• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. ANALISIS TUTUPAN LAHAN

5.1.1. Penutupan lahan/Tutupan Lahan Di DAS Kota Ambon

Data tipe penutupan lahan/tutupan lahan di 5 (lima) DAS di Kota Ambon diperoleh melalui analisis data Citra Landsat Tahun 2002 dan Tahun 2009. Berdasarkan analisis citra secara visual, penutupan lahan/tutupan lahan di kelima DAS di Kota Ambon dibedakan dalam 6 kelas berdasarkan Badan Planologi Departemen Kehutanan Republik Indonesia (Anonim, 2008) yaitu Hutan sekunder (2002), Semak/belukar (2007), Pertanian lahan kering (20091), Pertanian lahan kering campur semak (20092), Permukiman (2012), Tanah terbuka (2014). Sebaran tipe penutupan lahan/tutupan lahan Tahun 2002 dan 2009, jenis tanah, kelerengan dan jenis tutupan lahan di ke lima DAS di Kota Ambon pada disajikan pada Gambar 24, Gambar 25, Gambar 26, dan Gambar 27, sedangkan luasan masing-masing tipe penutupan lahan/tutupan lahan disajikan pada Tabel 9.

Penilaian akurasi hasil klasifikasi menggunakan matriks kesalahan (error matrik/confusion matrix) yaitu membandingkan antara data referensi yang diketahui (ground truth data) dengan hasil klasifikasi (Lillesand dan Kiefer, 1994

dalam Purnama 2005). Kolom dari matriks ini mempresentasikan ground truth

dari setiap kelas berdasarkan test sample, sedangkan baris dari matriks berisi kelas hasil klasifikasi dari test sample tersebut. Tingkat akurasi keseluruhan (overall classification atau overall performance class) dapat dihitung dengan menjumlahkan total jumlah piksel yang diklasifikasikan dan membaginya dengan total jumlah piksel yang diuji.

Parameter akurasi lainnya adalah kappa statistic atau KHAT, yaitu dengan menunjukkan kecocokan antara dua kategori variabel. Dalam penginderaan jauh, kappa menunjukkan ukuran kecocokan data antara hasil klasifikasi dengan data

ground truth. Nilai kappa dihitung berdasarkan matriks kesalahan dan berada pada interval 0 sampai dengan 1, dimana 0 berarti tidak ada kecocokan sama sekali antara data hasil klasifikasi dengan ground truth, sedangkan kappa semakin mendekati 1,0 memperlihatkan tingkat akurasi yang lebih baik.

Hasil perhitungan nilai akurasi keseluruhan sebesar 83.56%, secara rinci perhitungan nilai akurasi disajikan pada Tabel 9 dan sebaran titik pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 9. Luas masing-masing tutupan lahan kelima DAS di Kota Ambon

No. Penutupan lahan/Tutupan Lahan

2002 2009 Perubahan

(ha)

Ha % ha %

1 Hutan Sekunder 918,96 22,29 1.664,68 40,37 +745,2 2 Pert. Lahan Kering Campuran 1.680,94 40,77 310,99 7,54 -1.369,95

3 Lahan Terbuka 42,31 1,03 66,60 1,62 +24,29

4 Pemukiman 479,06 11,62 498,12 12,08 +19,06

5 Pertanian Lahan Kering 979,60 23,76 141,45 3,43 -838,15 6 Semak Belukar 22,23 0,54 1.441,27 34,96 +1.419,04 Jumlah 4.123,1 100,01 4.123.11 100 -0.01

Keterangan : (+) peningkatan luas area, (-) penurunan luas area

Hasil analisis perubahan penutupan lahan sebagaimana ditunjukan pada Tabel 9, terihat bahwa telah terjadi perubahan penutupan lahan dari Tahun 2002 ke Tahun 2009 dimana yang mengalami peningkatan luasan yaitu hutan sekunder mengalami peningkatan luasan sebesar 745,2 ha; lahan terbuka sebesar 24,29 hha; permukiman sebesar 19,06 ha; dan semak belukar sebesar 1.419,04 ha. Jenis tutupan lahan yang mengalami pengurangan luasan adalah pertanian lahan kering campur sebesar 1.136,95 ha dan pertanian lahan kering sebesar 838,15 ha.

