• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Pengembangan sumber benih mindi (pola pengelolaan) dipengaruhi oleh kapasitas petani ( kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan)

4.1 Keragaman genetik, Morfologi dan Kesuburan Tapak Tanaman Mindi di Hutan Rakyat Jawa Barat di Hutan Rakyat Jawa Barat

4.1.2 Analisis keragaman morfologi

Karakter morfologi dapat menjadi penciri dalam menentukan keragaman pada tanaman maupun hewan, sehingga dapat diketahui kedekatan antar populasi. Penelitian yang berkaitan dengan hal ini sudah pernah dilakukan antara lain pada

tanaman kelapa (Tampake dan Luntungan 2002), kakao (Taufik et al. 2007),

pasang (Kremer et al. 2002), pinus (Calamassi et al. 1988), jambu mete (Samal et al. 2003), sungkai (Imelda et al. 2007), Albizia sp. (Aparajita dan Rout 2010) dan mimba (Hamid et al. 2008), juga pada hewan seperti kerbau (Johari et al. 2009) dan ulat sutera (Nezhad et al. 2009). Karakter morfologi yang umumnya digunakan untuk dapat mengetahui keragaman pada tanaman adalah bagian

batang, daun, buah dan bunga. Namun tidak semua karakter pada bagian-bagian tersebut dapat diterapkan pada semua jenis tanaman.

Berdasarkan hasil pengujian analisis DNA pada populasi tanaman mindi di hutan rakyat terlihat bahwa keragaman genetik didalam populasi berkisar antara 16–19% (di bawah 20%). Hal ini mengisyarakatkan bahwa sekitar 20% ada perbedaan struktur genetik di antara individu pada satu populasi. Namun apakah kesamaan struktur genetik juga diikuti oleh kesamaan karakteristik morfologi di antara individu-individu pada satu populasi, maka dilakukan analisis terhadap beberapa sifat morfologi tanaman mindi. Hasil analisis ragam untuk setiap karakteristik morfologi tanaman mindi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rangkuman hasil analisis ragam setiap karakter morfologi

No. Karakter morfologi db1 db2 Fhit p(<0.05)

1 Tinggi total (TT) 5 114 3,123 0,011

2 Tinggi bebas cabang TBC 5 114 13,932 0,000

3 Diameter pohon 5 114 16,788 0,000 4 Produksi buah 5 114 12,163 0,000 5 Berat 1000 butir 5 114 3,564 0,005 6 Panjang buah 5 114 10,351 0,000 7 Diameter buah 5 114 6,396 0,000 8 Berat buah 5 114 10,340 0,000 9 Panjang benih 5 114 4,592 0,001 10 Diemeter benih 5 114 18,598 0,000 11 Berat benih 5 114 14,044 0,000 12 Laminal length (LL) 5 114 5,394 0,000 13 Petiole length (PL) 5 114 4,948 0,000 14 Widest point (WP) 5 114 3,290 0,008 15 Lobe width (LW) 5 114 7,792 0,000 16 Sinus width (SW) 5 114 9,180 0,000 17 Number of lobes(NL) 5 114 17,121 0,000

18 Number of intercalary vein (NV) 5 114 1,841tn 0,110

19 Basal shape of lamina (BS) 5 114 1,780tn 0,122

Keterangan : tn (tidak berbeda nyata) pada p<0,05

Hasil analisis ragam (Uji F) untuk setiap karakter morfologi (Tabel 10) terlihat bahwa dari 19 karakter yang diuji, ada dua (2) karakter yang tidak berbeda nyata, yaitu karakter jumlah rangka daun (NV) serta bentuk dasar helai daun (BS). Hal ini berarti dua karakter ini tidak dapat dijadikan penentu untuk melihat adanya keragaman morfologi dari 6 populasi mindi yang diuji. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kremer et al. (2002) yang dilakukan

mempunyai nilai korelasi yang rendah, sehingga tidak dapat dijadikan karakter

pembeda diantara jenis Quecus sp. Adapun karakter morfologi yang diduga

mampu membedakan ada 17 karakter yaitu tinggi total (TT), tinggi bebas cabang (TBC), diameter pohon, produksi buah, berat 1000 butir benih, panjang benih, diameter benih, berat benih, panjang buah, diameter buah, berat buah, lamina length (LL), petiole length (PL),widest point (WP), lobe width (LW), sinus width

(SW) dan number of lobes (NL).

