• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.4. Analisis Data

3.4.1 Analisis data vegetasi

Analisis vegetasi habitat ungko dan siamang dengan metode jalur berpetak dihitung menggunakan rumus berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (2002) sebagai berikut:

Kerapatan suatu jenis (K) (individu/ha)

K = Jumlah Individu jenis ke-i Luas total petak contoh

Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = Kerapatan jenis ke-i X 100%

Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis (F)

F = Jumlah petak ditemukannya jenis ke-i Jumlah seluruh petak contoh

Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = Frekuensi jenis ke-i X 100%

Jumlah frekuensi seluruh jenis

Dominansi suatu jenis (D)

D= Luas bidang dasar jenis ke-i Luas total petak contoh

Dominansi relatif (DR)

DR =

Dominansi jenis ke-i

X 100% Dominansi seluruh jenis

Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dalam bentuk tabulasi dan penjelasan secara deskriptif. Seluruh hasil perhitungan nilai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif serta Indeks Nilai Penting (INP) dimaknai dengan mengkaitkannya terhadap keberadaan kedua jenis Hylobatidae terutama untuk pemanfaatan jenis pepohonan.

3.4.2 Analisis ketersediaan ruang berdasarkan kelas strata dan tinggi pohon.

Analisis ketersediaan ruang dilakukan dengan mengklasifikasikan tiap individu pohon yang teramati kedalam kelas-kelas tertentu. Klasifikasi strata pohon yang terdapat dalam habitat ungko dan siamang dibagi kedalam empat kategori yaitu strata A (>30 m), B (20-30 m), C (10-20 m) dan D (<10 m) (Mills et al 1993, diacu dalam Parker & Brown 2000). Setelah dikelompokan dalam masing-masing kategori klasifikasi tersebut, selanjutnya dicari nilai frekuensi relatif ketersediaan ruang antara satu kelas strata dengan kelas strata lain menggunakan persamaan:

Ketersediaan ruang strata i = (total individu pohon strata ke i/total individu seluruh pohon) x 100%

Analisis yang sama juga digunakan untuk mencari ketersediaan ruang berdasarkan kelas tinggi pohon yang teramati. Namun untuk kelas tinggi pohon dibagi kedalam enam kelas dengan yaitu 0-11 meter, 11-15 meter, 16-20 meter, 21-25 meter, 26-30 meter dan >30 meter. Setelah dikelompokan dalam masing- masing kategori klasifikasi tersebut, selanjutnya dicari nilai frekuensi relatif ketersediaan ruang antara satu kelas strata dengan kelas strata lain menggunakan persamaan:

Ketersediaan ruang kelas tinggi i = (total individu pohon kelas tinggi ke i/total individu seluruh pohon) x 100%

Kedua hasil analisis data ini selanjutnya akan digunakan sebagai salah satu variabel dalam perhitungan preferensi pemanfaatan ruang oleh kedua jenis Hylobatidae.

3.4.3 Visualisasi profil habitat dan persentase coverage area

Penggambaran profil habitat dilakukan berdasarkan data hasil pengamatan vegetasi. Dengan menggunakan perangkat lunak coreldraw atau adobe photoshop

kemudian data-data hasil pengamatan vegetasi habitat yang telah dilakukan dikonversi kedalam gambar digital untuk menggambarkan struktur pohon dalam habitat tersebut.

Persentase coverage area merupakan analisis data mengenai akumulasi seluruh tutupan tajuk pepohonan dalam suatu plot. Persentase coverage area dicari dengan metode overlay dari suatu tajuk pohon menggunakan perangkat lunak coreldraw. Setelah terbentuk seluruh tutupan tajuk pohon yang terdapat di plot tersebut kemudian digunakan perangkat lunak imageJ untuk mencari luasan (measurement) yang telah di-overlay, kemudian dibandingkan dengan luasan keseluruhan plot sehigga dapat ditemukan nilai persentase luasan area yang ternaungi (cover area) dan area yang terbuka (open area)

