• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.2. Metode Analisis

3.2.3. Analisis Komponen Utama (Principal Component

Daerah di Kota Depok

Pada penelitian ini, perlu dilakukan transformasi data melalui analisis komponen utama (Principal Component Analysis) untuk menampilkan data pada objek-objek yang mempunyai beberapa peubah (dimensi). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data-data yang telah diolah dari berbagai sumber yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 7 variabel sosial ekonomi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah Kota Depok pada periode tahun 2005-2007 dan 11 variabel sosial ekonomi

pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok pada periode tahun 2005-2007 (Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.). Variabel- variabel tersebut dipilih dengan pertimbangan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman karakteristik.

Pada tahap selanjutnya, variabel-variabel sosial ekonomi tersebut akan diseleksi berdasarkan kelengkapan dan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok. Proses analisis ini akan menghasilkan beberapa “Faktor Utama” penciri utama keragaman perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut (Hakki, 2008). Analisis multivariate dilakukan dengan menggunakan alat analisis software Minitab 14.

Salah satu tantangan dalam analisis data peubah ganda adalah mereduksi dimensi dari segugus data peubah ganda yang besar. Hal ini seringkali dilakukan dengan cara mereduksi gugus peubah tersebut menjadi gugus peubah yang lebih kecil atau gugus peubah baru yang banyaknya lebih sedikit. Peubah-peubah baru tersebut merupakan fungsi dari peubah asal atau peubah asal itu sendiri yang memiliki proporsi informasi yang signifikan mengenai gugus data tersebut. Pereduksian dimensi ini sangat diperlukan pada saat melakukan eksplorasi data menggunakan plot-plot untuk memberikan informasi secara visual. Penggunaan komponen utama, yang merupakan fungsi linier tertentu dari peubah asal, sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah.

Analisis komponen utama (Principal Component Analysis) adalah metode analisis peubah ganda yang bertujuan memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah asal (Morisson, 1976 dalam Ernawati, 2001).

Analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA) sering digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Sebagai analisis antara PCA bermanfaat untuk menghilangkan multikolinearitas atau untuk mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Sedangkan untuk analisis akhir, PCA umumnya digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel penting dari suatu bundel variabel besar untuk menduga suatu fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel. Pada dasarnya PCA adalah analisis yang mentransformasikan data sejumlah p ke dalam struktur data baru sejumlah k dengan jumlah k ≤ p. Perhitungan dengan PCA memerlukan beberapa pertimbangan, yang sekaligus menggambarkan adanya kendala dan tujuan yang ingin dicapai dari hasil analisis PCA. Selanjutnya di dalam PCA akan dihitung vektor pembobot yang secara matematis ditujukan untuk memaksimumkan keragaman dari kelompok variabel baru (yang sebenarnya merupakan fungsi linier peubah asal) atau memaksimumkan jumlah kuadrat korelasi antar PCA dengan variabel asal (Juliani, 2005). Persamaan umumnya adalah sebagai berikut :

dimana persamaan tersebut diperoleh dari matriks berikut :

X adalah variabel asal, a adalah vektor pembobot, dan Y adalah komponen utama.

Berdasarkan penelusuran mengenai potensi penerimaan pajak daerah di Kota Depok serta merujuk dari teori, hasil penelitian sebelumnya dan berbagai literatur terkait lainnya, maka model persamaan yang digunakan dalam analisis komponen utama faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah di Kota Depok adalah sebagai berikut :

YPJKt = at1JHTLP + at2JRST + at3JHBR + at4JRKLM + at5POP + at6INF

+ at7JRT (3.3)

dimana :

YPJKt : Komponen utama pajak daerah ke-t (t = 1-7)

at1-at7 : Vektor pembobot

JHTLP : Jumlah hotel dan penginapan JRST : Jumlah restoran

JHBR : Jumlah tempat hiburan JRKLM : Jumlah pemasangan reklame POP : Jumlah penduduk Kota Depok INF : Tingkat inflasi Kota Depok JRT : Jumlah rumah tangga

Selanjutnya berdasarkan penelusuran mengenai potensi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok serta merujuk dari teori, hasil penelitian sebelumnya dan berbagai literatur terkait lainnya, maka model persamaan yang digunakan dalam analisis komponen utama faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah di Kota Depok adalah sebagai berikut :

YRTRt = at1POP + at2IMB + at3IPR + at4JPRSH + at5JIND + at6JITRA +

at7JMT + at8INF + at9JRT + at10JAS + at11UKB (3.4)

dimana :

YRTRt : Komponen utama retribusi daerah ke-t (t = 1-11)

at1-at11 : Vektor pembobot

POP : Jumlah penduduk Kota Depok IMB : Izin mendirikan bangunan IPR : Izin pemanfaatan ruang JPRSH : Jumlah perusahaan JIND : Jumlah industri JITRA : Jumlah izin trayek JMT : Jumlah kematian

INF : Tingkat inflasi Kota Depok JRT : Jumlah rumah tangga

JAS : Jumlah penerbitan akte catatan sipil UKB : Uji kendaraan bermotor

Hasil analisis komponen-komponen utama antara lain nilai akar (eigenvalue), proporsi dan kumulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) atau sering disebut dengan PC loading, loading serta component scores. Vektor pembobot merupakan parameter yang menggambarkan peran (hubungan) setiap variabel dengan komponen utama ke-i. Sedangkan loading menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan komponen ke-i. Nilai loading diperoleh dengan persamaan :

ri = ai√λi (3.5)

dimana ri menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan

komponen utama ke-i, ai merupakan nilai pembobot utama ke-i, dan λi adalah ciri

komponen ke-i.