Canonical Discriminant Analysis dan Principal Component Analysis

Untuk mengetahui seberapa besar karakter morfologi mampu

menunjukkan adanya keragaman dapat dilihat dari hasil perhitungan Canonical

Discriminant Analysis (CDA). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut terdapat lima (5) fungsi pertama yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar keragaman yang dapat diduga dari karakter morfologi. Rangkuman hasil perhitungan CDA dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rangkuman hasil perhitungan CDA untuk semua karakter morfologi

Fungsi Eigenvalue % keragaman % kumulatif Canonical correlation

1 5,715a 53,9 53,9 0,923

2 2,127a 20,1 74,0 0,825

3 1,206a 11,4 85,4 0,739

4 0,897a 8,5 93,9 0,688

5 0,651a 6,1 100,0 0,628

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Hasil perhitungan menunjukkan terdapat lima fungsi utama yang dapat menduga adanya keragaman diantara enam populasi mindi yang didasarkan pada 17 karakter morfologi yang diamati. Untuk mengetahui fungsi yang dapat menduga adanya keragaman dapat dilihat dari nilai korelasinya. Fungsi yang mempunyai nilai korelasi diatas 70% dapat digunakan untuk menduga adanya keragaman. Pada Tabel 11 terlihat fungsi 1,2 dan 3 mempunyai nilai korelasi diatas 70%, sehingga ke 3 fungsi ini dapat digunakan untuk menduga adanya keragaman diantara populasi mindi di hutan rakyat berdasarkan karakter morfologinya. Fungsi ke 1 (PC1) dengan nilai eigenvalue sebesar 5,715 mampu menduga adanya keragaman sebesar 53,9%, fungsi ke 2 (PC 2) dengan nilai

eigenvalue 2,127 mampu menduga adanya keragaman sebesar 20,1% dan fungsi ke 3 (PC1) dengan nilai eigenvalue sebesar 1,206 mampu menduga adanya keragaman sebesar 11,4%, apabila ketiganya digabung maka persen kumulatif keragaman yang dapat diduga adalah sebesar 85,9%.

Untuk mengetahui karakter yang mampu menjadi penentu keragaman dari populasi mindi dapat dilihat dari nilai koefisien setiap karakter pada setiap fungsi. Karakter morfologi yang mempunyai nilai koefisien tertinggi pada setiap fungsi dapat diduga menjadi penentu keragaman populasi mindi. Nilai koefisien setiap karakter pada setiap fungsi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai koefisien untuk setiap karakter morfologi pada setiap fungsi

Canonical Discriminant Fungsi Karakter morfologi 1 2 3 4 5 TT -0,155 0,127 0,107 -0,091 -0,215 TBC -0,040 0,117 0,099 0,181 0,314 Diameter Phn 0,177 -0,125 -0,048 0,032 0,042 Prod Buah 0,015 -0,077 0,031 -0,039 0,028 Berat 1000 butir 0,000 0,001 -0,001 0,003 0,001 Panjang buah 0,106 -0,185 0,277 0,670 -0,102 Diameter buah 0,597 -0,481 -0,445 0,221 -0,281 Berat buah -1,656 2,947 2,546 -4,233 1,308 Panjang benih 0,146 -0,145 0,046 0,614 -0,469 Diemeter benih 0,389 0,256 -1,689 1,226 0,200 Berat benih -1,704 2,928 5,246 -17,277 6,410 LL 2,084 1,661 -0,452 -0,285 -1,428 PL 1,036 0,175 -2,764 3,663 1,071 WP -2,074 -3,097 0,641 -0,001 2,338 LW -2,797 5,404 4,175 -4,371 -5,768 SW -4,356 -3,697 -0,959 6,945 5,818 NL 0,234 -0,062 0,117 0,040 -0,009 NV -0,285 -0,109 -0,143 0,016 0,085 BS 0,523 0,035 0,203 -0,197 -0,276

