• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1. Pengumpulan data ... 19 2. Skala banding secara berpasangan ... 24 3. Jumlah elemen berpasangan untuk setiap tingkat hirarki ... 25 4. Nilai Random Indeks (RI) ... 27 5. Format matriks manfaat biaya alternatif kebijakan pengembangan

perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 28 6. Contoh tabulasi faktor internal ... 29 7. Contoh tabulasi fak tor eksternal ... 29 8. Contoh format tabulasi penentuan rangking strategi ... 30 9. Matriks analisis SWOT ... 30 10. Peran dari berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di

Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 31 11. Format isian skor keterkaitan peran lembaga terkaitan dalam

pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung timar ... 32 12. Format integrasi program atau kegiatan dengan kebijakan, strategi dan

peran pihak terkait ... 33 13. Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program atau kegiatan ... 33 14. Pembagian administratif dan jumlah penduduk pesisir Kabupaten Tanjung

Jabung Timur tahun 2003 ... 36 15. Sarana ibadah di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 37 16. Sarana ekonomi di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 37 17. Sarana pedidikan d i pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 38 18. Sarana kesehatan di pesisirKabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 38 19. Produksi perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2004 ... 39 20. Daftar penanam modal/pengusaha subsektor perikanan ... 39 21. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2004 ... 40 22. Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 40 23. KUD perikanan di pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 41 24. Potensi, pemanfaatan dan sarana perikanan Kab. Tanjung Jabung Timur ... 41 25. Parameter kualitas air perairan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 43 26. Kondisi oceanografi kawasan pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 44 27. Curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2003 ... 45

Halaman

28. Indeks LQ Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2000 – 2003... 47 29. Pemanfataan lahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 48 30. Hasil analisis manfaat biaya menentukan skenario kebijakan pengembangan

perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 50 31. Manfaat pengembangan perikanan wilayah pesisir ... 51 32. Kerugian pengembangan perikanan wilayah pesisir ... 51 33. Pengaruh faktor internal pengembangan perikanan wilayah pesisir ... 52 34. Pengaruh faktor eksternal pengembangan perikanan wilayah pesisir ... 53 35. Strategi pengembangan perikanan wilayah pesisir ... 55 36. Rata-rata skor peran pihak terkait dalam pengembangan perikanan wilayah

pesisir ... 57 37. Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan perikanan tangkap

WPP 2 Laut Cina Selatan ... 59 38. Tindak pencurian ikan kasus di WPP 2 laut Cina Selatan 2001-2004 ... 60 39. Matriks analisis SWOT ... 70 40. Integrasi atau keterkaitan kebijakan, strategi dan program/kegiatan ... 89

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pikir analisis kebijakan pengembangan perikanan di wilayah

pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur ... 18 2. Lokasi penelitian ... 19 3. Manfaat (benefit) pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten

Tanjung Jabung Timur ... 23 4. Biaya/ kerugian (cost) pengembangan perikanan di wilayah Pesisir

Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 24 5. Integrasi analisis dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan

pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur secara optimal ... 33 6. Kuadran strategi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten

Tanjung Jabung Timur ... 55 7. Dendogram peran lembaga terkait (Hasil analisis ) ... 57

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Manfaat pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung

Jabung Timur ... 99 2. Kerugian pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung

Jabung Timur ... 100 3. Rekapitulasi hasil pengisian pertanyaan AHP ... 101 4. Hasil wawancara menentukan faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) dan internal (peluang dan ancaman) pengembangan perikanan

di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 107 5. Rekapitulasi komponen manfaat (B) pengembangan perikanan di wilayah

pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 113 6. Hasil pengisian skor keterkaitan berbagai pihak dalam pengembangan

perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 114 7. Peran berbagai pihak terkait dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir

Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 115 8. Asal kapal perikanan asing ilegal di WPP-Indonesia khususnya WPP 2

Laut Cina Selatan, makalah pada forum pengkajian stock 27- 28 Desember 2005 (Ditjend. Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan DKP RI, 2005) ... 116 9. Penilaian kuantitatif lokasi Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) di Kabupaten

