Suksesi kepemimpinan terdiri dari dua kata yaitu suksesi yang berarti suatu proses pergantian dan kepemimpinan yang berarti cara memimpin (KBBI, 1992). Arianto Sam (2008) mengatakan Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Suksesi mengisyaratkan terjadinya pergantian kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang (golongan) untuk mempengaruhi orang (golongan) lain (KBBI, 1988: 468). Arti yang
lebih tegas, kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain, untuk membuat orang lain melakukan tindakan-tindakan seperti yang dikehendaki oleh pemegang kekuasaan itu (Suseno, 1984: 98).
Makna pokok kekuasaan itu terjadi karena kekuasaan itu tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat (Soemardjan, 1984: 337). Dalam paham Jawa, pembagian kekuasaan itu memang dapat berubah (Suseno, 1984: 100). Perubahan pembagian kekuasaan itulah yang merupakan bentuk suksesi. Kepemimpinan merupakan sikap dari seorang individu yang memimpin berbagai kegiatan dari suatu kelompok menuju suatu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama (Hemhill dan Coon, 1995). Teori Kartini Kartono (1994 : 48) Kepemimpinan itu karakternya khas, spesifik, dibutuhkan pada satu situasi tertentu. Sebab di dalam sebuah kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu & memiliki sebuah tujuan serta berbagai macam peralatan yang khusus. Pemimpin sebuah kelompok dengan ciri-ciri yang karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu. Suksesi kepemimpinan yaitu suatu proses peralihan dari suatu generasi ke generasi yang lain, selanjutnya untuk memimpin sekelompok orang dalam satu wilayah atau lokal tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.
Serat Babad Sunan Prabu berisi gambaran umum peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada masa Prabu Amangkurat IV. Teks diawali dengan peristiwa wafatnya Paku Buwana I dan dilanjutkan dengan pengangkatan Pangeran Dipati yang selanjutnya bergelar Prabu Amangkurat Senapati Ngalaga di Murti menggantikan Paku Buwana I. Teks dilanjutkan dengan masa bertahtanya Prabu Amangkurat IV, yaitu cara untuk mempertahankan
kepemimpinannya salah satunya dengan mencabut sejumlah benda kehormatan milik kedua adiknya yaitu Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar sehingga menimbulkan perlawanan. Dikisahkan juga intrik-intrik dan perlawanan yang dilakukan oleh Kompeni di bawah komando Tuan Atmral Baritman yang memihak kepada Prabu Amangkurat IV. Kerjasama Prabu Amangkurat IV dengan Kompeni untuk melawan kedua pangeran berhasil, mereka telah berhasil mengasingkan Pangeran Purbaya ke Pulau Kap.
Latar belakang terjadiya suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad
Sunan Prabu yaitu dipengaruhi oleh beberapa hal. 2.2.1. Politik
Politik yang paling banyak mempengaruhi terjadinya Suksesi Kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Prabu, dalam sebuah Kerajaan pastinya pewarisan kepemimpinan sudah jelas menganut sistem pewarisan tradisional yaitu yang berhak menggantikan Raja dalam memimpin Kerajaan yaitu anak laki-laki dari Raja, jika Raja tidak memiliki anak laki-laki atau putra mahkota maka yang berhak menggantikannya adalah adik laki-laki dari Raja. Di Kerajaan Kartasura yang berhak menggantikan Paku Buwana I ialah Pangeran Dipati karena beliau adalah anak laki-laki tertua Paku Buwana I. Kanjeng Gusti Pangeran Dipati sesuai aturan diangkat sebagai raja oleh Kompeni untuk menggantikan sang ayah. Kanjeng Gusti Pangeran Dipati pantas menggantikan tahta ayahnya karena Pangeran Dipati adalah anak tertua yang lahir dari permaisuri, dan sesuai dengan wasiat Paku Buwana I yang disampaikan dihadapan kerabat dan didisaksikan
oleh Kompeni sebelum beliau meninggal, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Rumiyin wontĕn nagri Sĕmawis Kanjĕng Sang Akatong
sayĕkti kang rama surud mangke Kanjĕng Gusti Pangeran Dipati pantĕs anggĕntosi
dhasar putra sĕpuh.” (Pupuh II bait 12 hal. 17) Miyos sangking garwa dalem padmi
sarta wĕling Katong
ing sakwontĕne ingkang sedherek samya pinarcayakakĕn Kumpĕni Kumpĕni nglangkungi
terimakasih agung (pupuh II bait 13 hal. 17)
Terjemahan:
Dulu di negara Semawis (Semarang) Kanjeng Sang Akatong
setelah nanti ayahnya meninggal Kanjeng Gusti pangeran Dipati pantas menggantikan ayahnya dengan dasar anak tertua. Lahir dari rahim permaisuri serta wasiat Katong
yang dibacakan dihadapan keluarga serta disaksikan oleh Kompeni kompeni mendahului
terimakasih banyak.
