• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Umum Habitat

Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat merupakan hutan hujan tropis primer yang sebagian besar merupakan areal konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Teluk Nauli. Namun sampai saat ini belum dilakukan eksploitasi terhadap vegetasi yang terdapat dalam area tersebut karena kondisi topografi yang tidak memungkinkan untuk kegiatan HPH. Areal penelitian Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat terletak pada ketinggian 800-1200 mdpl sehingga dapat dikategorikan kedalam tipe hutan peralihan antara ekosistem hutan perbukitan tengah (medium elevation hills) dan hutan sub-montana berdasarkan zona altitudinal dari permukaan laut (Laumonier 1997). Sedangkan berdasarkan zona floristik kawasan tersebut dapat dikategorikan kedalam formasi hutan Dipterocarpaceae atas dan hutan Fagaceae-Lauraceae (Whitemore 1975).

Tipe Habitat yang teramati dalam kawasan hutan areal penelitian tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan komposisi vegetasinya. Terdapat tiga tipe habitat utama dalam kawasan tersebut yaitu hutan Dipterocarpaceae atas (upper Dipterocarp forest), hutan gambut (peat forest) dan hutan peralihan hill- montana (Wijiarti 2009; Wich et al. 2003). Ketiga tipe hutan tersebut dalam pembahasan berikutnya disebut dengan formasi hutan peralihan hill-montana (FHHM), formasi hutan gambut (FHG) dan formasi hutan Dipterocarpaceae atas (FHDA).

Ketiga formasi hutan di areal penelitian tersebar dalam tiga wilayah besar yaitu formasi hutan hill-montana (FHHM) di area sebelah timur-utara, formasi hutan gambut (FHG) di area selatan-barat daya dan formasi hutan Dipterocarpaceae atas (FHDA) di area sebelah barat-barat laut lokasi penelitian (Gambar 7). Penggambaran kondisi vegetasi ketiga tipe habitat tersebut disajikan pada Gambar 8.

Gambar 7 Sketsa lokasi pembagian ketiga tipe habitat ungko dan siamang di KHBTBB.

Gambar 8 Tipe formasi hutan di KHBTBB berdasarkan jenis vegetasi. Ket: (a) formasi hutan hill-montana; (b) formasi hutan gambut dan (c) formasi hutan Dipterocarpaceae atas.

Hasil pengamatan vegetasi pada areal penelitian ini menunjukkan terdapat 216 jenis dari 50 famili pepohonan dengan jumlah individu sebanyak 1360 pohon pada plot contoh berukuran 1,5 ha untuk tiga tipe habitat yang berbeda. Hasil penelitian ini juga mengamati beberapa parameter umum yang menjadi karakteristik pada tiap tipe habitat tersebut, antara lain jumlah famili dan spesies vegetasi, rerata diameter setinggi dada, rerata tinggi total pohon dan beberapa parameter lainnya (Tabel 2).

Tabel 2 Beberapa parameter umum vegetasi pada tiga tipe habitat di KHBTBB Tipe Hutan ∑Famili ∑ Jenis DBH (cm) TTP (m) K (ind/ha) LBDS (m2) FHHM 37 100 22,51± 12,84 19,92± 6,21 888 23,32 FHG 34 102 21,28± 12,51 18,63± 5,65 1016 24,28 FHDA 39 134 24,82± 20,66 19,57± 6,56 816 33,30 Batang Toru 50 216 22,71±15,56 19,60±6,30 907 80,89 Keterangan: FHHM= Formasi hutan peralihan hill-montana; FHG= formasi hutan Gambut;

FHDA= formasi hutan Dipterocarpaceae atas; DBH= rerata diameter setinggi dada; TTP= rerata tinggi total pohon; K= kelimpahan; LBDS= luas bidang dasar.

