• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan (Ibrahim 2003).

Menurut Gittinger (1986), proyek yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi

20 barang-barang modal yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat lebih setelah beberapa periode waktu. Sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan setengah jadi, bahan mentah, tenaga kerja dan waktu.

Menurut Subagyo (2007), objek studi kelayakan terbagi dalam 3 jenis yang berbeda, yaitu:

1. Pendirian, berarti objek yang dipelajari dan diteliti merupakan usaha baru yang akan didirikan.

2. Pengembangan, berarti objek yang dikaji usahanya sudah berdiri dan mempunyai rencana untuk dikembangkan terutama pada aspek-aspek tertentu, misalnya pembelian teknologi baru karena adanya permintaan pasar yang meningkat.

3. Merger atau akuisisi, berarti objek merupakan usaha yang sudah berdiri kemudian digabungkan dan diambil alih oleh perusahaan lain.

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang kemampuan suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono 2000). Tujuan dilakukan analisis proyek adalah (1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, (2) menghindari pemborosan sumberdaya-sumberdaya yang akan digunakan, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan (4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al.

1992).

21 Sofyan (2003), diacu dalam Chaerunnisa (2007) berpendapat tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan ini sekurang-kurangnya mencakup empat pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Bagi pihak investor : studi kelayakan usaha ditujukan untuk melakukan penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan yang berguna karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasioanl dan aspek finansial secara komprehensif dan detail sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi lebih objektif.

2) Bagi peneliti : studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

3) Bagi masyarakat : hasil studi kelayakan usaha merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat langsung maupun yang muncul karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.

4) Bagi pemerintah : dari sudut pandang mikro, hasil dari studi kelayakan ini digunakan untuk pengembangan sumber daya baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam maupun pemanfaatan sumber daya manusia berupa penyerapan tenaga kerja. Selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil studi kelayakan usaha yang dilaksanakan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukkan pemerintah baik dari pajak pertambahan nilai maupun dari pajak penghasilan dan

22 retribusi berupa biaya perizinan, biaya pendaftaran, administrasi dan lain-lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara makro pemerintah dapat berharap dari keberhasilan studi kelayakan usaha ini adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah ataupun nasional sehingga tercapai pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan kenaikan pendapatan per kapita.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah sebagai berikut :

1) Identifikasi

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.

2) Perumusan

Tahap perumusan merupakan tahap untuk menerjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu rencana proyek yang konkrit, dengan faktor-faktor yang penting dikelaskan secara garis besar.

3) Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen dan finansial.

4) Pemilihan

Pemilihan dilakukan dengan mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai.

5) Implementasi

Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.

23 Metode analisis kelayakan finansial merupakan metode analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu, untuk melihat pengaruh perubahan-perubahan yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah seperti perubahan harga bahan baku dan lain sebagainya dapat digunakan metode analisis nilai pengganti (switching value).

Kadariah et.al (1999) menjelaskan bahwa analisis finansial adalah analisis yang melihat suatu proyek dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanamkan modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Analisis finansial ini penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan proyek.

Menurut Gittinger (1986), bahwa terdapat enam tujuan utama analisis finansial untuk proyek-proyek pertanian, yaitu:

1. Penilaian pengaruh finansial. Tujuan analisis finansial adalah menilai pengaruh-pengaruh proyek terhadap para petani, pengusaha swasta dan umum, badan-badan pelaksana pemerintah dan pihak lain yang turut serta dalam proyek tersebut. Penilaian ini didasarkan atas analisa keadaan finansial setiap peserta pada saat tersebut dan suatu proyeksi keadaan finansial pada masa yang akan datang sejalan dengan pelaksanaan proyek.

2. Penilaian penggunaan sumberdaya terbatas. Analisa finansial memberikan informasi mengenai penggunaan sumberdaya-sumberdaya suatu proyek.

3. Penilaian insentif (penarik). Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penilaian insentif pada para petani, manajer dan pemilik yang ikut dalam proyek.

24 4. Ketetapan suatu rencana pembelanjaan. Salah satu tujuan dasar analisa

finansial adalah menghasilkan suatu rencana yang menggambarkan keadaan finansial dan sumber-sumber dana berbagai peserta proyek serta proyek itu sendiri. Rencana finansial adalah dasar untuk menentukan jumlah dan waktu pelaksanaan investasi dan penetuan tingkat pembayaran serta kemungkinan penambahan kredit untuk mendukung investasi yang telah ada.

5. Koordinasi kontribusi finansial. Rencana finansial mengikuti koordinasi kontribusi finansial dari berbagai peserta proyek. Koordinasi tersebut dibuat dari dasar proyeksi seluruh finansial untuk proyek sebagai suatu keseluruhan.

