• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI CARRIER MATERIAL. Skripsi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI

CARRIER MATERIAL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Buana Cahya Wijaya NIM : 128114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016

(2)

i

FORMULASI SEDIAAN TABLET LIQUISOLID GLIBENKLAMID DENGAN PELARUT GLISERIN DAN AMILUM KENTANG SEBAGAI

CARRIER MATERIAL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh:

Buana Cahya Wijaya NIM : 128114127

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk : Kedua orang tuaku dan kedua kakakku atas motivasi dan doanya Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemaniku

(6)

v

(7)

vi

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas kasih, berkat, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Formulasi Sediaan Tablet Liquislod Glibenklamid dengan Pelarut Gliserin dan Amilum Kentang sebagai Carrier Material” dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini peneliti mendapatkan motivasi, kerja keras, pantang menyerah, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Aris Widyawati, M.Si., PhD., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt. sebagi Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penulisan proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi.

3. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu masukan, kritik dan saran kepada penulis.

4. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.

(9)

viii

5. dr. Fenty M.Kes., Sp.PK sebagai dosen pembimbing akademik atas pendampingannya selama perkuliahan.

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt sebagai Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanat Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Semua dosen-dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah sabar dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Bapak Musrifin, Bapak Agung, Mas Kunto, Bapak Parlan, Bapak Kayat dan segenap laboran dan staff karyawan, yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

9. Adhi darma Wijaya, Debbie Lukito, Indra Cahya Wijaya dan Veronica Cahya Wijaya sebagai orang tua dan kakak yang selalu memberikan doa, semangat dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

10. Teman skripsi seperjuangan Yudha Adi Prabowo dan Desion Sudi yang dapat bekerja sama dengan baik selama penelitian berlangsung.

11. Sahabat-sahabatku Bartolomeus Widiasta, Laurensius Danang Wicaksana, Desion Sudi, Yudha Adi Prabowo, Satrio Budi Utomo, Jonathan Wijaya, Malvin Choco, Kevien Arditanoyo, Michael Giovanni, Bernadus Anggi, Yohannes Wikan, Clarisa Dian, Linda

(10)

ix

Evelina Larisa, Lotmi Barasa, Vinsensia Septima yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan persahabatan yang paling berkesan sampai selamanya.

12. Grup “Change or Die” yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis

13. Teman-teman FST B 2012 dan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang juga memberikan warna selama masa perkuliahan penulis.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungan selama penelitian skripsi.

Penulis menyadari bahwa penyusun skripsi ini masih banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ni. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 20 Juli 2016

Penulis

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKARTA ... . vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tablet Liquisolid ... 5

(12)

xi

1. Definisi liquisolid ... 5

2. Keuntungan dan kerugian tablet liquisolid ... 5

3. Komponen Tablet Liquisolid ... 6

a. Pelarut non-volatile ... 6

b. Carrier material ... 6

c. Coating material ... 6

d. Superdisintegran ... 7

4. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid ... 7

5. Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid ... 9

6. Model matematika tablet liquisolid ... 10

7. Uji sifat alir serbuk liquisolid ... 11

a. Sudut diam ... 11

b. Kecepatan alir ... 12

c. Kerapatan serbuk ruahan ... 12

d. Kerapatan serbuk mampat ... 13

e. Hausner ratio ... 13

f. Indeks kompresibilitas ... 13

g. Distribusi ukuran partikel ... 14

h. Kandungan lembab (Moisture Content) ... 14

8. Uji Mutu tablet liquisolid ... 15

a. Keragaman bobot ... 15

b. Keseragaman kandungan ... 15

c. Kekerasan tablet ... 16

(13)

xii

d. Kerapuhan tablet ... 16

e. Waktu hancur tablet ... 17

f. Disolusi tablet ... 17

B. Monografi Bahan ... 18

1. Glibenklamid ... 18

2. Gliserin ... 19

3. Amilum kentang ... 20

4. HDK Wacker N20 (Aerosil) ... 21

5. Avicel PH 102 (Microcrystalline Cellulose)... 21

6. Sodium Starch Glycolate (SSG) ... 22

7. Magnesium Stearat ... 22

C. Landasan Teori ... 23

D. Hipotesis ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN... 25

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional... 26

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid ... 28

2. Uji mutu serbuk liquisolid ... 29

a. Indeks kompresibilitas ... 29

b. Uji homogenitas serbuk... 29

(14)

xiii

1) Pembuatan larutan induk ... 29

2) Penentuan panjang gelombang maksimum ... 29

3) Pembuatan kurva baku ... 30

4) Homogenitas serbuk ... 30

3. Uji mutu tablet liquisolid ... 30

a. Uji keseragaman kandungan ... 30

b. Uji kekerasan tablet ... 31

c. Uji kerapuhan tablet ... 31

d. Uji waktu hancur tablet ... 31

e. Penetapan kadar ... 31

f. Uji disolusi ... 32

1) Pembuatan larutan bufer fosfat pH 8,5 ... 32

2) Pembuatan larutan induk ... 32

3) Penentuan panjang gelombang maksimum ... 32

4) Pembuatan kurva baku ... 32

5) Uji disolusi tablet ... 33

F. Analisis Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Uji Sifat Alir Serbuk Liquisolid ... 35

1. Indeks kompresibilitas ... 35

B. Hasil Uji Homogenitas Serbuk Liquisolid ... 37

C. Hasil Uji Mutu Tablet Liquisolid ... 40

1. Keseragaman kandungan tablet... 40

(15)

xiv

2. Kekerasan tablet ... 41

3. Kerapuhan tablet ... 43

4. Waktu hancur tablet ... 44

D. Hasil uji Penetapan Kadar tablet ... 46

E. Hasil Uji Disolusi Tablet ... 47

1. Penentuan Panjang gelombang maksimum ... 47

2. Penentuan Persamaan Kurva baku ... 48

3. Uji Disolusi Obat ... 49

F. Penentuan Formula Optimum ... 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 60

BIOGRAFI PENULIS ... 122

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ... 12

Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori .. 14

Tabel III. Penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet ... 16

Tabel IV. Formula tablet liquisolid glibenklamid ... 28

Tabel V. Hasil uji homogenitas serbuk liquisolid ... 39

Tabel VI. Hasil penetapan kadar tablet liquisolid glibenklamid ... 46

Tabel VII. Pemberian nilai dan bobot pada respon ... 52

Tabel IX. Hasil prediksi formula optimum dan hasil formula R1 dan R2 .. 54

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema secara umum liquisolid ... 8

Gambar 2. Struktur kimia glibenklamid ... 18

Gambar 3. Struktur kimia gliserin ... 20

Gambar 4. Struktur kimia amilum kentang ... 20

Gambar 5. Model plot respon indeks kompresibilitas serbuk ... 36

Gambar 6. Spectrum graph glibenklamid dalam Methanol ... 37

Gambar 7. Kurva Baku Glibenklamid dalam metanol ... 38

Gambar 8. Model plot respon keseragaman kandungan tablet ... 40

Gambar 9. Model plot respon kekerasan tablet ... 42

Gambar 10. Model plot respon kerapuhan tablet ... 43

Gambar 11. Model plot respon waktu hancur tablet ... 45

Gambar 12. Spectrum graph glibenklamid dalam bufer fosfat pH 8,5 ... 47

Gambar 13. Kurva baku glibenklamid dalam bufer fosfat ... 48

Gambar 14.a Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid R1-R4 (n=6) ... 49

