• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Konotasi Kata Ambilan Bahasa Arab dalam Buku

KERANGKA TEORI

ANALISIS SEMANTIK KATA AMBILAN ARAB DALAM BUKU MÂFAHIM HIZBUT TAHRIR

B. Analisis Makna Konotasi Kata Ambilan Bahasa Arab dalam Buku

Mafahim

Di dalam Buku Mafahim Hizbut Tahrir ini, tidak semua kosakata dan istilah Arab dipakai karena alasan kebutuhan, yang jika tidak digunakan akan merusak cita rasa makna yang dimaksud. Misalnya kata qabîh yang berarti buruk/tercela. Kata tersebut apabila dituliskan terjemahannya dalam bahasa Indonesia tidak akan mengurangi atau menghilangkan makna yang terkandung dalam bahasa asalnya. Demikian pula dengan kata hasan (terpuji) „syarah‟ yang berarti penjelasan. Jika tiga kata ditampilkan dalam bentuk terjemahannya dalam bahasa Indonesia sesunguhnya lebih baik.

Agaknya, di Hizbut Tahrir Indonesia ada semacam cara pandang bahwa menggunakan kata ambilan Arab lebih memperlihatkanIslaminya. Di sini pula problem keislaman Hizbut Tahrir yang kurang berwawasan ke-Indoensia-an, tidak seperti para elite Muslim periode awal di Indonesia atauIslam mainstream, Dan ini terjadi, karena pola pikir serba wahyu-nya yang diterjemahkan secara harfiah yang berorientasi pada Islam dalam segi bentuk (luar), bukan substansi, seperti terjadi juga di Jamaah Tabligh.Tentu saja harus dimaklumi dalam penggunaan kosakata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti pada kata „kharaj’ yang berarti pendapatan negara dari tanah/lahan daerah taklukan. Sesuai dengan kaidah pembentukan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, sebuah istilah asing yang akan diambil harus lebih ringkas, jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. Dengan demikian kata

„kharaj’ boleh ditampilkan dalam bentuk bahasa asalnya. Kosakata kharaj bisa masuk ke dalam bahasa Indonesia menjadi salah satu istilah dalam agama Islam.

58

Tentunya proses penyerapannya mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan dalam bahasa Indonesia.3

Dalam kesehariaannya, HizbutTahrir Indonesia cukup banyak menggunakan kata ambilan Arab,yang tidak ditemukan padanannya yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Bahkan, sebagian kata ambilan Arab yang digunakan Hizbut Tahrir Indonesia adalah kata ambilan Arab yang dalam bahasa Indonesia terdapat padanannya. Seperti contoh teks terjemahan di bawah ini yang berisi sikap manusia terhadap non muslim dan tafsir (QS, Albaqarah {2}: 216) yang diambil dari buku terjemahan Mâfahim Hizbut Tahrîr karya Taqiyuddinan-Nabhan: Teks Pertama

هğع جäÅخ فصĤ ĝم ءÅج ÅěĞا اّåشĤا اåيخ هĞĥكĤ

.

ÆäÅحěلا لتق ĜÅك كلãلĤ

اåيخ

اّåش ĝمأتسěلاĤا áهÅعěلا Ĥا ĝطاĥěلا لتقĤ

.

4

“Adanya sifat baik atau buruk pada pembunuhan, tidak lain karena terdapatnya

unsur luar. Karena itu, membunuhkafir harbiadalah baik, sedangkan membunuh warga Negara (yang menjadi warganegara Daulah Islamiyah), atau yang negaranya mengadakan perjanjian dengan pemerintahan Islam (kafir

mu’ahad)atau membunuh orang yang meminta perlindungan, adalah buruk.”5

3

Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks Keislaman,(Jakarta: UIN Jakarta, 2013), h. 82

4 ،يĞÅģÉğلا ĝيáلا يقت مÅمإلا . åيåحتلا Æزح ميهÅفم ÅيسيĞĤáĞإ åيåحتلا Æزح ، ÅتåكÅج (، 1002 :ص ،)م 12

5Taqiyuddin an-Nabhan, Mafâhim Hizbut Tahrîr,(Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesiah,

