• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis

Dalam dokumen bab I II III PERANAN DINAS TENAGA KERJA (Halaman 75-88)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Identitas Responden

5.2 Analisis Masalah Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis

Kecamatan Mandau yang ibukotanya Duri merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis yang berada di Pulau Sumatera. Dengan jumlah penduduk 256.108 dan luas wilayah

937,47 KM2. Industri memegang peranan penting dalam perekonomian kemasyarakatan di Kecamatan Mandau. Angka yang tercatat oleh dinas terkait menyebutkan, sebanyak dua industri besar dan lima industri sedang beroperasi di wilayah Kecamatan Mandau. Sedangkan untuk industri kecil 96 unit dan industri mikro 233 unit, selama kurun waktu tahun 2014.

Dengan sangat banyaknya jumlah penduduk, besarnya cakupan wilayah untuk sebuah kecamatan, dan merupakan daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia.Kota Duri menjadi pusat operasional perusahaan raksasa minyak PT. Chevron Pasific Indonesia yang merupakan perusahaan kontrak bagi hasil dengan Pemerintah Republik Indonesia.Selain itu juga banyak tenaga kerja dan perusahaan yang berlokasi di Kecamatan Mandau.

Permasalahan outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dapat di lihat dari masih seringnya aksi demonstrasi yang di lakukan oleh tenaga kerja outsourcing di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis yang berkantor di Kecamatan Mandau. Yang menjadi tuntutan massa aksi demonstrasi serikat pekerja di antaranya adalah menuntut pemerintah agar menghapus system outsourcing, penyelesaian pembayaran upah buruh, upah lembur, pesangon dan jamsostek yang belum di bayarkan, penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan di kecamatan mandau.

Jumlah perusahaan kontraktor yang terdata di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau sebanyak 103 perusahaan (Sumber: Data Perusahaan Kontraktor Dinas Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Kabupaten Bengkalis di Kecamatan Mandau Tahun 2014). Dengan banyaknya jumlah perusahaan dan tenaga kerja tentunya terdapat hubungan industrial di antara kedua belah pihak.Selama terdapatnya hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja selama itulah permasalahan ketenagakerjaan dapat terjadi dan tidak dapat di hindari.

Dalam hal ini Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis H.A.Ridwan Yazid, S.Sos juga menyampaikan setelah sosialisasi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 19 Tahun 2012 dan Surat Edaran 04/MEN/VIII/2013 yang diadakan PT. CPI bekerjasama dengan Disnaker Bengkalis di Gedung Multi Guna PT. CPI bahwa Perusahaan jasa penunjang/sub- kontraktor di Kecamatan Mandau di perkirakan mencapai ratusan namun perusahaan tersebut tidak melaporkan perusahaannya ke kantor Disnaker (Riau Pos, 21 November 2013).

Dengan tidak melapornya perusahaan jasa penunjang/sub-kontraktor ke disnakertrans merupakan sebuah sumber awal terjadinya masalah outsourcing yang terjadi di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis dan mengakibatkan terjadinya perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial yang terjadinya diantaranya adalah

1. Perselisihan hak ; perselisihan yang timbul karena tidak di penuhi nya hak ,akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan,perjanjian kerja,peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

2. Perselisihan kepentingan ; Adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan ,dan atau perubahan syarat – syarat kerja yang di tetapkan dalam perjanjian kerja ,atau peraturan perusahaan ,atau perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja ; perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang di lakukan oleh salah satu pihak

Untuk itu dengan melakukan pembinaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan langkah pertama apabila ada ditemukan perusahaan yang tidak melaporkan perusahaannya dan ketenagakerjaannya.Langkah kedua yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan sosialisasi mengenai aturan perundangan-undangan ketenagakerjaan yang berlaku perihal pentingnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis untuk meminimalisir pelanggaran atas undang-undang yang berlaku karena pada dasarnya pemerintah yang dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja dan transmigrasi kabupaten Bengkalis sebagai pembina, pengawas dan penindakan hukum. Pentingnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transigrasi Kabupaten Bengkalis mengenai hukum ketenagakerjaan dapat meminimalisir terjadinya akan ketidakpahaman dan perbedaan dalam penafsiran peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan serta pentingnya dalam membangun hubungan industrial yang harmonis antar pemerintah dan pengusaha/perusahaan dan juga

