• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan

34Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010, hal 16.

35 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Malang, 2005, hal. 28

menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.36 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.

Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai pelaksanaan program food estate dikaitkan dengan fungsi sosial hak atas tanah dalam upaya mendukung program pemerintah di bidang ketahanan pangan.

36Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal 106.

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGAMBILALIHAN HAK ATAS TANAH DARI MASYARAKAT PETANI GUNA PELAKSANAAN

PROGRAM FOOD ESTATE DIKAITKAN DENGAN BATAS MAKSIMUM KEPEMILIKAN TANAH

A. Gambaran Umum tentang Program Food estate sebagai Landreform di Indonesia

Food Estate merupakan istilah populer dari kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (>25 Ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, serta organisasi dan manajemen modern. Selanjutnya konsep FE didasarkan pada keterpaduan sektor dan sub sektor dalam suatu sistem agribisnis dengan memamfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan dan kelembagaan yang kuat. Food estate diarahkan pada sistem agribisnis yang berakar kuat di pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat adat lokal yang merupakan landasan dalam dalam pengembangan wilayah.37Adapun tujuan dari pelaksanaan Food estate adalah sebagai berikut :38 1. Meningkatkan kesejateraan masyarakat;

2. Menghemat dan menghasilkan devisa Negara;

3. Mempercepat pemerataan pembangunan;

4. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha;

5. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan perekonomian nasional.

37Tim Pengembangan Food Estate, Buku Pintar Food Estate, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 2.

38Sumarjo Gatot Irianto (Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian), Seminar Nasional “Food estate di Indonesia : Mampukah Mewujudkan Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan, Berkedaulatan, dan Berkeadilan?”, Kementrian Pertanian dan FEMA IPB, Bogor, 2010.

Pelaksanan Food estate ini didukung oleh 3 (tiga) unsur, yaitu :39 a. Pemerintah (baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah);

b. Pengusaha;

c. Masyarakat atau petani.

Pendekatan Food estate berdasarkan luas wilayah dibedakan menjadi 2 (dua) modal :40

1. Food estate skala luas, dengan kondisi infastruktur yang sangat terbatas.

Contoh : Merauke Intergrated Food And Energy Estate (MIFEE);

2. Food estate skala medium, dengan luasan sekitar 3.000 -5.000 Ha, yang infrastrukturnya relatif memadai. Contoh : Bulungan, Sambas, Kuburaya, Pontianak, Singkawang.

Jenis komoditas pertanian yang diprioritas dikembangkan pada program food estate antara lain, padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sorgum, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu dan ternak sapi atau ayam.41

Pelaksanaan program Food estate diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman. Pasal 1 Angka 1 PP Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman memberikan definisi mengenai usaha budidaya tanaman adalah serangkaian kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan

39 Kementrian Perencanaan Pembangunan, Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Suplus Produksen dan Konsumen, dalam Jurnal Perencanaan Pembangunan, 2014, Edisi 1, Mei, hlm. 13.

40 Kementerian Pertanian, Kebijakan Food estate dan Implikasinya Bagi Masyarakat Lokal dan Pembangunan Wilayah di Indonesia, Dit. Jen. Prasarana dan Sarana Pertanian, Jakarta,2014, hlm. 4.

41Tim Pengembangan Food Estate, op. cit, hlm. 4.

modal, teknologi, dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Peraturan Menteri Pertanian No.

39/Permentan/OT.140/6/2010 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Pasal 1 Angka 3 menjelaskan bahwa pelaku usaha budidaya tanaman pangan selanjutnya disebut pelaku usaha adalah petani skala luas, petani kecil, petani kecil berlahan sempit atau perusahaan tanaman pangan yang mengelola usaha dalam proses produksi dan/atau penanganan pasca panen.

Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selanjutnya disebut dengan UU Perlintan menjelaskan mengenai defenisi petani adalah warga Negara Indonesia perseorangan dan/ atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani dibidang tanaman pangan, hortikultura dan/atau peternakan. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro terdapat tiga kelompok petani, yakni:42

a. Petani gurem (peasants), petani kecil yang memiliki lahan yang luasnya kurang dari 0,5 Ha;

b. Petani mapan (Farmer), kelompok petani kaya yang memiliki lahan yang luas;

c. Petani penggarap atau buruh tani, petani yang bsama sekalitidak memilik lahan sepetakpun (tunakisma).

Sensus pertanian di Indonesia pun mengklasifikasikan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan menjadi dua kelompok, yaitu:43

42Koerniatmanto Soetoprawiro, Pengantar Hukum Pertanian, Gapperindo, Jakarta, 2013, hlm. 67.