Tabel 10. Matriks kesalahan hasil klasifikasi Reference Data Hutan Lahan Kering Sekunder Lahan Terbuka Permukiman Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering campuran Semak Belukar Jumlah

Hutan Lahan Kering Sekunder 8 8

Lahan Terbuka 4 1 5

Permukiman 12 1 1 1 15

Pertanian Lahan kering 4 4

Pertanian Lahan kering Campur 1 8 1 10

Semak Belukar 1 1 18 20

Jumlah 9 4 15 5 9 20 62

Producers Accuracy User’s Accuracy

Hutan Sekunder = 0,89 = 88,89 Hutan Sekunder = 1,00 = 100,00

Semak belukar = 1,00 = 100,00 Semak belukar = 0,80 = 80,00

Pertanian lahan kering = 0,80 = 80,00 Pertanian lahan kering = 0,80 = 80,00

Pertanian lahan kering campuran = 0,80 = 80,00 Pert. Lahan kering

campuran

= 1,00 = 100,00

Permukiman = 0,89 = 88,89 Permukiman = 0,80 = 80,00

Tanah terbuka = 0,90 = 90,00 Tanah terbuka = 0,90 = 90,00

Nilai Akurasi Keseluruhan = ( 54)/62 = 87,10% Nilai Akurasi Kappa = 83,56%

Cl as si fi ed d at a

Hutan sekunder

Hutan sekunder adalah kenampakkan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas penebangan). Kenampakan warna pada Citra Landsat band 5-4-2, hutan sekunder nampak dengan warna hijau tua dengan tekstur kasar. Hal ini disebabkan oleh tingginya keadaan stratum hutan, biomassa dan kelembaban dari hutan tersebut. Hutan alam/primer pada lahan basah kenampakan warnanya lebih gelap dari pada hutan lahan kering karena adanya pengaruh dari genangan air.

Berdasarkan hasil interpretasi Citra landsat, luas hutan sekunder di kelima DAS Kota Ambon pada Tahun 2002 adalah 918,96 hektar (22,29%). Luas tersebut menjadi 1.664,68 hektar (40,37%) pada Tahun 2009. Kenaikan luas hutan sekunder ini diperkirakan terjadi karena adanya kegiatan reboisasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Kota Ambon lewat Program Gerakan Rehabilitasi Lahan Tahun 2004-2009. Secara rinci luas tutupan lahan hutan sekunder disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas tutupan lahan hutan sekunder

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Perubahan

Wai Ruhu 104,92 618,36 +513,44

Wai Batu Merah 128,93 132,59 +3,66

Wai Tomu 109,01 210,05 +101,04

Wai Batu Gajah 184,35 299,95 +115,60

Wai Batu Gantung 407,01 406,85 -0,16

Jumlah 934,22 1667,80 +733,57

Berdasarkan data pada Tabel 11 nampak secara keseluruhan terjadi penurunan luas lahan hutan sekunder yang disebabkan perubahan penutupan lahan/tutupan lahan menjadi penggunaan lain, gambaran luasan penutupan lahan/tutupan lahan hutan sekunder disajikan pada Gambar 28. Kondisi tutupan lahan hutan sekunder di kelima DAS Kota Ambon, ternyata hutan terluas untuk Tahun 2009 terdapat pada DAS Wai Ruhu seluas 620,05 hektar, dan terkecil pada DAS Batu Gantung seluas 1,21 hektar pada Tahun 2002. Perubahan penutupan lahan/tutupan lahan hutan sekunder yang terjadi pada masing-masing DAS menunjukan bahwa terjadi perubahan yang signifikan luasanya cenderung bertambah, kecuali pada DAS Batu Gajah yang terjadi pengurangan,

Gambar 28. Tutupan lahan hutan sekunder

Semak/belukar

Semak/belukar adalah kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi), atau kawasan dengan pohon jarang (alami), atau kawasan dengan dominasi vegetasi berkayu bercampur dengan vegetasi rendah (alami) lainnya, serta umumnya sudah tidak ada kenampakan bekas alur atau bercak penebangan lagi.

