• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesuburan tapak tegakan mindi di hutan rakyat Jawa Barat

3. Pengembangan sumber benih mindi (pola pengelolaan) dipengaruhi oleh kapasitas petani ( kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan)

4.1 Keragaman genetik, Morfologi dan Kesuburan Tapak Tanaman Mindi di Hutan Rakyat Jawa Barat di Hutan Rakyat Jawa Barat

4.1.3 Kesuburan tapak tegakan mindi di hutan rakyat Jawa Barat

Data hasil analisis fisik dan kimia tanah serta data kondisi fisik tapak mindi di hutan rakyat Jawa Barat merupakan data sekunder yang mengacu pada hasil penelitian Atmandhini (2011), yang tersaji pada Tabel 15.

Tabel 15. Sifat kimia dan fisik tanah serta kondisi lingkungan tempat tumbuh mindi di beberapa lokasi hutan rakyat di Jawa Barat.

Lokasi WNY MGD NGK KNG GBG SMD

Sifat kimia tanah

C-org (%) 2,04sd 1,86r 1,75r 1,33r 5,4st 3,25t N-total (%) 0,16r 0,15r 0,13r 0,12r 0,27sd 0,23sd P Tersedia (ppm) 5,95sr 5,60sr 4,8sr 4,65sr 7,85sr 8,10sr K (Me/100gr) 0,61sr 0,56sr 0,62sr 0,28sr 0,26sr 0,32sr KTK (Me/100gr) 15,01r 16,06r 15,61r 11,01r 27,76t 15,09r pH 5,95am 6,84n 5,80am 5,80am 5,45m 6,20am

Sifat fisik tanah

%Debu 45,86 39,38 41,40 33,39 49,69 32,87 %Pasir 11,46 16,8 15,29 28,76 11,36 21,11 %Liat 42,68 43,81 43,30 37,85 38,94 46,03 Kadar Air 40,17 36,92 33,55 28,41 69,33 26,28 Kondisi lingkungan RH (%) 70 73 70 65 83 80 T (°C) 28,6 25,4 26 26 25 30 CH (mm/tahun) 4153,8 3659,9 3813,0 1856,2 1822,8 2224,2 Ketinggian tempat ( m dpl) 617 716 300 417 1298 700

Keterangan: sr = sangat rendah;r = rendah; sd = sedang; t= tinggi; st = sangat tinggi; am=agak masam; m=masam; n = netral (Sumber : Atmandhini 2011)

Kondisi biofisik tempat tumbuh tegakan mindi di hutan rakyat di Jawa Barat secara umum tidak jauh berbeda (Tabel 15), kecuali ketinggian tempat tumbuh yang agak bervariasi yaitu berkisar antara 300–1300 m dpl, hal ini berarti mindi dapat tumbuh pada kisaran ketinggian yang cukup lebar. Namun untuk suhu dan kelembaban relatif kisarannya tidak begitu besar. Kondisi iklim lainnya

yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah curah hujan, kisaran curah hujan di seluruh lokasi penelitian berkisar antara 1822,8-4153,8 mm/th. Tanaman mindi dapat tumbuh di bukit-bukit rendah hingga dataran tinggi (ketinggian 700–1400 m dpl) dengan curah hujan antara 600–2000 mm/tahun yang termasuk tipe iklim A-C (Wulandini et al. 2004; Martawijaya et al. 1989; Soerianegara et al. 1995).