59 Pada teks di atas, terdapat 3 kata ambilan Arab dari 43 kata yang dipakai dalam teks. Ini berarti 5% kata yang dipakai dalam teks adalah kata ambilan Arab. Teks yang berisi persoalan sosial, apalagi sosial politik, memang kata ambilan Arab-nya cenderung lebih sedikit ketimbang teks ibadah. Namun, dalam teks di atas terdapat 3 kata ambilan Arab yang takdikenal/popular di kalangan Islam mainstream, kosakata tersebut ditulis miring sebagai tanda bahwa kosakata tersebut adalah kosakata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, walaupun belum menjadi bagian dalam bahasa Indonesia, penulisan kosakata tersebut mengikuti bentuk kosakata bahasa Indonesia dan tidak menggunakan bentuk ejaan dalam bahasa asalnya, dan memiliki makna secara konotasi tersendiri, misal kafir harbi. Dalam bahasa Arab, kāfir (bahasa Arab: åفÅك kāfir; JamakäÅّفك kuffār) secara harfiah berarti orang yang menyembunyikanatau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).

Teks tersebut jika dianalisis melalui konotasi sosial (pandangan sosial keagamaaan HTI). Makna Kafir Harbi ialah semua orang kafir yang tidak masuk dalam perlindungan umat Islam, dan Daulat Islamiyah yang berarti Negara Islam. Namun, kalangan Hizbut Tahrir Daulat Islamiyah mempunyai makna kedua yaitu Khilafah Islam. Jika hizbut tahrir menerjemahkan kafir harbi secara harfiah dan daulat islamiyah, maka cita rasa terjemahan pada teks di atas akan kabur.

60 Teks Kedua

طقف ÊدÅم ÅģĞا يåت ĜÅسĞإا لÅěعأ Êåيğتسěلا Ëقيěعلا ÊåظğلاĤ

Åģتاâ äÅÉتعÅب

ÅģتاäÅÉتعاĤ ÅģتÅسبام لك ĝع Êدåجم

.

Åģتاãل حÉقلاĤا ĝسحلÅب فصĥت ا ÊدÅم ÅģĞĥكĤ

,

Åģğع ËجäÅخ ÌÅسبام لÉق ĝم كلãب فصĥت ÅěĞاĤ

,

Åهåيغ ĝم Ëيتآ ÌاäÅÉتعاĤ

. 6

“Pandangan yang teliti, mendalam dan cemerlang terhadap perbuatan manusia menunjukkan bahwa perbuatan manusia dilihat dari sisi zatnya, tanpa dilihat lagi faktor-faktor dan pertimbangan lain adalah materi belaka. Keberadaanya sebagai materi berarti tidak terpuji (hasan) atau tercela (qabih) karena zatnya, melainkan didapat dari faktor-faktor luar atau pertimbangan-pertimbangan lain.” Tafsir

menurut pandangan HTI (QS, Albaqarah {2}: 216)7

Pada teks di atas terdapat 2 kata ambilan Arab dari 49 kata yang dipakai diluar morfem terikat dan angka. Hal ini berarti ada 5 persen kata ambilan Arab secara keseluruhan teks. Dalam teks ini juga terlihat ada kata ambilan Arab yang dalam bahasa Indonesia terdapat padanannya. Misalnya kata terpuji (hasan) dan tercela (qabih).

Kata hasan secara harfiah baik, dan qabih berarti jelek. Namun cara pandang Hizbut Tahrir memiliki makna konotasi tersendiri yaitu Hasan (terpuji) dan qabih

(tercela).

