V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.4. Pemodelan Daerah Aliran Sungai Kota Ambon Yang Berkelanjutan
5.4.7. Analisis Kelembagaan Pengelolaan
Kelembagaan menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al. (2004) seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk- bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan serta tanggungjawab yang harus mereka lakukan. 0 10 20 30 40 50 60 2013 2018 2023 2028 2033 2038 2043 2048 V o lu m e (m 3 ) M il li o n s Tahun
Tot Produksi Air TotalKA Air Tersedia
0 10 20 30 40 50 60 2013 2018 2023 2028 2033 2038 2043 2048 V o lu m e (m 3 ) M il li o n s Tahun
Tot Produksi Air TotalKA Air Tersedia 0 10 20 30 40 50 60 2013 2018 2023 2028 2033 2038 2043 2048 V o lu m e (m 3 ) M il li o n s Tahun
Kajian kelembagaan pengelolaan DAS dilakukan berdasarkan observasi lapangan terhadap stakeholders yang terkait dengan pengelolaan DAS Kota Ambon. Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat 17 stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh dalam pengelolaan DAS Kota Ambon terpadu dan berkelanjutan (Tabel 41) dan hasil wawancara dengan berbagai
stakeholders ini di analisis secara diskriptif kualitatif tentang peran lembaga masing-masing.
Analisis stakeholders dilakukan dengan tujuan adalah untuk mengetahui minat/kepentingan dan peranan masing-masing dan stakeholders dan wewenang mereka dalam pengelolaan DAS. Keberhasilan dari penanganan suatu masalah yang rumit dan terkait dengan banyak pihak, bergantung pada pemahaman yang je1as pada minat dan hubungan antar stakeholders.
Pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup di Kota Ambon sudah ada sejak jaman dahulu lewat suatu lembaga kearifan lokal yaitu Sasi. Sasi adalah kearifan lokal di Maluku yang hadir dalam bentuk peraturan adat yang mempertahankan kelestarian lingkungan berupa larangan pengambilan hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati. Sasi ini dalam bentuk peraturan adat yang mempertahankan nilai-nilai lama dan menjaga kelestarian lingkungan yang sudah berkembang sejak abad XVII. Namun sayangnya sasi ini hanya berperan pada pemanenan sumberdaya alam, tetapi tidak melarang tentang penutupan lahan.
Tabel 41. Stakeholders yang terkait dalam pengelolaan DAS Kota Ambon
No Stakeholders Potensi Peran
1. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah XI Wai Apo – Batu Merah (BP DAS) Maluku
Perencanaan dan monev DAS 2. Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Merumuskan kebijakan kehutanan
lintas kabupaten 3. Dinas kehutanan (Dishut) Kota
Ambon
Perencanaan dan pembangunan tutupan hutan
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Ambon
Perencanaan makro dan koordinasi lintas sektor
5. Dinas Pertanian (Distan) Kota Ambon
Perencanaan dan pembangunan sektor pertanian
6. Balai Sungai Wilayah IV Maluku Perencanaan dan pembangunan sarana-prasarana pengendalian air permukaan
7. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Provinsi Maluku
Perencanaan dan pengendalian lingkungan hidup
8. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Ambon
Perencanaan dan pengendalian lingkungan hidup
9. Dinas PU Kota Ambon Perencanaan dan pembangunan sarana-prasarana
10. Forum DAS Pendampingan, pemberdayaan
masyarakat
11. Kewang Lingkungan Hidup Merencanakan, mengelola dan mengawasi.
12. Perguruan Tinggi (PT), seperti Univ. Pattimura
Mendukung dalam menyediakan data dan informasi serta narasi ilmiah
13. LSM Pendampingan dan pemberdayaan
masyarakat 14. Kelompok Tani Hutan (Kelompok
Bibit Rakyat/KBR Kezia)
Terlibat langsung dalam kegiatan pengelolaan DAS
15. Sinode Gereja Protestan Maluku Pendampingan dan pembinaan kepada masyarakat
16 Masyarakat Hulu (petani) Mendukung melalui pertanian ramah lingkungan
17 PDAM Menyediakan air bersih bagi
masyarakat
Analisis ini dimulai dengan menyusun stakeholders pada matriks dua kali dua menurut interest (minat) terhadap suatu masalah dan power (kewenangan)
stakeholder dalam mempengaruhi masalah tersebut. Yang dimaksud dengan
DAS. Hal ini bisa dilihat dari tupoksi masing-masing instansi. Sedangkan yang dimaksud dengan power/kewenangan adalah: kekuasaan stakeholders untuk mempengaruhi atau membuat kebijakan maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS. Gambar 74 memperlihatkan matriks analisis
stakeholders Pengelola DAS.
