• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Analisis data

Candida albicans pada konsentrasi 1%b/v yaitu 26,5 mm, 3%b/v yaitu 28,83 mm dan 9% b/v yaitu 34 mm sedangkan terhadap Escherichia coli pada konsentrasi 1%b/v yaitu 11,33 mm, 3%b/v yaitu 14,16 mm dan 9%

b/v yaitu 15,66 mm serta diameter kontrol negatif keduanya 6 mm.

Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada cara analisis data dan sampel yang digunakan kombinasi dua daun yaitu daun bidara laut (Ziziphus mauritiana L) dan daun mengkudu (Morinda citrifolia L).

3. Penelitian oleh Made Sumitha Kameswari, dkk (2013) dengan judul

“Perasan daun mengkudu (Morinda citrifolia L) menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara In Vitroʼʼ metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Kirby – Baure yang dimodifikkasi dan dianalisis secara statistic dengan SPSS 13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perasan daun mengkudu secara signifikan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escerichia coli (P<0,01).

Rataan zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, 100% secara berurutan adalah 0,00 mm 7,3 mm, 8,5 mm, 10,4 mm, 12,5 mm dan secara statistik sangat berbeda nyata. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada metode yang digunakan, bentuk sediaan analisis data, dan sampel yang digunakan kombinasi dua daun yaitu daun bidara laut (Ziziphus mauritiana L) dan daun mengkudu (Morinda citrifolia L)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman

1. Bidara Laut

a. Klasifikasi tumbuhan Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales

Famili : Rhamnaceae Genus : Ziziphus

Spesies : Ziziphus maurtiana Lam (Janah, 2018)

Gambar 2.1 Tanaman bidara laut (Janah, 2018) b. Morfologi

Bidara laut merupakan salah satu semak atau pohon berduri

dengan tinggi hingga 15 m, diameter batang ± 40 cm. Kulit batang

8

berwarna abu – abu gelap atau hitam, pecah – pecahan tidak beraturan.

Daun memiliki panjang 4 – 6 cm dan lebar 2,5 – 4,5 cm. Tangkai daun memiliki bulu dan pada pinggiran terdapat gigi yang sangat halus. Bidara laut juga memiliki buah berbiji satu, bulat seperti bulat telur, ukuran kira – kira 6 x 4 cm dan berwarna kekuningan sampai kemerahan atau kehitaman (Janah, 2018).

c. Nama daerah

widara, (Jawa, Sunda) ; Rangga, (Bima) ; Kalangga, (Sumba) ; dan Bekul, (Bali) (Janah, 2018)

d. Kandungan kimia

Kandungan dalam daun bidara laut berupa senyawa alkaloid, glikosida saponin, yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Janah, 2018)

e. Kegunaan daun bidara laut

Tanaman bidara laut banyak memiliki kegunaan. Semua bagian tanaman bidara banyak digunakan dalam pengobatan tradisional seperti akar, kulit batang, daun, buah dan biji. Daun dari bidara laut digunakan untuk megobati diare, penurun panas, dan sebagai antiobesitas. Biji bidara laut berpotensi menghentikan mual, muntah, meredakan nyeri, dalam kehamilan dan untuk mengobati demam, mengobati luka dan tukak. Kulit batang digunakan untuk pengobatan

diare dan bisul. Buah bidara laut juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah sembelit (Janah, 2018 )

2. Mengkudu

a. Klasifikasi tumbuhan Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheophyta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Family : Rubiaceae

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L (Nirawati, 2016)