Teks berikut yang terkait dengan persoalan sosial, dalam buku Mafâhim juga memperlihatkan hal yang sama:

6 ĝيáلا يقت مÅمإلا . ،يĞÅģÉğلا åيåحتلا Æزح ميهÅفم ÅيسيĞĤáĞإ åيåحتلا Æزح ، ÅتåكÅج (، 1002 :ص ،)م 12 7 Taqiyuddin an-Nabhan, h. 46

61 Teks Ketiga

8

“Padahal seharusnya, masyarakatlah yang harus diubah agar sesuai dengan Islam, bukan sebaliknya. Jadi, bukan dengan membuat interpretasi baru mengenai Islam agar sesuai dengan keadaan masyarakat. Cara pemahaman seperti ini tidak dapat dibenarkan. Alasannya, karena yang menjadi masalah adalah bahwa di sana terdapat satu masyarakat yang rusak dan hendak diperbaiki dengan suatu mabda(ideologi). Mabda ini harus diterapkan sesuai dengan apa yang dikandung oleh mabda itu sendiri, kemudian mengubah masyarakat seluruhnya secara inqilabi(revolusioner) berdasarkan mabda tersebut. Dengan kata lain, adalah suatu keharusan bagi para aktivis pembaharuan untuk menerapkan hukum-hukum Islam sesuai dengan makna ajaran yang sebenarnya, tanpa memperhatikan keadaan masyarakat, waktu, maupun tempat.”9

Pada teks di atas, terdapat 5 kata ambilan Arab dari 104 kata yang dipakai dalam teks. Hal ini berarti 5% kata yang dipakai dalam teks adalah kata ambilan Arab. Sebagaimana dalam ormas Islam lain, teks yang berisi persoalan sosial, 8 ،يĞÅģÉğلا ĝيáلا يقت مÅمإلا . åيåحتلا Æزح ميهÅفم ÅيسيĞĤáĞإ åيåحتلا Æزح ، ÅتåكÅج (، 1002 :ص ،)م 2 9 Taqiyuddin an-Nabhan, h. 11-12

62 apalagi sosial politik, memang kata ambilan Arab-nya cenderung lebih sedikit ketimbang teks ibadah. Namun, dalam teks buku HTI ini terdapat banyak kata ambilan Arab yang tak dikenal/popular di kalangan Islam mainstream, yaitu mabda yang disebut lebih dari sekali dan kata inqilâbi. Ini menujukkan di kalangan fundamentalsi Islam, paling tidak dalam teks buku yang dirujuk terkait persoalan sosial politik, lebih banyak kata ambilan Arab.Artinya, ada hubungan antara banyaknya kata ambilan Arab dengan pola keagamaan.Paling tidak, kata ambilan Arab dalam teks sosial politik. Ini juga bisa dikatakan bahwa semakin banyak kata ambilan Arab, terutama dalam teks sosial politik di buku keislaman ormas Islam, makin cenderung fundamentalis. Paling tidak, kata ambilan Arab yang dipakai ormas Islam menunjukkan sisi fundamentalis atau tidaknya ormas Islam.

Teks di atas jika dianalisis lewat analisis mutaradifat (hubungan kata ambilan Arab dalam membentuk kalimat yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda dan hubungan antar kalimat) dan juga analisis konotasi sosial (pandangan sosial keagamaaan HTI). Makna mutaradifat dan konotasi teks di atas memperlihatkan agenda utama HTI mengenai Islamic state dengan sistem

khilâfah-nya. Hal ini paling tampak pada penggalan teks di atas yang berbunyi:

“Adalah suatu keharusan bagi para aktivis pembaharuan untuk menerapkan hukum-hukum Islam sesuai dengan makna ajaran yang sebenarnya, tanpa memperhatikan keadaan masyarakat, waktu, maupun tempat”.10

10

63 Keterbelengguan HTI oleh QS.5: 44,45,47 dan pemahaman harfiah atas praktik sejarah Islam dalam penggalan teks ini sangat terlihat.11 Mereka bersikap literal/skriptural dalam memahami kata yahkum (menghukum) dalam QS5:44

Dan barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah,

maka mereka itulah orang kafir”