Dari kutipan di atas juga dapat dilihat betapa berpengaruhnya Kompeni dalam penentuan penerus tahta Kerajaan, terbukti dalam pembacaan surat wasiat Kompeni juga ikut menyaksikan. Kompeni juga ikut andil dalam pengangkatan Pangeran Dipati menjadi Raja Kartasura. Kerjasama dengan Kompeni oleh Paku Buwana I, dengan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati antara kerajaan dengan
Kompeni. Perjanjian berisi tentang bagaimana hubungan kerajaan dengan Kompeni yaitu Kompeni menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Raja Negeri Belanda terhadap negeri bawah angin, serta agar terjalin suatu kemanunggalan antara orang Jawa dan Belanda dengan jalan saling memberi dukungan, tolong-menolong dan apabila terjadi peperangan Kompeni dapat diandalkan, dalam hal perdagangan, Kompeni akan membayar banyak kepada kanjeng Sunan atas komoditi beras, benang, merica, cabe, kemukus, sawi, dan tanduk rusa. Perjanjian tersebut telah disepakati keduabelah pihak demi berlangsungnya tahta kerajaan. Perjanjian-perjanjian itu merupakan strategi politik Kompeni untuk menguasai Kartasura.
2.2.2. Ekonomi
Ekonomi dalam Serat Babad Sunan Prabu memang sejak dulu sudah dipengaruhi oleh Kompeni, waktu terjadi suksesi kepemimpinan kondisi ekonomi kerajaan Kartasura sudah tidak bagus karena pada waktu kepemimpinan Paku Buwana I sudah menjalin kerjasama dengan Kompeni, dimana Kompeni sudah memonopoli perdangan hasil bumi yang merupakan sumber penghasilan kerajaan. Keadaan ekonomi kerajaan terbukti kurang bagus yaitu pertama karena demi kepentingan naik tahta Pangeran Dipati maka upacara atau benda kehormatan Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar diambil. Diambilnya benda-benda kehormatan kedua pangeran dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi Kerajaan saat itu sedang tidak baik, karena untuk naik tahta Prabu Amangkurat harus merampas hak milik kedua adiknya, kalau
kondisi ekonomi baik maka Prabu Amangkurat tidak akan mengambil benda kerhomatan kedua Pangeran. Pengambilan upacara atau benda kehormatan Pangeran dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Sĕmantĕn Pangeran Adipati Purbaya Adipati Balitar pinundhut upacarane duk panjĕnĕnganipun ingkang rama putra kĕkalih kĕndhagannya gotongan pĕngawinanipun
gangsal ingkang munggeng ngarsa
wus pinundhut rĕnggan pangran badhe aji upacara kaputran.” (pupuh V bait 6 hal 27) Mung upacara sĕntana mĕksih
ingkang rayi kalih tan lĕnggana nanging anjarĕm galihe
myang gĕgadhuhanipun Jagasura wus denpundhuti wusdene ing Balora gih sampun pinundhut mila saya sangĕt susah
Bĕndara Pangran Balitar ngulig abdi paleler bojasmara.” (pupuh V bait 7 hal. 27)
Terjemahan:
Begitu Pangeran Adipati Purbaya Adipati Blitar
diambil upacaranya (benda kehormatan pangeran) ketika mereka
yang ayahnya dua anak itu petinya digotong
pengiringnya
lima yang berada di depan
sudah diambil dipakai untuk menjadi raja upacara kaputran.