Gambar 2.2 Tanaman mengkudu (Nirawati, 2016)

b. Morfologi

Mengkudu merupakan tanaman perdu atau pohon kecil yang tumbuh agak membengkok, tingginya mencapai 3-8 m, banyak bercabang dan ranting persegi empat. Letak daunnya berhadapan secara bersilang, bertangkai, bentuknya bulat telur lebar sampai berbentuk elips, panjang 10-40 cm, tebal, mengilap, tepirata, ujungnya runcing, bagian pangkal menyempit, tulang daunnya menyirip,warna hijau tua. Bunga mengkudu terdapat di ketiak daun, 5-8 bunga berkumpul dalam karangan berbentuk bonggol, mahkotanya berbentuk tabung. Bentuk bunganya seperti terompet, berwarna putih, baunya harum. Buah bertangkai, bentuknya bulat lonjong, berupa buah buni majemuk yang berkumpul menjadi satu sebagai buah yang besar, panjang 5-10 cm permukaanna tidak rata (berbenjol-benjol), berwarna hijau. Buah yang masak akan berair dan berdaging, warnanya kuning pucat atau kuning kotor, berbau busuk, berisi banyak biji yang berwarna kehitaman, sedangkan buah yang masih muda berwarna hijau pekat dan keras (Nirawati, 2016)

c. Nama daerah

Eodu, mengkudu, (Sumatera) ; kudu, cengkudu, kemudu, pace, (Jawa) ; wangkudu, manakudu, bakulu, (Nusa tenggara) ; dan Kalimantan di kenal dengan nama mangkudu, wagkudu, dan labanan (Nirawati, 2016)

d. Kandungan kimia

Kandungan dalam daun mengkudu berupa senyawa flavonoid, senyawa scoloetin, antrakuinon, acurbin, dan lizarin yang merupakan zat fitokimia dan antibakteri (Nirawati, 2016)

e. Bagian yang digunakan

Bagian yang digunakan adalah daun (Nirawati, 2016) f. Khasiat dan manfaat

Secara keseluruhan mengkudu juga mengandung zat antibakteri yang dapat mematikan bakteri penyebab infeksi, seperti Escherichia coli. Daun mengkudu juga terdapat senyawa flavonoid, senyawa ini merupakan golongan senyawa fenol di alam yang terdapat pada tumbuhan yang mempunyai sifat antimikroba. Senyawa flavonoid ini dapat mengubah sifat fisik dan kimiawi sitoplasma yang mengandung protein dan mendenaturasi dinding sel bakteri dengan cara berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen (Nirawati, 2016).

B. Uraian Tentang Ekstrak 1. Defenisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Secara umum, ekstrak dibagi menjadi 3, yaitu ekstrak kering, ekstrak cair, dan ekstrak kental. Ekstrak kering adalah ekstrak berbentuk kering, yang diperoleh dari proses penguapan penyari dengan atau tanpa bahan tambahan, hingga memenuhi persyaratan yang

ditetapkan. Ekstrak cair adalah ekstrak berbentuk cair yang diperoleh dari hasil penyarian dengan atau tanpa proses penguapan penyari, hingga memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Ekstrak kental adalah ekstrak berbentuk kental yang diperoleh dari proses penguapan sebagian penyari, hingga memenuhi persyaratan yang ditetapkan (BPOM RI, 2012 : 7).

2. Proses Pembuatan Ekstrak a. Penyiapan simplisia

1) Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lainnya. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar suatu tumbuhan obat harus bebas dari bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak maupun organ tumbuhan lain.

2) Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, seperti dari mata air, sumur, atau air ledeng.

3) Penirisan

Penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air bilasan yang masih menempel pada simplisia dan agar pengotor yang masih terdapat dalam air bilasan cucian ikut terbuang.

4) Perajangan

Perajangan diperlukan untuk memperluas permukaan bahan sehingga mempermudah proses ekstraksi. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan.

5) Pengeringan

Proses pengeringan simplisia yang baik dapat dilakukan dengan cara oven dengan suhu tidak lebih dari 600C atau pengeringan dibawah sinar matahari tidak langsung misalnya dengan menggunakan tenda surya dengan aliran udara yang diatur dan pada area yang terbebas dari kontaminasi.

6) Sortasi kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya.

Sortasi kering ini juga dilakukan untuk memilih simplisia yang kering yang bermutu baik.

7) Pencucian simplisia kering

Jika simplisia diperoleh dari pemasok dalam keadaan kering dan dianggap masih kotor maka dilakukan pencucian dan pengeringan kembali.

