• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari percobaan adalah data indeks kompresibilitas, homogenitas serbuk, uji disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.

Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi.

Data sifat alir, sifat fisik, dan uji disolusi tablet dianalisis menggunakan Design Expert 9.0 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk masing-masing respon dan formula optimum. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji ANOVA pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan Design Expert 9.0

dan uji T tidak berpasangan dengan menggunakan R studio 3.2.3. Nilai p-value yang kurang dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid

Serbuk liquisolid yang dihasilkan diuji sifat alirnya untuk mengetahui kemampuan alir serbuk dalam mengisi ruang kompresi pada mesin pencetak tablet sehingga tablet yang dihasilkan memiliki keseragaman bobot yang baik.

Pengujian sifat alir serbuk liquisolid dilakukan dengan metode indeks kompresibilitas.

1. Indeks Kompresibilitas

Indeks kompresibilitas merupakan kemampuan granul untuk berkurang/menurun volumenya setelah diberi tekanan tertentu (Sulaiman, 2007).

Peningkatan nilai indeks kompresibilitas menunjukkan penurunan kemampuan alir serbuk, sedangkan penurunan nilai indeks kompresibilitas menunjukkan peningkatan kemampuan alir. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh bentuk, kerapatan dan ukuran partikel (Sirisha et al., 2012).

Respon indeks kompresibilitas ditunjukkan pada persamaan 13.

Y= 3,50 X1 + 0,05 X2 - 0,01 X1X2 ... (13)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon indeks kompresibilitas ditunjukan pada gambar 5.

Keterangan:

Y = Respon indeks kompresibilitas A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 5. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk liquisolid Pada persamaan (13) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon indeks kompresibilitas. Persamaan (13) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,6836 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil anova untuk persamaan (13) sebesar 0,0011 (p<0,05) maka dapat dinyatakan terdapat perbedaan signifikan, sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap persentase indeks kompresibilitas serbuk liquisolid. Nilai positif menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan indeks kompresibilitas dengan nilai 3,50. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan indeks kompresibilitas, hal ini disebabkan gliserin akan menyebabkan serbuk menjadi basah dan menjadi lebih padat, sehingga berdampak pada peningkatan indeks kompresibilitas. Nilai negatif pada interaksi amilum kentang menunjukkan amilum kentang mampu menyerap gliserin menjadi serbuk kering sehingga

menurunkan indeks kompresibilitas. Hasil indeks kompresibilitas serbuk pada tiap formula menunjukkan indeks kompresibilitas serbuk berada pada rentang 11,49%-13,79% sehingga dapat dikatakan serbuk memenuhi persyaratan indeks kompresibilitas yang baik yaitu berada pada rentang 11%-15% (Arulkumaran et al., 2014).

B. Hasil Uji Homogenitas Serbuk

Uji Homogenitas serbuk dilakukan untuk mengetahui apakah proses pencampuran serbuk yang dilakukan menghasilkan campuran yang homogen.

Pengukuran dilakukan menggunakan working standar glibenklamid dalam metanol pada instrumen spektrofotometer UV untuk menentukan panjang gelombang maksimum. Hasil serapan maksimum terukur pada panjang gelombang 229 nm yang ditunjukan pada gambar 6.

Gambar 6. Spectrum graph glibenklamid dalam metanol (panjang gelombang vs absorbansi)

Menurut Bilal (2013) serapan glibenklamid dalam metanol berada pada panjang gelombang dalam kisaran 229,5 nm. Hal ini tidak berbeda jauh dari penelitian tersebut dalam penentuan absorbansi panjang gelombang dibandingkan dengan hasil yang didapat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbansi

229,0

y = 0,0606x + 0,058 pengganggu (Gandjar and Rohman, 2009). Berikut kurva baku glibenklamid yang ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7. Kurva baku glibenklamid dalam metanol (n=1)

Persamaan kurva baku glibenklamid dalam metanol yang didapat yaitu Y= 0,0606X + 0,058 dengan nilai regresi (r) sebesar 0,998. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linear adalah r dengan nilai diatas 0,99, sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk penetapan kadar obat glibenklamid.