Hanya upacara keluarga kerajaan masih yang adik keduanya tidak menerima tetapi berbekas dihati
kepada kekacauannya Jagasura sudah diambil beserta yang di Balora juga sudah diambil
maka semakin sangat susah
Bendara Pangran Blitar mengelus abdi Memberikan makanan
Perjanjian antara Kerajaan Kartasura dengan Kompeni mengenai bagi hasil dalam perihal perdagangan, Kompeni akan membayar banyak kepada kanjeng Sunan atas komoditi beras, benang, merica, cabe, kemukus, sawi, dan tanduk rusa. Kompeni sangat pintar dalam hal perdangan maka Kerajaan Kartasura mejalin kerjasama demi perekonomian Kerajaan. Perjanjian perihal perdangan dapat dilihat pada kutipan berikut:
Kutipan:
Ingkang kaping kalih ing prakawis mĕnggah luluse ing tĕtumbasan panĕmpur ingkang warni wos ping katri bĕnangipun
lawan tanĕm tuwuh ing jawi ingkang warni marica cabe myang kumukus wiji sawi singat sangsam
kang punika akathah bayar Kumpĕni
General ing Jĕng Sunan. (pupuh III bait 15 hal. 21)
Terjemahan:
Yang kedua dalam perkara perihal jual beli
penjualan yang berupa beras yang ketiga benangnya
dengan tumbuh-tumbuhan (hasil bumi) di Jawa yang berupa merica
cabai serta kemukus biji sawi tanduk rusa
yang semuanya dibayar Kompeni General kepada Jeng Sunan.
Kutiapan di atas menujukkan bahwa Kompeni memiliki andil dalam perdagangan hasil bumi, Kompeni sangat mahir dalam memonopoli perdagangan di Indonesia, berjanji membayar banyak kepada pihak kerajaan padahal hal itu hanyalah iming-iming Belanda supaya bisa menguasai perdagangan di Indonesia dan membuat Kerajaan Kartasura terikat dan selalu membutuhkan Belanda dalam hal perdagangan. Ekonomi kerajaan terbukti menurun pada waktu Pangeran Dipati akan naik tahta menjadi raja, beliau harus mengambil benda kehormatan kepangeranan adiknya untuk naik tahta, hal pengambilan benda kehormatan pangeran juga merupakan saran dari Kompeni.
2.2.3. Sosial
Hubungan sosial dalam Serat Babad Sunan Prabu juga dipengaruhi oleh Kompeni, dalam hal melindungi rakyatnya Prabu Amangkurat telah melanjutkan perjanjian sebelumnya yang dilakukan Paku Buwana I dengan Kompeni yaitu perihal hubungan Orang Jawa dengan Orang Belanda, agar terjalin suatu kemanunggalan antara orang Jawa dan Belanda dengan jalan saling memberi dukungan, tolong-menolong dan apabila terjadi peperangan Kompeni dapat diandalkan, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Sawab wus trĕrang sangking Kumpĕni prĕjangji (h. 16) gĕng kadi ywana ingkang wujud ro dadi sawiyos
tĕmĕn tulung-tinulung
wong Wĕlanda lawan wong Jawi mila mangkya Jĕng Sunan sajumĕnĕngipun
pami samad-sinamadan
yen wontĕna sangking bab prakawis jurit
Kumpĕni den andĕlna. (pupuh III bait 14 hal. 21)
Terjemahan:
Sudah jelas dari Kompeni perjanjian agung seperti yang berwujud dan jadi satu suka tolong-menolong
orang Belanda dan orang Jawa jadi saat ini Kanjeng Sunan kepemerintahannya
dengan penuh keterbukaan dan keakraban jika ada sangkutnya dengan bab perang Kompeni yang diandalkan.
Kutipan di atas menunjukkan perjanjian besar antara Kerajaan Kartasura dengan Belanda perihal hubungan sosial antara Orang Jawa dengan Orang Belanda, antara Orang Jawa dengan Belanda harus penuh keterbukaan dan keakraban, saling tolong-menolong, dalam hal perang maka Kompeni dapat diandalkan.