Faktor tempat tumbuh lainnya yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman adalah kondisi lahan, yaitu berkaitan dengan kandungan unsur hara serta fisik tanah. Secara umum kondisi unsur hara dalam tanah pada beberapa tegakan mindi di hutan rakyat Jawa Barat (Atmandhini 2011) adalah sebagai berikut : kadar C masuk dalam kategori rendah (r) hingga sangat tinggi (st), kadar N masuk kategori rendah (r) hingga sedang (sd), sedangkan ketersediaan P dan K masuk dalam kategori sangat rendah (sr). Sedangkan nilai C-N ratio dan nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) setiap lokasi penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Diagram nilai C-N ratio pada setiap lahan penelitian Nilai C-N ratio menunjukkan tingkat derajat laju dekomposisi bahan organik, untuk bahan organik humus nilai C-N ratio berkisar antara 12-13 (Hardjowigeno 2003). Lokasi Gambung mempunyai nilai C-N ratio paling tinggi yaitu 20,37 yang diikuti oleh lokasi Sumedang (14,12), sedangkan 4 lokasi lainnya berkisar antara 11–12. Selain nilai C-N ratio tertinggi, nilai KTK untuk lokasi Gambung adalah yang tertinggi pula yaitu 27,76. Hal ini menunjukkan bahwa lahan di daerah Gambung relatif lebih subur dibandingkan lahan-lahan yang lain. Tingginya nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada suatu lahan dapat

dijadikan indikator untuk tingkat kesuburan lahan tersebut, karena dapat menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut (Hardjowigeno 2003). Kesuburan tapak akan berpengaruh terhadap proses-proses pertumbuhan tanaman, seperti perkembangan bagian-bagian vegetatif maupun generatif.

Unsur hara makro yang berperan dalam produksi buah adalah P, kekurangan unsur P di dalam tanah dapat memperpanjang waktu pemasakan buah, mengurangi jumlah pembentukan bunga, menurunkan kualitas benih dan pada akhirnya akan menurunkan hasil panen. Kondisi pH yang paling sesuai untuk ketersediaan P adalah pada kisaran pH 6 -7. Lokasi Sumedang (Tabel 15), mempunyai ketersediaan unsur P yang paling besar, yaitu 8,1 ppm (P tersedia) dengan pH 6,2. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi Sumedang mempunyai tingkat kesesuaian tempat tumbuh yang lebih baik untuk produksi benih mindi.

Untuk mengetahui status hara (kecukupan dan defisiensi) pada tegakan mindi, dilakukan analisis jaringan tanaman dalam hal ini dari bagian daun yang berasal dari tegakan mindi pada setiap lokasi. Hasil analisis unsur makro pada jaringan daun mindi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Kandungan unsur hara makro, kadar air dan C-N ratio daun mindi dari berbagai lokasi penelitian

Lokasi Parameter WNY MGD NGK KNG GBG SMD C (%) 52,71c 53,80c 51,94c 52,19c 53,61c 52,09c N (%) 2,8c 3,72c 3,2c 2,67c 3,83c 3,03c P (%) 0,30c 0,35c 0,33c 0,30c 0,36c 0,32c K (%) 1,21c 1,27c 1,12c 1,31c 1,19c 1,16c Kadar air (%) 4,82 4,42 7,43 5,03 4,94 4,55 C-N ratio 18,83 14,45 16,23 19,52 13,98 17,17

Keterangan: c = cukup (Dell et al.2003)

Karbon merupakan unsur yang diperoleh tanaman dari udara, seperti juga oksigen, maka kandungan C yang tinggi pada daun jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan C dalam tanah. Namun nilai ratio C-N pada bagian daun mempunyai kisaran yang hampir sama dengan ratio C-N pada tanah, yaitu berkisar antara

13,98–19,52. Berdasarkan hasil analisis hara pada jaringan daun, nilai unsur hara makro (N, P dan K) yang terkandung dalam tanaman mindi masih masuk dalam kategori cukup, nilai tersebut dibandingkan dengan nilai standar kecukupan dan kekurangan unsur hara pada beberapa jenis ekaliptus ( Dell et al. 2003). Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum tapak di semua lokasi hutan rakyat mindi mampu menyediakan hara yang cukup bagi pertumbuhan tanaman mindi, walaupun untuk beberapa unsur yaitu P dan K masih masuk dalam kategori sangat rendah (Atmandhini 2011).

Tujuan dari pengembangan sumber benih mindi adalah dihasilkannya produksi buah yang mencukupi. Selain kadar hara tanah, faktor kerapatan tegakan dan pola pengelolaan hutan rakyat juga dapat mempengaruhi produksi buah. Berdasarkan penelitian Atmandhini (2011), data produksi buah dan kerapatan tanaman mindi pada beberapa tegakan mindi di hutan rakyat adalah sebagai berikut (Tabel 17).