QS 5: 45“Dan barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang

diturunkan Allah, maka mereka itulah orang zalim”12

QS 5: 47 “Dan barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang

diturunkan Allah, maka mereka itulah orang fasik”.13

Mereka memaknai ayat ini bahwa siapa yang “memutuskan” perkara atau

“memerintah” tidak dengan hukum yang diwahyukan Allah, adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam. Pembacaan ini sama dengan pembacaan Sayyid Quthb.HTI tampaknya tidak mengenal/menolak penafsiran dari ulama semisal Syeikh Nawawi yang memandang pengakuan terhadap hukum Islam hanya dalam hati saja bisa dinilai cukup,karena misalnya ketidak mungkinan diberlakukannya dalam konteks negara Indonesia yang nation state berdasarkan Pancasila yang rakyatnya beragam. Mereka juga tampaknya terpaku oleh literalitas QS.16: 89 “Dan kami turunkan Kitab (Al-quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).14 yang mengungkap kesempurnaan Qur‟an telah memuat segala hal serta bacaan literal terhadap

11 Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks Keislaman,(Jakarta: UIN Jakarta, 2013), h. 72

12

AlquranDepartemenAgamaRI,AlqurandanTerjemahannya, (Jakarta:Darus Sunah,2007),h. 116

13

AlquranDepartemenAgamaRI,h. 117 14

64 QS.2:208 “wahai orang-orang yang beriman! Masuklah islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkaah setan. Sungguh.Ia

musuh yang nyata bagimu”15

yang mengajak umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secarak âffah (menyeluruh). Padahal, dalam persoalan sosial, yang dimaksud ajaran Islam telah memuat segala hal adalah memuat prinsip-prinsip saja seperti dikatakan Qamaruddin Khan.

Teks selanjutkan menjelaskan tentang dakwahwahis politik HTI, yang berpegang teguh untuk mendirikan sebuah Negara Islam atau yang biasa disebut oleh Hizbut Tahrir Daulat Islamiyah.

Teks keempat

15

65

26

Adapun dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam wajib diemban oleh

kutlah, bukan individu. Dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam ditujukan kepada masyarakat yang individu-individunya mayoritas muslim, tetapi menerapkan hukum selain Islam. Masyarakat yang demikian ini digolongkan dalammasyarakat tidak Islami, sehingga layak disebut Dârul Kufur. Dakwah di tengah-tengah masyarakat seperti ini dilakukan dalam rangka mendirikan Dâulah Islam yang akan menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat seperti ini dilakukan dala rangka mendirikan Dâulah Islamyang akan menerapkan Islam di tengah-tengah masyarakat tersebut, serta mengemban dakwah kepada masyarakat lainnya (non-Islam). Ini dilakukan apabila tidak ada Dâulah Islam.Apabila di dunia ada Dâulah Islam yang menerapkan Islam secara sempurna, maka dakwah dilakukan untuk menggabungkan berbagai wilayah menjadi wilayahDâulah Islam, lalu diterapkan Islam di dalamnya, serta dijadikan bagian Dâulah Islamiyah yang mengemban dakwah dakwah Islam, sehingga menjadi masyarakat Islam. Dengan demikian wilayah tersebut layak disebut Dârul Islam.Hal ini karena seseorang muslim tidak diperbolehkan hidup di

Dârul Kufur, bahkan wajib baginya bila negara tepmat dia tinggal yang semula

Dârul Islamtelahmenjadi darul Kufur, maka wajib berjuang untuk mengubahnya menjadi Dârul Islam,17

26 ،يĞÅģÉğلا ĝيáلا يقت مÅمإلا . åيåحتلا Æزح ميهÅفم ÅيسيĞĤáĞإ åيåحتلا Æزح ، ÅتåكÅج (، 1002 :ص ،)م 27 17

66

28

Mengemban dakwah Islam dan berjuang secara politik di tengah-tengah masyarakat, mengahruskan sebuah hizb menentukan wilayah gerakannya. Hizbut Tahrir menganggap bahwa masyarakat di seluruh dunia Islam adalah masyarakat yang satu. Karena masalah yang di hadapai sama, yaitu kembalinya Islam di tengah-tengah umat. Masyarkat di negeri-negeri Islam sekarang berada pada keadaan politik yang paling buruk, karena negara-negara Barat, walaupin pemerintahanya tampak seakan-akan berdiri sendiri. Mereka tunduk di bawah Qiyâdah Fikriyah demokrasi kapitalis, dengan ketundukan yang membabi-buta. Sistem demokrasi diterapkan di tengah-tengah masyarakat, baik dalam aspek pemerintahan maupun politik. Dalam bidang ekonomi diterapkan ekonomi kapitalis, sedangkan di bidang militer 28 ،يĞÅģÉğلا ĝيáلا يقت مÅمإلا . åيåحتلا Æزح ميهÅفم ÅيسيĞĤáĞإ åيåحتلا Æزح ، ÅتåكÅج (، 1002 :ص ،)م 27 -80