Ketiga hal di atas dapat digambarkan mengenai latar belakang terjadinya Suksesi Kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Prabu yaitu sebagai berikut:
Latar belakang terjadinya Suksesi kepemimpinan yaitu setelah Paku Buwana I meninggal, meninggalnya Paku Buwana I dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kutipan:
Gumrĕ tangis wong srajoning puri para bĕndara miwah parĕkan tan adangu lah ing kono dan siniraman sampun Ki Pangulu wus dentimbali sayid myang kancanira
lan suranata wus layon dalĕm tinabĕla
tuwin Kanjĕng Gusti Pangeran Dipati
ngrĕngga layoning rama.(pupuh I, bait 2 hal. 15)
Terjemahan:
Suara tangis orang-orang dari dalam keraton semua keluarga dan kerabat menangis disitu tidak lama lah disitu
dan setelah pemandian selesai ustad sudah dipanggil
sayid ke temannya dan abdi dalem sudah
jenazah dimaksukkan kedalam peti dan Kangjeng Gusti Pangeran Dipati menjaga jenazah sang ayah.
Kanjeng Gusti Pangeran Dipati sesuai aturan diangkat sebagai raja oleh Kompeni untuk menggantikan sang ayah. Kanjeng Gusti Pangeran Dipati pantas menggantikan tahta ayahnya karena Pangeran Dipati adalah anak tertua yang lahir dari permaisuri, dan sesuai dengan wasiat Paku Buwana I yang disampaikan dihadapan kerabat dan didisaksikan oleh Kompeni sebelum beliau meninggal dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kutipan:
Rumiyin wontĕn nagri Sĕmawis Kanjĕng Sang Akatong
sayĕkti kang rama surud mangke Kanjĕng Gusti Pangeran Dipati pantĕs anggĕntosi
dhasar putra sĕpuh.” (Pupuh II bait 12 hal. 17) Miyos sangking garwa dalem padmi
sarta wĕling Katong
ing sakwontĕne ingkang sedherek samya pinarcayakakĕn Kumpĕni Kumpĕni nglangkungi
Terjemahan:
Dahulu di negara Semawis (Semarang) Kanjeng Sang Akatong
setelah nanti ayahnya meninggal Kanjeng Gusti pangeran Dipati pantas menggantikan ayahnya dengan dasar anak tertua. Lahir dari rahim permaisuri serta wasiat Katong
yang dibacakan dihadapan keluarga serta disaksikan oleh Kompeni kompeni mendahului
terimakasih banyak.
Seseorang yang dianggap pantas menggantikan Paku Buwana I adalah Pangeran Dipati, Pangeran Dipati naik tahta menggantikan ayahnya, dengan gelar Prabu Amangkurat Senapati Ngalaga di Murti dengan sengkalan “Peksa Pat Ngoyak Jagad” dengan arti 1642 tahun Jawa dapat dilihat dari kutipan berikut:
Kutipan:
Senapati Ngalaga di Murti
Ratu Bagus tus trahing kusuma sĕmana ing sĕngkalane taun Jimakiripun
angkanira punika ngarsi 1642 pĕksa pat ngoyak jagat sayid lan pangulu
ngula-(h. 13) ma angestrenana
tur sandika saur kukila prasami tandya Kapiting Jaswa.