Tanjung Jabung Timur (Gunarso et al. 2002) ... 117 10. Cara penilaian penentuan lokasi pembangunan hatchery pantai (Gunarso

et al. 2002)... 120 11. Integrasi atau keterkait program/kegiatan, kebijakan dan srtategi pengembangan

Latar Belakang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan daerah yang memiliki wilayah pesisir terluas di Provinsi Jambi yang di dalamnya terdapat sumberdaya perikanan (SDP) yang cukup besar. Wilayah ini memiliki garis pantai sepanjang 225 Km dan potensi tambak seluas 18 757 Ha, yang mana saat ini dan baru dimanfaatkan seluas 446 Ha (DKP Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2004; DKP Provinsi Jambi, 2002). Berdasarkan Undang- undang Nomor 32, Kabupaten ini memiliki wilayah laut seluas 1 114 700 Ha (BPN Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2001). Potensi SDP pesisir ini diharapkan memberikan dampat posisitf bagi perekonomian masyarakat setempat. Dahuri (2004) menyebutkan bahwa sektor kelautan dan perikanan pada masa mendatang diharapkan menjadi penggerak utama (prime mover) ekonomi karena besarnya potensi yang dimiliki.

Perikanan pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur relatif belum berkembang, khususnya budidaya laut, pembibitan ikan/udang pantai (hatchery) dan budidaya tambak. Sedangkan perikanan tangkap telah lama dilakukan oleh masyarakat pesisir disana, walaupun dalam usahanya masih menggunakan teknologi, armada dan alat tangkap tradisional. Kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil perikanan telah dilakukan seiring dengan adanya kegiatan produksi ikan, tetapi sampai saat ini masih dalam skala kecil (rumah tangga) dengan tujuan mencegah pembusukan (kerusakan), meningkatkan nilai tambah, antis ipasi saat kelebihan produksi saat musim ikan dan pemanfaatan hasil tangkap sampingan (by catch).

Potensi perikanan pesisir yang ada di wilayah seharusnya dikelola secara baik dengan memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Eksploitasi perikanan tangkap berlebihan

(over fishing) dan pengembangan tambak yang berakibat destruktif harus

diantisipasi agar kerusakan seperti yang terjadi di berbagai daerah Indonesia tidak terjadi atau paling tidak dapat dikurangi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Dengan berlakunya Undang-Undang (UU) nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tanj ung Jabung Timur dalam mengelola SDA yang dimilikinya, termasuk pengelolaan sumberdaya perikanan (SDP) pesisir. Pemberian otonomi dapat mempersingkat rentang kendali pembangunan, termasuk dalam rangka pengembangan perikanan wilayah peisisr dan laut. Pada masa lalu sebelum dimekarkan, wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Tanjung Jabung yang relatif sulit dijangkau transportasi sehingga pengembangan wilayahnya relatif lambat bila dibandingkan dengan Kabupaten dan Kota lain di Provinsi Jambi

Dengan adanya payung hukum berupa UU nomor 54 tahun 1999 tentang Pembentukan Pembentukan Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah daerah ini mempunyai kewenangan besar dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga diperkirakan pengeksploitasian sumberdaya perikanan wilayah pesisir akan semakin intensif guna meningkatkan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat peningkatan devisa dan ekspor daerah serta pembangunan wilayah secara umum.

Potensi SDP pesisir yang dimiliki, kewenangan yang ada dan rentang kendali yang semakin singkat setelah wilayah ini menjadi Kabupaten baru (daerah otonom) merupakan modal besar bagi pemanfaatan dan pengembangan perikanan wilayah pesisir pada masa mendatang. Namun demikian dalam pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya alam tersebut perlu memperhatikan keseimbangan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya perikanan pesisir tanpa konsep kebijakan yang memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dapat menyebabkan kegagalan di tingkat pelaksanaannya dan dipastikan pengusahaanya tidak dapat berkelanjutan. The Word Commision on Enviroment and Development (WCED) (1987) in Dahuri et al. (2001) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara untuk merumuskan kebijakan yang diharapkan dapat mengakomodasi keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan agar pembangunan perikanan pesisir dapat berkelanjutan dengan penelitian kebijakan.