Berdasarkan nilai koefisien (Tabel 12), karakter yang terlihat kuat mempengaruhi keragaman pada tanaman mindi adalah berat buah, berat benih, diameter benih, laminal length (LL), petiole length (PL), lobe width (LW) , sinus width (SW) dan widest point (WP). Karakter lain yang turut berperan dalam keragaman namun dengan nilai yang lebih rendah adalah tinggi bebas cabang (TBC), diameter pohon, panjang buah, diameter buah dan panjang benih. Terdapat delapan karakter yang kuat mempengaruhi keragaman pada tanaman mindi, hal ini dapat dikatakan sebagai penciri utama pada keragaman morfologi. Dari delapan karakter tersebut tiga diantaranya berkaitan dengan buah (berat buah) dan benih (berat benih dan diameter benih) sedangkan lima karakter lainnya adalah morfologi daun. Untuk mengetahui korelasi antar karakter morfologi maka dilakukan analisis korelasi (Correlation analysis) untuk setiap karakter yang diamati. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil analisis korelasi (Tabel 13) menunjukkan bahwa diameter pohon mempunyai korelasi yang sangat nyata (α ≤ 0.01) dengan tinggi total. Berat buah berkorelasi sangat nyata dengan panjang dan diameter buah. Sifat morfologi benih yaitu berat, panjang dan diameter benih saling berkorelasi sangat nyata satu dan lainnya, demikian pula dengan berat 1000 butir benih. Demikian pula dengan beberapa ukuran dimensi daun, yaitu LL berkorelasi sangat nyata dengan PL, WP, LW dan NL. Sedangkan PL berkorelasi sangat nyata dengan WP, LW dan SW. Korelasi sangat nyata juga terjadi antara WP dengan LW dan SW, juga antara LW dengan SW. Dengan dapat teridentifikasinya beberapa karakter penciri keragaman morfologi dan adanya korelasi positif diantara sifat tersebut, sangat membantu dalam kegiatan seleksi untuk kegiatan pemilihan pohon induk untuk produksi benih.

Karakter morfologik Ø phn Prod buah

P Buah D buah B Buah P

Benih D Benih B Benih LL PL WP LW SW NL TT TBC B 1000 butir Ø phn 1.00 0,487** 0,348** 0,177 0,228* 0,037 0,005 -0,002 -0,184* -0,162 -0,184* -0,274** -0.290** 0,047 0,543** 0,266** 0,017 Prod buah 1.000 0,106 0,094 0,138 0,024 -0,059 -0,025 0,172 -0,115 -0,184 -0,124 -0,122 -0,047 0,220* 0,016 -0,008 P. Buah 1.000 0,810** 0,827** 0,006 -0,031 -0,040 -0,086 -0,108 -0,116 -0235** -0,255** 0,122 0,239** 0,243** 0,006 D. Buah 1.000 0,922** 0,062 0,092 0,123 -0,033 -0,086 -0,137 -0,185* -0,194* 0,143 0,115 0,209* 0,128 B. Buah 1.000 0,059 0,069 0,124 -0,032 -0,045 -0,103 -0,199* -0,214* 0,184* 0,173 0,236** 0,122 P. Benih 1.000 0,564** 0,721** 0,110 -0,018 0,041 -0,068 -0,101 0,310** -0,070 -0,048 0,455** D. Benih 1.000 0,920** 0,220** 0,042 0,113 -0,050 -0,112 0,394** -0,021 0,050 0,517** B. Benih 1.000 0,163 0,020 0,062 -0,092 -0,141 0,402** -0,005 0,060 0,599** LL 1.000 0,704** 0,943** 0,801** 0,747** 0,463** -0,115 -0,065 0,086 PL 1.000 0,677** 0,654** 0,627** 0,246** -0,047 0,000 0,048 WP 1.000 0,833** 0,795** 0,347** -0,055 -0,059 0,007 LW 1.000 0,976** 0,110 -0,110 -0,087 -0,009 SW 1.000 0,020 -0,128 -0,104 -0,047 NL 1.000 0,001 0,108 0,241** TT 1.000 0,550** 0,044 TBC 1.000 -0,012 B. 1000 butir 1.000

Keterangan : Ø phn (diameter pohon);prod buah (produksi buah); P buah (panjang buah); D buah (diameter buah); B buah (berat buah); P benih (panjang benih); D benih (diameter benih); B benih (berat benih); LL (Laminal length); PL (Petiole length); WP (Widest point); LW (Lobe width); SW (Sinus width); NL (Number of lobe); TT (tinggi total); TBC (tinggi bebas cabang) ; B 1000 butir (berat 1000 butir).

