• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasih Sayang

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 52-60)

2.1.4. Lapis Dunia

2.1.4.3. Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan sikap saling menghormati dan mengasihi semua ciptaan Tuhan baik mahkluk hidup maupun benda mati seperti rasa kasih sayang ibu terhadap anaknya berdasarkan hati nurani yang luhur. Seperti yang terdapat dalam Serat Babad Sunan Prabu yaitu kasih sayang yang dimiliki oleh Kangjeng Ratu Ageng yang menyayangi ketiga putranya yaitu Prabu Amangkurat, Pangeran Purbaya dan

Pangeran Blitar. Terlihat saat terjadi peperangan antarsaudara Kangjeng Ratu Ageng sangat bersedih karena melihat ketiga putra yang sangat disayangi terlibat dalam perang. Kangjeng Ratu Ageng sangat khawatir terhadap Pangeran Purbaya dan Blitar saat terjadi peperangan kedua pangeran mengalami kekalahan, Kangjeng Ratu Ageng sangat khawatir dan dengan rasa kasih sayang beliau memastikan untuk melihat kedua putranya apakah baik-baik saja. Kekhawatiran dan kasih sayang Kangjeng Ratu Ageng dapat dilihat pada kuitipan berikut:

Kutipan:

Malbeng pura malih sing kidul kewala nulya mundur tumuli

sawadya lon-lonan sĕmantĕn pan meh ĕbyar Kangjĕng Ratu Agĕng nĕnggih dupi miyarsa

amuwun kuntrang-kantring. (pupuh 6 bait 17 hal. 34) Masambat kang raka Jĕng Sinuhun Swarga

dhuh lah e Sri Bupati tan sagĕd kawula tĕngga putra paduka Sunan gawanĕn ngĕmasi putra paduka

(h. 42) sami bĕrwala jurit.(pupuh 6 bait 18 hal. 34) Samangkana Kangjĕng Ratu lajĕng minggah dhumatĕng Gunung Kunthi

Pangeran Balitar prapta ing Purubaya ngidul sawadyanira glis kang ibu mirsa

ngawe nguwuh anjĕlih. (pupuh 6 bait 19 hal. 34) Asta tĕngĕn angawe-awe kang putra

angusapi waspa

dhuh kulup dipuninggal ngungsia kangmasmu nuli Ki Purubaya

dhuh kulup poma aglis. (pupuh 6 bait 20 hal. 34)

Terjemahan:

Masuk ke dalam Pura yang letaknya di sebelah selatan sering mundur kemudian

berjalan bergandengan

hanya beberapa yang akan bubar Kangjeng Ratu Ageng melihat semua itu

kemudian menangis tersedu-sedu.

Sang kakak Mengeluh kepada Kangjeng Sinuhun Swarga dhuh lah e Sri Bupati

aku tidak bisa menunggu putra raja Sunan bawalah mati putra paduka

(h.42) prajurit saling berperang.

Begitulah Kangjeng Ratu kemudian naik menuju Gunung Kunthi

Pangeran Balitar

bertemu dengan Purubaya

menuju ke selatan dengan tergesa-gesa bersama teman-temannya

Sang Ibu mengetahui

melambaikan tangan berseru memanggil. Tangan kanan melambai-lambai sang anak tanganya yang kiri

mengusapi air mata duh ikut ditinggal menyikir kakakmu cepat Ki Purbaya

duh ikut cepat.

Kutipan di atas sangat jelas rasa kasih sayang Kangjeng Ratu Ageng terhadap putranya, terbukti sangat sedih dan khawatir melihat ketiga putranya terlibat perang saudara.

Beliau bersedih karena tidak bisa menjaga putranya dengan baik, merasa gagal dalam mendidik anak dan merasa bersalah kepada Paku Buwana I karena setelah meninggalnya Paku Buwana kerajaan menjadi ricuh penuh peperangan. Kangjeng Ratu Ageng begitu besar kasih sayangnya terhadap Paku Buwana I, beliau juga mendoakan Paku Bawana I supaya mendapatkan tempat yang nyaman di surga. Kutipan di atas juga menunjukkan betapa Kangjeng Ratu Ageng menyayangi dan mengkhawatirkan Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar supaya mereka melarikan diri untuk berlindung.

2.1.4.4. Harta

Harta merupakan segala hal yang dimiliki oleh manusia, dalam hal ini harta yang dimaksud ialah kekayaan yang dimiliki oleh Prabu Amangkurat dalam Serat Babad Sunan

Prabu. Harta atau kekayaan yang dimiliki Kerajaan Kartasura

mengalami penurunan terbukti pada saat Prabu Amangkurat ingin naik tahta beliau harus mengambil benda-benda kehormatan pangeran yaitu Pangeran Purbaya dan Blitar yang menimbulkan perpecahan diantar mereka. Pengambilan harta benda yang dilakukan Prabu Amangkurat dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Kutipan:

Sĕmantĕn Pangeran Adipati Purbaya Adipati Balitar pinundhut upacarane duk panjĕnĕnganipun

ingkang rama putra kĕkalih kĕndhagannya gotongan pĕngawinanipun

gangsal ingkang munggeng ngarsa

wus pinundhut rĕnggan pangran badhe aji upacara kaputran.” (pupuh V bait 6 hal 27) Mung upacara sĕntana mĕksih

ingkang rayi kalih tan lĕnggana nanging anjarĕm galihe

myang gĕgadhuhanipun Jagasura wus denpundhuti wusdene ing Balora gih sampun pinundhut mila saya sangĕt susah

Bĕndara Pangran Balitar ngulig abdi paleler bojasmara.” (pupuh V bait 7 hal. 27)

Terjemahan:

Begitu Pangeran Adipati Purbaya Adipati Blitar

diambil upacaranya (benda kehormatan pangeran) ketika mereka

yang ayahnya dua anak itu petinya digotong

pengiringnya

lima yang berada di depan

sudah diambil dipakai untuk menjadi raja upacara kaputran.