Ketiga formasi hutan yang teramati secara umum memiliki kemiripan satu dengan lainnya berdasarkan beberapa nilai parameter umum yang teramati. Namun formasi hutan Dipterocarpacae atas (FHDA) merupakan tipe habitat yang memiliki nilai parameter umum tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Pendugaan mengenai karakteristik parameter umum vegetasi di kawasan hutan tersebut akan dibahas secara lebih rinci pada sub-bab pembahasan selanjutnya.

Hasil analisis data memberikan beberapa nilai indeks untuk ketiga tipe formasi hutan yang teramati yaitu indeks keanekaragaman jenis pohon Shanon- Wiener, kemerataan jenis Shanon-Wiener, kekayaan jenis Margalef dan kesamaan komunitas (similarity index). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis pohon Shanon-Wiener, kemerataan jenis Shanon-Wiener, kekayaan jenis Margalef disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Indeks keanekaragaman jenis dan keseragaman jenis Shanon-Wiener pada ketiga tipe hutan di KHBTBB

Tipe Hutan H' H' max E’ R

FHHM 3,65 4,61 79,26% 16,24 FHG 3,22 4,63 69,62% 16,22 FHDA 4,42 4,90 90,24% 22,13 Keterangan: FHHM= Formasi hutan peralihan hill-montana; FHG= formasi hutan Gambut;

FHDA= formasi hutan Dipterocarpaceae atas; H’= indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener; H’ max= nilai maksimum H” di habitat; E’= Indeks kemerataan jenis Shanon-Wiener; R= Nilai kekayaan jenis Margalef.

Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) yang terdapat pada ketiga tipe habitat tersebut masing-masing sebesar 3,65 (FHHM), 3,22 (FHG) dan 4,42 (FHDA). Ketiga nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wiener masing-masing habitat termasuk kedalam kategori tinggi. Barbour et al. (1987) diacu dalam Simorangkir et al. (2009) menyebutkan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis umumnya berkisar 0-7 dan memiliki beberapa kriteria yaitu rendah untuk H’=0-2;

sedang jika H’=2-3; dan tinggi jika H’>3. Tingginya nilai keanekaragaman jenis vegetasi untuk tiap formasi hutan di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat diduga merupakan implikasi dari kondisi biogeografisnya yang merupakan daerah peralihan kawasan biogeografis Danau Toba bagian utara dan kawasan biogeografis Danau Toba Bagian selatan (Perbatakusuma et al. 2006).

Indeks kemerataan jenis menunjukkan penyebaran individu spesies dalam komunitas. Nilai indeks kemerataan jenis (E’) berkisar antara nol sampai satu. Tabel 3 menunjukkan nilai kemerataan jenis untuk masing-masing tipe habitat sebesar 79,26% (FHHM), 69,62% (FHG) dan 90,24% (FHDA). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat penyebaran individu spesies vegetasi di ketiga tipe hutan tersebut cukup merata. Krebs (1978) menyebutkan bahwa nilai indeks kemerataan (E’) mendekati satu menunjukkan bahwa spesies yang terdapat dalam suatu komunitas semakin merata, sementara apabila nilai indeks kemerataan mendekati nol menunjukkan ketidakmerataan spesies dalam komunitas tersebut.

Indeks kekayaan jenis Margalef merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Seluruh tipe habitat yang teramati memiliki nilai kekayaan jenis yang tinggi. Berdasarkan Magurran (1988) besaran R<3,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong rendah, R=3,5-5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang dan R>5 kekayaan jenis tergolong tinggi.

Hasil analisis data juga menghasilkan indeks kesamaan komunitas bagi ketiga tipe habitat di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat. Ketiga tipe habitat tersebut memiliki nilai kemiripan diatas 30% (Tabel 4).

Tabel 4 Indeks kesamaan komunitas (similarity index) pada ketiga tipe hutan di KHBTBB

FHHM FHG FHDA

FHHM 48,51% 47,86%

FHG 39,83%

FHDA

Keterangan: FHHM= Formasi hutan peralihan hill-montana; FHG= formasi hutan Gambut; FHDA= formasi hutan Dipterocarpaceae atas.