Pengujian homogenitas serbuk dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel pada bagian atas tengah dan bawah cube mixer dan diukur dengan instrumen spektofotometer UV. Hasil penetapan kadar tablet ditunjukan pada tabel V.

Tabel V. Hasil uji homogenitas serbuk liquisolid

Hasil uji homogenitas diperoleh kadar 96,39 ± 1,44 (%) dengan coefficient variation (CV) sebesar 1,49 %, sehingga serbuk yang dibuat dapat dikatakan sudah homogen karena memenuhi persyaratan uji homogenitas yaitu memiliki CV kurang dari 5% (Depkes RI, 2014).

Sample no Kadar glibenklamid (%)

1 95,30

C. Hasil Uji Mutu Fisik Tablet Liquisolid 1. Keseragaman Kandungan Tablet Liquisolid

Uji keseragaman kandungan bertujuan untuk mengetahui kandungan zat aktif tiap tablet liquisolid yang telah dikempa.

Respon keseragaman kandungan ditunjukkan pada persamaan 14.

Y=2,230 X1 + 0,311 X2 - 0,007 X1X2 ... (14)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon keseragaman kandungan ditunjukan pada gambar 8.

Keterangan:

Y = Respon keseragaman kandungan A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 8. Model plot respon keseragaman kandungan tablet liquisolid Pada persamaan (14) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon keseragaman kandungan. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,3347 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil anova untuk persamaan (14) sebesar 0,0820 (p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya kecil terhadap keseragaman kandungan tablet liquisolid. Nilai positif

menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan kadar obat yang terbaca dengan nilai 2,30. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan keseragaman kandungan, hal ini disebabkan penambahan gliserin akan mendispersikan glibenklamid menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga berdampak pada peningkatan kelarutan glibenklamid dalam metanol.

Nilai negatif menunjukkan interaksi amilum kentang dalam menurunkan kadar obat yang terbaca dengan nilai -0,007, hal ini disebabkan komponen amilum kentang memiliki mekanisme pelepasan obat dengan mengembang dalam air sehingga obat sulit untuk lepas. Hasil keseragaman kandungan tablet pada tiap formula menunjukkan kadar tiap tabletnya berada pada rentang 93,65-100,45 dengan nilai penerimaan 2,81-7,56% sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan keseragaman kandungan yaitu memiliki nilai penerimaan kurang dari 15% (Depkes RI, 2014).

2. Kekerasan Tablet Liquisolid

Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kemampuan alir serbuk, kompaktibilitas bahan, tekanan pengempaan, celah antara punch atas dan punch bawah pada saat pengempaan pengempaan.

Respon kekerasan tablet ditunjukkan pada persamaan 15.

Y= –47,83 X1 + 0,03 X2 + 0,24 X1X2 + 0,0003 X1X2(X1X2) ... (15)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon kekerasan tablet ditunjukan pada gambar 9.

Keterangan:

Y = Respon kekerasan tablet A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 9. Model plot respon kekerasan tablet liquisolid

Pada persamaan (15) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dengan amilum kentang memberikan pengaruh respon kekerasan tablet. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,41 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Hasil p-value pada anova untuk persamaan (15) sebesar 0,0001 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap kekerasan tablet liquisolid.

Nilai negatif pada persamaan (15) menunjukkan penggunaan komponen gliserin yang dominan terhadap penurunan kekerasan tablet dengan nilai –47,83.

Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap penurunan kekerasan tablet, hal ini disebabkan gliserin yang dijerap oleh amilum menyebabkan serbuk menjadi lebih lembab sehingga menyebabkan serbuk memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik. Hasil pada tiap formula

memiliki kekerasan tablet pada rentang 4,0–7,8 sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kekerasan tablet yaitu antara 4 kg hingga 8 kg.

3. Kerapuhan Tablet Liquisolid

kerapuhan tablet merupakan parameter kecenderungan tablet untuk terkikis selama penanganan, pengemasan dan pendistribusian. Kerapuhan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kelembaban, kompatibilitas bahan, tekanan pengempaan.

Respon kerapuhan tablet ditunjukkan pada persamaan 16.