Perumusan Masalah

Potensi SDP pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya potensi sumberdaya tersebut bagi diharapkan merupakan sumber mata pencarian dan penyerapan tenaga kerja yang pada giliranya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, sedangkan bagi pemerintah keberadaan sumberdaya perikanan ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan wilayah, sumber devisa dan pendapatan negara atau daerah. Pada sisi lain penge mbangan SDP harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan agar kegiatan pemanfataan sumberdaya tersebut dapat optimal dan berkelanjutan.

Permasalahan yang ditemui berkaitan pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur mencakup aspek teknis, kapital, sumberdaya manusia (SDM) dan menajemen antara lain; belum dikuasainya teknologi, masih kurangnya modal, rendahnya SDM, indikasi tangkap lebih pada wilayah tepi (batas 2 mil), pasca panen kurang baik, harga ikan yang berfluktuasi yang cendrung merugikan petani dan nelayan, masalah kepemilikan lahan yang kuarng jelas, alat dan armada penangkapan tidak memadai serta masalah ketersedian benih ikan/udang dan pakan untuk budidaya yang terkadang harganya mahal dan sulit mendapatnya (DKP Tanjung Jabung Timur, 2003).

Penyebab la in belum berkembangnya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah belum terbangunnya kesamaan persepsi dan koordinasi yang baik dari beberapa pihak atau lembaga terkait dengan pengelolaan SDP di wilayah pesisir. Belum berkembangnya perikanan wilayah pesisir daerah ini juga disebabkan kurangnya kemauan politik "political will" pemerintah masa lalu baik Pemerintah Pusat, Provinsi Jambi maupun Kabupaten sebelum pemekaran (Kabupaten Tanjung Jabung) menyebabkan potensi SDP pesisir yang ada belum dimanfaatkan secara baik dan optimal.

Beragamnya kegiatan sektor perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dapat dikembangkan menuntut dikeluarkannya kebijakan yang tepat untuk menjalankan pembangunan sektor perikanan dengan skala prioritas dan konsep keterpaduan sehingga dapat memberikan dampak sosial dan ekonomi yang positif kepada masyarakat tanpa harus mengabaikan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan latar belakang, kondisi dan permasalahan yang ada, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana arahan kebijakan yang diperlukan Kabupaten Tanjab Timur sebagai Kabupaten yang baru dibentuk dalam rangka memanfaatkan potensi perikanan wilayah pesisir”

Tujuan Penelitian

1. Merumuskan kebijakan pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur

2. Merumuskan strategi dan rencana aksi pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanj ung Jabung Timur

3. Mengkaji fungsi dan kewenangan lembaga terkait dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan dan informasi bagi perencana dan pengambil keputusan dalam rangka pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

2. Diharapkan merupakan salah satu referensi dalam kajian pengembangan perikanan wilayah pesisir, khususnya di Kabupaten Tanj ung Jabung Timur

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kebijakan

Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan dilaksanakan (Dunn, 1998). Menurut Quade (1998) analisis kebijakan merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Sedangkan Dunn (1998) menyebutkan analisis kebijakan adalah setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan atau keputusan. Studi kebijakan merupakan disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metoda penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan pada tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah publik (Dunn, 1998).

Pengambilan keputusan atau kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan model kebijakan karena merupakan sajian sederhana mengenai aspek terpilih dari situasi problematis didasari atas tujuan-tujuan khusus. Model- model kebijakan tersebut yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolik, model prosedural, model pengganti dan model perspektif (Dunn, 1998). Lebih lanjut disebutkan, dari beberapa model yang dikenali dalam merumuskan kebijakan tidak satupun model yang dianggap baik, karena masing- masing model memfokuskan perhatian pada aspek yang berbeda.

Analytical Hierarcy Process (AHP)

Sumber kerumitan pengambilan keputusan (kebijakan) bukan hanya pada faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi dan data saja, tetapi masih terdapat penyebab lain seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada dengan beragam kriteria dan jika pembuatan keputusan lebih dari satu, maka hal ini merupakan suatu bentuk penyelesaian yang kompleks (Kosasi, 2002).

Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP dikembangkan oleh Saaty (1991). Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prio ritas strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik (Saaty, 1991). Dalam perkembangannya metode AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria), tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam- macam masalah seperti memilih portofolio yang menguntungkan, analisis manfaat biaya dan membuat ramalan. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup menga ndalkan pada instuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun instuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi (Kosasi, 2002).