8) Penyerbukan

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai berikut :

a) Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien. Namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahap filtrasi.

b) Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam dan lain – lain), maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada kandungan senyawa kimia (BPOM RI, 2012 : 9-10).

b. Cara ekstraksi

Ekstraksi bisa dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, digesti, refluks atau ektraksi fluida super kritik. Sifat zat aktif yang terkandung dalam bahan mempengaruhi metode ekstraksi dan jenis pelarut yang dipilih. Selain itu pada metode maserasi dan perkolasi dapat dimodifikasi menggunakan ekstraktor yang dilengkapi dengan mantel pemanas. Metode yang dibahas berikut ini adalah metode maserasi, perkolasi dan difusi (BPOM RI, 2012 : 10).

1) Maserasi

Maserasi digunakan untuk simplisia segar, kering atau serbuk yang zat aktifnya tidak tahan terhadap proses pemanasan, pelarut yang dipakai adalah air atau pelarut organik. Keuntungan dari maserasi adalah pengerjaan dan peralatannya mudah dan sederhana.

Sedangkan kekurangannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna, serta pelarut yang digunakan cukup banyak (BPOM RI, 2012 : 10).

Metode ekstraksi secara maserasi : kecuali dinyatakan lain lakukan sebagai berikut : masukan satu bagian simplisia kedalam maserator, tambahkan empat bagian penyari dan rendam selama 6 jam sambil sekali – kali diaduk, kemudian diamkan hingga 24 jam.

Pisahkan maserat dengan separator dan ulangi proses 2 kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama, kemudian kumpulkan semua maserat. Jika maserasi dilakukan dengan pelarut air maka tambahkan etanol minimal 10%, selain sebagai pengawet, juga untuk memudahkan penguapan maserat (BPOM RI, 2012 : 10).

2) Perkolasi

Perkolasi umumnya digunakan untuk mengekstraksi serbuk kering simplisia terutama untuk bahan yang keras seperti kulit batang, kulit buah, biji, kayu dan akar. Pelarut yang digunakan umumnya adalah etanol atau campuran etanol – air. Dibandingkan dengan metode maserasi, metode ini tidak memerlukan tahapan

penyaringan perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama dan jumlah pelarut yang digunakan lebih banyak (BPOM RI, 2012 : 11).

Metode : kecuali dinyatakan lain, lakukan sebagi berikut : rendam serbuk simplisia dengan penyari, proses ini dilakukan di dalam perkolator. Tutup perkolator dan biarkan selama 24 jam.

Setelah itu, buka keran perkolator, biarkan cairan menetes dengan kecepatan tertentu, tambahkan berulang – ulang cairan penyari secukupnya sehingga bahan selalu terendam. Penetesan dihentikan pada saat jumlah pelarut yang digunakan sudahmencapai 10 (sepuluh) kali jumlah serbuk simplisia. Peras massa, campurkan air perasan kedalam perkolat. Pindahakan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau saring (BPOM RI, 2012 : 11).

3) Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 40 – 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :

a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan – lapisan batas.

b) Daya melarutakan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan (BPOM RI, 2012 : 11).

Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan penyari yang menguap akan kembali kedalam bejana. Digesti digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap proses pemanasan. Pelarut yang digunakan adalah air atau pelarut organik. Keuntungan dari digesti adalah penyarian lebih sempurna dibandingkan dengan maserasi karena dibantu dengan proses pemanasan (BPOM RI, 2012 : 11).

C. Uraian bakteri uji

1. Klasifikasi (Karmelia, 2016) Kingdom : Bacteria

Divisio : Firmicutes Classis : Cocci Ordo : Bacillales

Familia : Escherichicaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Gambar 2.3 bakteri Escherichia coli (Karmelia, 2016).

2. Morfologi

Morfologi Escherichia coli yaitu berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 µ x 0,4 sampai 0,7 µ , bersifat gram-negatif, motil dengan flagella peritrikus dan tidak berspora. Bakteri Escherichia coli merupakan organisme penghuni utama usus besar, hidupnya komensal dalam kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan dalam proses pembekuan darah (Karmelia, 2016).

D. Metode sterilisasi 1. Definisi sterilisasi

Menurut Lukman, 2016 Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril.