Y= 5,23 X1 + 0,001 X2 – 0,026 X1X2 – 0,00003 X1X2(X1X2) ... (16)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon kerapuhan tablet ditunjukan pada gambar 10.

Keterangan:

Y = Respon kerapuhan tablet A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 10. Model plot respon kerapuhan tablet liquisolid

Pada persamaan (16) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon kerapuhan tablet. Persamaan tersebut memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,8557 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat

menggambarkan eksperimental. Nilai p-value pada anova untuk persamaan (16) sebesar 0,0001 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap persentase kerapuhan tablet liquisolid.

Nilai positif pada persamaan (16) menunjukkan penggunaan komponen gliserin meningkatkan kerapuhan tablet dengan nilai 5,23 dan nilai negatif menunjukkan interaksi amilum kentang menurunkan kerapuhan tablet dengan nilai -0,026. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan terhadap peningkatan kerapuhan tablet, hal ini disebabkan gliserin yang dijerap oleh amilum menyebabkan serbuk menjadi lebih lembab dan menghasilkan tablet yang lebih rapuh. Hasil kerapuhan tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa nilai kerapuhan tablet berada pada rentang 0,28–0,67 % sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kerapuhan tablet yaitu memiliki nilai kerapuhan yang kurang dari 1 % (Sharma, 2010).

4. Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh (Siregar, 2008). Waktu hancur dipengaruhi tekanan kompresi dan kompaktibilitas bahan (Aulton, 2007).

Waktu hancur bukan menjadi parameter nilai biovalibilitas dalam tubuh (Depkes RI, 2014).

Respon waktu hancur tablet ditunjukan pada persamaan 17.

Y= –0,480 X1 + 0,002 X2 + 0,002 X1X2 ... (17)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon waktu hancur tablet ditunjukan pada gambar 11.

Keterangan:

Y = Respon waktu hancur tablet A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 11. Model plot respon waktu hancur tablet liquisolid

Pada persamaan (17) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon waktu hancur tablet. Persamaan (17) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,9199 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Nilai p-value untuk anova pada persamaan (17) sebesar 0,0004 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang pengaruhnya besar terhadap waktu hancur tablet liquisolid.

Nilai negatif pada persamaan (17) menunjukkan penggunaan komponen gliserin menurunkan waktu hancur tablet dengan nilai -0,480 dan nilai positif menunjukkan interaksi amilum kentang meningkatkan waktu hancur tablet dengan

nilai 0,002. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan dalam menurunkan waktu hancur, hal ini disebabkan gliserin yang lebih cenderung hidrofil dan larut dalam air sehingga dapat menurunkan waktu hancur tablet.

Komponen amilum kentang memiliki pengaruh dalam meningkatkan waktu hancur, hal ini disebabkan amilum kentang yang memiliki mekanisme mengembang dalam air dan tidak larut dalam air, sehingga dapat meningkatkan waktu hancur tablet. Hasil waktu hancur tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa waktu hancur tablet berada pada rentang 0,81-1,26 menit, sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan waktu hancur tablet yaitu kurang dari 15 menit (Depkes RI, 2014).

D. Hasil Uji Penetapan Kadar Tablet Liquisolid

Uji penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kadar glibenklamid dalam tablet untuk digunakan dalam perhitungan uji disolusi. Hasil penetapan kadar tablet ditunjukan pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil penetapan kadar glibenklamid dalam tablet liquisolid Formula Kadar tablet glibenklamid

×

± SD (%) n= 3

Hasil penetapan kadar pada tiap formula menunjukkan bahwa kadar glibenklamid dalam tablet berada pada rentang 93,44% hingga 99,22%, sehingga

memenuhi persyaratan kadar tablet glibenklamid yang tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % (United States Pharmacopeial Convention, 2014)

E. Hasil Uji Disolusi Tablet Liquisolid 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan working standar glibenklamid dalam buffer phosphate pada instrumen spektrofotometer UV. Hasil serapan maksimum terukur pada panjang gelombang 204,5 nm yang ditunjukan pada gambar 12.