(pupuh III bait 9 hal. 20) Terjemahan:
Pemimpin prajurit berperang pada diri
Raja tampan asli keturunan luhur begitu disengkalannya Tahun Jimakir
angkanya itu di depan
1642 burung empat mengejar dunia utusan dan imam
juga patuh bagai burung yang sesautan tana Kapiting Jaswa
Pangeran Dipati bertahta menggantikan ayahnya dengan gelar Parbu Amangkurat, dia berkuasa memimpin kerajaan dan tetap melanjutkan kerjasama dengan Kompeni sesuai dengan yang dilakukan ayahnya sebelumnya. Kompeni juga memiliki andil dalam pengangkatan Prabu Amangkurat naik tahta. Kompeni membacakan surat pengangkatan dan perjanjian dari Kompeni, yang isinya antara lain menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Raja Negeri Belanda terhadap negeri bawah angin, serta agar terjalin suatu kemanunggalan antara orang Jawa dan Belanda dengan jalan saling memberi dukungan, tolong-menolong dan apabila terjadi peperangan Kompeni dapat diandalkan, dalam hal perdagangan, kompeni akan membayar banyak kepada kanjeng Sunan atas komoditi beras, benang, merica, cabe, kemukus, sawi, dan tanduk rusa. Kontrak dan perjanjian dengan Kompeni dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut:
Kutipan:
Kang srat kuntrak ungĕle puniki
nĕnggih sangking gĕnggĕnging pangawasa Kumpni bawah angin kabeh
dening kuwasanipun ing Kumpeni wus sami ugi lan kang angsung pangawasa Ngasardam nagryagung Sĕpanyol Frisfan nyuranyah
gih punika Kanjĕng Raja Nagri Wlandi
wus nyerenkĕn pangwasa. (pupuh III bait 12 hal. 20-21) Sawab wus trĕrang sangking Kumpĕni
prĕjangji (h. 16) gĕng kadi ywana ingkang wujud ro dadi sawiyos
wong Wĕlanda lawan wong Jawi mila mangkya Jĕng Sunan sajumĕnĕngipun
pami samad-sinamadan
yen wontĕna sangking bab prakawis jurit
Kumpĕni den andĕlna. (pupuh III bait 14 hal. 21) Ingkang kaping kalih ing prakawis
mĕnggah luluse ing tĕtumbasan panĕmpur ingkang warni wos ping katri bĕnangipun
lawan tanĕm tuwuh ing jawi ingkang warni marica cabe myang kumukus wiji sawi singat sangsam
kang punika akathah bayar Kumpĕni
General ing Jĕng Sunan. (pupuh III bait 15 hal. 21)
Terjemahan:
Yang surat kontrak bunyinya seperti ini yaitu di dalam kekuasaan
Kompeni membawahi semua oleh kuasanya
di Kompeni juga sudah sama dan yang memberikan kekuasaan Ngasardam raja agung
Spanyol Frisfan berkata
yaitu tuan raja dari Negara Belanda sudah menerahkan kekuasaan. Sudah jelas dari Kompeni perjanjian agung seperti yang berwujud dan jadi satu
suka tolong-menolong
orang Belanda dan orang Jawa jadi saat ini Kanjeng Sunan kepemerintahannya
dengan penuh keterbukaan dan keakraban jika ada sangkutnya dengan bab perang Kompeni yang diandalkan.
Yang kedua dalam perkara perihal jual beli
penjualan yang berupa beras yang ketiga benangnya
dengan tumbuh-tumbuhan (hasil bumi) di Jawa yang berupa merica
cabai serta kemukus biji sawi tanduk rusa
yang semuanya dibayar Kompeni General kepada Jeng Sunan.
Perselisihan timbul antara keturunan dari almarhum Paku Buwana I, perselisihan dimulai pada saat upacara (barang-barang pribadi) termasuk sawah milik Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar dicabut demi kepentingan bertahtanya Prabu Amangkurat, serta sikap Garwa Kandha yang memanas-manasi Pangeran Blitar untuk merebut keraton, padahal perbuatan Garwa Kandha itu mengandung misi lain yaitu untuk membebaskan anaknya yang telah dipenjara di dalam keraton, hal tersebut terlihat dalam kutipan-kutipan berikut:
Kutipan:
Sĕmantĕn Pangeran Adipati Purbaya Adipati Balitar pinundhut upacarane duk panjĕnĕnganipun ingkang rama putra kĕkalih kĕndhagannya gotongan pĕngawinanipun
gangsal ingkang munggeng ngarsa
wus pinundhut rĕnggan pangran badhe aji upacara kaputran.” (pupuh V bait 6 hal 27) Mung upacara sĕntana mĕksih
ingkang rayi kalih tan lĕnggana nanging anjarĕm galihe
myang gĕgadhuhanipun Jagasura wus denpundhuti wusdene ing Balora gih sampun pinundhut mila saya sangĕt susah
Bĕndara Pangran Balitar ngulig abdi paleler bojasmara.” (pupuh V bait 7 hal. 27) Garwa Kandha kang ngadon-adoni
angaturi angrĕbata pura nungswa Jawa padha duwe punapa kaotipun
tuwin wĕling dalĕm kang swargi ing nĕgara sajawa
singa ingkang mĕngku putra kĕkalih punika
salĕrĕse dhuh gusti tumuta mukti
kĕsangĕtĕn rakanta. (pupuh V bait 9 hal. 28) Garwa Kandha marmanya sru mamrih ing mangke kinunjara
pun Ragum ika arane Gĕdhong Tĕngĕn genipun dosanira asaba puri kados yen Garwa Kandha sangĕt aturipun
sĕmantĕn Pangeran Balitar anuruti abdine pinĕpak nuli
siyaga ing ngayuda. (pupuh V bait 28 hal. 31)
Terjemahan:
Begitu Pangeran Adipati Purbaya Adipati Blitar
diambil upacaranya (benda kehormatan pangeran) ketika mereka
yang ayahnya dua anak itu petinya digotong
pengiringnya
lima yang berada di depan
sudah diambil dipakai untuk menjadi raja upacara kaputran.