43Badan Pusat Statistik, Potret Usaha Pertanian Indonesia menurut Subsektor (Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2013 dan Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013), Badan Pusat Statistik, Jakarta, hlm. 9.

a. Rumah tangga petani gurem, yaitu rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 Ha;

b. Rumah tangga bukan petani gurem, yaitu rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan 0,5 Ha atau lebih.

Dengan mayoritas petani di Indonesia adalah petani gurem atau buruh tani.

Selanjutnya Pasal 2 PP No. 18 Tahun 2010 Tentang UasahaBudidaya Tanaman menjelaskan bahwa usaha budidaya tanaman diselenggarakan untuk:

a. “Mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan;

b. Menyediakan kebutuhan bahan baku industry;

c. Meningkatkan pemberdayaan, pendapat, dan kesejahteraan petani;

d. Mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan bekerja;

e. Meningkatkan perlindungan budidaya tanaman secara konsisten dan konsekuen dengan memperhatikan aspek pelestarian sumber daya alam dan/atau fungsi lingkungan hidup;

f. Memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha budidaya tanaman.”

PP No. 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman ini mengatur mengenai budidaya tanaman, perizinan usaha budidaya, tanaman dan pembinaan dan peran masyarakat sebagaimana mana dijelaskan pada Pasal 4, Pasal 6 PP No.

18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman menjelaskan pula budidaya tanaman ini meliputi:

a. Jenis dan skala usaha;

b. Luas maksimum lahan usaha dan perubahan jenis tanaman;

c. Pola usaha;

d. Pemanfaatan jasa dan sarana milik Negara.

Adapun mengenai penetapan luas maksimum lahan didasarkan pada Pasal 8 Ayat 1 PP No. 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman bahwa untuk setiap jenis usaha budidaya tanaman didasarkan pada ketersediaan, kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup khususnya konservasi tanah, dengan pemberian luas maksimum lahan yaitu 10.000 Ha sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 8 Ayat 2 PP No. 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman. Tetapi terdapat pengecualian untuk wilayah Papua dengan luas maksimum yang dapat diberikan dua kali luas maksimum.

Pasal 11 Ayat 2 PP No. 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman menjelaskan pemberian Izin usaha diberikan oleh:

a. “Gubernur, untuk lokasi lahan usaha Bididaya Tanaman yang berada pada lintas Wilayah kabupaten dan/atau kota dalam Provinsi yang bersangkutan;

b. Bupati/Walikota, untuk lokasi lahan usaha Budidaya tanaman yang berada dalam sutu wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.”

Adapun prosedur Investasi dalam program Food estate adalah sebagai berikut:44

a. Bagi pelaku usaha (calon Investor) badan hukum Indonesia atau badan hukum asing yang akan melakukan usaha pertanian, mengajukan izin usaha kepada bupati atau wali kota untuk usaha yang lokasi usahanya

44 Tim Pengembangan Food Estate, Buku Pintar Food Estate, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 10-13

didalam wilayah satu kabupaten/kota dan kepada gubernur untuk usaha yang lokasi usahanya dalam dua kabupeten/kota;

b. Pelaku usaha pertanian terdiri atas perorangan WNI atau Badan Hukum Indonesia dan Perorangan Negara Asing atau Badan hukum asing yang akan melakukan usaha pertanian, wajib bekerjasama dengan pelaku usaha perorangan WNI atau badan hukum Indonesia,dengan memebentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

c. Batas maksimal penggunaan Areal Pertanian oleh satu perusahan sesuai dengan komoditinya, seluas maksimal 10.000 Ha, sedangkan khusus untuk wilayah Papua luas maksimum 20.000 Ha, seperti yang ditur dalam PP No. 18 Tahun 2010 Pasal 8 Ayat (3);

d. Persyaratan Administrasi yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha pertanian dalam pengajuan perijinan tersebut antara lain:

1. Akte pendirian Perusahaan dan Perubahan terakhir;

2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi perorangan;

3. Nomor pokok wajib pajak (NPWP);

4. Surat keterangan domisili;

5. Studi kelayakan usaha dan rencana kerja usaha;

6. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah ( RTRW) kabupaten dari Bupati;

7. Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan tanaman pangan provinsi dari Gubenur untuk izin usaha budidaya tanaman pangan yang diterbitkan oleh Bupati;

8. Izin lokasi dari Bupati yang dilengkapi dengan peta calon lokasi dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000;

9. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi kehutanan (apabila areal berasal dari kawasan hutan);

10. Rencana kerja pembangunan unit usaha budidaya tanaman pangan;

11. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;

12. Pernyataan kesanggupan merupakan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian;

13. Pernyataan kesanggupan melakukan kegiatan usaha paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin usaha;

14. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan.

Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/6/2010 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan Pasal 18 menjelaskan peranan masyarakat adat dalam usaha budidaya tanaman yaitu usaha budidaya tanaman pangan yang dilakukan diatas tanah milik masyarakat adat, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan/atau Pasal 12 (persyaratan izin usaha budidaya tanaman pangan), harus telah diselesaikan status pemanfaatannya oleh pelaku usaha dengan masyarakat adat setempat yang dibuktikan secara tertulis. Selanjutnya Pasal 37 Peraturan Menteri Pertanian No.

39/Pemerintah/OT.140/6/2010 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan mengatur mengenai peran masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1) Masyarakat berperan serta dalam perlindungan pengembangan usaha budidaya tanaman pangan;

2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara perorangan dan/atau berkelompok baik berbentuk organisasi formal maupun non formal;

3) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pola partisipatif dalam tahap perencanaan, pengembangan, pengawasan, dan/atau pemberdayaan petani skala luas, petani kecil dan petani kecil berlahan sempit;

4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota atau gubernur.

Pelaksanaan food estate yang merupakan salah satu program pemerintah dalam rencana pembangunan jangka panjang tersebut kemudian didukung dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2010 sebagai landasan yuridis dilaksanakannya program food estate di wilayah tertentu yang lahannya masih cukup luas seperti di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur. Kabupaten Bulungan dipilih sebagai salah satu tempat pelaksanaan program food estate oleh pemerintah karena Kabupaten Bulungan masih memiliki lahan kosong yang cukup luas yang dapat dijadikan tempat untuk

usaha budidaya tanaman dalam skala luas. Selain itu Kabupaten Bulungan juga dikenal memiliki lahan yang cukup subur dalam usaha budidaya tanaman tersebut.45

Pelaksanaan program food estate di Kabupaten Bulungan dibutuhkan lahan yang cukup luas sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) PP No.18 Tahun 2010, yang menyebutkan bahwa, “Luas maksimum lahan untuk pengusahaan taman budidaya tanaman yaiktu 10.000 hektar”. Selanjutnya ketentuan Pasal 8 ayat (3) PP No.18 Tahun 2010, menyebutkan bahwa, “Untuk wilayah Papua, luas maksimum lahan dapat diberikan dua kali luas maksimum sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) PP No.18 Tahun 2010 yakni 20.000 hektar”.46

Di dalam pelaksanaan program food estate dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional di Indonesia maka pihak yang menjadi penyelenggara program food estate tersebut adalah investor swasta baik dari dalam maupun dari luar negeri. Apabila investor tersebut berasal dari luar negeri maka berlaku ketentuan hak kepemilikan saham di mana investor luar negeri memiliki 49%

saham. Sedangkan investor lokal menguasai 51% lahan saham. Selain itu menurut ketentuan Pasal 15 PP No.18 Tahun 2010 mengatur tentang penanaman modal asing yang menyebutkan bahwa,

1. Penanaman modal asing yang akan melakukan usaha budidaya tanaman wajib bekerjasama dengan pelaku usaha budidaya tanaman dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

45Roekasah Adiratma, Memikirkan Kondisi Petani Indonesia dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraan, Penebar Swadaam, Jakarta, 2004, hal.43

46Ibid,hal.44

2. Batas penanaman modal asing untuk usaha budidaya tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas maksimum 49%.

Istilah Landreform pada mulanya dicetuskan oleh Lenin dan banyak digunakan di negara komunis atau negara blok timur dengan adagium ”land to the tiller” untuk memikat hati rakyat dan petani yang menderita karena tekanan landlord, untuk kepentingan politis di negara tersebut. Di Indonesia, Landreform yang dimaksud tidak sama dengan yang dimaksud di negara komunis. Landreform di negara Indonesia bukan hanya dalam pengertian politis belaka tapi juga dalam pengertian tehnis. Selain itu Landreform dilaksanakan bukan hanya untuk kepentingan negara atau golongan tertentu saja, tetapi ditujukan untuk memberikan kemakmuran bagi rakyat baik secara individual maupun bersama dengan cara mengakui adanya hak milik perorangan, sedangkan Landreform di Negara komunis adalah semata-mata untuk kepentingan partai.