Gambar 12. Spectrum graph glibenklamid dalam buffer phosphate (panjang gelombang vs absorbansi)

Menurut Gianotto (2007) glibenklamid dalam medium buffer phosphate memberikan serapan yang besar pada panjang gelombang 204,5. Dengan demikian panjang gelombang 204,5 nm dapat digunakan sebagai panjang gelombang maksimum dalam penentuan kurva baku glibenklamid dalam medium buffer phosphate.

204,5

y = 0,0982x - 0,006

2. Penentuan Persamaan Kurva Baku

Hasil penentuan persamaan kurva baku pada panjang gelombang 204,5 nm ditunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13. Kurva baku glibenklamid dalam buffer phosphate 0,05 M (n=1) Pada gambar (13) menunjukkan absorbansi pada pengukuran seri kadar glibenklamid berada pada range 0,2-0,8. Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometri hendaknya antara 0,2 hingga 0,8 karena memiliki persen kesalahan terkecil yaitu 0,5% (Gandjar et al., 2009). Berdasarkan pengukuran seri kadar glibenklamid dalam buffer phosphate 0,05 M didapatkan persamaan y = 0,0982x – 0,006 dengan nilai regresi (r) sebesar 0,999. Menurut Miller dan Miller (2010), nilai r yang dianjurkan untuk sebuah analisis dengan menggunakan persamaan regresi linier adalah r dengan nilai diatas 0,99, sehingga persamaan tersebut dapat digunakan untuk uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

0

Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kadar obat yang terlarut sempurna pada medium disolusi pada waktu tertentu. United State Pharmacope XXXVII mensyaratkan bahwa kelarutan tablet glibenklamid dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 75% dengan menggunakan alat tipe II (tipe dayung) dalam medium buffer phosphate pH 8.5. Menurut Brian (2014) medium disolusi buffer phosphate dapat mensimulasikan tubuh pada pengujian disolusi dengan obat yang tergolong dalam asam lemah. Pada penelitian ini waktu uji disolusi selama 45 menit untuk melihat apakah pada waktu tersebut masih terjadi pelepasan zat aktif atau tidak. Hasil pengungkapan disolusi obat dengan melihat nilai Q30 yaitu persentase kadar obat terdisolusi dalam medium pada waktu 30 menit.

Berikut profil uji disolusi tablet liquisolid glibenklamid yang dinyatakan dalam grafik persentase (%) obat terdisolusi dengan waktu yang ditunjukkan pada gambar 14.a dan 14.b.

Gambar 14.a. Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid (n=6)

0

Gambar 14.b. Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid (n=6) Pada pengujian disolusi ini didapatkan hasil akhir medium disolusi yang jernih dengan terdapatnya partikel amilum kentang yang mengembang pada medium disolusi, hal ini disebabkan amilum kentang yang memiliki mekanisme mengembang di dalam air. Kadar glibenklamid yang dapat terdisolusi hingga waktu 45 menit tidak dapat mencapai 100%, hal ini disebabkan karena adanya partikel glibenklamid yang diperantarai gliserin untuk masuk ke dalam amilum kentang dan terjebak hingga amilum kentang tersebut mengembang pada medium disolusi. Hasil disolusi tablet pada tiap formula menunjukkan bahwa disolusi tablet pada waktu 30 menit berada rentang 75,08% - 96,99%, sehingga dapat dikatakan tablet memenuhi persyaratan kadar glibenklamid yang terdisolusi dalam waktu 30 menit tidak kurang dari 75% (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

Respon disolusi tablet liquisolid ditunjukkan pada persamaan 18.

Y= 8,71 X1 + 0,26 X2 - 0,03 X1X2 ... (18)

Keterangan : X1 = Gliserin

X2 = Amilum kentang

Model plot respon disolusi tablet ditunjukan pada gambar 15.

Keterangan:

Y = Respon disolusi tablet A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 15. Model plot respon disolusi tablet liquisolid

Pada persamaan (18) dapat diketahui bahwa gliserin, amilum kentang dan interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh respon disolusi tablet. Persamaan (18) memiliki nilai p-value pada lack of fit sebesar 0,7506 (p>0,05), sehingga dinyatakan persamaan tersebut dapat menggambarkan eksperimental. Nilai p-value untuk anova pada persamaan (18) yang diperoleh sebesar 0,0002 (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antar formula sehingga penambahan tunggal maupun interaksi gliserin dan amilum kentang memberikan pengaruh yang besar terhadap disolusi tablet liquisolid.