Gambar 14.b Profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid R5-R8 (n=6) ... 50

Gambar 15. Model plot respon disolusi tablet ... 51

Gambar 16. Model plot formula optimum tablet ... 53

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat Analisis (Certificate Of Analysis COA) ... 60

Lampiran 2. Hasil spektrofotometer UV glibenklamid ... 67

Lampiran 3. Data hasil uji sifat alir serbuk ... 69

Lampiran 4. Data hasil uji homogenitas campuran ... 70

Lampiran 5. Data hasil uji sifat fisik tablet ... 71

Lampiran 6. Data penetapan kadar tablet ... 77

Lampiran 7. Data hasil uji disolusi tablet ... 78

Lampiran 8. Perhitungan keseragaman kandungan ... 102

Lampiran 9. Perhitungan disolusi tablet ... 104

Lampiran 10. Data hasil kurva baku glibenklamid ... 106

Lampiran 11. Analisis statistik sifat alir, sifat fisik dan disolusi tablet liquisolid glibenklamid dengan Design Expert 9.0 dan formula optimum ... 109

Lampiran 12. Analisis statistik sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan sofware R studio 3.23 ... 114

Lampiran 13. Dokumentasi ... 117

(19)

xviii INTISARI

Glibenklamid merupakan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea yang digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II dan termasuk dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) 2 yang memiliki kelarutan rendah dalam air dan memiliki permeabilitas tinggi. Penelitian ini memformulasikan sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi pada tablet liquisolid glibenklamid serta mengetahui proporsi optimum campuran bahan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material dalam tablet liquisolid glibenklamid.

Pada penelitian ini menggunakan metode simplex lattice design untuk optimasi formula dengan perbandingan run gliserin : amilum kentang R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%). Pengujian sifat serbuk meliputi indeks kompresibilitas. Pengujian sifat fisik tablet meliputi keseragaman kandungan, kekerasan, waktu hancur, kerapuhan, dan disolusi. Analisis data dengan menggunakan Design Expert 9.0.

Hasil penelitian menunjukkan gliserin berpengaruh signifikan meningkatkan respon kerapuhan, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi serta menurunkan kekerasan dan waktu hancur dengan proporsi optimum campuran gliserin : amilum kentang pada jumlah 25 mg dan 287 mg (100% : 0%).

Kata kunci : liquisolid, glibenklamid, gliserin, amilum kentang, disolusi tablet, simplex lattice design.

(20)

xix ABSTRACT

Glibenclamide is an oral antidiabetics drug used for the treatment of diabetes type II and include as Biopharmaceutics Classification System (BCS) II which has a low solubility in water and high permeability. This research is formulation liquisolid glibenclamide tablet dosage with glycerin solvent and potato starch as carrier material. This study aims to determine the effect of solvents glycerin and potato starch as carrier material on the physical properties and dissolution profile in liquisolid glibenclamide tablet as well as to get optimum proportions of glycerin solvent and potato starch as carrier material in glibenclamide liquisolid tablet.

This study uses the method of optimization models simplex lattice design with a comparison of each formula Run (R) glycerin : potato starch are R1 and R2 (0%: 100%), R3 (25%: 75%), R4 and R5 (50%: 50%), R6 (75% : 25%), R7 and R8 (100%, 0%). Powder evaluation includes compressibility index.

Evaluation tablet includes tablet content uniformity, hardness, friability, disintegration time and dissolution.

Data evaluation and evaluation of tablet powder was analyzed by Design Expert 9.0. The results showed that glycerin significantly increase friability, percentage drug dissolution, also decrease tablet hardness and disintegration time of tablet with optimum mixture proportion glycerin : potato starch by an amount of 25 mg and 287 mg (100%: 0%).

Key words : glibenclamide, glycerin, potato starch, physical properties, dissolution tablet, simplex lattice design.

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Glibenklamid adalah salah satu obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II.

Glibenklamid merupakan obat yang termasuk dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) 2 yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas tinggi (Sirisha, Sruthi, and Eswariah, 2012). Pada obat yang termasuk dalam BCS II, bioavailabilitas obat ditentukan dari kelarutan obat tersebut dalam cairan gastrointestinal (Savjani, Gajjar and Savjani, 2012), sehingga diperlukan teknik dalam formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat, diantaranya pengecilan ukuran partikel (mikronisasi), penambahan surfaktan, pembuatan obat dalam bentuk garam, pembentukan kompleks, atau dengan pembuatan dispersi solid, dan Liquisolid (Hadisoewignyo, 2012).

Pada penelitian ini dilakukan formulasi tablet liquisolid untuk meningkatkan kelarutan obat glibenklamid. Liquisolid merupakan salah satu teknik dalam meningkatkan laju disolusi obat yang memiliki keuntungan pada pembuatannya yang sederhana dengan biaya produksi yang relatif murah serta dapat meningkatkan bioavailabilitas obat yang tergolong BCS II dan BCS IV (Mahapatra et al., 2014). Liquisolid membutuhkan 2 komponen utama berupa pelarut dan carrier materialr Syarat pelarut dalam tablet liquisolid yaitu harus inert, memiliki titik didih yang tinggi, viskositas yang rendah, dan bersifat non-

(22)

volatile. Contoh pelarut yang biasa digunakan PEG, propilen glikol, tween, gliserin, dimetil etil asetamida, polisorbat (Syed and Pavani, 2012). Syarat carrier material yaitu harus memiliki daya absorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap suspensi obat. Contoh carrier material yaitu starch, cellulose dan laktosa (Kulkarni, Aloorkar, Mane and Gaja, 2010).

Pada penelitian ini digunakan pelarut berupa gliserin, bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada suatu formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air. Glibenklamid memiliki kelarutan dalam gliserin yang cukup tinggi dibandingkan beberapa pelarut lainnya yaitu sebesar 7,17 µg/mL (Singh et al., 2012). Gliserin diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan dapat memperbaiki profil disolusi pada beberapa obat seperti Spironoloacton (Akbari et al., 2015), indometachin (Saeedi et al., 2011).

Pada penelitian ini juga digunakan amilum kentang sebagai carrier.

Amilum banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi sediaan tablet untuk dapat hancur dengan baik dalam medium disolusi dan memiliki laju disolusi yang tinggi (Javadzadeh, Siahi, Asnaashari and Nokhodchi, 2007). Amilum kentang juga memiliki kemampuan disintegrasi serta pelepasan obat yang baik dibandingkan amilum padi dan amilum jagung (Andrzej, Karol, Magdalena and Ewa, 2014). Amilum diketahui telah berhasil digunakan untuk formulasi likuisolid dan dapat memperbaiki profil disolusi serta menurunkan kerapuhan tablet pada beberapa obat seperti Lovastatin (Shyam et al., 2014) glyburide (Mohiuddin et al., 2014), carbamazepine (Vranikova et al., 2013).

(23)

Formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan persentase obat yang terdisolusi serta mendapatkan proporsi formula optimum sediaan tablet liquisolid glibenklamid.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, timbul beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid?

2. Berapa proporsi optimum campuran pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material dalam tablet liquisolid glibenklamid?

