• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Pengembangan sumber benih mindi (pola pengelolaan) dipengaruhi oleh kapasitas petani ( kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan)

2.3 Perbenihan Jenis Mindi

Kegiatan perbenihan suatu jenis tanaman hutan meliputi semua aspek yang berkaitan dengan sebaran tempat tumbuh, keragaman genetika populasi, sistem pengadaan benih, teknik penanganan benih dan perkecambahan hingga sistem distribusi dan sertifikasi benih.

2.3.1 Sebaran tempat tumbuh dan habitat mindi

Mindi (Melia azedarach L.) termasuk dalam famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari bagian Selatan Asia menyebar hingga Afrika Timur, Timur Tengah, benua Amerika serta Indonesia. Di Indonesia tumbuh di Jawa, khususnya di dataran tinggi. Di Jawa Barat dapat ditemukan di daerah Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Bandung. Di Jawa Timur tumbuh di Bondowoso juga tumbuh di Bali dan Nusa Tenggara. Mindi tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir dengan pH 5,5 – 6,5. Mindi dapat tumbuh di bukit-bukit rendah hingga dataran tinggi (ketinggian 700– 1400 m diatas permukaan laut), curah hujan di atas 900 mm/tahun, termasuk tipe iklim A-C (Wulandini et al. 2004; Martawijaya et al. 1989; Soerianegara et al. 1995). Informasi mengenai sebaran tumbuh dan kondisi tempat tumbuh yang sesuai untuk jenis mindi akan sangat diperlukan untuk membangun sumber benih jenis ini. Selain itu informasi ini sangat diperlukan untuk mengetahui keragaman genetik dari populasi mindi yang sudah ada saat ini sebagai modal dalam pembangun sumber benih, yaitu sebagai sumber plasma nutfah.

Untuk meningkatkan produktivitas tegakan maka diperlukan upaya peningkatan mutu genetik. Peningkatan ini dapat dicapai melalui kegiatan pemuliaan pohon. Modal utama dalam kegiatan ini adalah adanya keragaman genetik. Keragaman genetik adalah variasi yang dapat diwariskan dalam suatu populasi sebagai hasil dan perbedaan alel yang ada dalam gen. Oleh karena itu penggunaan keragaman genetik dalam program pemuliaan merupakan modal dasar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul seperti dalam kecepatan adaptasi lingkungan, pengembangan tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit dan lain lain (Jayusman 2006; Zobel dan Talbert 1984).

Timbulnya keragaman genetik pada suatu jenis tanaman dapat disebabkan antara lain oleh keragaman antar provenansi, keragaman antar tempat tumbuh, keragaman antar pohon dan keragaman di dalam pohon itu sendiri. Keragaman genetik antar individu atau populasi suatu jenis tanaman penting untuk diketahui sebagai dasar dalam melakukan seleksi. Seleksi dilakukan dalam rangka memilih sifat-sifat yang diinginkan dari suatu pohon, yang selanjutnya akan dikembangkan dalam suatu tegakan. Untuk mengetahui adanya keragaman genetik dapat digunakan beberapa metode seperti metode isoenzim dan analisis asam deoksinukleat (DNA). Salah satu teknik analisis DNA yang dapat digunakan adalah teknik mengamplifikasi DNA yang didasarkan pada penggunaan primer atau oligonukleotida dengan susunan acak (Aritonang et al. 2007). Teknik ini dikenal dengan teknik Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) dan dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keragaman DNA antara spesies-spesies yang mempunyai hubungan dekat juga dapat mendeteksi adanya variasi susunan nukleotida dalam DNA. Teknik ini sudah dilakukan untuk mendeteksi keragaman genetik berbagai populasi tanaman hutan di antaranya adalah jenis dukuh (Song et al. 2000), jeruk (Karsinah et al. 2002), jambu mete (Samal et al. 2003), Melia volkeensii (Runo et al. 2004), sandalwood (Rimbawanto et al. 2006), ulin (Rimbawanto et al. 2006), merbau (Rimbawanto dan Widyatmoko 2006), mimba (Kota et al. 2006), Pulai (Hartati et al. 2007), sungkai (Imelda et al. 2007), meranti (Siregar et al. 2008). gaharu (Siburian 2009; Widyatmoko et al 2009) dan jelutung (Purba dan Widjaya 2009).

2.3.3 Sistem pengadaan benih

Sistem pengadaan benih suatu jenis tanaman dimulai dengan sumber benih, hal ini akan berkaitan dengan mutu genetik benih yang dihasilkan. Kelas sumber benih ditentukan oleh sumber materi genetik yang digunakan dalam membangun sumber benih ini. Terdapat tujuh klasifikasi sumber benih ( Peraturan Menteri Kehutanan. No.P.01/Menhut-II/2009) yaitu : (1) tegakan benih teridentifikasi, (2) tegakan benih terseleksi, (3) areal produksi benih, (4) tegakan benih provenan, (5) kebun benih semai, (6) kebun benih klon dan/atau (7) kebun pangkas.