Motode AHP ditujukan untuk memodelkan perihal tidak terstruktur baik dibidang ekonomi, sosial, maupun manajemen. Penerapan metode ini membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana terdapat dalam kenyataan sehari- hari dalam usaha mencapai konsensus (Eryatno, 1996). AHP merupakan alat analisis yang dapat dipakai pada kondisi ketidakpastian informasi, keterbatasan data dan beragamnya kriteria pengambilan keputusan (Saaty, 1991).

Pendekatan AHP merupakan salah satu alat untuk memilih alternatif kebijakan serta dapat digunakan untuk menilai kesesuaian kebijakan. AHP dipilih karena memiliki keunggulan dalam memecahkan permasalahan komplek dimana aspek atau kriteria dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria alternatif yang dipilih cukup banyak. Selain itu AHP juga mampu menghitung validasi sampai pada pengambilan keputusan. Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utama berupa persepsi manusia. Dengan hierarki suatu masalah yang komplek dan tidak terstruktur dapat dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Suryadi dan Ramdhani, 1998).

Mulyono (1998) in Kosasi (2000) menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan AHP ada beberapa prinsip yang harus menjadi perhatian sebagai berikut:

1. Decomposition; yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat maka pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.

2. Comparative judgemen, prinsip ini mengandung arti membuat penilaian

tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Ini merupakan inti dari metoda AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang ada. Hasil analisis AHP akan lebih baik bila dituangkan dalam bentuk matriks berpasangan yang sering disebut" pairwise comparation".

3. Synthesis of priority, dari setiap matrik pairwise comparasion lalu dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise

comparation terdapat pada setiap tingkatan, maka untuk mendapatkan global

priority harus dilakukan sintesis diantara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda dengan bentuk hirarki. Pengurutan elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

4. Logical consistency; dalam hal ini konsistensi memiliki 2 makna, pertama

bahwa obyek-obyek serupa dapat dikelompokan sesuai dengan keseragaman dan relevansi dan kedua tingkat hubungan antar obyek-obyek didasarkan pada kriteria.

Sifat data yang diperlukan dalam metode AHP berupa pesepsi atau

judgement, membuat AHP mudah digunakan terutama di negara berkembang

dengan kualitas data sekunder sering dipertanyakan keakuratanya. Saaty (1991) menyebutkan beberapa keuntungan dari metode AHP yaitu;

1. AHP memberi suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persolan tidak terstruktur.

2. AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dan pemecahan persoalan kompleks.

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan memaksakan pemikiran linier.

4. AHP menuntun kesuatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan suatu alternatif.

5. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

6. AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik beradasarkan tujuan mereka.

Pendekatan AHP dalam Kerangka Manfaat Biaya

Barbier (1991) in Barton (1994) menyebutkan bahwa pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya merupakan suatu alternatif tradisional dari alokasi sumberdaya untuk mendapatkan pilihan terbaik dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Sedangkan Saaty (1991) menyebutkan bahwa AHP dalam kerangka manfaat biaya merupakan metoda praktis untuk ;

- Memutuskan apakah akan melaksanakan suatu proyek,

- Memilih aktifitas paling produktif dengan rasio manfaat biaya tertinggi, - Memilih proyek yang manfaatnya dapat didistribusikan diantara penduduk

dengan cara yang khusus,

- Memaksimumkan manfaat total dalam kendala tertentu (seperti anggaran), - Meninjau ulang seperangkat proyek yang ada, untuk melihat kemungkinan

untuk menghapus atau merelokasi sumberdaya.

Penelitian dengan pendekatan metode AHP dalam kerangka manfaat biaya yang pendekatannya sama-sama bertujuan untuk me mperoleh alokasi optimal dari pemanfaatan sumberdaya. Menurut Saaty (1991) konsep-konsep pokok dari AHP dalam kerangka manfaat dan biaya adalah sebagai berikut:

1. AHP mampu mengkonversi faktor faktor yang tidak terukur (intangible) ke dalam aturan biasa yang memungkinkan untuk perbandingan dan evaluasi. 2. AHP dapat digunakan untuk memecahkan pengambilan keputusan manfaat

biaya yang kompleks dan mengalokasikan sumberdaya dan aktifitas campuran.

