• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.2 Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Sayuran Hidroponik

Keuntungan merupakan selisih dari total penerimaan dengan total biaya. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan. Biaya didefinisikan sebagai jumlah yang dibayarkan atau dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi

19 usahatani yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi; Dillon JL; Hardaker JB; Soeharjo A 2011). Total biaya tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel. Analisis keuntungan usaha mempunyai dua tujuan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu usahatani dan untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan. Analisis keuntungan usaha memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani yang dijalankan pada saat ini berhasil atau tidak.

Dalam analisis keuntungan, penting untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan serta harga jual yang digunakan oleh perusahaan. Harga jual dalam hal ini adalah nilai yang diperoleh perusahaan pada produk yang dipasarkannya. Misal pada penelitian ini, harga jual yang digunakan berarti harga tiap komoditas sayuran hidroponik yang dijual kepada konsumen maupun distributor seperti supermarket dan hypermart. Biaya yang dirinci terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap seperti biaya penyusutan greenhouse, instalasi irigasi, peralatan dan sarana penunjang lainnya, sedangkan biaya variabel seperti biaya pembelian benih, nutrisi, media tanam, dan lain sebagainya.

Keuntungan = penerimaan total – biaya total π = TR – TC

π = TR – TVC – TFC π = P*Q – Q*AVC – TFC Keterangan :

TR = total penerimaan usaha sayuran hidroponik PT KSS TC = total biaya usaha sayuran hidroponik PT KSS

Untuk mengukur apakah usaha yang dijalankan efisien dan menguntungkan, maka dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Efisien berarti perusahaan dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output yang melebihi input. Menurut Mubyarto (1989), efisiensi dalam produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Dengan kata lain, efisiensi produksi merupakan perbandingan output dan input, yaitu berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu atau tercapainya output tertentu dengan input yang minimum.

20 Salah satu cara untuk mengukur efisiensi usaha yaitu dengan mengukur imbangan penerimaan dan biaya dengan menggunakan analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dikeluarkan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Penerimaan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena bisa saja biaya yang dikeluarkan juga tinggi. Misalkan dua komoditas sayuran hidroponik (contohnya bayam dan caysim) memperoleh keuntungan yang sama besar, bukan berarti kedua komoditas tersebut sama-sama efisien dan menguntungkan, harus dilihat bagaimana imbangan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dengan analisis R/C rasio. Nilai yang didapat dari hasil analisis R/C rasio tidak memiliki satuan. Nilai dari R/C rasio yang dapat dijadikan tolak ukur efisiensi yang memiliki arti sebagai berikut.

1) R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut lebih efisien.

2) R/C rasio < 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Jadi dapat dikatakan usaha tersebut tidak efisien.

3) R/C rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Jadi penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan, dan dapat dikatakan efisien.

Efisiensi suatu usaha bergantung pada penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang maksimal. Pada penelitian ini, pengukuran tingkat efisiensi usaha dapat dilihat dari struktur biaya pada masing-masing komoditas sayuran hidroponik yang diusahakan serta penerimaan yang diperoleh. 3.1.3 Analisis Titik Impas Usaha Sayuran Hidroponik

Titik impas dianalisis untuk mengetahui jumlah minimum sayuran hidroponik yang harus dijual oleh PT KSS sesuai dengan besarnya biaya. Titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum mendapatkan laba. Titik impas (Break Even Point) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) =

21 total cost (TC), pada kondisi tersebut perusahaan tidak mengalami untung atau rugi. Jika kondisi suatu perusahaan berada di bawah break even point, maka perusahaan tersebut masih mengalami kerugian tetapi perusahaan tersebut masih mampu menutupi biaya operasional perusahaan. Pada perhitungan titik impas terdapat beberapa asumsi pokok, yaitu sebagai berikut.

1) Biaya harus dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. 2) Jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dijual. Jadi, tidak terdapat

persediaan atau sisa produk.

3) Harga jual per unit tetap walaupun volume penjualan meningkat dan tidak ada diskon penjualan.

Untuk menentukan titik impas, terlebih dahulu biaya-biaya dikelompokkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Perhitungan titik impas (BEP) dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

BEP (unit) = Total Biaya Tetap

Harga jual per unit – Biaya variabel per unit

Penentuan titik impas juga bisa dilakukan dengan pendekatan grafis, dimana titik impas merupakan pertemuan antara garis biaya dan garis pendapatan penjualan. Titik pertemuan antara garis biaya dan garis penerimaan tersebut merupakan titik impas (break even). Untuk dapat menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak menunjukkan biaya dan pendapatan penjualan. Grafik titik impas, laba, dan penjualan dapat dilihat pada Gambar 3.

BEP1 B A 0 QBEP1 TFC TVC TC TR1 Pendapatan, Biaya Volume Penjualan TR2 BEP2 QBEP2

22 Keterangan :

TR : Penerimaan Total (Rp) TC : Biaya Total (Rp) TVC : Biaya variabel total (Rp) TFC : Biaya tetap total (Rp)

Daerah A : Daerah laba atau untung, TR > TC Daerah B : Daerah rugi, TR < TC

Q BEP : Volume penjualan pada saat titik impas

Pada Gambar 3, dapat dilihat dimana titik impas merupakan perpotongan dari garis penerimaan total (TR) dan biaya total (TC), saat volume penjualan sebesar Q dan memperoleh pendapatan sebesar P. Jika keadaan pada garis penerimaan total ada di bawah garis biaya total atau produksi (Q) mengalami penurunan, maka menunjukkan kerugian (daerah B). Jika garis penerimaan total ada di atas garis biaya total atau jumlah produksi (Q) meningkat, maka perusahaan akan memperoleh laba atau untung (daerah A).

Pada PT KSS, apabila harga jual dan jumlah produksi sayuran hidroponik lebih tinggi maka penerimaan (TR) yang diperoleh meningkat sehingga kurva TR bergeser ke arah kiri atas (TR1 ke TR2) dan menyebabkan daerah A lebih besar sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Perusahaan juga memiliki QBEP yang semakin sedikit (dari QBEP1 ke QBEP2) sehingga jumlah sayuran hidroponik yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya menjadi lebih sedikit. Sebaliknya dari segi biaya yang dikeluarkan, apabila biaya yang dikeluarkan semakin besar maka akan menyebabkan kurva TC bergeser ke kiri atas sehingga daerah A lebih kecil dan keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Perusahaan juga harus memproduksi dan menjual sayuran hidroponik lebih banyak untuk dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Volume penjualan pada saat titik impas (QBEP) semakin besar jumlahnya.