Sistem pengadaan benih di hutan rakyat dilakukan melalui pembangunan kebun benih petani (Bramasto 2002; Mulawarman et al. 2003), tujuannya adalah peningkatan mutu genetik dan produktivitas tanaman. Kebun benih petani dibangun di lahan desa atau pengangonan atau di lahan kelompok petani sendiri dengan menyisihkan lahannya untuk digunakan bersama membangun kebun benih. Pembangunan kebun benih desa dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Bramasto 2002; Roshetko et al. 2004) :

a. Persiapan benih : meliputi kegiatan koleksi benih yang berasal minimun dari 25-30 pohon induk baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Kemudian dilakukan ekstraksi, sortasi, pengujian,pengepakan dan pelabelan benih.

b. Pembibitan di persemaian : meliputi persiapan media tabur dan media sapih,penaburan benih,penyapihan bibit,pemeliharaan bibit dan monitoring jumlah bibit siap tanam.

c. Penanaman : dengan membuat pola tanam yang disesuaikan dengan kondisi luasan lahan skala kecil. Pola tanam campuran, pola tanam barisan dan pola tanam monokultur.

d. Pemeliharaan : dilakukan untuk memacu pertumbuhan pohon, percepatan bunga dan buah serta menjaga kesehatan tegakan dari serangan hama dan penyakit. Pemeliharaan yang dilakukan terhadap kebun benih petani hutan rakyat meliputi pengendalian gulma, pemangkasan, penjarangan dan pemupukan.

Sistem pengadaan benih juga meliputi kegiatan produksi benih, yaitu menentukan saat panen serta teknik pemanenannya. Tanaman mindi umumnya berbunga pada awal musim kemarau dan buah masak pada musim hujan. Namun hal ini tidak sepenuhnya tepat, karena tanaman mindi mengalami musim berbunga dan berbuah berbeda antara tempat satu dengan lainnya. Tanaman di Jawa Barat berbunga dalam bulan Maret sampai dengan Mei, di Jawa Timur antara bulan Juni sampai dengan Nopember, di Nusa Tenggara Barat dalam bulan September dan Juni. Buah masak dalam bulan Juni, Agustus, Nopember dan Desember.

Saat panen buah mindi yang paling tepat adalah pada waktu kulit buah sudah berwarna hijau kekuningan, dengan cara dipetik langsung saat masih di pohon atau memungut langsung buah yang telah jatuh di permukaan tanah. Produksi buah segar mencapai 10 – 15 kg per pohon (Nurhasybi dan Danu 1997).

2.3.4 Teknik penanganan benih dan perkecambahan

Penanganan benih akan menentukan kualitas fisik dan fisiologik benih, sehingga benih harus ditangani dengan baik, agar benih yang sudah dikumpulkan dapat dipertahankan mutunya. Kegiatan penanganan benih mindi meliputi sortasi buah, ekstraksi benih, pembersihan benih, sortasi benih, pengeringan benih, pengujian benih dan penyimpanan benih. Tidak sulit melakukan sortasi buah mindi karena ukurannya yang cukup besar. Ekstraksi benih mindi dilakukan secara manual yaitu dengan cara buah diperam hingga daging buah menjadi lunak. Selanjutnya buah digosok-gosok dengan tangan menggunakan pasir kemudian dicuci dengan air mengalir (Nurhasybi dan Danu 1997). Benih yang sudah diekstraksi kemudian dikeringanginkan di dalam ruangan selama ± 3 hari (sampai kadar air mencapai 15–20%). Benih mindi termasuk semi rekalsitrant, hanya dapat disimpan pada kadar air (15 – 20 %). Benih dengan kondisi segar (kadar air sekitar 22%) dibungkus plastik dan dimasukkan ke dalam kaleng lalu disimpan di ruangan dengan suhu 18–20°C dan kelembaban relatif 70–80%. Dengan perlakuan demikian benih mampu disimpan selama 10–12 minggu dan daya kecambah menurun menjadi 20–30% setelah disimpan.

Kulit benih mindi cukup keras, sehingga mengalami dormansi fisik (kulit benih), tanpa perlakuan pendahuluan, benih akan berkecambah secara alami

setelah 3 bulan. Pematahan dormansi dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi (Pramono dan Danu 1998). Secara fisik dengan meretakkan kulit benih dan secara kimiawi melalui perendaman dalam larutan asam sulfat (H2SO4 ) pekat (95–97%) selama 40 menit (Suciandri dan Bramasto 2005). Selain dengan asam sulfat, dapat pula digunakan air kelapa muda, menurut Kurniaty et al. (2003) dikatakan bahwa benih cempaka yang direndam dalam air kelapa muda selama 120 menit mampu ditingkatkan daya kecambahnya. Benih kemiri yang direndam dalam air kelapa muda selama 4 jam mempunyai daya kecambah sebesar 53,33% (Suita et al. 2005).

Setelah dilakukan pematahan dormansi benih dikecambahkan pada bak tertutup plastik transparan dengan media campuran tanah dengan pasir (1:1). Penyemaian dilakukan dengan cara membenamkan benih ke dalam media dengan posisi mendatar sedalam ¾ bagian, selanjutnya ditutup dengan pasir halus (Pramono dan Danu 1998).

2.3.5 Sistim distribusi dan sertifikasi benih

Benih yang dihasilkan dari kebun benih desa juga dapat dijadikan komoditi hasil hutan non kayu yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini perlu didukung oleh sistem dokumentasi benih yang baik agar benih yang didistribusikan mempunyai identitas yang jelas. Kebun benih desa yang telah dibangun apabila telah memenuhi kriteria suatu sumber benih dapat disertifikasi, sehingga benih yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dari tegakan benih asalan. Konsep ini sudah dilakukan oleh kelompok tani Desa Cibugel di Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dengan jenis tanaman suren (Toona sinensis) seluas 1 ha di lahan milik desa dengan difasilitasi oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan dan Indonesian Forest Seed Project (Saefullah 2004; Iriantono et al. 2004).