Nilai indeks kesamaan yang bervariasi antara satu komunitas dengan komunitas lainnya pada lokasi penelitian, menunjukkan terdapatnya susunan

(struktur dan komposisi) tumbuhan untuk masing-masing komunitas tersebut. Nilai indeks kesamaan komunitas antara masing-masing tipe habitat yang teramati yaitu 48,51% (FHHM-FHG), 47,86 % (FHHM-FHDA) dan 39,83 % (FHG- FHDA), menunjukkan tingkat kesamaan jenis pada masing-masing habitat yang dibandingkan. Nilai tersebut juga menggambarkan sekurang-kurangnya terdapat 40% organisme spesies yang sama dan terdapat di dua habitat yang dibandingkan. Kesamaan spesies antar komunitas termasuk kedalam kategori tidak mirip atau spesifik lokal. Hal ini didasarkan atas Suin (2002) diacu dalam Astuti (2010) yang menyebutkan tingkat pengelompokkan tipe komunitas dapat dikategorikan

menjadi empat tingkat yaitu sangat tidak mirip (IS≤25%), tidak mirip (25%<IS≤50%), mirip (50%<IS<75%) dan sangat mirip (IS ≥ 75%).

5.2 Struktur Vegetasi 5.2.1 Kerapatan vegetasi

Hasil pengamatan menunjukkan terdapatnya perbedaaan jenis vegetasi yang memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi pada tiap tipe habitat yang teramati. Pada tipe hutan peralihan hill-montana, jenis Campnosperma auriculatum dari famili Anacardiaceae merupakan jenis yang memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi yaitu 66 individu/ha atau 7,43% dari keseluruhan plot di tipe habitat tersebut. Jenis Madhuca laurifolia dari famili Sapotaceae merupakan spesies yang memiliki nilai kerapatan tertinggi pada tipe habitat hutan gambut dengan nilai 202 individu/ha atau 19,88 % dari keseluruhan individu yang terdapat dalam plot tipe habitat tersebut. Jenis Gironniera subequalis dari famili Ulmaceae merupakan jenis vegetasi yang memiliki nilai kerapatan tertinggi pada tipe habitat hutan Dipterocarpaceae atas dengan nilai kerapatan 54 individu/ha atau 6,62% dari keseluruhan individu yang teramati pada tipe habitat tersebut (Tabel 5).

Ketiga tipe habitat yang teramati memiliki kesamaan terhadap jenis Palaquium rostratum, yang merupakan jenis pohon pakan bagi ungko dan siamang, yang termasuk kedalam lima jenis vegetasi dengan nilai kerapatan tertinggi di masing-masing tipe habitat (Tabel 5). Selain itu hampir disemua tipe habitat yang teramati terdapat jenis pohon sumber pakan ungko dan siamang yang termasuk kedalam lima jenis vegetasi dengan nilai kerapatan relatif tertinggi seperti jenis Anacardiaceae Campnosperma auriculatum pada tipe hutan peralihan

hill-montana dan Sapotaceae Madhuca laurifolia pada tipe habitat hutan gambut. Hal ini menunjukkan ketiga tipe habitat tersebut memiliki potensi sumberdaya pohon pakan yang cukup tinggi untuk mendukung kehidupan kedua jenis Hylobatidae tersebut di area penelitian ini.