Dalam pengertian lain pembaharuan agraria dalam bidang pertanahan khususnya penataan kembali struktur penguasaan tanah sebenarnya telah dikenal sejak jaman Romawi Kuno, sekalipun bentuk dan sifatnya berbeda-beda sepanjang jaman, sesuai dengan tuntutan jaman serta tergantung dari tujuan para elit yang berkuasa. Secara sepintas, latar belakang sejarah pencetusan gagasan Landreform dimulai pada abad ke-6 Sebelum Masehi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ella H Tuma dalam bukunya yang berjudul: “The Twenty Sixth Century of An Agrarian Reconstruction” masa agak rinci kapan landreform dimulai kira-kira sekitar tahun 133 Sebelum Masehi yakni ketika dua kakak beradik berkebangsaan Roma, Tiberius Gracchus dan Gaius Gracchus,

mengusulkan kepada senat Romawi untuk membuat undang-undang yang membatasi pemilikan tanah pertanian yang luas. Meskipun pada akhirnya mereka dibunuh oleh para tuan-tuan tanah (selaku lawan), namun momen penting ini akhirnya menjadi suatu peristiwa besar di dunia yang kelak mendatangkan keadilan, kesejahteraan bagi rakyat kecil dan menaikan martabat manusia.47

Gagasan tersebut kemudian oleh Lenin disebut sebagai Landreform yang kini banyak digunakan oleh negara-negara di berbagai dunia, baik untuk kepentingan politis, sosial, ekonomi maupun pertahanan dan keamanan untuk melaksanakan penjabaran sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang pokok agraria (UUPA) maka dikeluarkanlah Undang Undang No. 56 Prp Tahun 1960, Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 beserta berbagai peraturan pelaksanaanya.

Secara harfiah istilah Landreform berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata “land” yang berarti tanah dan kata “reform” yang berarti perombakan.

Oleh karena itu, Landreform secara sederhana dapat diartikan sebagai perombakan tanah. Akan tetapi dalam konsep Landreform yang sesungguhnya tidaklah sesederhana itu, artinya tidak hanya perombakan tanah atau perombakan struktur penguasaan tanah, melainkan perombakan terhadap hubungan manusia dengan tanah, hubungan manusia dengan manusia yang berkenaan dengan tanah, guna meningkatkan penghasilan petani dan perombakan ini sifatnya mendasar.

Oleh karena itu, untuk mempelajari konsep Landreform yang sebenarnya ada beberapa pendapat para ahli mengenai Landreform yang dapat lihat dalam

47 Herry Martono, Sengketa Bidang Pertanahan Penyebab Dan Penanganannya Secara Praktek, Erresco, Bandung, 2007, hal. 56

beberapa literatur-literatur agraria. Dari pernyataan diatas tersebut bahwa pengertian tanah mempunyai arti yang bermacam-macam dan sangat tergantung dalam bidang ilmu mana orang melihatnya.48

Dari aspek hukum tanah dapat diartikan sebagai milik (hak milik), tetapi dari disiplin lain pengertian tanah tidak demikian, bisa saja mempunyai arti sumber kekuatan atau strategi politik, faktor produksi, merupakan bagian dari system social yang menunjukan pada, atau mempunyai pengertian lahan dalam ilmu pertanian dan lain-lain. Tetapi secara umum pengertian stratifikasi social tanah tersebut menunjukan pada penggunaan tanah. Sedangkan istilah reform sudah jelas menunjukan kepada perombakan, mengubah/membentuk kembali sesuatu untuk menuju perbaikan. Dengan demikian Landreform berkaitan dengan perubahan struktur secara institusional yang mengatur hubungan manusia dengan tanah.

Pengertian yang lain Landreform berarti mengubah dan menyusun kembali tatanan dan prosedur-prosedur dalam usaha untuk membuat sistem penguasaan tanah itu konsisten dengan persyaratan-persyaratan secara keseluruhan dari pembangunan ekonomi. Pandangan ini didasari oleh suatu pemikiran bahwa tatanan yang berlaku (dalam sistem penguasaan tanah) pada suatu kondisi tertentu ditinjau dari perspektif pembangunan ekonomi sudah tidak memungkinkan lagi.

Oleh karena itu perlu dilakukan perombakan atau reformasi. Pandangan ini tentu saja melihat Landreform lebih berorientasi pada aspek ekonomi. Adapun

48 AP Parlindungan, Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Menurut UUPA, Alumni Bandung, 1998, hal. 36

pengertian Landreform bisa berarti luas bisa berarti sempit. Landreform bertujuan luas dan di kalangan dunia internasional Landreform itu bermakna :

1. Perubahan hubungan antara manusia dengan tanah, contohnya ialah bahwa petani itu berhak mempunyai tanah sendiri dan dikembangkan agar petani itu mempunyai hak milik.