2. Jenis-jenis sterilisasi a. Sterilisasi Panas

a. Pemanasan Basah

Untuk membunuh mikroorganisme atau jasad renikdapat digunakan beberapa perlakukan fisik, misalnya dengan pemanasan basah, pemanasan kering, radiasi, dan lain-lain.

1) Perebusan

Air mendidih atau uap air suhu 1000C dapat membunuh bentuk vegetatif dari mikroorganisme dan virus dalam waktu lima menit. Beberapa spora juga dapat terbunuh pada suhu 1000C selama beberapa menit, tetapi masih banyak spora bakteri yang tahan terhadap panas dan masih tetap hidup setelah dilakukan perebusan selama beberapa jam.

2) Pemanasan dengan tekanan

Pengukusan dengan tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa autoklaf yaitu untuk membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas akan mati pada suhu 121°C selama 15 menit, kekuatan membunuh dari uap air panas disebabkan pada waktu kondensasi, pada bahan yang disterilisasi dilepaskan sejumlah besar panas latent. Pengerutan yang disebabkan oleh kondensasi menyebabkan penyerapan uap air baru yang berarti lebih banyak panas yang diserap. Sterilisasi untuk bahan cair,

susu, sediaan cair, larutan, emulasi atau suspensi yang bahannya mengandung bahan yang mudah rusak.

3) Tyndalisasi

Proses sterilisasi dengan cara menggunakan pemanasan dengan suhu 1000°C selama 30 menit dan dilakukan setiap hari berturut – turut selama tiga hari. Waktu inkubasi dilakukan diantara dua proses pemanasan, dua proses pemanasan sengaja dilakukan agar spora yang bergerminasi menjadi sel vegetatif, sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya.

4) Pasteurisasi

Proses pemanasan pada suhu rendah yaitu 63-700C selama 30 menit dan dilakukan setiap hari selama tiga hari berturu-turut. Proses ini biasa dilakukan terhadap bahan atau zat-zat yang tidak tahan pada pemanasan tinggi seperti susu.

Ada beberapa mikroorganisme yang tahan pada suhu tinggi atau termofil dan sporanya tahan pada poses pasteurisasi.

Setelah proses pasteurisasi dilakukan, maka produk harus didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup.

b. Pemanasan kering

Pemanasan kering kurang efektif untuk membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan pemanasan basah. Berbeda pada pemanasan basah yang menyebabkan terjadinya denaturasi

protein, pada pemanasan kering yang menyebabkan dehidrasi sel.

Pemanasan kering juga dapat menyebabkan oksidasi komponen – komponen dalam sel. Pemanasan kering digunakan dalam sterilisasi alat gelas di laboratorium, dimana digunakan oven dengan suhu 160-1800C,selama 1,5 – 2 jam dengan sistem udara statis. Jika digunakan oven yang dilengkapai dengan sirkulas udara, maka hanya dibutuhkan waktu setengahnya, karena aliran udara panas ke alat – alat gelas akan lebih efisien.

c. Sterilisasi radiasi

Sinar matahari yang dipancarkan langsung pada sel vegetatif mikroorganisme dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut, sedangkan sporanya biasanya lebih tahan. Efek baktertial dari sinar matahari tersebut disebabkan oleh bagian ultra violet dari spektrum sinarnya. Sinar ultra violet (UV) yang dipancarkan dari lampu uap yang sering digunakan untuk menyinari ruangan – ruangan tertentu, sehingga dapat mengurangi kontaminasi mikroorganisme diudara pada ruangan. Radiasi UV menyebabkan kesalahan dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik dalam sel – sel yang masih hidup.

d. Sterilisasi Mekanik

Biasa disebut penyaringan. Cara-cara penyaringan telah banyak digunakan untuk mensterilkan medium laboratorium dan larutan – larutan yang dapat mengalami kerusakan jika

dipanaskan. Penyaringan dengan ukuran pori-pori 0,45 mikro dan akan menghilangkan mikroorganisme yang ada pada larutan tersebut. Penyaring yang banyak digunakan tersebut dibuat dari gelas sinter, film selulosa (gelmen, Milipore) dan abestos atau penyaring Seitz. Pori-pori penyaring tersebut berkisar antara 0,22- 10 mikron. Pori – poriyang lebih besar biasanya digunakan untuk menjernihkan sebelum digunakan pori-pori yang lebih halus, sehingga tidak terjadi penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan untuk menahan atau menyaring virus mikroplasma adalah penyaring yang memiliki ukuran yang sangat kecil yakni penyaring Seitz.

e. Sterilisasi Kimia

Bahan kimia ini menimbulkan pengaruh yang lebih selektif terhadap mikroorganisme dibanding dengan perlakukan fisik seperti panas dan radiasi.