Tabel 5 Daftar lima jenis vegetasi dengan nilai kerapatan tertinggi pada tiap tipe habitat di KHBTBB Famili Jenis Individu K (ind/ha) KR (%) FHHM

Anacardiaceae Campnosperma auriculatum*** 33 66 7,43% Theaceae Schima walichii 32 64 7,21% Myrsinaceae Labisia pumila 30 60 6,76% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 24 48 5,41% Unknown Unknown 16 32 3,60%

FHG

Sapotaceae Madhuca laurifolia** 101 202 19,88% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 70 140 13,78% Myrtaceae Tristaniopsis whiteana 28 56 5,51% Myrtaceae Syzygium sp. 36 19 38 3,74% Anacardiaceae Gluta aptera 18 36 3,54%

FHDA

Ulmaceae Gironniera subaequalis* 27 54 6,62% Myrtaceae Syzygium napiformis 17 34 4,17% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 16 32 3,92% Rubiaceae Diplospora cf. malaccensis 15 30 3,68% Rhizophoraceae Carallia eugenioidea 13 26 3,19% Keterangan: FHHM= formasi hutan hill-montana; FHG= formasi hutan gambut; FHDA=

formasi hutan Dipterocarpaceae atas; *= jenis pohon sumber pakan ungko; **= jenis pohon sumber pakan siamang; ***= jenis pohon sumber pakan ungko dan siamang.

5.2.2 Frekuensi jenis vegetasi

Frekuensi jenis vegetasi dapat didefinisikan sebagai banyaknya jumlah plot pengamatan temat ditemukannya suatu spesies vegetasi dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis vegetasi yang memiliki nilai frekuensi tertinggi pada masing-masing tipe habitat. Jenis Ancardiaceae Campnosperma auriculatum, Theaceae Schima wallichii dan Sapotaceae Palaquium rostratum merupakan jenis vegetasi yang memiliki sebaran populasi terluas pada formasi hutan perlaihan hill-montana. Ketiga jenis tersebut ditemukan pada tiap plot pengamatan di tipe habitat tersebut.

Formasi hutan gambut yang terdapat dalam kawasan hutan Batang Toru memiliki lima jenis vegetasi yang sebaran populasinya dapat ditemuka hampir di tiap plot pengamatan. Jenis-jenis tersebut antara lain Sapotaceae Madhuca laurifolia, Sapotaceae Palaquium rostratum, Myrtaceae Syzigium sp. 36,

Icacinaceae Stermonurus malaccensis dan Anacardiaceae Campnosperma auriculatum. Tiga dari lima jenis vegetasi yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi pada formasi hutan gambut merupakan jenis vegetasi sumber pakan ungko dan siamang. Hal mengindikasikan bahwa ketersediaan pakan bagi ungko dan siamang di tipe hutan tersebut tersebar hampir di setiap area.

Formasi hutan Dipetrocarpaceae atas memiliki sruktur frekuensi vegetasi yang berbeda dengan kedua tipe hutan lainnya. Hal ini ditandai dengan tidak terdapatnya jenis dari famili Sapotaceae yang termasuk kedalam vegetasi yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi. Terdapat tiga jenis vegetasi yang memiliki sebaran terluas dalam formasi hutan Dipterocarpaceae atas yaitu Ulmaceae Girroniera subequalis, Myrtaceae Syzigium napiformis dan Rubiaceae Diplospora cf malaccensis (Tabel 6).

Tabel 6 Daftar lima jenis vegetasi yang memiliki nilai frekuensi tertinggi pada masing-masing tipe habitat di KHBTBB

Famili Jenis ∑ Plot F FR (%)

FHHM

Anacardiaceae Campnosperma auriculatum*** 5 1 2,66% Theaceae Schima walichii 5 1 2,66% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 5 1 2,66% Icacinaceae Stermonurus scorpioides 4 0,8 2,13% Myrsinaceae Labisia pumila 4 0,8 2,13%

FHG

Sapotaceae Madhuca laurifolia** 5 1 2,92% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 5 1 2,92% Myrtaceae Syzygium sp. 36 5 1 2,92% Icacinaceae Stemonurus malaccensis 5 1 2,92% Anacardiaceae Campnosperma auriculatum*** 5 1 2,92%

FHDA

Ulmaceae Gironniera subaequalis* 5 1 2,28% Myrtaceae Syzygium napiformis 5 1 2,28% Rubiaceae Diplospora cf. malaccensis 5 1 2,28% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 4 0,8 1,83% Rhizophoraceae Carallia eugenioidea 4 0,8 1,83% Keterangan: FHHM= formasi hutan hill-montana; FHG= formasi hutan gambut; FHDA= formasi

hutan Dipterocarpaceae atas; *= jenis pohon sumber pakan ungko; **= jenis pohon sumber pakan siamang; ***= jenis pohon sumber pakan ungko dan siamang.