Berdasarkan analisis stakeholders tersebut memberikan arahan tafsiran bahwa dari empat kwadran, maka 17 stakeholders tersebar pada kwadran Contest Setter, Player dan Subyek. Secara lebih detail sebaran stakeholders disajikan pada Gambar 74.
A.Subject
1. Masyarakat Hulu
2. Kelompok Tani Hutan (KBR) 3. Forum DAS 4. Sinode GPM 5. LSM 6. Akademisi B.Players 1. BPDAS
2. Dishut Propinsi Maluku 3. Dishut Kota Ambon 4. Distan Kota Ambon 5. KPDL Kota Ambon 6. Bapedalda Prov. Maluku 7. Kewang Lingk. Hidup 8. PDAM Kota Ambon C.Crowd
1. Masyarakat yang tidak peduli terhadap pengelolaan DAS
D.Contest Setter
1. Balai Sungai Maluku 2. Bappeda Kota Ambon 3. Dinas PU Kota Ambon
Gambar 74. Matrik Stakeholders pengelolaan DAS Kota Ambon
Subyek
Subyek adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan besar namun pengaruh kecil. Beberapa pihak dari stakeholders ini bahkan mempunyai kesungguhan dalam mengelola DAS Kota Ambon lebih baik walaupun tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau membuat kebijakan atau aturan. Beberapa stakeholders yang masuk dalam kwadran ini ialah sebagai berikut.
1) Masyarakat Hulu
Masyarakat yang tinggal di kawasan hulu DAS Kota Ambon memegang peranan yang penting pada keberhasilan pengelolaan DAS. Mereka yang telah
In te rs t /K ep en ti n g an Power/Pengaruh Low High Low High
mengerti artinya menjaga hutan dan menanam pohon demi ketersediaan air dan pencegahan longsor mempunyai minat yang besar terhadap pengelolaan DAS.
2) Kelompok Tani Hutan (KBR Kezia)
Kelompok tani hutan (kelompok bibit rakyat) Kezia merupakan kelompok yang di bentuk oleh Forum DAS dalam rangka mengelola DAS dengan cara penyediaan bibit anakan dan kemudian dilakukan penananan serta pemeliharaan anakan tersebut. Kelompok tani ini sampai dengan saat ini dianggap sangat berhasil dengan program-program mereka yang dapat diimplikasikan dengan tingkat keberhasilan di lapangan.
3) Forum DAS
Forum DAS dibentuk dengan satu tujuan yaitu pengelolaan DAS yang lebih baik. Artinya forum ini memiliki kepentingan untuk pengelolaan DAS termasuk di dalamnya ialah DAS Kota Ambon. Namun forum ini tidak memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan hukum terkait pengelolaan DAS Kota Ambon yang lebih baik. Memiliki potensi dalam pemberdayaan masyarakat.
4) Sinode GPM
Lembaga ini mempunyai peranan penting dalam hal pembinaan dan pemberdayaan masyarakat (Anggota Jemaat), karena kenyataannya tingkat kepatuhan, partisipasi masyarakat (anggota jemaat) terhadap lembaga gerejawi lebih besar daripada instasi pemerintah maupun lembaga-lembaga bentukan pemerintah lainnya. Selain itu ada perpaduan program Sinode GPM tentang pengelolaan lingkungan, sehingga kolaborasi program rehabilitasi dan pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik. Namun lembaga ini tidak mempunyai kewenangan untuk melahirkan kebijakan hukum terkait pengelolaan DAS Kota Ambon yang lebih baik.
5) LSM
Lembaga swadaya masyarakat bergerak dalam aspek sosial dan lingkungan. Lembaga ini lebih difungsikan sebagai fasilitator dan pendampingan pada masyarakat yang berada pada DAS Kota Ambon. Lembaga mempunyai fungsi koordinasi dan kerjasama dengan instansi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan perbaikan lingkungan khususnya
perbaikan DAS Kota Ambon, namun lembaga ini tidak mempunyai kewenangan untuk melahirkan kebijakan hukum terkait pengelolaan DAS Kota Ambon yang lebih baik.