Hanya upacara keluarga kerajaan masih yang adik keduanya tidak menerima tetapi berbekas dihati
kepada kekacauannya Jagasura sudah diambil beserta yang di Balora juga sudah diambil
maka semakin sangat susah
Bendara Pangran Blitar mengelus abdi Memberikan makanan.
Garwa Kandha yang memanas-manasi memberitahu disekeliling pura
apa berlebih
juga wasiat Raja yang telah meninggal di Negara seluruh Jawa
singa yang memimpin kedua putra itu
sebenarnya dhuh Gusti ikutlah mukti kebangetan kakakmu.
Garwa Kandha rasa keras menghasut saat ini dipenjara
Ragum itu namanya Gedung Kanan tempatnya dosanya keluar puri
seperti yang Garwa Kandha sangat kata-katanya
begitu Pangeran Blitar
menuriti abdinya yang dipilih sebelumnya siap dalam peperangan.
Pada kutipan di atas juga dapat dilihat konflik antara Pangeran Dipati/Prabu Amangkurat dengan kedua adiknya (Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar), mengakibatkan terjadinya penyerangan terhadap Prabu Amangkurat oleh kedua adiknya yang dipimpin oleh Garwa Kandha. Garwa Kandha setelah sampai di alun-alun Kartasura mereka segera menyerbu dan masuk ke dalam keraton, orang-orang di dalam keraton merasa ketakutan, disitulah Prabu Amangkurat harus tetap mempertahankan tahtanya dan kekuasaanya, serta melindungi rakyatnya dari serangan kedua adiknya demi menjalankan amanat dari ayahnya untuk memimpin kerajaan. Prabu Amangkurat menyusun strategi dan bekerja sama dengan Kompeni untuk melawan kedua adiknya. Pemberontakan dari kedua pangeran itulah yang merupakan dampak dari Suksesi Kepemimpinan yang memicu beberapa permasalahan.
Serat Babad Sunan Prabu berisi gambaran umum peristiwa-peristiwa
kekuasaan yang dilakukan oleh sang raja. Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya suksesi antara lain adalah politik, ekonomi, dan sosial. Faktor politik yang melatarbelakangi berupa sistem pemindahan kekuasaan kerajaan yaitu putra mahkota sebagai pewaris tahta dilakukan secara turun-temurun. Faktor ekonomi yang mempengaruhi adanya suksesi adalah keadaan kerajaan Kartasura yang sedang tidak stabil dan dikuasai oleh Kumpeni sehingga dalam mempertahankan kekuasaan diperlukan hubungan kerjasama dengan kumpeni. Faktor selanjutnya adalah faktor sosial berupa dalam hal melindungi rakyatnya Prabu Amangkurat telah melanjutkan perjanjian sebelumnya yang dilakukan Paku Buwana I dengan Kompeni yaitu perihal hubungan Orang Jawa dengan Orang Belanda, agar terjalin suatu kemanunggalan antara orang Jawa dan Belanda.