Frekuensi dari suatu jenis spesies dapat menggambarkan sebaran jenis vegetasi tersebut di habitat yang teramati. Suin (2002) diacu dalam astuti (2010) menyatakan bahwa apabila nilai frekuensi suatu jenis vegetasi yang ditemukan tinggi, mengindikasikan jenis tersebut memiliki sebaran yang luas di habitat itu. Jenis vegetasi yang terdapat dalam suatu area pengamatan juga dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori berdasarkan nilai frekuensinya yaitu

jenis aksidental apabila nilai f= 0-0,25; jenis asesori f= 0,25-0,5; jenis konstan f= 0,5-0,75 dan jenis absolut f > 0,75 (Suin 2002, diacu dalam astuti 2010).

Terdapatnya beberapa jenis pohon sumber pakan diantaranya Anacardiaceae Campnosperma auriculatum dan Sapotaceae Palaquium rostratum kedalam kategori konstan dan absolut di tiap tipe habitat ungko dan siamang menunjukkan bahwa hampir di setiap area dalam tipe habitat yang teramati tersedia sumber pakan bagi kedua jenis Hylobatidae tersebut.

5.2.3 Luas bidang dasar vegetasi

Salah satu parameter struktur hutan yang diukur dalam penelitian ini adalah luas bidang dasar per jenis vegetasi. Luas bidang dasar suatu jenis spesies dapat dijadikan indikator tingkat dominansi jenis tersebut di habitat yang teramati. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat lima jenis vegetasi pada masing-masing tipe habitat dengan nilai luas bidang dasar tertinggi (Tabel 7).

Tabel 7 Jenis vegetasi dengan Basal Area Tertinggi pada habitat Hylobatidae di KHBTBB

Famili Jenis LBDS (m2) DR (%)

FHHM

Myrsinaceae Labisia pumila* 2,74 11,76% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 2,21 9,47% Anacardiaceae Campnosperma auriculatum*** 1,23 5,27% Apocynaceae Kibatalia borneensis 0,78 3,36%

FHG

Sapotaceae Madhuca laurifolia** 4,44 18,32% Sapotaceae Palaquium rostratum*** 2,61 10,80% Araucariaceae Agathis borneensis** 1,75 7,21% Myrtaceae Tristaniopsis whiteana 1,51 6,24% Anacardiaceae Swintonia floribunda 1,35 5,59%

FHDA

Dipterocarpaceae Shorea platyclados 7,44 22,34% Anacardiaceae Campnosperma auriculatum*** 2,91 8,74% Annonaceae Polyalthia sumatrana 1,50 4,52% Guttiferae Garcinia hombroniana* 1,24 3,72% Fagaceae Lithocarpus rassa 1,2 3,59% Keterangan: FHHM= formasi hutan hill-montana; FHG= formasi hutan gambut; FHDA= formasi

hutan Dipterocarpaceae atas; *= jenis pohon sumber pakan ungko; **= jenis pohon sumber pakan siamang; ***= jenis pohon sumber pakan ungko dan siamang.