Cara ini sering disebut dengan : 1) Desinfeksi

Suatu proses untuk membunuh mikroorganisme yang bersifat patogen yang sering digunakan adalah dengan cara kimia atau fisik, cara ini ditunjukkan untuk pemakaian pada benda mati, tetapi tidak selalu efektif terhadap bentuk sporanya.

2) Antiseptis

Suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan mikroorganisme atau jasad renik yang pada umumnya menggunakan cara kimia dan penggunaannya ditujukan kepada makhluk hidup. Bahan antiseptik dapat pula bersifat bakterisid atau fungisid yaitu dapat membunuh bakteri atau fungi dan dapat pula bersifat bakteriostatik atau fungistatik yaitu hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau fungi (Lukman 2016 : 30 – 23).

E. Anti mikroba

1. Definisi antimikroba

Menurut Lukman, 2016, anti mikroba adalah bahan-bahan atau obat- obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia termasuk golongan ini yang akan dibicarakan yang berhubungan dengan bidang farmasi antara lain: antibiotik, antiseptik, kemoterapeutik, preservatif. Obat-obatan yang digunakan untuk membasmi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada manusia, hewan maupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif artinya obat atau zat tersebut harus bersifat sangat toksis terhadap mikroorganisme penyebab penyakit tetapi relatif tidak toksis terhadap jasad inang atau hospes (Lukman 2016: 24)

2. Prinsip kerja antimikroba Suatu antimikroba memperlihatkan toksisitas yang selektif, dimana obatnya lebih toksis terhadap mikroorganismenya

dibandingkan pada sel hospes. Hal ini dapat terjadi dalam pengaruh obat yang selektif terhadap mikroorganisme atau karena obat pada reaksi- reaksi biokimia penting dalam sel parasit lebih unggul daripada pengaruhnya terhadap sel hospes (Lukman 2016 : 24)

3. Mekanisme kerja antimikroba (Lukman 2016 : 24)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi menjadi 5 kelompok

a. Bersifat sebagai antimetabolit

Antimikroba bekerja memblok terhadap metabolik spesifik mikroba. Seperti pada sufonamida dan trinelprin. Sulfanamida menghambat pertumbuhan sel dengan menghambat kerja asam folat oleh bakteri. Sulfonamida bebas secara struktur mirip dengan asam folat. Para amino benzaiz acid (PABA). Dan bekerja secara kompotetif enzim tersebut yang dapat mengurangi dihidro folat menjadi tetra hidro folat.

b. Penghamabatan terhadap sintesis dinding sel

Antimikroba golongan ini dapat menghambat sintesis atau menghambat aktivitas enzim yang dapat merusak dinding sel mikroorganisme sel. Yang termasuk kelompok ini secara lain Penisilin, Sefalosporin, Vankomisin, Sikloserin dan Basitrasin.

c. Penghambat fungsi permeabilitas membran sel.

Disini antimikroba bekerja secara langsung pada membran sel mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa intraseluller mikroorganisme (bakteri). Dalam ini antimikroba dapat : 1) Berinteraksi dengan sterol membran sitoplasma pada sel jamur

seperti Aforterisin B dan nistatin,

2) Merusak membran sel bakteri gram negatif, misalnya poliniksin dan kolistin.

d. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba.

Antimikroba mempunyai fungsi ribosom pada mikroorganisme yang menyebabkan sintesis protein terhambat. Dalam hal ini antimikroba dapat :

1) Berinteraksi dengan ribosom 3OS yang dapat menyebabkan akumulasi sintesis protein awal yang kompleks sehingga salah dalam menerjemahkan tanda m-RNA dan menghasilkan polipeptida yang abnormal.