Hanya upacara keluarga kerajaan masih yang adik keduanya tidak menerima tetapi berbekas dihati

kepada kekacauannya Jagasura sudah diambil beserta yang di Balora juga sudah diambil

maka semakin sangat susah

Bendara Pangran Blitar mengelus abdi Memberikan makanan

Kutipan di atas dapat dilihat pengambilan harta benda atau benda kehormatan kepangeranan (upacara) untuk keperluan naik tahta Prabu Amangkurat menjadi Raja.

Diambilnya harta benda milik Pangeran Purbaya dan Blitar mengakibatkan pemberontakan.

2.1.4.5. Kekuasaan

Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan yang mempunyai kekuasaan. Kekuasaan dalam Serat Babad Sunan Prabu sangat jelas dikuasai oleh Prabu Amangkurat karena beliaulah yang memimpin Kerajaan Kartasura, sehingga beliau berkuasa atas semua hal tentang Kerajaan Kartasura termasuk dalam hal harta benda. Prabu Amangkurat menggunakan kekusaanya yang pertama yaitu pada waktu naik tahta menjadi raja beliau mengambil semua harta benda dari kedua adiknya yaitu Pangeran Purbaya dan Blitar, sehingga menimbulkan pemberontakan dan perebutan daerah kekuasaan. Terbukti dalam kutipan berikut:

Kutipan:

Sĕmantĕn Pangeran Adipati Purbaya Adipati Balitar pinundhut upacarane duk panjĕnĕnganipun ingkang rama putra kĕkalih kĕndhagannya gotongan pĕngawinanipun

gangsal ingkang munggeng ngarsa

wus pinundhut rĕnggan pangran badhe aji upacara kaputran.” (pupuh V bait 6 hal 27) Mung upacara sĕntana mĕksih

nanging anjarĕm galihe myang gĕgadhuhanipun Jagasura wus denpundhuti wusdene ing Balora gih sampun pinundhut mila saya sangĕt susah

Bĕndara Pangran Balitar ngulig abdi paleler bojasmara.” (pupuh V bait 7 hal. 27)

Terjemahan:

Begitulah Pangeran Adipati Purbaya Adipati Blitar

diambil upacaranya (benda kehormatan pangeran) ketika mereka

yang ayahnya dua anak itu petinya digotong

pengiringnya

lima yang berada di depan

sudah diambil dipakai untuk menjadi raja upacara kaputran.

Hanya upacara keluarga kerajaan masih yang adik keduanya tidak menerima tetapi berbekas dihati

kepada kekacauannya Jagasura sudah diambil beserta yang di Balora juga sudah diambil

maka semakin sangat susah

Bendara Pangran Blitar mengelus abdi Memberikan makanan

Kutipan di atas menunjukan kekuasaan yang diperlihatkan oleh Prabu Amangkurat yaitu beliau mengambil harta benda milik kedua adiknya untuk kepentingan tahtanya dan kekuasaannya. Selanjutnya Prabu Amangkurat meperluas daerah kekuasaannya dengan memperluas daerah jajahan atau merebut daerah kekuasaan Mataram, Prabu Amangkurat mengutus Dipati Sampang dan Ngabehi Tohjaya untuk

menyerang negeri Madiun yang merupakan daerah kekuasaan Mataram, terbukti dalam kutipan berikut:.

Kutipan:

Sira Ngabehi Tohjaya anglancangi marang ngarsa angiringi sarowangira barise manca nĕgari

ingkang tinĕmpuh wingwrin sumyur pan padha lumayu angungsi wurinira

Panĕmbahan Purbaya glis

pan ingungsir dening bala Lamongan. (pupuh VII bait 154

hal. 82) Terjemahan:

Kamu Ngabehi Tohjaya bertindak lancang di depan mengiringi balaku

barisnya mancanegara yang dilewati miris/takut hancur yang pada berlari mengungsi ke belakangnya Panembahan Purbaya segera Yang diusir oleh bala Lamongan.

Kutipan di atas menunjukan Prabu Amangkurat memilih Ngabehi Tohjaya untuk menyerang dan memperluas daerah kekuasaan.

2.1.4.6. Perjuangan

Perjuangan merupakan usaha individu atau kelompok untuk menggapai sesuatu. Perjuangan dalam Serat Babad

Sunan Prabu yaitu tercermin dalam usaha yang dilakukan oleh

Pangeran Purbaya dan Blitar untuk merebut kembali apa yang menjadi hak mereka dengan cara melakukan pemberontakan

terhadap Kerajaan Kartasura yang dipimpin oleh Prabu Amangkurat. Pemberontakan yang merupakan salah satu perjuangan yang dilakukan oleh Pangeran Purbaya dan Blitar untuk merebut kembali haknya dipimpin oleh Garwa Kadha yang terbukti dalam kutipan berikut:

Kutipan:

Garwa Kandha kang dadya cucuking ngarsa para lurah nambungi

ki gĕndara desa

lawan pun anggĕndara jaladara lawan malih kang mangundara

subala lan subali. (bait 1 pupuh 6 hal. 32)

Terjemahan:

Garwa Kandha yang menjadi pemimpin di depan para lurah mengikuti

para pemimpin desa juga menjadi pengikutnya mendung dan juga

yang membentuk mendung prajurit dan prajurit.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Pangeran Purbaya dan Blitar dipimpin oleh Garwa Kandha, para lurah dan pemimpin desa juga menjadi pengikutnya untuk berjuang merebut kembali hak yang dimiliki Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar.

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 52-60)

Dokumen terkait