Terdapat perbedaan mekanisme pembentukan nilai basal area tertinggi antara satu tipe habitat dengan tipe habitat lainnya. Tabel 5 menunjukkan nilai luas bidang dasar spesies Dipterocarpaceae Shorea platyclados yang hanya terdapat di formasi hutan Dipterocarpaceae atas merupakan nilai tertinggi diantara seluruh vegetasi yang ditemukan di tiga habitat. Spesies tersebut hanya ditemukan

sebanyak 8 individu dalam 15 plot contoh pengamatan atau dengan kata lain rerata basal area untuk masing-masing individu jenis tersebut sebesar 0,93 m2 (diameter = 109 cm). Hal ini menunjukkan adanya diferensiasi karakteristik fisik pohon antara jenis Dipterocarpaceae dengan jenis lainnya, dimana jenis tersebut merupakan pohon memiliki diameter yang sangat besar. Myrisnaceae Labisia pumila dan Sapotaceae Madhuca laurifolia yang menjadi spesies dengan LBDS dominan di formasi hutan peralihan hill-montana dan hutan gambut, memiliki nilai tertinggi karena hasil akumulasi dari banyaknya individu yang terdapat dalam habitat tersebut.

Nilai luas bidang dasar vegetasi yang beragam pada tiap formasi hutan tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya pengaruh tempat hidup dan kemampuan berkompetisi antara satu jenis vegetasi dan jenis vegetasi lainnya. Jenis Myrisnaceae Labisia pumila, Sapotaceae Madhuca laurifolia dan Dipterocarpaceae Shorea platyclados sebagai jenis vegetasi yang memiliki nilai basal area tertinggi di masing-masing habitat diduga memiliki dominansi yang kuat di habitatnya sehingga mampu untuk tumbuh hingga mencapai ukuran yang lebih besar dibanding jenis lainnya. Kemungkinan lain yang mempengaruhi tingginya nilai luas bidang dasar ketiga vegetasi dengan LBDS dominan tersebut adalah jenis dan umur pohon tersebut dialam. Hortson (1976) diacu dalam Astuti (2010) mengungkapkan selain faktor lingkungan (eksternal) yang mempengaruhi besarnya nilai basal area suatu jenis tumbuhan, terdapat juga faktor internal yang mempengaruhi hal tersebut yaitu jenis dan umur pohon.

5.3 Komposisi Jenis Vegetasi

Komposisi jenis vegetasi yang membentuk kawasan hutan penelitian ini secara umum memiliki perbedaan pada masing-masing tipe habitat. Pengamatan menunjukkan terdapatnya perbedaan jenis-jenis yang menjadi ciri khas bagi masing-masing formasi hutan. Beberapa jenis vegetasi yang menjadi ciri khas antara lain Sapotaceae Madhuca lauriofolia yang merupakan ciri bagi formasi hutan gambut dan Dipterocarpaceae Shorea platyclados bagi formasi hutan Dipterocarpaceae atas. Seluruh hasil pengamatan terhadap komposisi jenis vegetasi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Komposisi vegetasi pada masing-masing tipe habitat di KHBTBB

Parameter Formasi Hutan

FHHM FHG FHDA

∑ Famili 37 34 39

∑ Jenis 100 102 134

Famili Lauraceae Myrtaceae Lauraceae

Dominan Myrtaceae Lauraceae Myrtaceae

(Jumlah jenis) Sapotaceae Fagaceae Fagaceae Fagaceae Sapotaceae Flacourtiaceae Annonaceae Icacinaceae Euphorbiaceae

Jenis Myrsinaceae Sapotaceae Dipterocarpaceae

Dominan L. pumila* M. laurifolia** S. platyclados

(INP) Sapotaceae Sapotaceae Ulmaceae

P. rostratum*** P. rostratum*** G. subequalis*

Anacardiaceae Myrtaceae Myrtaceae C. auriculatum*** T. whiteana S. napiformis

Keterangan: FHHM= formasi hutan hill-montana; FHG= formasi hutan gambut; FHDA= formasi hutan Dipterocarpaceae atas; *= jenis pohon sumber pakan ungko; **= jenis pohon sumber pakan siamang; ***= jenis pohon sumber pakan ungko dan siamang.