6) Akademisi
Lembaga ini memiliki perhatian dan minat yang tinggi terhadap kelestarian DAS Kota Ambon. Kelestarian DAS Kota Ambon bagi lembaga ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar dan tempat kegiatan praktek mahasiswa. Hal tersebut ditunjukkan beberapa riset oleh dosen dan mahasiswa dilaksanakan di DAS Kota Ambon seperti tentang kualitas air, penutupan lahan, kesesuaian lahan, erosi, sedimentasi, keanekaragaman hayati, maupun sosial ekonomi masyarakat. Namun lembaga ini tidak memiliki kewenangan untuk melahirkan kebijakan hukum terkait pengelolaan DAS Kota Ambon yang lebih baik.
Players
Players adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan dan kewenangan besar. Player dapat diartikan sebagai pelaksana kunci yang berkepentingan dan memiliki pengaruh besar terhadap pengelolaan DAS Kota Ambon yang lebih baik. Beberapa stakeholders yang masuk dalam kwadran
player adalah sebagai berikut.
1) BPDAS Maluku
Instansi berdasarkan tupoksinya secara spesifik menangani masalah pengelolaan DAS, khususnya masalah perencanaan dan monev. Instansi ini memiliki pengaruh dalam perencanaan dan pembangunan DAS Kota Ambon. Sisi lain kualitas DAS akan mempengaruhi keberadaan DAS Kota Ambon. BPDAS merupakan instansi pusat sehingga untuk pelaksanaan program- programnya dilakukan melalui kerjasama dengan dinas yang ada di daerah.
2) Dinas Kehutanan Propinsi Maluku
Dinas Kehutanan Propinsi terutama menangani masalah pengelolaan tutupan hutan. Luasan tutupan hutan yang memadai di Daerah Aliran Sungai akan meminimalisir dampak ekologis terhadap DAS Kota Ambon.
3) Dinas Kehutanan Kota Ambon
Dinas Kehutanan Kota Ambon terutama menangani masalah pengelolaan tutupan hutan di Kota Ambon. Dalam hal pengelolaan DAS Kota Ambon, Dinas Kehutanan Kota Ambon memiliki pengaruh terhadap pembangunan tutupan hutan yang terdapat di daerah ini.
4) Dinas Pertanian Kota Ambon
Instansi ini memiliki kepentingan bahwa DAS sebagai aset ekologis, sosial dan ekonomi bagi daerah. Oleh karena itu DAS harus lestari untuk keberlanjutan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap DAS Kota Ambon. Instansi ini memiliki kewenangan merumuskan kebijakan pembangunan perikanan yang ramah lingkungan di DAS Kota Ambon.
5) Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Ambon
Instansi ini memiliki kewenangan dalam merumuskan kebijakan tentang lingkungan hidup di tingkat Kota Ambon. Disamping itu memiliki kepentingan terhadap DAS sebagai aset ekologi. Oleh karena itu pembangunan lingkungan hidup di daerah ini menjadi kewenangan instansi ini.
6) Bapedalda Propinsi Maluku
Instansi ini memiliki kepentingan bahwa DAS sebagai aset ekologis dan sosial daerah. Instansi ini memiliki kepentingan untuk menjaga ekosistem DAS sebagai bagian dari keanekaragaman sumberdaya alam. Disamping itu instansi ini memiliki kewenangan merumuskan kebijakan tentang riset-riset yang ada di DAS termasuk menyusun masterplan tentang DAS Kota Ambon.
7) Kewang Lingkungan Hidup
Lembaga ini merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah daerah yang terbentuk sampai ke level terbawah dalam struktur pemerintah dan melibatkan tokoh adat dalam mengelola dan menjaga DAS Kota Ambon.
8) Kewang Lingkungan Hidup
Lembaga ini merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Daerah Kota Ambon yang bertugas mendistribusi air bersih untuk memenuhi kebutuhan domestik. Lembaga ini memiliki kewenangan dalam merumuskan kewenangan tentang pemakaian air dan masterplan tentang DAS Kota Ambon.
Contest Setter
Contest setter adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan kecil dan pengaruh yang besar. Contest setter dalam pengelolaan DAS Kota Ambon bisa diartikan sebagai stakeholders yang memiliki fungsi perencana makro dari pembangunan, koordinasi, yang karena lingkup kerjanya yang teramat luas maka dianggap minatnya kecil terhadap pengelolaan DAS Kota Ambon. Pengaruhnya besar karena contest setter mempunyai pengaruh untuk mengesahkan program- program dari instansi terkait, termasuk wewenang dalam prioritas pemberian anggaran atau yang memiliki pengaruh terhadap keberlanjutan DAS, meskipun kepentingannya kecil. Beberapa yang termasuk contest setter antara lain sebagai berikut.