Nilai positif pada persamaan (18) menunjukkan penggunaan komponen gliserin dan komponen amilum kentang masing-masing meningkatkan persentase disolusi obat dengan nilai 8,71 dan 0,26. Komponen gliserin memiliki pengaruh yang dominan dalam meningkatkan persentase obat yang terdisolusi, hal ini

disebabkan gliserin dapat meningkatkan pelepasan obat dengan mengecilkan ukuran partikel, meningkatkan persentase obat yang terbasahi dan bertindak sebagai ko-solven. Hasil negatif menunjukkan interaksi komponen gliserin dan amilum kentang menurunkan persentase obat yang terdisolusi, penurunan disolusi terjadi karena komponen gliserin sebagai pelarut dalam jumlah banyak akan membuat obat tetap berikatan dengan gliserin (Hadisoewignyo, 2012) dan komponen amilum kentang memiliki mekanisme pelepasan obat dengan mengembang dalam air sehingga sulit dalam pelepasan obatnya sehingga interaksi keduanya menyebabkan obat sulit untuk lepas dalam waktu tertentu.

F. Penentuan Formula Optimum

Formula optimum ditentukan dengan menggunakan Design Expert versi 9.0 yang diawali dengan menentukan parameter sifat fisik (keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur) dan disolusi tablet liquisolid.

Liquisolid merupakan metode pembuatan sediaan tablet yang diciptakan untuk meningkatkan disolusi obat yang sukar larut, sehingga pada respon uji disolusi diberikan nilai 3 point. Disolusi obat dalam sediaan tablet sangat dipengaruhi oleh waktu hancur, jika waktu yang dibutuhkan tablet untuk terdisintegrasi semakin cepat maka disolusi obat akan berjalan lebih cepat karena terjadi peningkatan luas permukaan pada zat aktif dengan medium disolusi. Sehingga respon waktu hancur diberikan nilai 2.

Nilai dan bobot parameter yang dioptimasi dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon

Respon Goal Minimum

Pada tabel VII pemberian nilai dan bobot respon kemudian dibuat hasil prediksi untuk mendapatkan persamaan polinomial dan grafik untuk setiap respon.

Berikut hasil prediksi Design Expert 9.0 yang dapat dilihat pada gambar 16.

Keterangan:

Y = Respon disolusi tablet A = Komponen gliserin

B = Komponen amilum kentang = Design point

= Convidence interval --- = Tolerance interval

Gambar 16. Model plot formula optimum tablet

Pada gambar 16 menunjukkan ada satu solusi dalam memprediksikan formula optimum dengan proporsi gliserin 25 mg dan amilum kentang 287 mg (100% : 0%) yang sama dengan formula R7 dan R8 dan nilai desirability-nya sebesar 0,905. Desirability merupakan nilai yang besarnya nol sampai dengan satu yang artinya bahwa semakin nilai desirability mendekati satu maka semakin tinggi mendapatkan nilai respon yang diinginkan. Verifikasi data selanjutnya

dilakukan untuk melihat hasil prediksi dengan hasil percobaan yang kemudian dianalisis dengan uji T tidak berpasangan dengan menggunakan R studio 3.2.3.

Berikut hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R2 disajikan pada tabel VIII.

Tabel VIII. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R2

Paramater

Berdasarkan tabel VIII parameter keseragaman kandungan, kekerasan, waktu hancur, kerapuhan, dan disolusi tablet mempunyai nilai p-value lebih dari 0,05 untuk fomula R1 dan R2 sehingga dapat dsimpulkan tidak ada perbedaan signifikan antara prediksi dan hasil formula optimum. Hasil ini menunjukkan bahwa formula hasil percobaan tablet liquisolid glibenklamid sesuai dengan teori dan membuktikan bahwa formula optimum yang didapat dari simplex lattice design dengan Design Expert 9.0 telah valid.

55 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Gliserin sebagai pelarut berpengaruh signifikan meningkatkan persentase kerapuhan, persentase obat yang terdisolusi serta menurunkan kekerasan dan waktu hancur tablet.