2) Berinteraksi dengan ribosom 5OS yang dapat menghambat ikatan asam amino baru pada rantai peptida yang memanjang. Contohnya obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu kloranfenikol, tetrasiklin, eritromisin, dan linkomisin.

e. Penghambat asam nukleat

Dalam hal ini antimikroba mempengaruhi metabolisme asam nukleat. Sebagai contoh Rifampisin, mengikat dan menghambat DNA-

dependet RNA polimerase ada pada bakteri. Kuinolon menghambat DNA girase, dan Metronidazole menghambat sintesis DNA.

4. Uji Aktivitas Antibakteri

Metode pengujian antibakteri dilakukan untuk mengetahui efektivitas suatu zat terhadap mikroorganisme. Beberapa macam metode pengujian antibakteri yaitu :

a. Metode difusi

Disk-diffusion method atau Kirby-Bauer test, dibagi tiga yaitu metode menggunakan cakram/disk paper, metode menggunakan silinder dan metode lubang/sumuran. Disk uji diletakkan pada permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme uji, diinkubasikan dan diamati terbentuknya zona hambatan. Tes ini dapat mendeterminasi sensitivitas bahan uji dan estimasi konsentrasi hambat minimum, yaitu konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri secara visual. Kelemahan metode difusi yaitu tidak dapat menentukan efek bakterisidal suatu bahan uji (Sari,2018 : 13).

b. Metode dilusi

Prinsipnya adalah seri pengenceran konsentrasi bahan uji. Dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum suatu bahan uji. Diinokulasi suatu seri pengenceran bahan uji dalam tabung berisi media cair dan diinokulasi dengan bakteri uji lalu diamati tingkat kekeruhan/pertumbuhan.

Pengenceran tertinggi dari media cair yang jernih dinyatakan sebagai konsentrasi hambat minimum, sedangkan tabung yang jernih diinokulasi goresan pada media plate agar, diinkubasi dan diamati ada tidaknya pertumbuhan koloni pada permukaan media plate agar.

Pengenceran tertinggi dari tabung yang jernih sebagai konsentrasi bunuh minimum (Sari, 2018 : 13).

F. Uraian cefixime

Salah satu obat antibakteri adalah cefixime. Cefixime adalah antibiotik untuk mengobati berbagai infeksi yang di sebabkan oleh bakteri. Beberapa kondisi yang ditangani oleh cefixime diantaranya adalah infeksi saluran nafas, saluran kemih, saluran cerna, tifus abdominalis. Cefixime tidak dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus seperti flu dan pilek.

Cara kerja cefixime : Cefixime bersifat bakterisid dengan kerja menghambat pembentukan dinding sel bakteri sehingga bakteri menjadi mati.

Dosis : Dosis yang biasa direkomendasikan oleh dokter untuk pasien dewasa adalah 200 – 400 mg per hari. Sedangkan untuk anak – anak usia diatas 6 bulan dengan berat badan kurang dari 50 kg, dosis yang biasa direkomenasikan adalah 9 mg/kg per hari.

Farmakokinetik : Farmakokinetik cefixime meliputi proses absorbs, distribusi, dan ekskresinya.

Infeksi bakteri Escherichia coli

lebih besar bagi kesehatan

Flavonoid

Kombinasi ekstrak daun bidara laut (Ziziphus maurtiana L) dan daun mengkudu (Morinda citrifolia L) G. Kategori daya hambat bakteri

Menurut Rahman, dkk 2017 kekuatan daya antibakteri dibagi menjadi empat kategori yaitu menghambat lemah (< 5 mm), sedang (5 – 10), kuat (10 – 20), dan sangat kuat (> 20).

H. Kerangka pemikiran

Keterangan : Variable yang diteliti : Variable yang tidak diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dibidang farmasi bahan alam berdasarkan uji mikrobilogi.

B. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 Agustus – 22 Agustus 2019

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 Agustus – 22 Agustus 2019

Dokumen terkait