tidak merugikan pekerja/buruh nantinya. Langkah ketiga dan terakhir yang dapat dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis yang dalam hal ini pegawai pengawas ketenagakerjaan dengan melakukan penindakan atas pelanggaran hukum yang terjadi dan dapat diberi sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan dan dipertegas oleh Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor SE.3/MEN/III/2014 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan bahwasanya pengusaha atau pengurus dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau dinda setinggi- tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Jumlah pengaduan kasus tenaga kerja perusahaan sub- kontraktor/outsourcing yang di bantu penyelesaiannya oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014 dapat di lihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 : Jumlah Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub- Kontraktor/ Outsourcing Di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

No Nama Perusahaan Tenaga kerjaJumlah Masalah Outsourcing 1. PT. Bosar Alongan Mamora 61 Pesangon Tidak Di Bayarkan

2. PT. Adiarta 39 Pesangon Tidak Di Bayarkan

3. PT. Nata Indonesia 47 Pesangon Tidak Di Bayarkan

4. PT. Mutiara Raaf 4 Pemutusan Hubungan Kerja

5. PT. Burirekatama 2 Pemutusan Hubungan Kerja

6. PT. Atvira 2 Pemutusan Hubungan Kerja

7. PT. Abitech 1 Pemutusan Hubungan Kerja

9. PT. Adil Utama 27 Pemutusan Hubungan Kerja 10. PT. Patar Tekhindo Indonesia 51 Pesangon Tidak Di Bayarkan

11. CV. Cemara 1 Pemutusan Hubungan Kerja

12. CV. Sahabat 4 Pemutusan Hubungan Kerja

13. PT. Multi Structure 66 Pesangon Tidak Di Bayarkan 14. PT. Protect Asia Enginering 90 Pesangon Tidak Di Bayarkan

15. PT. Vadhana Int 1 Pemutusan Hubungan Kerja

16. PT. SBP 17 Pemutusan Hubungan Kerja

17. PT. BEW 48 Pesangon Tidak Di Bayarkan

Jumlah : 17 perusahaan Jumlah : 465 tenaga kerja

Sumber : Data Pengaduan Kasus Tenaga Kerja Perusahaan Sub-Kontraktor/ Outsourcing di Kecamatan Mandau yang di Bantu Penyelesaiannya Oleh Serikat Buruh Riau Independent Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2014

Dari tabel 5.4 dapat dijelaskan bahwa perusahaan sub-kontraktor/outsourcing yang bermasalah berjumlah 15 perseroan terbatas dan 2 Comanditaire Venootschap dan jumlah tenaga kerja yang bermasalah sebanyak 465 tenaga kerja. Permasalahan tenaga kerja sub-kontraktor/outsourcing di sebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan pesangon yang tidak di bayarkan.

Permasalahan pemutusan hubungan kerja pada pengaduan kasus diatas yang penulis dapatkan dari wawancara kepada bapak Sudirman selaku salah satu karyawan PT. Adil Utama dan beliau mengatakan :

“Alasan dari PT. Adil Utama mem-PHK bapak di karenakan perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan yang menyebabkan kami pekerja yang berjumlah 27 orang lainnya terkena PHK.” (Wawancara Tahun 2015)

PT. Adil Utama melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Pemutusan kerja secara sepihak dilakukan tanpa adanya proses pemberhentian hubungan kerja dengan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga, jangka waktu kontrak kerja belum habis sedangkan perusahaan telah melakukan pemutusan

hubungan secara kerja sepihak kepada pekerja/buruh dengan alasan perusahaan ingin melakukan efisiensi keuangan perusahaan yang apabila perusahaan tetap mempekerjakan mereka maka perusahaan dapat merugi. Permasalahan pemutusan hubungan kerja karena perusahaan ingin melakukan efesiensi keuangan perusahaan merupakan suatu bentuk kesalahan dari perusahaan dalam mengelola keuangan perusahaan yang dapat merugikan para pekerjanya. Hubungan pekerja dan perusahaan merupakan suatu hubungan industrial yang telah di atur sebelumnya bahwa mereka telah bersepakat untuk saling memberikan hak dan kewajiban sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu yang telah mereka sepakati dan apabila dalam hal ini pihak pekerja merasa di rugikan karena kesalahan perusahaan dalam mengelola keuangannya padahal masa kontrak kerja belum berakhir maka pekerja bisa untuk menuntut haknya apabila kontrak di putus sepihak oleh perusahaan.

Pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam kondisi perusahaan yang memang benar-benar dalam kesulitan keuangan perusahaan atau perusahaan ingin melakukan efesiensi untuk menekan biaya tenaga kerja.Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan tersebut menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat

(4)”.Namun sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 membatalkan bunyi Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No.13/2013 tentang Ketenagakerjaan.Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara pasal 164 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam putusannya, MK menyatakan PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup secara permanen dan sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam rangka efisiensi.Perusahaan harus memberi tahu karyawan sebelum PHK dilakukan dan alasan PHK.Pada perusahaan tertentu, pemberitahuan ini dilakukan 30 hari sebelum PHK.Setelah memberitahukan kepada karyawan, perusahaan harus mendapatkan izin dari instansi Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja merupakan pilihan terakhir sebagai upaya untuk melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya yang lain dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal itu, perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh beberapa upaya-upaya yang telah termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 diantaranya yakni:

a) Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur;

b) Mengurangi shift;

c) Membatasi/menghapuskan kerja lembur; d) Mengurangi jam kerja;

f) Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu;

g) Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya

h) Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Oleh karena itu dari putusan Mahmakah Konstitusi dapat disimpulkan bahwasanya perusahaan hanya bisa memilih jalan pemutusan hubungan kerja bila perusahaan tersebut tutup permanen. Dengan kata lain, perusahaan yang hanya tutup sementara tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja pekerja/buruhnya pegawainya dengan alasan perusahaan melakukan efesiensi keuangan.

Menurut Celia Mather (2008:28) mengungkapkan bahwasanya outsourcing meninggalkan tiga masalah utama yaitu :

1. Tersingkirnya buruh dari meja kesepakatan negosiasi.

2. Tidak adanya tanggungjawab hukum perusahaan terhadap buruh.

3. Berkurangnya pekerja/buruh tetap sehingga semua buruh masuk kedalam outsourcing, kondisi buruh dalam ketidakpastian.

Permasalahan pesangon yang tidak di bayarkan pada pengaduan di atas yang penulis dapatkan dari wawancara kepada Bapak Bobson Simbolon selaku Kepala bidang Hukum dan HAM SBRI, beliau mengatakan :

“Ada para pekerja yang telah bekerja selama 2 tahun lebih dan ada yang telah bekerja selama tiga tahun lebih yang mana seharusnya mereka ini mendapatkan pesangon sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku dan dengan ini perusahaan telah melanggar hak normatif pekerja outsourcing.“ (Wawancara Tahun 2015)

Permasalahan pesangon bagi para pekerja outsourcing merupakan suatu hal yang kontradiktif.Ini di karenakan para pekerja outsourcing biasanya mendapatkan kontrak di bawah satu tahun, ada yang enam bulan dan tiga bulan.Ini di sebabkan perusahaan ousourcing masih memenangkan proyek tender dari perusahaan pemberi kerja dan mereka melakukan perjanjian kerja waktu tertentu kepada para pekerjanya berkali kali.Dalam perhitungan masa kerja terdapat perbedaan penafsiran antara para pekerja/serikat buruh dengan pihak perusahaan.Para pekerja/serikat buruh dalam perhitungan masa kerja di hitung dari perjanjian kerja waktu tertentu pertama kalinya dibuat sampai yang terakhir atau diakumulasikan dari setiap kontrak perjanjian waktu tertentu yang di buat. Sedangkan pihak perusahaan menghitung masa kerja dari setiap pembaharuan kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah dibuat. Apabila kontrak perjanjian waktu tertentu telah habis masa kontraknya dan dibuat kontrak baru perjanjian waktu tertentu sehingga masa kerja pekerja dihitung dari kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah disepakati dan tidak diakumulasikan masa kontrak perjanjian waktu tertentu yang telah ada.