Beberapa karakter morfologi yang dapat dijadikan penciri keragaman dari tanaman kakao berproduksi tinggi dan produksi rendah (Taufik et al. 2007) adalah berat per buah, berat per benih , berat 100 butir benih, namun untuk karakter daun dan lingkar batang tidak dapat dijadikan pembeda dari kedua kategori kakao tersebut. Pada jenis kelapa karakter morfologi yang dapat menjadi penciri keragaman adalah diameter batang, panjang daun, tangkai bunga tanpa bunga betina dan jumlah bunga betina (Tampake dan Luntungan 2002). Sedangkan untuk membedakan beberapa jenis Albizia dapat dilihat secara morfologi dan molekuler, karakter morfologi yang dapat dijadikan pembeda adalah tinggi tanaman dan beberapa karakter daun (Aparajita dan Rout 2010). Karakter morfologi jambu mete yang dijadikan penciri keragaman antara lain adalah

produksi buah per pohon serta berat buah (Samal et al. 2003). Berdasarkan

beberapa penelitian tersebut terlihat bahwa untuk mengetahui keragaman pada suatu populasi dapat menggunakan pendekatan berdasarkan sifat morfologi, namun dengan menggunakan metode molekuler atau DNA akan sangat membantu memperjelas keragamaan yang ada. Sifat morfologi yang dapat digunakan sebagai penciri adanya keragaman tidak selalu sama untuk semua jenis, masing-masing mempunyai kekuatan sendiri dan hal ini hanya dapat dibuktikan dengan analisis statistik.

Hasil analisis statistik untuk mengetahui pengelompokkan asal benih mindi yang didasarkan pada karakter morfologi dapat dilihat pada Gambar 18. Berdasarkan hasil analisis diskriminan (Gambar 18) dapat dilakukan pendugaan kedekatan antar individu pada satu populasi dengan individu dari populasi yang lain, yaitu dengan cara pendekatan Predicted Group Membership. Pada Tabel 14 dapat dilihat seberapa besar kedekatan antar populasi yang didasarkan pada karakter morfologi. Pada populasi Gambung terdapat 1(satu) individu yang bisa masuk dalam kelompok populasi Megamendung atau sebesar 5% dari populasi Gambung mirip dengan populasi Megamendung. Kemiripan cukup besar terdapat antara populasi Wanayasa dengan Gambung, yaitu terdapat 10% dari populasi Wanayasa mempunyai kemiripan dengan populasi Gambung, yang cukup menarik terjadi pada populasi Megamendung terdapat 5% mirip dengan populasi Gambung dan 5% serupa dengan populasi Nagrak. Hal ini membuktikan pula bahwa antara

populasi mindi di Gambung, Megamendung dan Wanayasa ada kedekatan, dan hal ini terbukti pula secara analisis DNA, bahwa ketiga populasi ini mempunyai jarak genetik yang dekat sehingga masuk dalam satu kluster.

Tabel 14. Dugaan kedekatan individu antar populasi mindi di Jawa Barat Jumlah individu yang mempunyai kedekatan antar

populasi

Populasi GBG KNG WNY MGD NGK SMD Total

Gambung 19 0 0 1 0 0 20 Kuningan 0 18 0 0 0 2 20 Wanayasa 2 0 18 0 0 0 20 Megamendung 1 0 0 18 1 0 20 Nagrak 0 0 0 0 20 0 20 Sumedang 0 1 0 0 0 19 20 Persentase Gambung 95% 0% 0% 5% 0% 0% 100 Kuningan 0% 90% 0% 0% 0% 10% 100 Wanayasa 10% 0% 90% 0% 0% 0% 100 Megamendung 5% 0% 0% 90% 5% 0% 100 Nagrak 0% 0% 0% 0% 100% 0% 100 Sumedang 0% 5% 0% 0% 0% 95% 100