67 bergantung pada negara asing (Barat)19

Mengemban dakwah secara benar dilakukan dengan melawan bahaya kepemimpinan berfikir Barat. Karena itu dijadikan hirju az-zawiyahdalam perjuangan politik. Perjuangan politik mengharuskan tidak adanya permintaan bantuan kepada negara-negara asing maupun, dalam bentuk dan jenis apapun.

Berdasarkan 2 teks di atas terdapat 15 kata ambilan Arab yang kosakatanya tersebut dicetak miring untuk menunjukan bahwa kata tersebut belum masuk ke dalam entri Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan teks di atas menunjukan HTI bersifat dakwahis politis, dan teks tersebut cenderung diterjemahkan secara kaku, literalis (tekstual), absolut, dan dogmatis, dan memiliki makna konotasi cara pandang sendiri atau yang biasa disebut Rolan Barthes, menciptakan makna lapis kedua. Teks di atas Hizbut tahrir meyakini kesatuan agama dan negara, di mana agama harus mengatur negara, sehingga memiliki pandangan yang stigmatis terhadap Barat (baik sebagai ide seperti pluralisme maupun sosial, khususnya politik), di mana Barat dipandang sebagai monster imperialis yang sewaktu-waktu mengancam akidah dan eksistensi mereka.20 Berdasarkan teks di atas karena pemahaman literal inilah HTI ingin mengubah secara damai sistem sosial politik dan budaya yang saat ini berlaku dan menolak hingga ke akarnya. Secara pemikiran, HTI bersifat radikal, dalam arti menolak hingga keakar sistem politik yang berlaku, meski tidak secara tindakan. Dalam pandangan HTI, negara Indonesia adalah negara kafir dan demokrasi adalah haram, menurut HTI, negara ini tidak harus diperangi, tetapi didakwahi. Karena Indonesia tidak menerapkan

19Taqiyuddin an-Nabhani, MafâhimHizbutTahrîr,h. 133-134

20

68

syari‟at maka Negara ini dalam pandangan anggota HTI Negara kafir secara

sistem politik. Bagi HTI, syari‟at yang dijelaskan dalam al-Qur‟an secara qath’i

(pasti, jelas, tidak samar) tidak memerlukan pendekatan akal dan tafsir lagi. Teks di atas Hizbut Tahrir menerjemahkan Kutlah, tidak diterjemahkan secara secara harfiah namun secara konotasi yang berarti (Kelompok Muslim).Dan Menurut Hizbut Tahrir jika kelompok muslim tidak menerapkan hukum selain Islam,maka yang demikian ini digolongkan dalam masyarakat tidak Islami, sehingga layak disebut Dârul Kufur. Dârul Kufur, secara harfiah yang berarti Negara kafir, Hizbut Tahrir menerjemahkan Daarul kufur secara konotasi yaitu Negara/kelompok yang tidak menerapkan hukum Islam.

Teks di atas terdapat kosakata hizb yang tulis miring menandakan kata tersebut belum masuk ke entri Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut Hizbut Tahrir hizb di atas diartikan partai pembebasan.Dan Qiyâdah Fikriyah di artikan kepemimpinan berpikir.hirju az-zawiyah di artikan sudut pandang perspektif. Kosakata tersebut tidak memilikipadanan yang pas di dalam bahasa Indonesia. Namun secara konotasi, arti kosakata tersebut adalah cara pandang ia agar terlihat secara agamis. Dan hal ini menunjukan pola fikir Kelompok Hizbut Tahrir.