C. Keaslian Penelitian

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan berbagai macam kombinasi pelarut dan carrier material diantaranya PEG 400 dengan MCC oleh Sirisha (2012), propilen glikol dengan Amilum kentang oleh Arun Kumar (2012), Synperonic PE/L44, dan Cremophor ELP dengan Amilum kentang oleh Javaheri (2014). Formulasi sediaan tablet Glibenklamid untuk meningkatkan kecepatan disolusi dengan teknik Liquisolid dengan kombinasi pelarut tween 80 dan carrier material dengan Amilum jagung oleh Sirisha (2012). Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang “Formulasi Sediaan Tablet Liquisolid Glibenklamid dengan Pelarut Gliserin dan Amilum kentang sebagai Carrier Material” belum pernah dilakukan.

(24)

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian untuk pengembangan formulasi tablet liquisolid glibenklamid dengan pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sediaan tablet liquisolid gilbenklamid bagi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian a) Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

b) Tujuan khusus

Mengetahui proporsi campuran pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material terhadap sifat fisik dan profil disolusi tablet liquisolid glibenklamid.

(25)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tablet Liquisolid 1. Definisi liquisolid

Liquisolid merupakan suatu teknik pembuatan tablet untuk meningkatkan laju disolusi obat yang diperkenalkan oleh Spires pada tahun 2002 (Spireas, 2002). Metode ini telah diketahui dapat meningkatkan luas permukaan obat dan persen obat terbasahi, liquisolid pada obat dengan kelarutan yang rendah dalam air diharapkan dapat meningkatkan pelepasan dan bioavailabilitas obat secara oral (Pavani, Noman dan Syed, 2013). Formulasi tablet liquisolid dapat diterapkan pada berbagai macam obat yang sukar larut air atau hampir tidak larut air dengan dosis obat yang kecil (kurang dari 100 mg) (Sinkar, Gondkar and Saudagar, 2015).

2. Keuntungan dan Kerugian dari Teknik Liquisolid

Adapun beberapa keuntungan dari teknik liquisolid antara lain metode pembuatannya sederhana, biaya produksi yang rendah, meningkatkan pelepasan dan bioavailabilitas obat yang tergolong BCS II dan BCS IV, memiliki bioavailabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan tablet konvensional, pelepasan obat tidak dipengaruhi makanan dan pH pada obat oral dengan kelarutan yang rendah dalam air (Mahapatra et al, 2014). Sedangkan kerugian dari metode ini adalah memiliki keterbatasan dalam memformulasikan obat dengan dosis besar (lebih dari 100 mg), dikarenakan pada obat dengan dosis yang besar

(26)

dibutuhkan penambahan pelarut, carrier material dan coating material dalam jumlah yang besar untuk mendapatkan sifat alir dan kompresibilitas baik sehingga dapat meningkatkan bobot tablet (Syed et al., 2012).

3. Komponen tablet liquisolid a. Pelarut non volatile

Pelarut non volatile merupakan bahan yang bertindak sebagai surfakatan untuk membantu kelarutan bahan aktif dalam air. Syarat pelarut dalam liquisolid bersifat inert, tidak menguap, memiliki titik didih tinggi, dapat melarutkan bahan aktif dan dapat terdispersi dalam sistem liquisolid. Contoh pelarut non–volatile yang dapat digunakan dalam formulasi tablet liquisolid antara lain PEG, propilen glikol, tween, gliserin, dimetil etil asetamida, polisorbat (Syed et al., 2012).

b. Carrier material

Carrier material merupakan bahan yang berfungsi sebagai penyerap liquid medication dalam formulasi tablet liquisolid. Syarat carrier material yang dapat digunakan dalam formulasi liquisolid antara lain memiliki pori dan daya serap yang mencukupi untuk menyerap liquid medication. Contoh carrier yang dapat digunakan dalam formulasi tablet liquisolid antara lain amilum, beberapa tingkatan microcrystalline cellulose dan laktosa. (Syed et al., 2012).

c. Coating material

Coating material merupakan bahan yang digunakan untuk melapisi partikel basah carrier yang telah menyerap liquid medication, sehingga menghasilkan serbuk yang kering (Priya, Kumari, Ankita, 2013). Syarat coating material yang baik adalah memiliki diameter partikel berkisar antara 0,01-5 µm

(27)

dan daya adsorpsi yang tinggi untuk menghasilkan serbuk yang kering dan memiliki laju alir yang baik. Coating material yang relatif sering digunakan dalam formulasi liquisolid adalah colloidal silicon dioxide (Aerosil®, Cab-O-Sil® M5) (Vraníková and Gajdziok, 2013).

d. Superdisintegran

Superdisintegran merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat waktu hancurnya tablet dalam medium air, dan dapat terdisintegrasi menjadi partikel penyusunnya sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Jenis bahan penghancur seperti pati dan jenis-jenis lainnya merupakan jenis bahan penghancur yang umumnya digunakan dan harganya relatif murah. Biasanya digunakan dengan konsentrasi 5- 20% dari berat tablet (Lachman, Ziff and Spiro, 1994). Syarat-syarat bahan superdisintegran harus menghasilkan kehancuran yang cepat, memenuhi kompaktibilitas yang baik, ukuran partikel kecil,dan memiliki sifat alir yang baik (Debjit, Chiranjib, Krishnakanth, Pankaj, and Chandira, 2009). Superdisintegran memiliki daya mengembang yang sangat tinggi dan cepat pada medium air sehingga mampu mendesak penyusun tablet lainnya ke arah luar secara cepat yang akan menyebabkan tablet dapat segera hancur (Sulaiman, 2007).

4. Cara pembuatan sediaan tablet liquisolid

Tablet liquisolid dibuat dengan cara menambahkan bahan aktif yang sukar larut dalam air ke dalam pelarut non-volatile hingga membentuk suspensi yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non- adherent dan siap untuk dikempa setelah penambahan carrier material dan

(28)

dicampur ditambahkan

ditambahkan

dicampur ditambahkan

coating material (Gubbi and Jarag, 2009). Berikut merupakan tahapan secara umum pembuatan tablet liquisolid pada gambar 1.

ditamba

dicampur

Gambar 1. Skema secara umum liquisolid (Priya et al., 2013).

Tablet liquisolid dirancang khusus dengan menambahkan bahan obat ke dalam pelarut hingga terbentuk suspensi obat yang di serap oleh carrier material sehingga suspensi obat dapat terdispersi merata pada sediaan serbuknya (Spireas, 2002). Tablet liquisolid dapat diaplikasikan dengan baik untuk bahan obat dengan dosis kecil. Peningkatan laju pelepasan obat sebanding dengan fraksi obat yang berada dalam dispersi molekulernya (Hadisoewignyo, 2012).

Pembuatan tablet liquisolid umumnya menggunakan superdisintegran dan bahan pelicin. Superdisintegran dapat membuat tablet menjadi mudah untuk hancur sehingga dapat membuat tablet menjadi lebih cepat untuk terdisolusi.

Bahan pelicin digunakan untuk memudahkan serbuk untuk mengalir sehingga dapat dikempa menjadi tablet (Hadisoewignyo, 2012).