Berdasarkan hasil analisis genetik, populasi Gambung dan Kuningan mempunyai kemiripan yang sangat dekat, namun berdasarkan karakter morfologi tidak terlihat adanya kedekatan diantara anggota individu. Akan tetapi terdapat 10% anggota populasi Kuningan dapat masuk dalam kelompok populasi Sumedang, hal ini berarti ada kedekatan secara morfologi antara populasi Kuningan dan Sumedang, namun tidak demikian secara genetik, karena jarak genetik antara populasi Sumedang dengan Kuningan cukup jauh (Tabel 8). Populasi Nagrak mempunyai karakateristik morfologi yang tidak terdapat pada lima lokasi lainnya, sehingga 100 % individu Nagrak tidak mempunyai kemiripan dengan individu dari populasi lain. Hal ini sesuai dengan pengujian secara genetik, populasi Nagrak membentuk kluster tersendiri (Gambar 15 dan 16).

Gambar 17. Canonical Discriminant Analysis untuk pengelompokkan asal benih mindi berdasarkan karakter morfologi

Hasil pengujian keragaman genetik dapat diperkuat dengan mengetahui keragaman yang didasarkan pada karakter morfologi, pada penelitian keragaman populasi tanaman mindi di hutan rakyat di Jawa Barat, terlihat bahwa penyebab keragaman terbesar adalah individu dalam populasi, karena terlihat dari hasil

perhitungan Predicted Group Membership hanya sekitar 5–10% individu yang

mempunyai kedekatan antar populasi, tetapi sekitar 90–95% individu spesifik dalam populasinya masing-masing. Hasil ini sesuai dengan perhitungan AMOVA (Tabel 9), bahwa keragaman genetik yang tersimpan didalam populasi adalah sebesar 69% sedangkan keragaman genetik antar populasi adalah 31%.

Function 1 5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 -7.5 4 2 0 -2 -4 -6 SMD NGK MGD WNY KNG GBG

Canonical Discriminant Functions

Group Centroid SMD NGK MGD WNY KNG GBG Lokasi Functi on 2

Clustering Analysis

Untuk lebih mengetahui kedekatan antar populasi mindi berdasarkan karakter morfologi maka dilakukan analisis kluster, hasil analisis ini dapat dilihat dalam bentuk dendrogram (Gambar 18).

Gambar 18. Dendrogram populasi mindi berdasarkan karakter morfologi Dendogram populasi mindi yang didasarkan pada keragaman karakter morfologi (Gambar 18) menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok besar, yaitu kelompok pertama terdiri dari populasi Gambung, Wanayasa dan Kuningan, sedangkan kelompok kedua terdiri dari populasi Megamendung, Sumedang dan Nagrak. Pola ini tidak terlalu berbeda dengan pola pengelompokkan yang didasarkan pada keragaman genetik, berdasarkan keragaman genetik terdapat tiga kelompok yaitu Gambung, Kuningan, Wanayasa dan Megamendung dalam satu kelompok, kemudian Nagrak dan Sumedang masing-masing terpisah membentuk kelompok sendiri (Gambar 15). Hal ini berarti tiga populasi yang mempunyai kedekatan dalam keragaman genetik, juga mempunyai kedekatan dalam keragaman morfologi, ketiga populasi tersebut adalah Gambung, Wanayasa dan Kuningan. Sedangkan populasi Megamendung secara genetik mempunyai kemiripan dengan ketiga populasi tersebut, namun agak berbeda dalam keragaman morfologi. Akan tetapi populasi Megamendung mempunyai kemiripan morfologi dengan populasi Nagrak, hal ini dimungkinkan karena letak geografis kedua

lokasi ini cukup berdekatan, walaupun dari ketinggian tempat tumbuh agak berbeda. Populasi Nagrak berada pada ketinggian antara 250-350 m dpl dan populasi Megamendung berada pada ketinggian 700 m dpl.