Selain temuan atas kajian teks, temuan hasil wawancara memperlihatkan bahwa kata ambilan Arab juga banyak ditemukan dalam peristiwa tutur dan konotasi dikalangan tersebut. Seperti khilâfah islâmiyyah, harakah, mabda, manhaj, daulat islamiyah, jihad, halaqah, mabit, Iqamtul Ad-din.

Manhaj,21 secara etimologi Kata manhaj sering digunakan aktivis HTI, khususnya dalam bahasa tulisan. Manhaj artinya jalan atau metode. Manhaj yang

21

69

benar adalah jalan hidup yang lurus dan terang dalam beragama menurut pemahaman para Shahabat. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Hafiz hahullah menjelaskan perbedaan antara „aqidah dan manhaj. Menurutnya, “Manhaj lebih umum daripada „aqîdah. Manhaj diterapkan dalam „aqîdah, sulûk tasawuf), akhlak, muamalah (interaksi sosial), dan dalam semua kehidupan seorang Muslim. Setiap langkah yang dilakukan seorang Muslim dikatakan manhaj. Adapun yang dimaksud dengan „aqîdah adalah pokok iman, makna dua kalimat syahadat, dan konsekuensinya.22

Mabda, Mabda secara etimologis adalah mashdar mimi dari kata„bada’ a-yabda’u-mabdaan’ yang berarti permulaan. Secara terminologis mabda berarti pemikiran mendasar yang dibangun di atas pemikiran-pemikiran (cabang). Dalam padanan bahasa Indonesia, mabda memiliki padanan dengan kata ideologi. Walaupun mempunyai padanannya dalam bahasa Indonesia, HTI tetap menggunakan kata

mabda ketika menjelaskan tentang ideologi.23

Jihâd, Jihad adalah aktivitas memerangi pihak manapun yang berdiri menentang dakwah Islam, baik yang menyerang Islam lebih dahulu. Dengan kata lain, jihad adalah menyingkirkan segala bentuk rintangan yang menghambat dakwah Islam. Jihad juga memiliki makna seruan dan dakwah kepada Islam serta berperang demi tegaknya dakwah, yaitu jihad fî sabîlillah.

Halaqah secara bahasa bermakna lingkaran. Istilah ini biasa dipakai untuk menyebut majelis-majelis kajian di Masjid Nabi. Sekarang, apa yang dilakukan di Masjid Nabi itu berusaha dihidupkan lagi. Forum-forum kajian keislaman dalam bentuk kelompok-kelompok kecilpun diadakan, dan disebut dengan

22

Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks Keislaman,(Jakarta: UIN Jakarta, 2013), h. 77

23

70

halaqah. Disamping meniru majelis-majelis kajian di Masjid Nabi, forum-forum ini juga diilhami oleh forum pembinaan intensif yang dahulu dilakukan oleh Nabi saw di rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam. Dengan forum intensif inilah Nabi telah berhasil mencetak para as-sabiqûnal Awwalûn (orang-orang pertama masuk Islam) yang kemudian senantiasa mendampingi Nabi dalam dakwah.24

Halaqah Kata halaqah tidak asing lagi bagi kalangan aktivis HTI. Metode ini dianggap cukup efektif, karena pembinaan langsung kepada para anggota dalam jumlah kecil. Halaqah yang berarti lingkaran, lama kelamaan mengalami pergeseran makna, menjadi pengajian dalam kelompok kecil.

Daulat Islamiyah secara etimologi daulat (Negara) Islâmiyah(berasal dari islam, atau berdasarkan norma-norma islam)secara sinonimi sama dengan Daulat Islamiyah, namun dalam pandangan HTI berbeda. Terkonotasikan radikal fundamental.