Tabel 17. Data produksi buah, kerapatan dan umur tegakan mindi di enam lokasi penelitian Lokasi Parameter WNY MGD NGK KNG GBG SMD Produksi Buah per pohon(kg) 8,11 5,16 4,87 6,37 3,14 1,03 Umur (tahun) 7 5 5 3 6 4 Kerapatan (individu/ha) 60 110 37 63 113 113 Sumber: Atmandhini (2011)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan kisaran produksi buah mindi rata-rata per pohon adalah antara 1,03–8,11 kg (Tabel 17). Lokasi yang memiliki produksi buah tertinggi adalah Purwakarta dengan produksi rata-rata 8,11 kg per pohon dan produksi buah terendah dihasilkan oleh tegakan mindi di Sumedang, yaitu rata-rata 1,03 kg per pohon. Tingkat produksi buah yang dihasilkan suatu tegakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sistem perkawinan, keberadaan pollinator, umur pohon dan kondisi lingkungan seperti curah hujan, suhu, kelembaban dan hara tanah serta sistem pengelolaan tegakan. Kisaran umur pohon mindi yang diamati adalah antara 3–7 tahun, fase generatif tanaman akan berlangsung setelah melewati fase juvenile. Fase juvenile pada tanaman dapat berlangsung mulai umur 1 – 45 tahun, tergantung jenis dan kondisi lingkungan

(Sedgley dan Griffin, 1989). Nampaknya tanaman mindi termasuk dalam

kelompok tanaman hutan dengan periode juvenile yang cukup singkat karena

pada umur 3 tahun tanaman mindi sudah mulai berbuah.

Berdasarkan hasil analisis tanah (Atmandhini 2011), kandungan hara di bawah tegakan mindi di Gambung dan Sumedang menunjukkan tingkat kesuburan yang lebih baik, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai KTK, C-N ratio serta ketersediaan P dan pH tanah. Namun dalam pengelolaan tanaman di kedua lokasi dilakukan pemangkasan yang cukup berat, dengan tujuan agar tajuk pohon mindi tidak menutupi tanaman di bawahnya. Kondisi ini mengakibatkan luas permukaan tajuk mengecil, sehingga mengurangi ruang untuk pembentukan bunga, akibatnya produksi buah yang dihasilkan menjadi rendah (Atmandhini 2011).

Menurut Owens (1995) pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya intensitas cahaya, suhu, ketersediaan air serta kandungan hara, disamping faktor biologi lainnya seperti periodisasi inisiasi bunga, ketidaksamaan pertumbuhan dan pembungaan, kerontokan (aborsi) bunga, kerontokan ovul, kerontokan embrio dan kegagalan benih dan buah menjadi matang. Disamping itu jumlah pohon atau kerapatan tegakan juga akan berpengaruh kepada produksi buah. Kerapatan pohon diharapkan dapat mempengaruhi produksi benih yang dihasilkan, yaitu semakin besar kerapatannya akan semakin besar pula produksi benihnya. Kondisi ini disebabkan dapat memperbesar peluang untuk terjadinya penyerbukan silang (outcrossing) diantara tanaman, sehingga mengurangi inbreeding depression.

Salah satu unsur hara makro yang diperlukan untuk produksi buah adalah ketersediaan P dalam tanah, tapak di lokasi Sumedang mempunyai sediaan unsur P yang paling tinggi (Atmandhini 2011). Namun apabila dilihat dari produksi buah yang dihasilkan di Gambung dan Sumedang, hasilnya belum mencerminkan kesuburan tapaknya. Hal ini diduga karena faktor pemangkasan tajuk yang cukup berat di kedua lokasi penelitian, sehingga luas permukaan tajuk lebih kecil dan mengurangi pembungaan serta pembuahan. Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi lahan di Sumedang dan Gambung belum terekspresikan seluruhnya dalam produksi buah yang dihasilkan, karena potensi tempat tumbuh di kedua lokasi ini cukup baik untuk pengembangan sumber benih mindi.

4.2 Teknik Penanganan dan Perkecambahan Benih Mindi untuk