3. Ada dua tujuan pengalokasian sumberdaya yaitu, pertama untuk menangani kriteria berkaitan dengan evaluasi manfaat atau keuntungan berbagai alternatif kedua yang berkaitan dengan biaya atau kerugian.

Dengan demikian pendekatan AHP dalam kerangka manfaat biaya dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan faktor yang intangible sehingga perhitungan manfaat biaya atau dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan AHP dalam kerangka manfaat dan biaya. Pemecahan permasalahan dan solusi guna mendapatkan skenario yang optimal dari pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur, maka untuk menyusun suatu analisa yang mengapliksi dua pendekatan (pendekatan manfaata biaya) tersebut perlu diketahui lebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat dan biaya dalam pengembangan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Analisis SWOT

Analisis SWOT disebut juga analisis situasi atau analisis KEKEPAN (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) yaitu suatu analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistemantis untuk memformulasikan strategi suatu kegiatan (Rangkuti, 2000). Analisis SWOT didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang

(Opportunities) namum secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 2000 in Marimin, 2004). Salah

satu strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan perikanan adalah analisis SWOT, karena memiliki kelebihan yaitu sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan dan elaborasi. Melalui analisis SWOT dapat diketahui keterkaitan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sehingga dapat menghasilkan alternatif strategis.

David (2002) menyebutkan analisis SWOT merupakan alat pencocokan penting yang dapat membantu pimpinan mengembangkan 4 strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Lebih lanjt dikatakan David (2002) bahwa mencocokan faktor internal dan eksternal merupakan bagian sulit untuk mengembangkan matriks SWOT dan memerlukan penilaian yang baik serta tidak ada satupun kecocokan terbaik. Strategi SO (Strenghts-Opurtinity) atau strategi menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, Strategi WO (Weaknesess–Opurtinity) atau srategi yang bertuj uan untuk mengatasi internal kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal, strategi ST

(Strenght–Threats) atau strategi menggunakan kekuatan internal untuk mengatasi dampak ancaman eksternal, strategi WT (Weaknesess–Threats) atau strategi mengurangi kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal yang akan datang (Rangkuti, 2000).

Fungsi dan Kewenangan

Nikijuluw (2002) menyebutkan bahwa keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara penuh atau sebagian memiliki alasan dasar atau prinsip yang sama dengan keterlibatan pemerintah pada sektor ekonomi lain yaitu untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan sumberdaya perikanan. Ini diwujudkan dalam fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi dilakukan melalui relokasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi distribusi dijalankan agar terwujudnya keadilan dan kewajaran sesuai dengan pengorbanan dan biaya yang dipikul setiap orang. Sementara itu fungsi stabilisasi dilakukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak berpotensi instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan perikanan wilayah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat dilihat dari peran berdasarkan payung hukum berupa peraturan, perjanjian, kerjasama, kesepakatan, anggran dasar dan anggaran rumah termasuk kearifan lokal yang berlaku.

Jentoft (1989 in Nikijuluw (2002) mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karena 3 alasan dasar yaitu:

1. Alasan efisiensi, keikutsertaan pemerintah dalam mengelola sumberdaya

perikanan supaya efisiensi dapat ditingkatkan. Sumberdaya ikan (perikanan tangkap) bersifat open acsess dan public proverty yang pemanfatannya dapat membawa akibat eksternalitas dan deplesi sumberdaya. Untuk itu pemerintah perlu terlibat dalam mengatur pemanfatannya agar dampak eksternalitas dan deplesi sumberdaya dapat dikurangi atau dihindari.

2. Alasan keadilan, jika pemerintah tidak campur tangan maka pemodal kuat akan mengambil manfaat secara berlebihan dan membiarkan nelayan dan petani ikan yang bermodal kecil bahkan tidak punya modal dalam kemiskinan

dan kemalaratan. Selanjutnya pada saat ketimpangan sudah terlalu lebar dan matang serta sulit diatasi maka hal ini dapat menjadi sumber konflik.