Bahan aktif + Pelarut non-

volatile solven

Carrier dan coating material

Serbuk kering

Disintegran Eksipien lain

(pelicin dan pengikat) Dikempa

menjadi tablet

(29)

5. Mekanisme meningkatnya pelepasan obat liquisolid a. Meningkatnya luas permukaan bahan obat

Ketika obat dalam sistem liquisolid larut dalam pelarut non-volatile, obat akan berada pada keadaan dispersi molekuler di dalam carrier. Hal ini menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar sehingga pelepasan obat meningkat. Dalam tablet liquisolid, pelepasan obat akan menjadi cepat karena luas permukaan obat besar dibanding dengan partikel obat yang dibuat dengan metode cetak langsung yang memiliki luas permukaan yang kecil untuk obat yang sulit larut (Vraníková et al., 2013).

b. Meningkatnya kelarutan obat dalam air

Perlu diketahui bahwa sedikit jumlah pelarut non-volatile dalam liquisolid tidak ikut melarutkan bahan obat. Pada antar permukaan padat-cairan (liquisolid tablet dan medium disolusi), sangat memungkinkan sedikit jumlah dari pelarut tersebut berdifusi keluar bersama dengan molekul obat dan bertindak sebagai ko-solven yang akan membantu meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air (Lohithatsu et al., 2014).

c. Meningkatkan proses pembasahan

Pelarut non-volatile dalam liquisolid dapat bertindak sebagai surfaktan dengan menurunkan tegangan permukaan antara permukaan tablet dengan medium disolusi sehingga pembasahan dari partikel-partikel obat liquisolid meningkat (Vraníková et al., 2013). Pembasahan dalam liquisolid ini dapat dilihat dari sudut kontak yang kecil. Sudut kontak yang kecil berarti pembasahan meningkat (Kulkarni et al., 2010).

(30)

6. Model matematika tablet liquisolid

Suatu pendekatan matematika yang dinyatakan Spireas dalam formulasi liquisolid untuk menghitung jumlah non-volatile solvent, carrier material dan coating material sehingga serbuk liquisolid memiliki kemampuan mengalir dan kompresibilitas yang baik. Rasio eksipien (R) merupakan rasio dari jumlah carrier (Q) dan coating material (q), nilai R ditunjukan dengan persaaman (1)

R = ... (1) Liquid load factor (Lf) merupakan rasio dari jumlah liquid medication (W) dan carrier material (Q). Nilai Lf ditunjukkan persamaan (2).

Lf = ... (2) Kecepatan disolusi pada liquisolid akan semakin tinggi seiring meningkatnya rasio eksipien (R) pada rentang 5 hingga 20. (Burra, Yamsani, Vobalaboina, 2011). Serbuk liquisolid akan memiliki sifat alir yang baik pada nilai rasio 20 (Satheeshbabu, Ghowthamarajan, Gayathri, Saravanan, 2011). Nilai rasio eksipien yang rendah akan mengakibatkan penurunan kecepatan disolusi dan meningkatnya nilai Lf akan menurunkan sifat kompresibilitas campuran akhir (Vajir, Sahu, Ghuge, Bang, Bakde, 2012). Nilai Lf yang tinggi dan Rasio eksipien yang rendah akan menghasilkan tablet dengan jumlah liquid medication yang berlebihan dan tidak dapat diserap oleh pembawa, sehingga akan menurunkan sifat kompresibilitas dan menyebabkan sejumlah liquid medication yang keluar dari partikel primer ketika di kempa. Pada beberapa kasus, difusi obat pada partikel primer lebih cepat dibanding difusi obat pada stagnant layer

(31)

(Hadisoewignyo, 2012). Hubungan antara liquid load factor (Lf) dan nilai R ditunjukkan dengan persamaan (3) dan persamaan (4).

Lf = ɸ + φ (1/R) ... (3) Lf = Ψ+ϕ (1/R) ... (4) Nilai Ψ dan ϕ menyatakan jumlah maksimum pelarut non-volatile yang digunakan dan memiliki kompaktibilitas yang baik yang ditandai dengan kekerasan tablet yang mencukupi dan tanpa adanya cairan yang keluar pada saat pencetakan tablet (Abbas, Rasool, and Rajab, 2014 ).

7. Uji sifat alir serbuk liquisolid

Sifat alir serbuk sangat penting dalam memastikan proses pencampuran yang efisien serta menjaga keseragaman bobot tiap tablet saat dikempa. Sifat alir serbuk dipengaruhi oleh ukuran, bentuk partikel, bobot jenis, kelembapan yang menyebabkan adanya kohesif antar partikel. (Siregar, 2008). Metode-metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi sifat alir serbuk antara lain:

a. Sudut diam

Sudut diam merupakan sudut permukaan bebas yang terjadi antara tumpukan serbuk terhadap bidang horizontal yang dipengaruhi oleh kohesi antarpartikel. Nilai sudut diam digunakan untuk mengetahui mampu alir serbuk yang dipengaruhi oleh kohesi antar partikel. Serbuk yang tidak kohesif akan memiliki sifat alir yang baik, menyebar dan membentuk timbunan yang rendah sedangkan serbuk yang lebih kohesif akan membentuk timbunan yang lebih tinggi yang kurang menyebar. Pengukuran sudut diam dapat dilakukan dengan

(32)

menggunakan metode sudut jatuh. (Siregar, 2008). Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk ditunjukkan pada tabel I.

Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk Sudut diam (o) Sifat aliran

< 25 Sangat baik

25-40 Baik

40-45 Cukup baik

> 45 Sangat buruk

(Aulton, 2007).

b. Kecepatan alir

Kecepatan alir merupakan waktu yang dibutuhkan sejumlah serbuk untuk mengalir melalui suatu alat. Mudah tidaknya granul atau serbuk dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, kerapatan, kelembaban granul.

Kecepatan alir serbuk = ( ) ( )

...(5) 100 gram serbuk dengan kecepatan alir 10 g/detik dapat dikatakan baik (Siregar, 2008).

c. Kerapatan serbuk ruahan

Kerapatan serbuk ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan terhadap volume termasuk kontribusi volume pori antarpartikel. Kerapatan serbuk ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel serbuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan dinyatakan dalam gram per mL (g/mL).

Kerapatan serbuk ruahan, dapat dihitung dengan rumus:

... (6)

(33)

M merupakan bobot serbuk dan Vo merupakan volume wadah dalam satuan mL (Depkes RI, 2014).

d. Kerapatan serbuk mampat

Kerapatan serbuk mampat adalah tingkatan dari kerapatan serbuk mampat yang diperoleh dengan cara mengetuk dengan secara mekanis gelas ukur atau bejana pengukur yang berisi serbuk. Kerapatan serbuk mampat, dapat dihitung dengan rumus :

... (7) M merupakan bobot serbuk dan Vf merupakan volume setelah pengetukan.

(Depkes RI, 2014).

e. Hausner ratio

Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan alir dari serbuk, dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu, tergantung dari metode yang digunakan untuk menentukannya (Arulkumaran and Padmapreetha, 2014).

Uji Hausner ratio dapat dinyatakan dengan rumus :

...(9) Vo merupakan bobot volum sebelum dimampatkan dan Vf merupakan bobot volum setelah pengetukan (Depkes RI, 2014).

f. Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas yaitu kemampuan granul untuk menurunkan volumenya (memampatkan diri) pada tekanan tertentu. Indeks kompresibilitas dipengaruhi oleh kerapatan, ukuran dan bentuk partikel. Semakin kecil persen

(34)

indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin baik sifat alirnya. Sebaliknya, semakin besar indeks pengetapan serbuk atau granul, semakin buruk sifat alirnya (Sirisha et al., 2012). Uji ini dapat dinyatakan dengan rumus :

...(8) (Depkes RI, 2014).

