• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. LANDASAN TEORETIS

3. Analisis Kelayakan Usaha

Brown (1994) menyatakan metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha agroindustri sama dengan metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha sektor yang lain. Hermawan (1996) menyatakan bahwa faktor-faktor yang penting untuk dikaji dalam suatu analisis kelayakan usaha adalah sebagai berikut: a) kebutuhan dana, b) sumber dan biaya modal, c) arus kas, d) kriteria penilaian investasi, dan e) analisis sensitivitas.

Brown (1994) lebih lanjut mengemukakan langkah -langkah yang harus dilakukan dalam menganalisis kelayakan usaha agroindustri adalah sebagai berikut: 1. Menentukan pola pemasukan yang mungkin,

2. Memperkirakan volume dan harga untuk seetiap produk dan pasar, 3. Menyiapkan perkiraan awal dana investasi dan biaya operasi, 4. Menentukan sumber pasok dan harga bahan baku,

6. Melakukan analisis keuangan yang lengkap dari berbagai alternatif yang ada, 7. Melakukan analisis sensitivitas,

8. Membandingkan hasil analisis dengan kriteria investasi,

9. Mengidentifikasi kondisi-kondisi yang akan membuat perusahaan yang dianalisis berada di bawah kriteria investasi yang dapat diterima.

Dalam menilai kelayakan suatu investasi umumnya digunakan beberapa kriteria, di antaranya adalah sebagai berikut:

(1) PBP (Payback Period)

Metode ini digunakan untuk mengukur seberapa lama waktu yang diperlukan sampai suatu investasi dapat kembali. Menurut Hermawan (1996) cara termudah untuk menghitungnya adalah dengan mengakumulasikan arus kas (cash flow) hingga mencapai nilai positif. Akumulasi arus kas yang positif menunjukkan bahwa pengeluaran proyek telah tertutup.

Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut: 1) menghitung arus kas kumulatif

2) melihat arus kas kumulatif yang bertanda negatif terakhir dan mencatat pada periode keberapa itu terjadi (misalnya, t)

3) PBP dapat dihitung dengan rumus berikut:

PBP = t + CCFt/CFt-1

Keterangan:

PBP = payback period

t = periode terjadinya arus kas kumulatif negatif terakhir CCFt = arus kas kumulatif pada saat t

(2) NPV (Net Present Value)

Metode ini mendiskontokan sseluruh arus kas yang masuk dan keluar, dengan basis waktu sekarang. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan faktor pendiskonto, yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh arus kas yang telah didiskontokan, dan dapat dihitung dengan rumus berikut:

NPV =

Σ

Keterangan:

t = periode, t = 0, 1, 2, 3, …., n n = umur ekonomis proyek i = tingkat bunga yang digunakan

Bt = manfaat (benefit) proyek pada tahun ke-t Ct = biaya bruto proyek pada tahun ke-t Co = investasi awal

Suatu proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan apabila nilai NPV lebih besar dari nol (positif). Sebaliknya apabila NPV lebih kecil dari nol (negatif) proyek harus ditolak karena akan merugikan.

(3) IRR (Internal Rate of Return)

Metode ini menghitung pada tingkat bunga berapa NPV akan sama dengan nol yang berarti seluruh pengeluaran proyek akan sama dengan seluruh penerimaan sepanjang usia proyek. Jika tingkat bunga ini lebih besar daripada biaya modal rata-rata maka proyek dianggap lebih menguntungkan. Rumus IRR adalah sebagai berikut:

IRR = Df P + n t = 1 (Bt – Ct) (1 + I)t Co (PVP) (PVP) – (PNP) x (Df N – Df P)

Keterangan:

Df P = faktor diskon yang menghasilkan presen value positif

Df N = faktor diskon yang menghasilkan present value negatif

PVP = present value posotif PNP = present value negatif

(4) Rasio Manafaat-Biaya (Benefit-Cost Ratio = BCR)

Metode BCR membandingkan penerimaan proyek yang telah didiskontokan ke nilai sekarang dengan pengeluaran proyek yang juga telah didiskontokan ke nilai sekarang. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Σ

Σ

Jika BCR lebih besar dari 1, berarti penerimaan proyek lebih besar daripada pengeluarannya dan proyek ini menguntungkan atau layak. Sebaliknya, jika nilai BCR kurang dari 1, berarti proyek merug i atau tidak layak.

