepu, tidak dalam hal tinggi pohon.

Dari Tabel 8 diketahui bahwa variasi pertumbuhan diameter pada blok II dan III (untuk jarak tanam 3 m x 3 m) dan blok I dan III (untuk jarak tanam 2 m x 6 m) lebih kecil dibandingkan blok penelitian lainnya. Variasi pertumbuhan akibat perbedaan blok penelitian (dalam hal ini derajat kemiringan), membuat pohon-pohon yang tumbuh di areal yang relatif lebih miring tersebut berpeluang membentuk kayu reaksi. Kayu reaksi pada kayu jati yaitu kayu tarik, terbentuk

pada bagian sisi atas dari bagian yang miring (Tsoumis, 1991; Bowyer et al.

2003). Beberapa sifat kayu tarik seperti adanya lapisan gelatinous pada dinding

sel sekunder, MFA yang lebih besar dan susut longitudinal yang tinggi dibandingkan kayu normal, akan menurunkan kualitas kayu. Adanya kayu reaksi akan mengakibatkan permukaan papan tidak bisa licin dan rata karena ada

serat-serat halus (woolly grain), vinir mudah melengkung dan kayu mudah collapse

saat dikeringkan.

Secara keseluruhan pertumbuhan pohon jati dalam hal ini pertambahan diameter dan tinggi pohon dipengaruhi oleh jarak tanam dan blok. Rangking pertumbuhan jati klon hasil penelitian ini berbeda bila dibandingkan dengan

Mahfudz et al. (2006); Wijayanto (2007), sehingga ada kemungkinan

pertumbuhan dipengaruhi oleh klon. Analisis korelasi fenotipe pertumbuhan jati klon dengan sifat-sifat kayu pada masing-masing jarak tanam selanjutnya akan diuraikan secara lengkap pada Bagian IV disertasi ini.

Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa jarak tanam dan blok mempengaruhi karakteristik pertumbuhan jati klon Cepu dan Madiun. Jarak tanam yang lebar dan tidak seimbang (2 m x 6 m) ataupun kondisi kelerengan lahan yang miring (blok) sudah dipastikan akan menghasilkan pertumbuhan pohon yang berbeda dibandingkan dengan jarak tanam yang seimbang (3 m x 3 m) dan lahan

menimbulkan pertanyaan: jangan-jangan ada kesalahan dalam penentuan klon. Karena pohon yang berasal dari klon yang sama seharusnya memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama dan menghasilkan kayu dengan sifat dan karakteristik yang seragam pula.

Beberapa hal yang bisa mengakibatkan terjadinya perbedaan fenotipe antara lain: adanya perbedaan faktor genetik maupun faktor lingkungan, atau adanya perbedaan faktor lingkungan sementara faktor genetiknya sama, atau sebaliknya. Pada penelitian ini terdapat beberapa genotipe pada lingkungan yang sama. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya variasi pertumbuhan atau perbedaan fenotipe dalam merespon kondisi lingkungan di sekitar tegakan. Untuk meminimalkan variasi genotipe jati klon yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan identifikasi genotipe.

Sub Penelitian 3.2. Identifikasi Genotipe dengan Penanda Mikrosatelit

Latar Belakang

Salah satu cara untuk menguji kebenaran suatu klon tanaman adalah dengan menggunakan penanda mikrosatelit. Karakteristik mikrosatelit mempunyai tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat ko-dominan dan diwariskan mengikuti hukum Mendel (Yunanto 2010) serta telah diaplikasikan untuk mengidentifikasi populasi baru yang terbentuk.

Kepastian klon dalam suatu tegakan perlu dilakukan karena menurut hasil penelitian Rimbawanto & Suharyanto (2005) terjadi kesalahan pengambilan ortet

dan ramet pada tegakan jati. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Siregar et al.

(2003) yang menggunakan GOT dimana dari 10 klon yang berasal dari hedge

orchard Perum Perhutani, Cepu terdapat kesalahan pelabelan sebanyak 40%

karena human error. Kemungkinan kesalahan dapat muncul pada saat pemilihan

pohon induk, dimana tegakan awal memiliki beberapa tetua.

Identifikasi klon sangat diperlukan untuk menjadi dasar penelitian berikutnya, misalnya penentuan kualitas kayu klon-klon tertentu yang akan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan industri. Informasi asal klon juga sangat berguna untuk pemakaian nama resmi klon yang didaftarkan pada Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).

37

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepastian identitas genotipe jati klon Cepu dan Madiun yang ditanam di Gunung Kidul dengan penanda mikrosatelit.

Bahan dan Metode

Persiapan bahan penelitian

Klon-klon yang terpilih pada penelitian sub penelitian 3.1, diambil daunnya

pada semua ramet yang ada dalam tree plot. Jumlah seluruhnya adalah 80 ramet

(Lampiran 4).