Berikut merupakan paramater indeks kompresibilitas, hausner ratio dan kategori yang disajikan pada tabel II.

Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori Indeks kompresibilitas (%) Hausner ratio Kategori

< 10 1,00-1,11 Sangat Baik

11-15 1,12-1,18 Baik

16-20 1,19-1,25 Cukup Baik

21-25 1,26-1,34 Agak Baik

26-31 1,35-1,45 Buruk

32-37 1,46-1,59 Sangat Buruk

>38 > 1,60 Sangat Buruk Sekali

(Arulkumaran et al., 2014).

g. Distribusi Ukuran Partikel

Ukuran dan distribusi ukuran partikel atau granul akan mempengaruhi bobot tablet, keseragaman bobot, waktu disintegrasi, kerapuhan (friabilitas) sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada granulasi basah. Metode yang sering digunakan untuk mengukur ukuran partikel dan distribusi partikel adalah mikroskopi, pengayakan dan sedimentasi (Dewi, 2010).

h. Kandungan Lembab (Moisture Content)

Material yang akan dikempa harus memiliki kandungan lembab/kadar air dalam batas-batas tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir, proses pengempaan, kompatibilitas dan stabilitas. Salah satu cara untuk

(35)

mengetahui kelembaban suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan bobot keringnya. Angka hasil perhitungan ini dianggap sebagai kandungan lembab (MC/moisture content) (Sulaiman, 2007).

Persamaan untuk menghitung moisture content yaitu:

...(10) (Dewi, 2010).

8. Uji Mutu tablet liquisolid a. Keseragaman bobot

Keseragaman bobot tablet menentukan dosis dari tiap tablet yang telah diproduksi. Keseragaman bobot dapat ditentukan berdasarkan penetapan kadar zat aktif pada contoh bets yang mewakili menggunakan metode analisis yang sesuai (Depkes RI, 2014). Variasi bobot tablet yang dikempa dipengaruhi oleh jumlah serbuk yang memenuhi die pada proses pengempaan tablet (Allen, Popovich, Ansel, 2014).

b. Keseragaman kandungan

Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing – masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan. Keseragaman kandungan untuk sediaan padat ditentukan dengan cara menetapkan kadar masing-masing 10 satuan menggunakan metode analisis yang sesuai dan kemudian dihitung nilai penerimaan. Perhitungan nilai penerimaan dengan rumus :

Np = | | ...(11)

(36)

M merupakan nilai rujukan , merupakan rata-rata dari masing-masing kandungan (X1, X2,…Xn) yang dinyatakan dalam persentase, k merupakan konstanta penerimaan dan s merupakan simpangan baku sampel.

Berikut merupakan penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet yang disajikan pada tabel III.

Tabel III. Penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet

Bentuk sediaan Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif

Tablet ≥ 25 mg dan ≥ 25% < 25 mg atau < 25%

Tidak bersalut

Keragaman bobot Keseragaman kandungan Salut Selaput Keragaman bobot Keseragaman

kandungan Lainnya Keseragaman

kandungan

Keseragaman kandungan (Depkes RI, 2014).

c. Kekerasan tablet

Tablet harus cukup kuat untuk mempertahankan bentuk selama mengalami perlakuan mekanik pada saat proses pengemasan, transportasi, hingga pada saat pemakaian (Arulkumaran et al., 2014). Kekerasan tablet merupakan parameter penting dalam pembuatan tablet karena dapat mempengaruhi proses disintegrasi dan disolusi tablet (Allen et al., 2014). Kekerasan tablet dipengaruhi oleh bobot bahan, kompatibilitas bahan, tekanan pengempaan, celah antara punch atas dan punch bawah pada saat pengempaan pengempaan (Siregar, 2008)

d. Kerapuhan tablet

Kerapuhan tablet merupakan kecenderungan tablet untuk remuk selama penanganan, pengemasan dan pengiriman (Allen et al., 2014). Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan tablet yang terjadi

(37)

akibat goncangan atau gesekan selama pengangkutan. Kerapuhan tablet dianggap cukup baik bila hasilnya kurang dari 1 % (Sulaiman, 2007).

e. Waktu hancur tablet

Waktu hancur tablet adalah waktu yang diperlukan tablet untuk pecah dan menjadi partikel-partikel penyusunnya, sehingga akan meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan cairan dalam tubuh. Tekanan kompresi akan mempengaruhi waktu hancur tablet. Semakin besar tekanan kompresinya pada maka waktu hancur tablet makin lambat (Siregar, 2008). Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit (Allen et al., 2014). Selain tekanan kompresi waktu hancur tablet juga dipengaruhi oleh pemilihan bahan pembuatan tablet (Aulton, 2007)

f. Disolusi tablet

Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu medium. Pada umumnya medium yang digunakan berupa air.

Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga prosesnya diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu.

Disolusi juga merupakan tahap penentu terjadinya absorpsi. Berdasarkan laju disolusi, dapat diperkirakan kecepatan absorbsi yang mempengaruhi mulai kerja, intensitas, dan lama kerja obat di dalam tubuh.Pada tahun 1897, Noyes dan Whitney mencoba menguantifikasikan jumlah obat yang terlarut melalui persamaan :

dW/dt = D.S/h (Cs-C) ... (12)

(38)

W merupakan berat zat aktif yang terlarut dalam medium selama waktu t, sehingga dW/dt adalah kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu). D adalah koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium yang digunakan, S adalah luas kontak muka zat aktif- medium, h adalah tebal lapisan tipis (film-difusi), sedangkan Cs adalah konsentrasi dalam keadaan saturasi. Harga C menunjukkan konsentrasi zat aktif terlarut pada saat t (Fudholi, 2013).

Pengujian disolusi sediaan tablet liquisolid glibenklamid mengikuti penerimaan uji disolusi tablet glibenklamid yang tertera dengan nilai Q30 yaitu 75% zat aktif glibenklamid harus dapat larut setelah 30 menit dalam medium disolusi (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

B. Monografi bahan 1. Glibenklamid

Glibenklamid merupakan serbuk hablur putih atau hampir putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Glibenklamid mempunyai berat molekul sebesar 494.00 dengan Titik leleh 169,50C (Abdul, Swathimutyam, Padmanabha, Nalini, and Prakash, 2011). Glibenklamid (Gliburide) merupakan antidiabetik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe II memiliki durasi aksi obat selama 24 jam (Sweetman, 2009).

Gambar 2. Struktur Kimia Glibenklamid (Abdul et al., 2011).

(39)

Glibenklamid bekerja dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan merangsang sel β Langerhans pankreas untuk memproduksi insulin. Kanal Ca terbuka dan ion Ca2+ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.

Dosis yang dianjurkan untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari. Pada penggunaan dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia. Glibenklamid lebih efektif diminum 30 menit sebelum makan agar mencapai kadar optimal di plasma. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, cukup diberikan satu kali sehari (Suherman, 2007).