(5) Titik Impas (Break Even Point = BEP)

Titik impas (BEP) adalah tingkat unit penjualan ketika keuntungan persis sama dengan nol. Analisis BEP digunakan untuk perencanaan laba. Rumus umum volume penjualan pada BEP adalah sebagai berikut:

FC P – v

Keterangan:

Q* = kuantitas penjualan pulang pokok FC = biaya tetap total

n t = 1 (Bt) (1 + I)t n t = 1 ( Ct) (1 + I)t + Co B/C = Q* =

P = harga produk per unit produk v = biaya variabel per unit produk

Analisis BEP juga dapat digunakan untuk menentukan harga jual produk minimum untuk mencapai titik impas. Rumusnya adalah sebagai berikut:

FC + vQ

Q

Keterangan:

P* = harga jual titik impas Q = jumlah produk yang terjual

Analisis Sensitivitas. Analisis sensitivitas merupakan teknik untuk menunjukkan bagaimana perubahan kriteria investasi sebagai akibat terjadinya perubahan masukan (input) tertentu dengan asumsi hal-hal lain tidak berubah (Sutoyo, 1993).

Analisis sensitivitas biasanya dimulai dengan situasi dasar, yaitu setiap input sesuai dengan nilai yang diharapkan (expected value). Selan jutnya nilai salah satu input (variabel) diubah-ubah, naik atau turun, dan kemudian dilakukan perhitungan seberapa besar hasil investasi berubah dengan perubahan variabel tersebut. Analisis skenario juga dapat dilakukan untuk memeriksa sensitivitas proyek terhadap perubahan variabel kunci yang mungkin. Skenario umumnya dibagi menjadi skenario normal, skenario terbaik, dan skenario terburuk.

(6) Analisis Risiko dan Keuntungan

Pengusaha perlu mengetahui sejauh mana modal yang diinvestasikan akan memberikan keuntu ngan dan seberapa besar risiko yang akan ditanggung. Dalam situasi dunia usaha yang penuh ketidak-pastian, pengusaha perlu memperkirakan tingkat risiko dan tingkat keuntungan yang akan diterima. Makin tinggi risiko yang dihadapi, makin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan.

a) Hasil yang diharapkan (E)

Untuk mengukur hasil yang diharapkan digunakan keuntungan rata-rata (mean) dari setiap periode produksi. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Σ

Keterangan:

E = keuntungan rata-rata Ei = keuntungan pada periode I n = jumlah periode pengamatan b) Risiko

Untuk mengukur risiko secara statistik, digunakan ukuran ragam atau simpangan baku. Rumus ragam adalah:

Σ

Simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu: V = V2

c) Hubungan antara risiko dan keuntungan

Dalam setiap proses produksi, produsen perlu selalu memperhitungkan tingkat risiko yang dihadapi dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L).

n t = 1

Ei

n

E =

t = 1

(Ei – E)

2

(n – 1)

V

2

=

n

Koefisien variasi adalah perbadingan antara risiko yang harus ditanggung pengusaha dan jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari modal yang ditanamkan dalam proyek. Makin besar nilai koefisien variasi, makin besar pula risiko yang harus ditanggung dibandingkan dengan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Rumus koefisien variasi adalah sebagai berikut:

CV = V/E

Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima pengusaha. Jika nilai L ini sama dengan atau lebih besar dari nol, pengusaha tidak akan pernah mengalami kerugian. Jika nilai L kurang dari nol (negatif) berarti dalam setiap proses ada peluang kerugian. Rumus batas bawah keuntungan adalah:

L = E – 2V