Penanda mikrosatelit

Identifikasi genotipe dengan penanda mikrosatelit (Aritonang 2007) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode CTAB (cetyl trimethyl

ammonium bromide) yang dimodifikasi (Siregar et al. 2008) untuk menghasilkan DNA murni. Sampel daun ± 2 g digerus di dalam pestel dengan nitrogen cair sebagai tambahan untuk mempermudahkan daun hancur. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube 1.5 ml dan ditambahkan

larutan buffer ekstrak sebanyak 500-700 µl dan larutan polivinilpirolidon

(PVP) 2% sebanyak 100 µl. Hasil ekstrak diinkubasi di dalam waterbath

selama 45-60 menit pada suhu 65 ο

Pemurnian DNA dilakukan setelah proses inkubasi. Tube diangkat dan

didinginkan ± 15 menit kemudian tambahkan chloroform sebanyak 500 µl

dan fenol sebanyak 10 µl, lalu disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm

selama 2 menit. Selanjutnya ditambah isopropanol dingin 500 µl dan NaCl

300 µl, lalu disimpan dalam freezer selama 60 menit untuk memperoleh

pelet DNA.

C.

Proses pencucian dan pengeringan DNA. Pencucian dilakukan dengan

menambahkan etanol 100% sebanyak 300 µl, lalu disentrifugasi pada

kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Pengeringan DNA di dalam desikator ±15 menit dengan posisi tube dalam keadaan terbalik. Selanjutnya ditambahkan larutan buffer TE 20 µl, lalu disentrifugasi.

2. Penandaan dengan mikrosatelit. Reaksi polymerase chain reaction (PCR) mikrosatelit dilakukan dengan menggunakan 15 µl larutan yang terdiri dari H2

3. Uji kualitas dengan menggunakan gel poliakrilamid (larutan akrilamid,

TEMED dan Ammonium persulfat) dengan buffer TBE 1x.

O 2.5 µl, primer forward dan primer reserve masing-masing 1.5 µl , Go

Taq Green Master Mix Kit (Promega) 7.5 µl dan 2 µl genomik DNA. Proses mikrosatelit dilakukan dengan menggunakan lima primer seperti pada Tabel 9.

4. Elektroforesis dengan menggunakan aliran listrik 120 W selama 1-3 jam.

5. Pewarnaan dengan larutan perak nitrat selama 10 menit.

6. Mendokumentasikan gel poliakrilamid (PAGE).

Tabel 9 Primer mikrosatelit jati

No Locus Name Sequence (5– 3) Pola

PCR prod (bp) T ann. (0C) 1 CIRAD1TeakH10 F:5’ R:5’-CGTTGAATACCCGATGGAGA-3’ -CGATACCTGCGATGCGAAGC-3’ (TC) 225-273 16 51 2 CIRAD4TeakDa12 F:5’’ R:5 -CGCACACCAGTAGCAGTAGCC-3’ (GA) -GCCGGAAAAAGAAAAACCAAA-3’ 4(N)5(GA) A(GA) 11 129-171 4 51 3 Tg-AAG10 F: GTGCACCAAGTCCGAGCAAT R: CGAGAACCCGAACCTAACCA (AAG)12 243 60 4 Tg-AC28 F: ACGGCTATCAGACCAGCAGA R: ATGCATGGCATGTTCTACCC (AC)16 200 62 5 Tg-ADH2-MS F: TGCTATTTTCGGACTTGGAG R: ACCAGCCAATCTAGCTCCTT (AG)17 186 62 Sumber : Palupi( 2006) ; Ng (2008) Analisis Data

Data dianalisis dengan melakukan skoring dengan memilih alel yang sama masing-masing ramet. Dari hasil skoring akan dipilih satu dari klon-klon yang

terpilih pada Sub penelitian 3.1. dengan menggunakan exclusion method seperti

39

Tabel 10 Pemilihan ramet hasil nilai skoring

Klon Lokus Ramet Primer A (CIRAD1TeakH10) Primer B (CIRAD4TeakDa12) Primer C (Tg-AAG10 1 A1A1 B1B2 C1C3 2 A1A1 B1B2 C1C 3 A1A1 B1B2 C1C3 4 A1A1 B2B2 C3C3 5 A1A1 B1B2 C3C33 Keterangan :

Salah satu dari ramet terpilih dijadikan pohon penelitian dengan melihat kondisi batang, tajuk dan jarak pohon dengan pohon yang lainnya.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian identifikasi genotipe kayu jati telah banyak dilakukan mulai dari isoenzim, SCAR (Rimbawanto & Suharyanto 2005), RAPD dan mikrosatelit

(Fofana et al. 2009; Verhaegen et al. 2010). Informasi yang diperoleh bahwa

sering terjadi kesalahan labelisasi baik pada ortet maupun ramet pada suatu