Glibenklamid tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam etanol dan metanol (Sweetman, 2009). Glibenklamid termasuk salah satu obat yang masuk dalam golongan 2 dari Sistem Klasifikasi Biofarmasetika (BCS) yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan memiliki permeabilitas yang tinggi (Sirisha et al., 2012). Glibenklamid memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 229,5 nm dalam metanol (Sudharshan and Bonde, 2009). Glibenklamid dalam medium disolusi buffer phosphate pH 8.5 memiliki panjang gelombang 204.5 nm (Gianotto, Arantes, Larra-Filho, Filho, and Fregonezi-Nery, 2007).

2. Gliserin

Gliserin memiliki pemerian cairan jernih yang tidak berwarna dan tidak berbau. surfaktan atau emulgator non-ionik. Gliserin larut dalam air, methanol, ethanol (95%), sedikit larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam kloroform.

Gliserin memiliki titik leleh 17,8 0C, bobot jenis 1,262 g/cm3.

(40)

Gliserin merupakan pelarut non-volatile yang digunakan dalam pembuatan tablet liquisolid (Kulkarni et al., 2010). Gliserin memiliki sifat yang stabil pada suhu ruang, tidak toksik dan tidak mengiritasi (Alvarez-Nunez and Medina, 2004).

Gambar 3. Struktur kimia gliserin (Alvarez-Nunez and Medina, 2004).

3. Amilum Kentang

Amilum kentang atau pati kentang memiliki pemerian pemerian serbuk putih yang tidak berbau dan tidak berasa. Amilum kentang memiliki berat molekul 0,8-0,9 g/cm3. Amilum kentang mengandung amilosa sebesar 20-23%.

Amilum praktis tidak larut dalam air dingin dan ethanol dan larut dalam air panas.

Amilum kentang memiliki sifat yang stabil pada suhu ruang dan bersifat inert (Häusler, 2009).

Gambar 4. Struktur kimia amilum kentang (Häusler, 2009).

Mekanisme aksi amilum adalah dengan aksi kapiler, deformasi dan pengembangan ketika kontak dengan air dengan suhu 37oC, sehingga dapat memutuskan ikatan hidrogen yang terbentuk pada saat pengempaan. Pada proses pengempaan amilum akan terdistribusi pada seluruh bagian tablet sehingga dapat

(41)

membentuk jembatan hidrofil sehingga apabila tablet kontak dengan air, air akan segerap diserap dengan cepat oleh tablet melalui jembatan hidrofil (Sulaiman, 2007).

Amilum baik digunakan sebagai pengisi dan penghancur dalam tablet karena memiliki daya kompak, dapat menyerap air dan dapat terdisintegrasi dengan baik saat pelepasan obat dalam medium air (Siregar, 2008). Amilum kentang dapat digunakan sebagai carrier sebagai peningkat bioavailabilitas obat dengan kelarutan yang rendah (Häusler, 2009).

4. HDK Wacker N20 (Aerosil)

Aerosil merupakan silikon dioksida murni yang diketahui dalam jumlah kecil dapat menyerap air yang cukup besar. Aerosil berbentuk serbuk keputih- putihan, ringan, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki berat molekul sebesar 60,08 dan praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam, kecuali asam hidrofluorat. Larut dalam larutan hangat hidroksida alkali. Aerosil dapat berfungsi sebagai glidant pada konsentrasi 0,1-0,5% (Hapgood, 2009).

5. Avicel PH 102

Avicel merupakan salah satu merek dagang dari selulosa mikrokristal berupa serbuk putih, tidak berbau dan tidak berasa dan banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet cetak langsung, karena bahan ini dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat, dan sekaligus penghancur tablet. Avicel dapat larut dalam 5% b/v larutan NaOH, praktis tidak larut dalam air, larutan asam, dan sebagian pelarut organik. Avicel digunakan sebagai pengikat (binder) pada konsentrasi 20-90 % (Guy, 2009). Avicel memiliki kompresibilitas dan sifat alir

(42)

yang baik dan dapat meningkatkan waktu hancur (Sulaiman, 2007). Avicel PH- 102 merupakan pengikat kering yang cukup efektif dalam pencampuran kering (Siregar, 2008). Avicel PH-102 memiliki ukuran partikel 100 μm, kadar airnya 3- 5%, dan bobot jenis 0,28 – 0,33 g/mL (Guy, 2009). Avicel juga dapat meningkatkan laju alir dan mengurangi variasi dari berat tablet (Ohwoavworhua, Adelakun and Okhamafe, 2009).

6. Sodium Starch Glycolate (SSG)

Sodium Starch Glycolate (SSG) Pemeriannya berupa serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir dan sangat higroskopis. SSG memiliki nama lain yaitu explotab®carboxymethyl starch, sodium salt, primojel®. Larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Sodium Starch Glycolate merupakan contoh superdisintegran yang dapat mengembang cepat ketika kontak dengan medium air dan sering digunakan pada formulasi tablet liquisolid. SSG umum digunakan sebagai penghancur pada konsentrasi 2 hingga 8% (Young, 2009).

7. Magnesium Stearat

Magnesium stearat digunakan sebagai lubricant untuk mengurangi gesekan ketika sediaan padat dikeluarkan dari proses pengempaan. Magnesium stearat memiliki pemerian serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa, dan mudah mengalir. Magnesium stearat dapat larut sebagian dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air. Magnesium stearat umum digunakan sebagai pelicin untuk menghindari terjadinya capping tablet pada konsentrasi 0,25 – 5%. Magnesium stearat bersifat hidrofobik dan penggunaan magnesium stearat melebihi batas

(43)

dapat menurunkan kekerasan, kecepatan disintegrasi, kecepatan disolusi serta dapat meningkatkan kerapuhan tablet (Allen and Luner, 2009).

C. Landasan teori

Liquisolid merupakan salah satu metode pembuatan tablet yang digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi obat yang sukar larut dalam air. Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material sangat mempengaruhi sifat fisik dan kecepatan disolusi tablet (Hadisoewignyo, 2012). Metode liquisolid memiliki komponen utama yaitu pelarut dan carrier material. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini yaitu gliserin.

Penelitian yang dilakukan oleh Ghadi (2015) tentang formulasi tablet liquisolid spironolacton dengan pelarut gliserin, pada peningkatan proporsi gliserin memberikan respon penurunan kekerasan tablet, peningkatan persentase kerapuhan tablet dan peningkatan jumlah obat yang terdisolusi. Gliserin bersifat inert larut dalam air, bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada suatu formulasi untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut. Obat yang ditambahkan pelarut akan berada pada keadaan dispersi molekuler dan ketika campuran menjadi suspensi, obat akan berada dalam dispersi kasar. Pendispersian tersebut menyebabkan luas permukaan obat menjadi besar, menurunkan tetapan dielektrik obat, dan menurunkan sudut kontak sehingga terjadi peningkatan kelarutan obat.

Carrier material yang digunakan dalam penelitian ini adalah amilum kentang. Amilum banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu

(44)

formulasi sediaan tablet untuk memiliki waktu hancur dengan baik dalam medium disolusi dan memiliki laju disolusi yang tinggi (Javadzadeh et al., 2007).