3.4.4 Analisis pemanfaatan ruang

Data mengenai pemanfaatan ruang oleh ungko dan siamang dianalisis dengan menggunakan Jacob’s D value index. Jacob’s D value index adalah sebuah indeks yang menggambarkan preferensi penggunaan ruang suatu jenis satwa berdasarkan srata maupun ketinggian dalam hutan. Indeks ini sebelumnya telah banyak digunakan untuk menghitung preferensi pakan berdasarkan kelimpahannnya di alam (Jacob 1974, diacu dalam Cannon & Leighton 1994). Dalam penghitungan indeks tersebut digunakan proporsi kelimpahan relatif aktivitas penggunaan ruang dan kelimpahan relatif (ketersediaan) ruang dihabitat dengan menggunakan persamaan:

D= (r-p)/(r+p-2rp)

Keterangan: D= Jacob’s D value index; r= frekuensi relatif pemanfaatan ruang; p= kelimpahan relatif (frekuensi) ruang dihabitat.

Selanjutnya data tersebut dideskripsikan dengan menggunakan analisis crosstabs menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 untuk menjelaskan nilai perbedaan penggunaan ruang oleh ungko dan siamang. Selanjutnya hasil tersebut di-visualisasikan kedalam bentuk grafik untuk menggambarkan perbedaan nilai pemanfaatan ruang ungko dan siamang.

3.4.5 Pemanfaatan vegetasi sebagai sumber pakan

Datamengenaipemanfaatan vegetasi sebagai sumber pakan oleh ungko dan siamang dianalisis secara deskriptif dengan mengaitkan antara jenis-jenis yang

dimanfaatkan oleh kedua jenis Hylobatidae tersebut dan ketersediaannya dihabitat.

3.4.6 Indeks keanekaragaman jenis vegetasi

Indeks Keanekaragaman jenis vegetasi pada habitat ungko dihitung dengan menggunakan persamaan indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (Latifah 2005).

H’ = -∑ pi ln pi

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman jenis

Pi : Kelimpahan relatif spesies ke-I (Ni/Nt) Ni : Jumlah individu spesies ke-i

Nt : Jumlah total untuk semua individu Ln : Logaritma natural

Setelah diketahui nilai indeks Shanon-Wiener berdasarkan perhitungan di atas, selanjutnya nilai indeks tersebut dibandingkan untuk tiap lokasi pengamatan ataupun dengan hasil penelitian habitat ungko lainnya. Barbour et al. (1987) diacu dalam Simorangkir et al. (2009) menyebutkan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis umumnya berkisar 0-7 dan memiliki beberapa kriteria yaitu

rendah untuk H’=0-2; sedang jika H’=2-3; dan tinggi jika H’>3.

3.4.7 Indeks kemerataan jenis vegetasi

Tingkat kemerataan vegetasi pada suatu komunitas ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies (species eveness index). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu spesies dalam suatu komunitas. Menurut Ludwig dan Reynold (1988) indeks ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

E=H’/Ln S

Keterangan: E=Indeks kemerataan jenis; H’= indeks keanekaragaman jenis; S=jumlah spesies

Nilai indeks kemerataan jenis berkisar antara nol sampai satu. Menurut Krebs (1978) nilai indeks kemerataan mendekati satu menunjukkan bahwa spesies yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata, sementara apabila nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan ketidakmerataan spesies dalam komunitas tersebut.

3.4.8 Indeks kekayaan jenis vegetasi

Indeks kekayaan jenis Margalef (R)’ merupakan perhitungan kekayaan jenis spesies dalam suatu komunitas. Indeks ini menurut Magurran (1988) dapat dihitungdengan menggunakan persamaan:

R= S-1/ ln N

Keterangan: R=Indeks kekayaan jenis margalef; S= jumlah jenis; N=Jumlah individu)

Indeks kekayaan jenis Margalef merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Berdasarkan Magurran (1988) besaran R<3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R=3,5-5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R>5 kekayaan jenis tergolong tinggi.

3.4.9 Indeks Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas atau index of similarity diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antar komunitas di habitat yang diamati. Indeks ini menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) dapat dicari dengan menggunakan rumus:

IS= (2w/(a+b)) x100%

Keterangan: IS= Indeks kesamaan jenis w= jumlah spesies yang terdapat dalam kedua komunitas; a=jumlah spesies dalam komunitas a; b=jumlah spesies dalam komunitas b

BAB IV

Dokumen terkait