2. Campuran bahan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material menghasilkan formula optimum dengan perbandingan konsentrasi gliserin : Amilum kentang (100% : 0%) metode Simplex Lattice Design dengan proporsi jumlah bahan (25 : 287) mg.

B. Saran

1. Perlu dilakukan validasi formula optimum dalam banyak titik agar dapat menggambarkan secara jelas sifat fisik dan disolusi tablet pada formula optimum.

2. Perlu dilakukan validasi metode pada uji penetapan kadar dan disolusi.

3. Perlu dilakukan penurunan bobot tablet sehingga bahan eksipien yang digunakan tidak terlalu banyak karena dosis yang digunakan kecil.

4. Perlu dilakukan pengembangan dalam formula agar dapat memberikan pelepasan obat hingga 100%.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.A., Rasool, A.A., and Rajab, N.A., 2014, Preparation and Comparative Evaluation of Liquisolid Compact and Solid Dispersion of Candesarta Cilexetil, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6, 1-2.

Abdul, B.M., Swathimutyam, P., Padmanabha, R.A., Nalini, S., and Prakash,V.D., 2011, Development and Validation of Glibenclamide in Nanoemulsion Formulation by using RP-HPLC, Journal of Pharmaceutical and Biomedical science, 8, 1-5.

Akbari, J., Saeedi, M., Semnani, K.M., Ghadi, Z.S., Hosseini, S.S., 2015, Improving the Dissolution Properties of Spironolactone Using Liquisolid Technique, Pharmaceutical and Biomedical Research, 1, 59-70.

Allen, L.V., Luner, P.E., 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 404-407.

Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C., 2014, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems 10th edition, Lippincott William &

Wilkins, Baltimore, pp. 203-206, 250-253.

Andrzej, P., Karol, I., Magdalena, N., Ewa, P., 2014, The Excipients Used in the Non-coated Tablets - A REVIEW, Chair and Department of Applied Pharmacy, 26, 10-18.

Anilkumar, S., Arun,W., Amol, P., and Harinith, M., 2010, Development and Characterisation of Oral Dissolving Tablet of Nifedipine Using Camphor as a Subliming Material, Research Journal of Pharmaceutical Biological and Chemical Sciences, 1, 46-49.

Arulkumaran, K.S.G., and Padmapreetha, J., 2014, Enhancement of Solubility of Ezetimibe by Liquisolid Technique, International Journal of Pharmaceutical Chemistry and Analysis, 1, 15-18.

Aulton, M.E., 2007, Aulton’s Pharmaceutics The Design and Manufacture of Medicines 3rd edition, Philadelphia, PP. 16-25.

Alvarez-Nunez, F.A., Medina, C., 2004, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 283-285.

Burra, S., Yamsani, M., Vobalaboina, V., 2011, The Liquisolid technique: an overview, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 47, 476-482.

Debjit, B., Chiranjib, B., Krishnakanth, Pankaj, Chandira, R. M., 2009, Fast Dissolving Tablet, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 1, 163-177.

Dewi, K.S., 2010, Formulasi Sediaan Tablet Fast Disintegrating Antasida dengan Starch 1500 sebagai Bahan Penghancur dan Laktosa sebagai Bahan Pengisi, Skripsi, 2, 13- 20.

Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 753. 1523-1526.

Fudholi, A., 2013, Disolusi & Pelepasan Obat in vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 3,59, 137-138, 142.

Gianotto, E.A.S., Arantes, R.P., Lara-Filho, M.J., Filho A.C.S.C., and Fregonezi-Nery, M.M, 2007, Dissolution Test for Glibenclamide Tablet, Quim.Nova, 30, 1218-1221.

Gubbi, S., and Jarag, R., 2009, Liquisolid Technique for Enhancement of Dissolution Properties of Bromhexine Hydrochloride, J. Pharm and Tech, 2, 382 – 386.

Guy, 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 129-133.

Guy, 2009, Handbook of Pharmaceuticals Excipient, 6th ed., The Pharmaceutical Press, London, pp. 129-133.

Dokumen terkait