Susunan tumbuhan pada tipe belukar umumnya berdaun lebar dan tipis dengan lapisan tajuknya yang belum nampak sehingga memberikan nilai pantulan yang tinggi. Pada citra Landsat dengan kombinasi band 5-4-2 nampak dengan warna hijau muda kekuningan dengan tekstur yang halus. Gambar tutupan lahan semak/belukar dapat dilihat pada Gambar 29 berikut.

Berdasarkan hasil interpretasi citra, luasan semak belukar di kelima DAS Kota Ambon pada Tahun 2002 adalah seluas 26,71 hektar (0,54%). Luas tersebut menjadi 1419,61 hektar pada Tahun 2009 atau terjadi peningkatan luas kawasan semak/belukar. Secara rinci tutupan lahan semak/belukar disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Luas tutupan lahan semak/belukar

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Perubahan

Wai Ruhu 0,00 628,58 +682,58

Wai Batu Merah 0,61 228,58 +227,97

Wai Tomu 6,50 115,69 +109,19

Wai Batu Gajah 19,61 92,51 +72,91

Wai Batu Gantung 0,00 300,25 +300,25

Jumlah 26,71 1419,61 +1392,90

Berdasarkan Tabel 12 nampak secara keseluruhan terjadi kenaikan luas lahan semak/belukar disebabkan oleh bekas perubahan tutupan lahan menjadi penggunaan lain dan karena kerusakan dari DAS sendiri. Luas kawasan semak/belukar dikelima DAS Kota Ambon, ternyata kondisi tutupan lahan semak/belukar terluas Tahun 2009 pada DAS Wai Ruhu seluas 628,58hektar, dan terkecil berada pada DAS Wai Ruhu dan Batu Gantung seluas 0 hektar pada Tahun 2002. Perubahan tutupan lahan semak/belukar terjadi pada masing-masing DAS menunjukan bahwa terjadi peningkatan luasan yang signifikan.

Pertanian lahan kering

Pertanian lahan kering adalah semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan (tanaman musiman, penggairan tergantung pada air hujan) kebun campuran dan ladang. Pada kebun campuran apabila tanaman pertanian lebih mendominasi maka dimasukkan dalam kelas pertanian lahan kering.

Pada Citra Landsat kombinasi band 5-4-2, areal yang baru ditanam akan nampak dengan warna merah tua, sedangkan lahan yang sudah ditanami dengan palawija mulai dari warna merah muda sampai kekuningan, kadang-kadang tidak dapat dibedakan dengan tumbuhan penutup tanah seperti vegetasi semak (alang- alang) karena biomasanya tidak jauh berbeda. Gambar tutupan lahan pertanian lahan kering dapat dilihat pada Gambar 30.

Berdasarkan hasil interpretasi citra, luasan pertanian lahan kering di kelima DAS Kota Ambon pada Tahun 2002 adalah seluas 979,60 hektar (23,76%). Luas tersebut menjadi 141,45 hektar pada Tahun 2009 atau diperkirakan terjadi pengurangan luas kawasan pertanian lahan kering. Secara rinci luas tutupan lahan pertanian lahan kering disajikan pada Tabel 13.