2. Perubahan dan perlindungan petani penggarap dari tuan tanah atau penghapusan pertanahan misalnya dengan menentukan suatu bagian tertentu yang harus diberikan kepada tuan tanah dalam bagi hasil.

3. Larangan memiliki tanah yang luas, disebut juga dengan larangan latifundia.

4. Larangan absenteeisme atau guntai yang berarti bahwa tidak diperkenankan orang mempunyai tanah pertanian jika tidak digarap sendiri, dia bertempat tinggal di luar lokasi tanah pertanian atau sama sekali tidak mengerjakan tanah itu dan menyewakannya atau menyuruh orang lain untuk mengerjakannya.

5. Penetapan suatu ceiling bagi kepemilikan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya latifundia atau mencegah penumpukan tanah dengan 1 orang yaitu land lord.

Pengertian Landreform di Indonesia dibagi atas dua bagian, yaitu :

6. Landreform dalam arti luas, yang dikenal dengan istilah Agrarian Reform/Panca Program, terdiri dari:

a. Pembaharuan Hukum Agraria

b. Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi-konsepsi kolonial atas tanah.

c. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.

d. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.

e. Perencanaan, persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya serta, penggunaannya secara berencana sesuai dengan daya dan kesanggupan serta kemampuannya.

7. Landreform dalam arti sempit, menyangkut perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.

Agrarian Reform merupakan konsep yang lebih menyeluruh karena meliputi perubahan keadaan-keadaan yang sangat luas dan sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian. Dengan demikian dapat dikatakan merupakan suatu alat yang penting untuk meningkatkan hasil pertanian yang dihasilkan tanah tersebut dengan asumsi bahwa tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan.

Pengertian Landreform menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria adalah pengertian dalam arti luas, dan perumusannya sesuai dengan pengertian Landreform yang dirumuskan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), yaitu suatu program tindakan yang saling berhubungan yang bertujuan untuk menghilangkan penghalang-penghalang di bidang ekonomi, sosial yang timbul dari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam struktur pertanahan.49

Istilah Landreform di Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno merupakan salah satu bagian dari konsep pembaruan agraria (Agrarian Reform/Reforma Agraria) yang terkandung dalam UUPA. Namun

49K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 45

seringkali antara Agrarian Reform dan Landreform dianggap identik, meskipun sebenarnya sudah disepakati secara umum bahwa Agrarian Reform lebih luas pengertiannya dari Landreform.

Secara harafiah Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu Land artinya tanah dan Reform artinya perubahan, perombakan. Jadi, Landreform berarti perombakan terhadap struktur pertanahan. Akan tetapi sebenarnya yang dimaksudkan bukan hanya perombakan terhadap struktur penguasaan tanah, melainkan perombakan terhadap hubungan manusia dengan tanah, hubungan manusia dengan manusia berkenaan dengan tanah guna meningkatkan penghasilan petani. Perombakan ini sifatnya mendasar dan bukan tambal sulam.

Di Indonesia, pengertian Landreform terangkum dalam UUPA membagi atas 2 (dua) bagian yakni dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas meliputi program:50

1. Pembaharuan hukum agraria,

2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi kolonial atas tanah, 3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur,

4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah,

5. Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan dan kemampuannya.

50Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000, hal. 19

Sedangkan Landreform dalam arti sempit hanya mencakup program butir keempat, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah. Perombakan pertanahan atau Landreform dalam arti sempit menunjukkan kepada tindakan untuk membagi-bagikan kembali tanah bagi kepentingan petani. Sedangkan dalam arti luas dapat meliputi konsolidasi dan registrasi di wilayah-wilayah di mana berlaku hak-hak dan kekuasaan tanah Land Tenure yang bersifat tradisional dan pula Land Settlement di atas tanah-tanah yang baru. Dalam pengertian yang lebih

Sedangkan Landreform dalam arti sempit hanya mencakup program butir keempat, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah. Perombakan pertanahan atau Landreform dalam arti sempit menunjukkan kepada tindakan untuk membagi-bagikan kembali tanah bagi kepentingan petani. Sedangkan dalam arti luas dapat meliputi konsolidasi dan registrasi di wilayah-wilayah di mana berlaku hak-hak dan kekuasaan tanah Land Tenure yang bersifat tradisional dan pula Land Settlement di atas tanah-tanah yang baru. Dalam pengertian yang lebih