Mekanisme aksi amilum adalah dengan aksi kapiler, deformasi dan pengembangan ketika kontak dengan air dengan suhu 37oC, air akan segerap diserap dengan cepat oleh tablet melalui jembatan hidrofil (Sulaiman, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Shyam (2014) tentang formulasi tablet liquisolid lovastatin dengan amilum kentang sebagai carrier material, pada peningkatan proporsi amilum kentang memberikan respon peningkatan waktu hancur, peningkatan persentase obat yang tedisolusi, penurunan kekerasan tablet dan penurunan persentase kerapuhan.

D. Hipotesis

1. Peningkatan proporsi gliserin sebagai pelarut dapat meningkatkan persentase kerapuhan, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi dan menurunkan kekerasan tablet. Peningkatan proporsi amilum kentang sebagai carrier material dapat meningkatkan waktu hancur, meningkatkan persentase obat yang terdisolusi, menurunkan kekerasan tablet dan menurunkan persentase kerapuhan tablet.

2. Proporsi gliserin dengan jumlah 25 mg dan amilum kentang sejumlah 287 mg diperkirakan sebagai formula optimum.

(45)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni dengan melakukan percobaan pembuatan formulasi sediaan tablet liquisolid glibenklamid dengan menggunakan kombinasi pelarut gliserin dan amilum kentang sebagai carrier material. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat dan Laboratorium Farmasi Fisika Universitas Sanata Dharma.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan gliserin dan amilum kentang menggunakan simplex lattice design dengan R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%).

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah disolusi tablet liquisolid, sifat fisik serbuk liquisolid (indeks kompresibilitas), sifat fisik tablet liquisolid (keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur).

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lokasi pemesanan bahan yang dipakai, nomor ayakan, dan waktu pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan.

(46)

C. Definisi Operasional

1. Sifat fisik serbuk merupakan parameter untuk mengukur kualitas serbuk 2. Indeks kompresibilitas merupakan banyaknya ruang kosong pada campuran

serbuk yang akan berdampak pada pembuatan tablet.

3. Sifat fisik tablet merupakan parameter untuk mengukur kualitas dari tablet yang akan diproduksi. Parameter tersebut meliputi uji kekerasan,kerapuhan, waktu hancur, keseragaman bobot, dan disolusi tablet.

4. Keseragaman kandungan merupakan salah satu parameter yang menunjukkan setiap tablet yang dibuat memiliki kadar obat yang sama.

5. Kekerasan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan interaksi-interaksi antar komponennya seperti goncangan dan keretakan tablet.

6. Kerapuhan tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kekuatan tablet terhadap benturan mekanik saat pentabletan.

7. Waktu hancur tablet merupakan salah satu parameter yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan tablet telah hancur sempurna.

8. Disolusi merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kadar obat yang terlarut sempurna pada waktu tertentu.

9. Formula tablet optimum merupakan formula yang memenuhi standar penerimaan sediaan tablet yang ditetapkan meliputi memiliki kandungan zat aktif sebesar 90% sampai 120%, kerapuhan < 0,8%, waktu hancur ≤ 15 menit, dan terdisolusi sebesar 100 % setelah 30 menit.

(47)

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat

Hardness tester merk Pharmatest®, Volumenometer merk ERWEKASYM®, disintegran tester merk ATMI®, attrition tester merk ATMI®, timbangan analitik merk DeltaRange®, MELTTER AE260, mesin cetak tablet single punch KORSCH, statif, mortir dan stamper,alat uji disolusi tablet RC-6 D, Spektrofotometer UV SCHIMADZU, stopwatch, dan alat- alat gelas.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang memiliki spesifikasi pharmaceutical grade adalah glibenklamid (PT. IFARS SOLO), Gliserin (P&G Chemical), Amilum kentang (FAGRON), Avicel PH-102 (FMC BioPolymer), , HDK Wacker N20 (Wacker Chemie AG Werk Burghausen), Mg stearat (Nitica, India), SSG (Gujarat Overseas Inc. India).

(48)

E. Tata Cara Penelitian

Formula penelitian dibuat dengan perbandingan gliserin : amilum kentang R1 (0%:100%), R2 (0%:100%), R3 (25%:75%), R4 (50%:50%), R5 (50%:50%), R6 (75%:25%), R7 (100%,0%), dan R8 (100%,0%) yang ditunjukan pada tabel IV.

Tabel IV. Formula tablet liquisolid glibenklamid

Keterangan : Penentuan perbandingan komposisi pelarut gliserin dan carrier material amilum kentang pada masing-masing formula dilakukan dengan menggunakan simplex lattice design dari Design Expert 9.0 dan didapatkan 8 formula yang disebut “R1 hingga R8”.

1. Pembuatan sediaan tablet liquisolid

Semua bahan ditimbang sesuai formula. Glibenklamid dan pelarut gliserin dimasukkan dalam mortir dan diaduk hingga rata sehingga membentuk suspensi. Suspensi tersebut kemudian diserap dengan dengan amilum kentang dan diaduk dalam mortir selama 5 menit. Campuran ditambahkan aerosil sebagai coating dan diaduk kembali selama 5 menit. Campuran dimasukkan kedalam cube mixer dan diaduk selama 15 menit dalam cube mixer dengan kecepatan 50 rpm.

Massa serbuk kering dikeluarkan dari cube mixer kemudian diayak dengan pengayak mesh nomer 16. Massa serbuk yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam cube mixer dan ditambahkan Avicel PH-102, SSG dan Mg stearat yang sudah ditimbang. Massa sebuk lalu dicampur homogen selama 15 menit di dalam

Bahan Jumlah (mg)

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8

Glibenklamid 5 5 5 5 5 5 5 5

Gliserin 5 5 10 15 15 20 25 25

Amilum kentang 307 307 302 297 297 292 287 287

Aerosil 12 12 12 12 12 12 12 12

Avicel PH-102 200 200 200 200 200 200 200 200

SSG 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5 17,5

MG stearat 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Total 550 550 550 550 550 550 550 550

(49)

cube mixer. Selanjutnya diuji sifat alir serbuk dan uji homogenitas serbuk. Serbuk yang telah diuji, kemudian dikempa menjadi tablet. Tablet yang sudah dikempa dilakukan pengujian meliputi sifat fisik dan uji disolusi.

2. Uji mutu serbuk liquisolid a. Indeks kompresibilitas

Timbang seksama lebih kurang 100 g serbuk (M) dengan tingkat akurasi 0,1%, masukan dalam gelas ukur 250 mL tanpa pemampatan. Ratakan permukaan serbuk dengan hati-hati tanpa pemampatan jika perlu, dan bacalah volume (V0) pada skala tersebut. Pasang gelas ukur pada penyangga. Lakukan sebanyak 10, 500 dan 1250 ketukan sampai bobot volum serbuk mencapai minimum.

Perubahan volum serbuk dihitung sebagai Vf. Bobot jenis ketuk kemudian dapat dihitung (Depkes RI, 2014).

b. Uji homogenitas serbuk 1. Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan cara menimbang seksama 100,0 mg glibenklamid kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 100 mL (Sudharshan et al., 2009).

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan induk kemudian diambil 100 µL dan diencerkan dengan larutan metanol hingga 10 mL sehingga didapat konsentrasi 10 µg/mL. Larutan dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang 200 – 400 nm sehingga akan diketahui serapan maksimum (Sudharshan et al., 2009).