1) Balai Sungai Wilayah Maluku
Balai Sungai memiliki pengaruh terkait perencanaan dan pembuatan bangunan- bangunan air seperti SPAS dalam rangka pemantauan tinggi muka air, pada sungai-sungai yang mengalir dalam DAS Kota Ambon. Kegiatan perencanaan dan pelaksanaannya, Balai Sungai berkoordinasi dengan instansi teknis misalnya PU Kota Ambon dan Bappeda Kota.
2) BAPPEDA Kota Ambon
Bappeda Kota Ambon merupakan instansi dengan tupoksi merumuskan kebijakan teknis dan mengkoordinasikannya di tingkat Kota Ambon. Instansi ini memiliki pengaruh dalam perencanaan pembangunan termasuk yang berada di kawasan DAS Kota Ambon.
3)Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon
Instansi ini memiliki kewenangan pembangunan sarana prasarana di Kota Ambon, termasuk dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon.
Crowd
Crowd adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang kecil. Pada kotak ini dimasukan stakeholders masyarakat. pada suatu daerah ada masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan DAS dan ada juga stakeholders
minat kecil terhadap pengelolaan DAS. Mereka ini enggan menjadi subjek dalam suatu kegiatan, dan mereka biasanya letaknya di daerah hulu DAS Kota Ambon.
Keterlibatan dan Hubungan antar Stakeholders dalam Pengelolaan DAS
Peran stakeholders dalam pengelolaan DAS di Kota Ambon mengacu pada faktor pengungkit keberlanjutan (Tabel 33) baik untuk aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. Peran stakeholders ini untuk menyelesaikan faktor pengungkit yang antara lain adalah menjaga debit aliran sungai mengalir sepanjang tahun, memenuhi kebutuhan air, dan partisipasi masyarakat tanpa mengurangi pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di hutan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, lembaga yang paling mantap dalam pengelolaan DAS Kota Ambon adalah Balai Pengelolaan DAS Wae Hapu-Batu Merah Maluku. Hal ini disebabkan secara internal lembaga ini sudah sangat baik, yang dapat dibuktikan dengan sumberdaya manusia yang baik dan sumber pendanaan untuk pengelolaan DAS yang berasal dari APBN. Dengan adanya koordinasi dan kerjasama antara berbagai instansi yang ada di Kota Ambon maka kegiatan rehabilitasi kawasan DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik lewat kegiatan-kegiatan Gerhan. Namun kegiatan Gerhan ini hanya dilakukan sebatas penanaman anakan di lapangan, tanpa adanya kegiatan pemberdayaan dan pendampingan kepada masyarakat, sehingga hal ini menjadi kendala dalam keberlanjutan program rehabilitasi lahan. Forum DAS Maluku merupakan perpanjangan tangan dari BPDAS Wae Hapu-Batu Merah yang mempunyai peranan pemberdayaan dan pendampingan masyarakat dalam rangka rehabilitasi dan konservasi DAS. Hal ini terbukti dengan adanya pembentukan sekolah lapangan dan kelompok-kelompok tani hutan. Materi yang diajarkan pada sekolah lapangan antara lain cara menyediakan anakkan yang baik, pelatihan pembuatan sumur serasan di hutan, pembuatan biopori dan cara memelihara anakkan di lapangan.
Kelompok tani hutan (KBR-Kezia) yang terbentuk di hulu DAS Kota Ambon mempunyai peranan yang penting dalam hal pelaksanaan program- program kerja milik BPDAS Wae Hapu-Batu Merah dan Dinas Kehutanan serta Dinas Pertanian Kota Ambon dalam merehabilitasi lahan pada daerah konservasi
(DAS) Kota Ambon. KTH ini diberikan pelatihan tentang bagaimana cara menabung air lewat pelatihan dan kerjasama antara Forum DAS Maluku dengan USAID (United States Agency International Development) Tahun 2009 dengan materi pelatihan adalah rencana aksi perlindungan kawasan sumber air meliputi kesepakatan para pihak, zonasi perlindungan sumber air; analisis kecenderungan dan ancaman sumber mata air serta rencana aksi perlindungan.