Gambar 30. Tutupan lahan pertanian lahan kering Tabel 13. Luas tutupan lahan pertanian lahan kering

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Perubahan

Wai Ruhu 837,86 0 -837,86

Wai Batu Merah 1,13 48,86 +47,73

Wai Tomu 0,00 14,03 +14,03

Wai Batu Gajah 93,84 20,26 73,59

Wai Batu Gantung 30,28 59,91 +29,64

Jumlah 963,11 143,06 -820,05

Berdasarkan Tabel 13 nampak bahwa secara keseluruhan terjadi kenaikan luas pertanian lahan kering disebabkan oleh aktivitas masyarakat yang bertani. Luas kawasan pertanian lahan kering dikelima DAS Kota Ambon ternyata kondisi tutupan lahan pertanian lahan kering terluas untuk Tahun 2002 terdapat pada DAS Wai Ruhu seluas 837,86 hektar, terkecil pada DAS Wai Tomu (Tahun 2002) dan Wai Ruhu (Tahun 2009) seluas 0 hektar. Perubahan tutupan lahan pertanian lahan kering yang terjadi pada masing-masing DAS menunjukan bahwa perubahan yang signifikan luasannya cenderung bertambah untuk DAS Batu Gantung, Batu Merah dan Wai Tomu, sedangkan terjadi penurunan untuk DAS Batu Gajah dan DAS Wai Ruhu. Berkurangnya luasan pertanian lahan kering disebabkan karena persaingan hasil pertanian lokal dengan pertanian dari daerah lain yang lebih

murah dan lahan kering yang ditanam dengan sayuran biasanya untuk konsumsi sendiri, begitu juga untuk pertanian lahan kering campur

Pertanian lahan kering campuran

Pertanian lahan kering campuran adalah semua jenis pertanian di lahan kering yang berselang seling atau bercampur dengan semak, belukar, dan bekas tebangan. Pada kebun campuran apabila semak, belukar dan bekas tebangan lebih mendominasi maka dimasukkan dalam kelas pertanian lahan kering bercampur semak. Berdasarkan kenampakan warnanya nampak dengan campuran warna hijau dan merah pada Citra Landsat dengan kombinasi band 5-4-2. Warna hijau menunjukan tanaman tahunan, merah berupa tanaman semusim.

Pertanian lahan kering campuran dapat dibedakan dengan vegetasi semak/belukar. Gambar tutupan lahan pertanian lahan kering campuran dapat dilihat pada Gambar 31 di bawah ini.

Gambar 31. Tutupan lahan pertanian lahan kering campuran

Berdasarkan hasil interpretasi citra, luasan pertanian lahan kering campuran di kelima DAS Kota Ambon pada Tahun 2002 adalah seluas 1.680,94 hektar (40,77%). Luas tersebut menjadi 310,99 hektar pada Tahun 2009 atau terjadi pengurangan luas kawasan pertanian lahan kering campuran. Secara jelas tutupan lahan pertanian lahan kering campuran disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Luas tutupan lahan pertanian lahan kering campur.

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Perubahan

Wai Ruhu 568,08 159,19 -408,89

Wai Batu Merah 311,26 14,76 -296,50

Wai Tomu 215,93 24,31 -191,62

Wai Batu Gajah 203,54 63,29 -140,25

Wai Batu Gantung 376,49 48,08 -328,41

Jumlah 1675,29 309,63 -1365,66

Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan luas lahan pertanian lahan kering campur yang disebabkan oleh bekas perubahan penutupan lahan/tutupan lahan menjadi penggunaan lain dan karena kerusakan dari DAS sendiri. Luas kawasan pertanian lahan kering campuran dikelima DAS Kota Ambon, ternyata kondisi tutupan lahan pertanian lahan kering campur terluas Tahun 2002 pada DAS Wai Ruhu seluas 568,08 hektar, dan terkecil pada DAS Batu Merah Tahun 2009 seluas 14,76 hektar. Perubahan penutupan lahan/tutupan lahan pertanian lahan kering campuran yang terjadi pada masing- masing DAS menunjukan bahwa terjadi perubahan yang cenderung berkurang.

Permukiman

Permukiman adalah kenampakan kawasan permukiman, baik perkotaan atau pedesaan yang masih mungkin untuk dipisahkan, Lapangan golf dan kawasan 85lluvial masuk ke dalam kelas permukiman. Pada citra landsat dengan kombinasi band 5-4-2, jalan raya dan permukiman 85lluvi dengan warna merah jambu, Kenampakan dari permukiman dengan ukuran yang cukup luas dapat diidentifikasi sebagai daerah perkotaan. Gambar 32 menunjukan tutupan lahan permukiman, dapat dilihat dibawah ini.