(50)

3. Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 3,98 µg/mL, 5,97 µg/mL, 7,96 µg/mL, 9,95 µg/mL, 11,94 µg/mL dan diencerkan dengan metanol.

Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier.

4. Homogenitas serbuk

Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 titik sampel serbuk. Sampel ditimbang seksama masing-masing 88,0 mg kemudian ditambahkan metanol sampai 100 mL. Sampel kemudian disaring dengan menggunakan milipore.

Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 229,0 nm. Homogenitas serbuk harus memenuhi kriteria coefficient variation (CV) kurang dari 5 %.

3. Uji mutu tablet liquisolid a. Keseragaman kandungan

Masing-masing 10 tablet digerus satu per satu kemudian diambil sebanyak 88 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan metanol sampai batas tanda sehingga didapat konsentrasi sebesar 8 µg/mL Serapan dibaca menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 229,0 nm. Hasil serapan kemudian dihitung kadar tiap-tiap formula (Run) dan nilai penerimaan.

(51)

b. Uji kekerasan tablet

Sebanyak 20 tablet diletakkan satu per satu secara horizontal pada hardness tester, kemudian salah satu bagian dari mesin ini akan bergerak maju untuk menghancurkan tablet dan alat membaca ukuran tablet yang hancur..

Kemudian, hasilnya dihitung rata-ratanya (Anilkumar, Arun, Amol, Harinath, 2010).

c. Uji kerapuhan tablet

Sebanyak 20 tablet ditimbang secara bersamaan dan dicatat sebagai bobot awal. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam attrition tester dengan kecepatan putar 25 rpm selama 4 menit. Tablet hasil atrition tester dibersihkan dari serbuk serbuk halus yang menempel dan ditimbang kembali. Nilai persen kerapuhan dapat dihitung dari selisih penimbangan awal dengan penimbangan akhir dibagi penimbangan awal dan dikalikan 100 persen (Arulkumaran et al., 2014).

d. Uji waktu hancur tablet

Enam tablet dipilih secara acak diletakkan di dalam tabung disintegran tester. Tabung dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi air bersuhu 370C, tinggi air tidak kurang dari 15 cm sehingga tabung dapat turun naik dengan jarak 7,5 cm. Kemudian dicatat waktu hancur tablet. Tablet dikatakan hancur apabila ada bagian tablet ada yang tertinggal di atas kasa. Waktu hancur tablet dikatakan baik ≤ 15 menit (Depkes RI, 2014).

e. Penetapan kadar

Satu tablet ditimbang lalu digerus, kemudian diambil 88,0 mg dengan seksama lalu dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 10 mL sampai batas

(52)

tanda. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum metanol. Kadar diperoleh dengan memasukkan nilai serapan ke dalam kurva baku glibenklamid dalam metanol. Percobaan diulang sebanyak tiga kali tiap running dan dihitung rata-rata serta simpangan deviasi (SD).

f. Uji Disolusi

1. Pembuatan Larutan buffer phosphate pH 8,5

Larutan buffer phosphate pH 8,5 sebagai medium disolusi dibuat dengan cara menimbang sebanyak 6,8 gram monobasic potassium phosphat dan 1,99 gram NaOH kemudian ditambahkan akuadest ke dalam labu takar 1000 mL hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

2. Pembuatan larutan induk

Larutan induk dibuat dengan cara menimbang seksama 67,0 mg glibenklamid kemudian ditimbang seksama lalu dilarutkan 40 mL metanol di dalam labu takar 500 mL. Sonifikasi selama 5 menit lalu ditambahkan medium disolusi hingga batas tanda (United States Pharmacopeial Convention, 2014).

3. Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan induk kemudian diambil 400 µl dan diencerkan dengan larutan buffer phosphate pH 8,5 hingga 10 mL. Larutan ini dimasukkan dalam kuvet dan diamati absorbansi pada panjang gelombang 200 – 400 nm sehingga akan diketahui serapan maksimum.

4. Pembuatan kurva baku

Larutan induk dibuat seri kadar dengan konsentrasi 2,668 µg/mL, 4,002 µg/mL, 5,336 µg/mL, 6,670 µg/mL, 8,004 µg/mL yang diencerkan sampai 25 mL

(53)

dengan buffer phosphate pH 8,5. Setelah itu larutan dibaca dengan Spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum, Serapan yang didapat dari masing-masing pengenceran diplotkan dengan kadar dan dibuat kurva dengan persamaan garis dan regresi linier.

5. Uji disolusi tablet

Tablet dimasukkan ke dalam labu yang berisi larutan 0,05 M buffer phosphate pH 8,5 yang berfungsi sebagai media disolusi. Jarak pengaduk dayung dari dasar labu adalah 2,5 ± 0,2 cm dan pengaduk dayung diputar pada kecepatan 50 rpm. Suhu medium dijaga konstan 37 ± 0,5º C dengan volume media disolusi yang digunakan adalah 900 mL. Sampel obat yang terlepas ke medium diambil pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30, dan 45 menit sebanyak 5 mL pada posisi yang telah ditentukan. Setiap kali pengambilan sampel diganti dengan volume yang sama (5,0 mL) dengan medium buffer phosphate. Serapan dari larutan uji ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari percobaan adalah data indeks kompresibilitas, homogenitas serbuk, uji disolusi dan sifat fisik tablet meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan tablet, dan waktu hancur tablet.

Data sifat fisik yang diperoleh, dihitung rata-rata dan standar deviasi.

Data sifat alir, sifat fisik, dan uji disolusi tablet dianalisis menggunakan Design Expert 9.0 sehingga didapatkan interaksi dari kedua komponen untuk masing- masing respon dan formula optimum. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji ANOVA pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan Design Expert 9.0

(54)

dan uji T tidak berpasangan dengan menggunakan R studio 3.2.3. Nilai p-value yang kurang dari 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

Gambar

Gambar 1. Skema secara umum liquisolid (Priya et al., 2013).
Tabel I. Hubungan sudut diam dan sifat alir serbuk  Sudut diam ( o )  Sifat aliran
Tabel II. Parameter indeks kompresibilitas, hausner ratio, dan kategori  Indeks kompresibilitas (%)  Hausner ratio  Kategori
Tabel III. Penggunaan uji keseragaman pada sediaan tablet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian setelah dianalisa secara statistik, bahwa interaksi antara pemberian ZPT growtone dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan stek batang buah naga merah

Berdasarkan analisis data dan pengamatan yang dilakukan, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Hasil penelitian awalnya sebelum dekonstruksi yang disebut

diharapkan pengelolaan tabungan mudharabah berjangka berdasarkan PSAK 105 dapat sepenuhnya diterapkan dalam produk tabungan mudharabah berjangka di KSP-PS KUM3 Darussalam

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa expired domain lebih unggul dibandingkan dengan fresh domain dalam faktor index maupun pemeringkatan SERPs (Search

Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tanggung jawab sosial, mulai tahun 2009 Perseroan telah mengambil langkah-langkah strategis berupa penyusunan kebijakan dan

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi : a.. Data primer yang dikumpulkan diperoleh dari kuisioner yang disusun dengan pernyataan yang terstruktur untuk 2 variabel, yang

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat (Staphylococcus aureus dan P. Acnes) Dengan Metode Difusi

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman terutama pada pasien diabetes mellitus dengan komplikasi, perubahan fungsi fisik,