Keterlibatan pihak tokoh agama dalam hal ini Sinode GPM Maluku sebenarnya sangat besar dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pelibatan masyarakat (anggota jemaat) untuk kegiatan rehabilitasi DAS Kota Ambon. Mengingat bahwa Kota Ambon masih memegang teguh adat istiadat dan budaya yang masih kental menyebabkan rasa menghormati terhadap tokoh agama sangat tinggi. Dalam program kerja Sinode GPM Maluku juga mengangkat masalah bersih lingkungan dan pelestarian sumberdaya alam, yang mana jika dikolaborasikan dengan program-program instansi terkait sangatlah kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan peranan tokoh agama pada Jemaat GPM Kezia yang juga turut serta membina kerjasama dengan berbagai instansi dalam hal partisipasi anggota jemaat dalam program rehabilitasi DAS Batu Gantung.
Program-program pengelolaan kawasan DAS di Kota Ambon khususnya dan Maluku umumnya milik pemerintah, seharusnya dilakukan dengan adanya pelibatan antara instansi terkait dengan 3 pilar pemerintah desa. Tiga (3) pilar di desa-desa adat di Maluku umumnya di kenal dengan nama Tiga Tungku yang terdiri dari (a) Tokoh pemerintahan diwakili oleh Raja atau Kepala Desa; (b) Tokoh Agama diwakili oleh Pendeta/Ulama; (c) Tokoh Pendidik yang diwakili oleh Kepala Sekolah yang ada dalam desa tersebut. Jika ketiga tungku dalam desa ini dilibatkan oleh pemerintah dalam program apapun maka dipastikan bahwa tingkat keberhasilan program akan lebih baik. Hubungan antara lembaga pengelolaan DAS dapat digambarkan pada Gambar 75.
Gambar 75 menjelaskan bahwa BPDAS dan instansi terkait bersama Forum DAS menyusun rencana kerja pengelolaan DAS. Forum DAS juga menjembatani antara program pemerintah terhadap program konservasi hulu DAS Kota Ambon dengan KTH (KBR-Kezia) yang menjadi pelaksana lapangan, juga
mendapat dukungan dari Sinode GPM lewat partisipasi dan dukungan masyarakat sehingga program rehabilitasi DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik.
Propinsi, Kota
DAS
BPDAS
KOORDINATOR PENDAMPINGAN REGULASI PERENCANAAN PENYEDIA PENGGUNA
INSTANSI TERKAIT
PDAM DAN DSA
MASYARAKAT
KTH (KBR) KEWANG LH,
SINODE GPM. LSM
FUNGSI DAN PERAN STAKEHOLDER
AKADEMISI
FORUM DAS
Garis Koordinasi Garis Pembinaan Koordinasi & Pembinaan
Gambar 75. Bagan alir hubungan kolaboratif antar stakeholders pengelolaan DAS untuk menunjang ketersediaan air di Kota Ambon
Pihak PDAM dan PT. DSA bertugas untuk menyediakan air kepada masyarakat pengguna sehingga kebutuhan air tetap terpenuhi. PDAM Kota Ambon melakukan hubungan koordinasi dengan BPDAS dan instansi terkait serta masyarakat hulu dalam menjaga dan memelihara kawasan hulu DAS yang difungsikan PDAM sebagai daerah sumber air. PDAM Kota Ambon juga dapat melakukan evaluasi dan monitoring terhadap kebocoran yang terjadi pada jaringan perpipaan maupun pada instansi milik pemerintah. PDAM Kota Ambon sebisa mungkin memanfaatkan potensi aliran permukaan yang ada dengan menambah produksi air sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. PDAM bersama masyarakat pengguna air dapat berkoordinasi tentang area layanan dan distribusi air bersih kepada masyarakat.
Implementasi program yang diusulkan kepada para stakeholders
penggelolaan DAS di Kota Ambon adalah sebagai berikut seperti tertuang dalam Tabel 42 berikut ini.
Tabel 42. Peran stakeholders dalam pengelolaan DAS Kota Ambon
No. Stakeholder Peran dalam pengelolaan DAS Kota Ambon Kendala 1. BPDAS dan
Instansi Terkait
1. Mengusulkan perda tentang luas kecukupan hutan di DAS Kota Ambon
2. Menghambat ijin pendirian bangunan baru di kawasan hulu DAS
3. Merencanakan program konservasi hulu DAS dengan melibatkan masyarakat sebagai bentuk kolaboratif.
4. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu umumnya dan KTH (KBR) khususnya.
5. Pengembangan data dan informasi lingkungann
1. Perencanaan yang sifatnya sektoral. 2. penegakan aturan belum
maksimal.
3. dukungan politis dari legislatif kurang merespons.