Berdasarkan hasil interpretasi citra, luas daerah permukiman di kelima DAS Kota Ambon Tahun 2002 seluas 479,06 hektar (11,62%). Luas tersebut menjadi 498,12 hektar Tahun 2009 atau terjadi peningkatan luas kawasan permukiman. Secara rinci liat tutupan lahan permukiman disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Luas tutupan lahan permukiman.

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Perubahan

Wai Ruhu 13,94 60,60 +46,66

Wai Batu Merah 136,48 139,69 +3,20

Wai Tomu 83,06 34,34 -48,73

Wai Batu Gajah 49,07 56,39 +7,33

Wai Batu Gantung 36,05 38,43 +2,38

Jumlah 318,60 329,44 +10,84

Berdasarkan Tabel 15 nampak secara keseluruhan terjadi kenaikan luas lahan permukiman disebabkan karena kebutuhan lahan seiring pertambahan penduduk serta adanya konflik kemanusiaan yang terjadi Tahun 1999 sehingga menyebabkan munculnya permukiman-permukiman baru di DAS Kota Ambon. Luas kawasan permukiman di kelima DAS Kota Ambon, ternyata kondisi tutupan lahan permukiman terluas Tahun 2009 pada DAS Batu Merah seluas 139,69 hektar, dan terkecil pada DAS Wai Ruhu Tahun 2002 seluas 13,94 hektar. Perubahan penutupan lahan/tutupan lahan permukiman yang terjadi pada masing- masing DAS menunjukan bahwa terjadi perubahan yang cenderung bertambah.

Lahan terbuka

Lahan terbuka/kosong adalah seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai) dan lahan terbuka bekas kebakaran. Pada Citra Landsat dengan kombinasi band 5-4-2, lahan terbuka nampak dengan warna merah sampai merah tua. Kenampakan yang cukup jelas dan mudah diidentifikasi pada bekas kebakaran, atau areal yang dibuka masyarakat. Gambar 33 menunjukan penutupan lahan/tutupan lahan tanah terbuka/kosong, dapat dilihat dibawah ini.

Berdasarkan hasil interpretasi citra, luas daerah tanah kosong di ke lima DAS Kota Ambon pada Tahun 2002 adalah seluas 42,13 hektar (1,03%). Luas tersebut menjadi 66,60 hektar pada Tahun 2009 atau diperkirakan terjadi

peningkatan luas kawasan tanah terbuka/kosong. Tutupan lahan tanah terbuka/kosong disajikan pada Tabel 16.

Gambar 33. Tutupan lahan tanah terbuka/kosong Tabel 16. Luas tutupan tanah terbuka.

DAS Tahun (ha)

2002 2009 Selisih

Wai Ruhu 0,00 4,08 +4,08

Wai Batu Merah 0,00 13,93 +13,93

Wai Tomu 0,00 16,09 +16,09

Wai Batu Gajah 0,00 18,01 +18,01

Wai Batu Gantung 15,15 11,44 -3,71

Jumlah 15,15 63,55 +48,40

Berdasarkan Tabel 16 nampak bahwa secara keseluruhan terjadi kenaikan luas tanah terbuka/kosong yang disebabkan oleh faktor kebakaran atau pembukaan lahan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas pertanian dan kemudian ditinggalkan begitu saja. Luas tanah terbuka/kosong di kelima DAS Kota Ambon, ternyata kondisi tutupan lahan tanah terbuka/kosong terluas Tahun 2009 pada DAS Wai Tomu seluas 16,06 hektar, dan terkecil pada DAS Batu Gajah, Batu Merah, Wai Ruhu, Wai Tomu (Tahun 2002) seluas 0 hektar. Perubahan tutupan lahan tanah terbuka/kosong yang terjadi pada masing-masing DAS menunjukan bahwa terjadi perubahan luasannya cenderung bertambah, kecuali pada DAS Batu Gantung yang menjadi menurun.

Dokumen terkait