Dalam menginterpretasikan hasil PCA terdapat kriteria yang membantu menentukan berapa banyak komponen yang diinterpretasikan. Nilai akar ciri lebih besar sama dengan satu, bila komponen yang memiliki akar ciri kurang dari satu memberikan informasi yang lebih sedikit dibandingkan variabel asal yang distandarisasi dengan nilai keragaman satu. Dengan cara ini, komponen yang berpadanan dengan akar ciri kurang dari satu tidak digunakan. Kriteria lain yang diinterpretasikan adalah komponen yang memiliki akar ciri lebih dari 0,7 dimana di dalam suatu populasi yang dibatasi akar ciri lebih besar sama dengan satu, jika yang diamati adalah suatu sampel, kemungkinan besar sampel yang mempunyai akar ciri lebih kecil dari satu karena sampling error. Penggunaan plot scree graph juga dapat membantu dalam menentukan berapa banyak hasil komponen utama yang akan digunakan (Juliani, 2005).

Jolliffe (2002) menyebutkan terdapat tiga metode utama yang umum digunakan untuk penentuan komponen utama, yaitu :

1. Metode 1

Penentuan banyaknya komponen utama pada metode ini didasarkan pada kumulatif proporsi keragaman total yang mampu dijelaskan. Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dan bisa diterapkan pada penggunaan matriks korelasi maupun matriks ragam peragam. Minimum persentase keragaman yang mampu dijelaskan ditentukan terlebih dahulu, dan selanjutnya banyaknya komponen yang paling kecil hingga batas itu terpenuhi dijadikan sebagai banyaknya komponen utama yang digunakan. Tidak ada patokan baku berapa batas minimum tersebut, sebagian buku menyebutkan 70 persen, 80 persen, bahkan ada yang 90 persen.

2. Metode 2

Metode ini hanya bisa diterapkan pada penggunaan matriks korelasi. Ketika menggunakan matriks ini, peubah asal ditransformasi menjadi peubah yang memiliki ragam sama, yaitu satu. Pemilihan komponen utama didasarkan pada ragam komponen utama, yang tidak lain adalah akar ciri. Metode ini disarankan oleh Kaiser (1960) yang berargumen bahwa jika peubah asal saling bebas maka komponen utama tidak lain adalah peubah asal dan setiap komponen utama akan memiliki ragam satu. Dengan cara ini, komponen yang berpadanan dengan akar ciri kurang dari satu tidak digunakan. Jolliffe (1972) setelah melakukan studi mengatakan

bahwa cut off yang lebih baik adalah 0,7. Hal ini dikarenakan di dalam suatu populasi yang dibatasi akar ciri lebih besar sama dengan satu, jika yang diamati adalah suatu sampel, kemungkinan besar terdapat sampel yang mempunyai akar ciri lebih kecil dari satu karena adanya sampling error. Oleh karena itu Jolliffe (1972) menyarankan penggunaan cut off 0,7 untuk mengizinkan adanya variasi sampling.

3. Metode 3

Metode ini menggunakan grafik yang disebut plot scree. Cara ini digunakan ketika titik awalnya matriks korelasi maupun ragam peragam. Plot scree merupakan plot antara akar ciri λk. Banyaknya komponen utama

yang dipilih yaitu k, adalah jika pada titik k tersebut plotnya curam ke kiri tapi tidak curam ke kanan. Ide yang melatarbelakangi metode ini adalah bahwa banyaknya komponen utama yang dipilih sedemikian rupa sehingga selisih antar akar ciri yang berturutan sudah tidak besar lagi. Interpretasi terhadap plot ini bersifat subjektif.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yang kedua. Hal ini dikarenakan matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks korelasi. Dengan demikian, pemilihan komponen utama didasarkan pada ragam komponen utama, yang tidak lain adalah akar ciri. Adapun nilai akar ciri (eigenvalue) yang digunakan adalah yang memiliki nilai lebih besar dari 0,7 sesuai dengan argumen Jolliffe (1972).

Untuk mengetahui variabel mana yang memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di Kota Depok, maka

dapat dilihat dari nilai loading-nya (loading score). Nilai loading yang positif menunjukkan bahwa korelasi antara variabel penjelas dengan komponen utama berbanding lurus. Sebaliknya, nilai loading yang negatif menunjukkan bahwa korelasi antara variabel penjelas dengan komponen utama berbanding terbalik. Adapun rule of thumb yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,7. Dengan demikian, variabel yang mempunyai korelasi yang signifikan adalah variabel dengan loading score ≥ 0,7. Pemilihan loading score tersebut berdasarkan kriteria penilaian uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) sebagai berikut :

1. 0,9 < KMO ≤ 1,0 berarti data sangat baik untuk analisis faktor. 2. 0,8 < KMO ≤ 0,9 berarti data baik untuk analisis faktor. 3. 0,7 < KMO ≤ 0,8 berarti data cukup baik untuk analisis faktor. 4. 0,6 < KMO ≤ 0,7 berarti data lebih dari cukup untuk analisis faktor. 5. 0,5 < KMO ≤ 0,6 berarti data cukup untuk analisis faktor.

6. KMO ≤ 0,5 berarti data tidak layak untuk analisis faktor.

Dengan demikian, semakin besar kriteria loading score yang digunakan maka model akan semakin baik. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya kriteria loading score yang digunakan, menunjukkan korelasi yang semakin kuat antara variabel penjelas dengan komponen utama.

Dokumen terkait