2. Forum DAS 1. Menjembatani program pemerintah dengan KTH dalam bentuk penetapan rencana kerja kelompok dan penyaluran anggaran yang disiapkan oleh pemerintah
2. Melakukan pelatihan dan pendampingan kepada KTH
1. Kurangnya waktu pertemuan dan koordinasi. 2. Tergantung pada
anggaran yang ada 3. PDAM dan
DSA
1. Melakukan manajemen pemanfaatan air dan penyediaan infrastruktur untuk penyediaan air bersih domestik, industri dan pertanian. 2. Bersama masyarakat hulu dan KTH (KBR) melakukan konservasi sekitar sumber air. 3. Melakukan himbawan hemat air.
1. Menurunya debit pada sumber air sehingga distribusi air bersih menjadi menurun. 2. Kewenangan untuk
membatasi konversi lahan di sekitar Hulu DAS lemah.
3. Manajemen yang lemah 4. Kewang LH,
Sinode GPM, LSM.
1. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu dan KTH (KBR) tentang pentingnya konservasi DAS. 2. Menjaring aspirasi masyarakat terkait
konservasi DAS.
3. Terlibat secara langsung dalam program konservasi DAS.
Tidak mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan.
5. KTH (KBR) 1. Menyediakan lahan untuk kegiatan RHL. 2. Menyediakan anggota kelompok,
menyediakan bibit, penanaman anakkan dan pemeliharaan.
3. Pengembangan rencana aksi untuk konservasi biodiversitas dan pemanfaatan fungsi hutan nonkayu dan pengembangan sistem pengamanan hutan.
4. Mengembangkan pola pertanian konservatif
1. Tergantung pada biaya dan dimanfaatkan untuk program rehabilitasi dan konservasi. 2. Kurangnya kesadaran, pelatihan dan pendampingan dari instansi terkait konservasi DAS. 6. Akademisi 1. Melakukan penelitian terkait kondisi
setempat sehingga menjadi dasar pertimbangan pelaksanaan program konservasi DAS.
2. Terlibat langsung dalam kegiatan konservasi hulu DAS
Keterbatasan dana untuk penelitian.
7. Masyarakat 1. Memanfaatkan air bersih sesuai dengan kebutuhan dan tidak boros air.
2. Patuh dan taat kepada kewajiban yang telah ditetapkan
1. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya konservasi
2. Tergantung pada penyedia jasa air.
Akademisi dapat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS lewat koordinasi dengan stakeholders lain dalam hal penyediaan data-data hasil penelitian yang dilakukan pada DAS Kota Ambon sehingga pemilihan program untuk kegiatan konservasi DAS sesuai dengan kondisi setempat.
Kerjasama antara para stakeholders dalam pengelolaan DAS ini jika dapat dilakukan dengan baik maka faktor pengungkit dalam keberlanjutan pengelolaan DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik. Hal ini di yakini dapat mengurangi kerusakan pada kawasan hulu DAS lewat kegiatan penanaman oleh kelompok tani hutan yang bekerjasama dengan Sinode GPM melalui pendampingan dan pendanaan dari instansi terkait. Selanjutnya lewat kegiatan pertanian yang konservatif dengan pola ekstensifikasi lahan pertanian dan kegiatan RHL maka dapat mengurangi debit aliran permukaan pada musim hujan, air tetap mengalir pada musim kemarau dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang berinteraksi pada daerah hulu DAS Kota Ambon.
Stakeholders yang diyakini mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlanjutan sumberdaya air di Kota Ambon adalah masyarakat hulu umumnya dan diwakili oleh kelompok tani hutan (KBR) khususnya yang mempunyai peran menyelamatkan DAS bagian hulu agar fungsi hidrologi tetap terjaga, serta PDAM dan PT. DSA sebagai penyedia air untuk masyarakat. Kedua stakeholders ini adalah stakeholders yang dapat bekerja dengan baik jika mendapat dukungan dari
stakeholders lainnya seperti tertera pada Tabel 42 dan Gambar 75.
Dalam melakukan peran dalam pengelolaaan DAS maka pasti ada kendala oleh masing-masing stakeholders sehingga masalah tersebut sebisa mungkin di hindari, jika tidak dapat terhindari maka harus dikurangi masalah tersebut, tetapi jika tidak dapat dikurangi maka masalah tersebut harus dikelola. Dalam mengelola kendala yang ada maka setiap stakeholder perlu bekerja sama dan saling berkoordinasi.
BPDAS dan instansi terkait dapat merencanakan program pengelolaan