Dâulah Islâmiyah dan Khilâfah Islâmiyah merupakan dua istilah/ambilan Arab yang menjadi gagasan sentral HTI. Karenanya, dua istilah ini yang paling banyak digunakan oleh HTI. Daulah Islâmiyah yang berarti negara Islam dan Khilâfah Islâmiyah yang berarti kepemimpinan Islam merupakan dua istilah yang sangat melekat dengan HTI.25 Cita-cita dari perjuangan HTI adalah menjadikan NKRI sebagai Daulah Khilâfah Islâmiyah. Pemakaian kedua istilah tersebut tidak menggunakan padanannya dalam bahasa Indonesia, karena konsep yang terdapat dalam kedua istilah tersebut tidak akan sama ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

24

Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks Keislaman,(Jakarta: UIN Jakarta, 2013), h. 77

25

71 Kata Harakah secara etimologi bahasa Arab berarti bergerak. Istilah tersebut kemudian menjadi populer di kalangan HTI dengan arti “sekelompok orang atau suatu gerakan yang mempunyai suatu target tertentu dan mereka berusaha bergerak serta berupaya untuk mencapainya. Dikalangan aktivis HTI, harakah merupakan satu kegiatan yang rutin mereka laksanakan dalam rangka mencapai tujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam keseluruh penjuru dunia. Tujuan harakah berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam (Negeri Islam) dan masyarakat Islam.26

Harakah Kata harakah sudah menjadi ciri khas dari aktivitas HTI. Keberterimaan kata tersebut menjadikannya tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, baik dalam percakapan lisan maupun tulisan. Ketika diterjemahkan menjadi gerakan, maka konsep konotasi harakah yang dimaksud dalam aktivitas HTI menjadi kabur.27

Dari analisis di atas, bisa disimpulkan bahwa penggunaan kata ambilan Arab dalam tindak tutur dan wacana di kalangan anggota HTI bukan saja menjadi identitas mereka, melainkan juga, karena jika digunakan penerjemahannya tidak mewakili makna yang dikehendaki. Penggunaan istilah-istilah tersebut dimaksudkan supaya pesan yang terdapat di dalamnya tidak keluar dari maksud yang dikehendaki oleh HTI sebagai sebuah gerakan yang bertujuan pada tegaknya daulah khilâfah Islâmiyyah.

26

Hasil wawancara dengan Ridlo, korlap, HTI di wilayah Jawa Tengah, pada 4 september 2014

27 Hasil wawancara dengan Ridlo, aktivis HTI di wilayah Jawa Tengah, pada 4 september

72

Yang lebih penting lagi, sebagaimana analisis atas teks di dalam sub HTI di atas, HTI jauh lebih banyak menggunakan kata ambilan Arab yang tidak dikenal/popular di kalangan Islam mainstream. Semua kata ambilan Arab di atas menunjukkan bahwa betapa kata atau bahasa menunjukan pola pikir, termasuk pola keagamaan.28

Mabit Secara bahasa berarti bermalam.Istilah ini sangat terkenal kita dapati pada salah satu rangkaian ibadah haji, yaitu bermalam di Mina.Dalam terminologi dakwah dan pendidikan, mabit adalah salah satu sarana pendidikan untuk membina ruhiyah, melembutkan hati, membersihkan jiwa, dan membiasakan fisik untuk beribadah (khususnya shalat tahajud, dzikir, tadabbur (merenung), dan tafakur (berfikir).

28

Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks Keislaman,(Jakarta: UIN Jakarta, 2013), h. 82

73

74

1 Fikrah Konsep 9

2 Musytarak Ganda 38

3 Gharizah Naluri 73

4 Tharîqah Metode/Penerapan 9

5 Ghazwu ats-tsaqâfi Invasi budaya 8

6 Qiyas Analogi 70

7 Ghanîmah Harta Rampasan Perang 10

8 Mabda Ideologi 11

9 Inqilâbi Revolusioner 11

10 Kulliyyat Umum 12

11 Harakah Pergerakan 14

12 Ishlahiyah Reformasi 14

13 Jihad fi sabililla Perang di jalan Allah 9 14 Tafaqquh fiddîn Mempelajari hukum Islam 18

15 Qiyâdah fikriyyah

Kepemimpinan umat yang didasarkan pada

pemikiran

25

16 Al-mustanîr Cemerlang 25

17 Al-amîq Mendalam 25

18 Al-fikrul amîq Pemikiran yang

mendalam 25

19 Al-fikrul mustanîr Pemeikiran yang

cemerlang 25

75

21 Sirrul hayât Rahasia Hidup//nyawa 28

Dokumen terkait