Pesangon merupakan sebuah kompensasi yang diterima oleh pekerja/buruh apabila mengalami pemutusan hubungan kerja.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan pengusaha.Dalam hal ini terdapat adanya hubungan saling terkait diantara pemberian pesangon dengan alasan berakhirnya hubungan kerja. Untuk itu penulis juga melakukan wawancara

terhadap bapak Agus Sitompul yang merupakan salah satu pekerja dari PT. Bosar Alongan Mamora yang pesangonnya tidak dibayarkan dan beliau mengatakan :

“Alasan berakhirnya hubungan kerja dikarenakan kontrak kerja kami habis dan kami telah bekerja selama 2 tahun” (Wawancara Tahun 2015)

Dari kutipan wawancara diatas dapat diartikan bahwasanya para pekerja menuntut pesangon atas masa kerja yang telah mereka lalui selama 2 tahun dan berhak atas kompensasi pesangon karena kontrak kerja berakhir, yang dalam hal ini kontrak kerja yang digunakan adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Mengenai pemutusan hubungan kerja dengan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu telah diatur dipasal 154 ayat (b) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Mengenai uang pesangon sebenarnya telah diatur dalam pasal 156 ayat (a) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatakan “dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Namun dikarenakan para pekerja yang penulis wawancarai berakhirnya hubungan kerja dikarenakan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu maka para pekerja tersebut tidak berhak atas uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.Ini dikarenakan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwasanya berakhirnya hubungan kerja karena berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu tidak mendapatkan pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Permasalahan masih adanya Comanditaire Venootschap (CV) atau persekutuan komanditer yang mendapatkan pemborongan pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja.Perusahaan outsourcing merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memilik izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.Perusahaan Outsourcing yang bertindak sebagai penyedia jasa pekerja/buruh dan perusahaan pemborongan pekerjaan harus memenuhi persyaratan salah satunya yaitu berbadan hukum perseroan terbatas.Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV bukanlah berbentuk badan hukum.Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pada pasal 24 bagian ketiga persyaratan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh di sebutkan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh haruslah berbentuk badan hokum Perseroan Terbatas (PT). Dalam hal ini terdapatnya pelanggaran atas aturan yang telah ditetapkan mengenai badan hukum yang telah diatur oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.

Latar belakang mengenai mengapa perusahaan outsourcing harus berbadan hukum ini di karenakan agar perusahaan outsourcing tidak terlalu mudah melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya terhadap pihak pekerja/buruh.Apabila pekerja/buruh bekerja di Commanditaire Vennootschap atau persekutuan komanditer atau CV maka hak-hak pekerja/buruh berada di pihak yang lemah dan memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan dengan pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan perseroan terbatas.

Ketentuan yang menetapkan bahwasanya perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum telah diatur oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66 ayat 3. Untuk itu pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Bengkalis haruslah tegas dalam hal masih adanya pelanggaraan atas ketentuan undang-undang mengenai perusahaan outsourcing haruslah berbadan hukum perseroan terbatas karena akan berdampak terhadap timbulnya masalah outsourcing dengan terabaikannya hak- hak pekerja/buruh yang mana seharusnya di terima oleh mereka. Dalam hal ini pemecahan masalah yang dilakukan diantaranya melakukan tindakan preventinf dan represif terhadap pelanggaran ketentuan aturan tersebut.

Dengan mengadakan sosialisasi kepada pengusaha/pengusaha baik principal maupun vendor-vendor yang tidak berbadan hukum mengenai legalisasi praktik outsourcing dan manfaatnya bagi principal, vendor dan pekerja/buruh. Pengusaha-pengusaha yang melaksanakan bisnis outsourcing harus mengetahui dampak dan akibat hukum dari praktik outsourcing illegal yang melibatkan perusahaan perseorangan maupun CV yang secara institusional tidak berbadan hukum dan tidak memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, mengadakan pengawasan ketenagakerjaan secara rutin dan berkelanjutan,memberikan teguran baik lisan maupun tertulis berupa Nota Pemeriksanan kepada principal dan vendor yang tidak berbadan hukum, dan jika perlu menghentikan untuk sementara kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan outsourcing sampai terpenuhinya syarat-syarat dan

ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

5.3 Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam Menangani

Dalam dokumen bab I II III PERANAN DINAS TENAGA KERJA (Halaman 75-88)