6. Penilaian kecakapan mengelola keuangan. Atas dasar proyeksi neraca finansial, khususnya untuk perusahaan-perusahaan besar dan kesatuan (entity) proyek, analisis dapat membuat penilaian tentang kerumitan pengelolaan finansial proyek dan kemampuan pimpinan dalam mengelola proyek.

Lebih lanjut Gittinger (1986), mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan dalam penilaian investasi dibidang pertanian adalah metode diskonto. Diskonto merupakan suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh di masa datang serta arus biaya menjadi biaya pada masa sekarang. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangkan manfaat-manfaat terhadap biaya-biaya dari tahun ke tahun untuk mendapatkan arus manfaat neto yang disebut arus kas (cash flow), kemudian arus kas tersebut didiskontokan.

Sehubungan dengan metode arus kas yang didiskontokan (discounted cash flow), terdapat beberapa kriteria investasi yang digunakan, yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan

25 untuk penilaian pengembalian ditunjukkan oleh kriteria Payback Periode atau masa pengembalian investasi.

NPV atau keuntungan bersih suatu proyek adalah nilai sekarang dari arus tambahan manfaat bagi pelaksanaan proyek, dihitung berdasarkan tingkat diskonto. Jika nilai NPV lebih besar dari nol maka proyek dapat dikatakan layak.

Apabila nilai NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal, sebaliknya jika NPV lebih kecil dari nol, berarti proyek tersebut tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan proyek tidak layak dilakukan (Kadariah et.al. 1999). Cara perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek itu menguntungkan atau tidak. Namun, cara ini tidak terlepas dari kelemahan-kelamahan, kelemahan ini terletak pada keharusan menentukan suku bunga yang tepat dan benar sebelum metode digunakan (Soekartawi et.al. 1986).

IRR yaitu rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan dari suatu proyek yang dinyatakan dalam satuan persen. Jika IRR dari suatu proyek lebih besar atau sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV proyek tersebut sama dengan nol (impas), berarti proyek layak dilaksanakan, sebaliknya jika IRR suatu proyek lebih kecil dari social discount rate, maka NPV proyek tersebut lebih kecil dari nol, berarti proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Gray et.al. 1992).

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai keuntungan bersih sekarang yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah nilai keuntungan bersih sekarang yang negatif (sebagai penyebut). Jika Net B/C lebih besar dari satu maka

26 proyek dikatakan layak, sebaliknya jika Net B/C lebih kecil dari satu maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Gray et.al. 1992).

Payback Period (tingkat pengembalian investasi) digunakan untuk mengukur periode jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Proyek yang dipilih adalah proyek yang paling cepat mengembalikan biaya investasi. Semakin cepat modal kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan yang lain.

Menurut Gittinger (1986), bahwa analisis nilai pengganti adalah suatu analisis kembali untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah.

Pada bidang pertanian, proyek-proyek umumnya sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mungkin saja terjadi. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan usaha bidang pertanian umumnya dikarenakan empat variabel utama, yaitu:

1. Harga (harga jual output)

Perubahan harga jual output akan berpengaruh terhadap manfaat, manfaat sekarang netto, tingkat pengembalian secara finansial maupun ekonomi.

2. Keterlambatan Pelaksanaan

Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek-proyek pertanian. Mungkin terjadi keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan baru. Hal ini akan mempengaruhi biaya maupun manfaat dan akhirnya akan mempengaruhi manfaat netto.

27 3. Kenaikan Biaya

Proyek-proyek cenderung sensitif terhadap kenaikan biaya, karena biaya-biaya sering diperkirakan sebelum proyek dilaksanakan. Hal ini akan mempengaruhi biaya dan manfaat netto.

4. Hasil (produksi yang dihasilkan)

Analisis nilai pengganti menguji kembali kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam memperkirakan hasil yang akan diperoleh. Perubahan produksi yang dihasilkan akan mempengaruhi manfaat dan manfaat netto.

Menurut Kadariah et.al. (1999) bahwa tujuan dari analisis nilai pengganti adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau manfaat. Hal ini diperlukan karena analisis proyek banyak mengandung ketidakpastian tentang apa yang terjadi diwaktu yang akan datang.

Analisis nilai pengganti (Switching Value) merupakan variasi dari analisis sensitivitas yang mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Dalam analisis ini, harus ditanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisis proyek yang akan diganti agar proyek tersebut dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek sebagaimana yang ditunjukkan oleh salah satu ukuran-ukuran kemanfaatan proyek. Teknik analisis nilai pengganti dilakukan dengan cara menentukan besarnya perubahan yang akan membuat nilai NPV sama dengan nol (Gittinger 1986).

28 2.6. Penelitian Terdahulu

Gustoro (2006) dalam penelitiannya mengenai sistem penunjang keputusan pendirian industri kompos di TPA Galuga, Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang keputusan investasi meliputi prakiraan jumlah timbunan sampah dan penilaian kelayakan finansial industri pengolahan kompos. Sistem penunjang keputusan untuk pendirian industri kompos dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 yang disebut SPKKompos. Paket program SPKKompos terdiri dari dua model yaitu model prakiraan dan model kelayakan finansial industri. Model prakiraan digunakan untuk melihat prakiraan timbulan pasar sebagai bahan pembuat kompos dengan cara memprakirakan jumlah penduduk pada masa yang akan datang dengan metode prakiraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh model prakiraan yang tepat untuk memprakirakan jumlah penduduk di Kota Bogor dengan menggunakan metode tren linier yaitu persamaan y = 611047 + 21409x. Hasil prakiraan jumlah penduduk kemudian dilakukan dengan analisis dengan tetapan-tetapan profil sampah Kota Bogor sehingga didapat volume timbulan sampah pasar Kota Bogor untuk periode 10 tahun yang akan datang dari tahun 2006-2015. Sedangkan model kelayakan finansial industri digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha dari aspek finansial. Hasil analisa industri kompos dengan pengadaan sampah pasar 30 ton per hari tidak layak dijalankan.

Untuk pengadaan sampah pasar 60 ton per hari dan 120 ton per hari dengan umur proyek 10 tahun layak untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai NPV sebesar Rp 1,4 milyar dan Rp 4,9 milyar dengan nilai IRR

29 sebesar 33,25% dan 47,59%. Untuk nilai B/C ratio diperoleh 1,86 dan 2,68 sedangkan payback period 5,52 tahun dan 3,16 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2009) mengenai analisis kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan IPB.

Hasil penelitian menunjukkan kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan IPB bila ditinjau dari aspek-aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek SDM, dan aspek lingkungan hidup dapat disimpulkan layak untuk diusahakan. Sedangkan hasil analisis finansial usaha peternakan UPP Darul Fallah memperoleh NPV>0 yaitu sebesar Rp 202 juta yang artinya bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Pada usaha ini diperoleh Net B/C>0 yaitu sebesar 1,74 yang mengindikasikan bahwa pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos layak untuk dijalankan dimana setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan 1,74 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh sebesar 26,13%, artinya usaha ini layak dan menguntungkan karena IRR lebih besar dari nilai diskon faktor (8,75) dengan periode pengembalian investasi selama lima tahun sepuluh bulan tujuh belas hari.

Widiyani (2010) meneliti tentang analisis kelayakan pengusahaan pupuk kompos pada unit usaha koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis kelayakan aspek non finansial dan finansial pengusahaan pupuk kompos, serta menganalisis kepekaan dari kelayakan finansial berdasarkan

30 analisis switching value dari pengusahaan pupuk kompos tersebut. Analisis aspek pasar menunjukkan bahwa jumlah permintaan akan pupuk kompos sangat besar, baik pada pasar internal maupun pasar eksternal. Berdasarkan analisis aspek teknis, bahwa lokasi usaha tersebut sangat strategis dan ketersediaan bahan baku serta tenaga kerja yang memadai. Koperasi kelompok tani Lisung Kiwari memiliki struktur organisasi yang sederhana sehingga membantu dalam pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab. Berdasarkan analisis aspek sosial dan lingkungan, usaha ini mampu menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar.

Hasil aspek finansial dari pengusahaan pupuk kompos ini ada dua skenario, yang pertama diperoleh NPV sebesar Rp 67,9 juta; Net B/C sebesar 3,52; IRR sebesar 56,82%; serta payback period selama dua tahun sepuluh bulan dua hari. Pada skenario kedua diperoleh NPV sebesar Rp 138 juta; Net B/C sebesar 5,91; IRR sebesar 96,77%; serta payback period selama satu tahun delapan bulan delapan hari. Analisis switching value pada usaha ini menunjukkan bahwa kondisi usaha pada skenario kedua memiliki tingkat kepekaan yang lebih rendah atau batas maksimal yang lebih tinggi terhadap perubahan variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya dibandingkan skenario pertama. Pada skenario kedua, persentase batas kenaikan harga beli kotoran sapi yang masih memberikan keuntungan adalah 48,63% dan pada skenario pertama 41,44%.

Batas maksimal perubahan penurunan produksi pupuk kompos pada skenario kedua yang masih memberikan keuntungan adalah sebesar 21,94% dan pada skenario pertama hanya 16,40%. Pada variabel harga jual, skenario kedua memiliki batas maksimal perubahan penurunan harga jual produk yang masih

31 memberikan keuntungan sebesar 22,09% dan skenario pertama hanya sebesar 16,51%.

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dokumen terkait