Kawasan hutan peralihan hill-montana memiliki komposisi jenis vegetasi yang terbesar dari famili Lauraceae dengan jumlah jenis sebesar 14 jenis atau 14% dari keseluruhan jenis yang terdapat dalam tipe habitat ini. Beberapa jenis vegetasi dari famili Lauraceae yang terdapat dalam tipe habitat hutan peralihan hill-montana antara lain Endiandra rubescens, Actinodaphne montana dan Cinnamomum iners. Famili vegetasi lain yang memiliki kelimpahan jumlah jenis tertinggi dalam tipe hutan hill-montana yaitu Myrtaceae (10%), Fagaceae (8%), Sapotaceae (7%) dan Annonaceae (4%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara altitudinal formasi hutan peralihan hill-montana yang terdapat di kawasan ini termasuk kedalam zona sub-montana forest. Laumonier (1997) menyebutkan terdapat beberapa famili yang menjadi karakteristik tegakan hutan sub-montana pada ketinggian 800-1400 mdpl di Pulau Sumatera yaitu Fagaceae, Lauraceae dan Myrtacaeae.

Formasi hutan gambut yang terdapat dalam kawasan ini bukan merupakan tipe hutan gambut yang tergenang oleh air rawa, melainkan hutan gambut kering. Formasi hutan ini ditandai dengan beberapa jenis vegetasi dengan jumlah individu yang dominan dari famili Sapotaceae seperti Maducha laurifolia ataupun Palaquium rostratum, sehingga tutupan tajuk pepohonan yang terdapat dalam formasi hutan ini didominasi warna daun coklat. Whitemore (1975) menyebutkan

bahwa jenis dari famili Sapotaceae yang memiliki daun berwarna kecoklatan seperti Madhuca spp. dan Palaquium spp. merupakan spesies yang dominan pada tipe hutan gambut. Hasil pengamatan menunjukkan walaupun Famili Sapotaceae memiliki jumlah individu yang dominan, namun famili tersebut bukanlah yang dominan dari segi jumlah jenis. Famili Myrtaceae (jambu-jambuan) merupakan famili yang memiliki jumlah jenis terbanyak dengan nilai relatif 20,59% dari keseluruhan jenis yang terdapat dalam tipe hutan tersebut. Beberapa spesies dari famili Myrtaceae yang memiliki kelimpahan terbanyak dalam tipe hutan gambut antara lain Myrtaceae Syzigium sp. 36 dan Tristaniopsis whiteana. Empat Famili lain yang memiliki jumlah jenis terbanyak dalam formasi hutan gambut Batang Toru antara lain Lauraceae (10,78%), Fagaceae (8,82%), Sapotaceae (6,86%), Icacinaceae (4,90%).

Komposisi jenis vegetasi pada formasi hutan Dipterocarpaceae atas (upper Dipterocarpaceae forest) memiliki perbedaan dengan dua tipe formasi hutan lainnya yaitu terdapatnya jenis Shorea platyclados dari famili Dipterocarpaceae. Secara umum famili vegetasi yang terdapat dalam formasi hutan Dipterocarpaceae atas tidak berbeda jauh dari kedua tipe formasi hutan lain dengan Lauraceae sebagai famili vegetasi yang memiliki jumlah jenis terbanyak 12,69% dari seluruh jenis vegetasi yang terdapat dalam tipe hutan tersebut. Empat famili vegetasi lain yang memiliki jumlah jenis terbanyak dalam fomasi hutan Dipetrocarpaceae atas antara lain Myrtaceae (10,45%), Fagaceae (7,46%), Flacourtiaceae (5,97%) dan Euphorbiaceae (5,97%). Kawasan hutan Dipterocarpaceae atas biasanya ditandai dengan terdapatnya vegetasi dari Famili Dipterocarpaceae seperti tegakan Shorea platyclados berukuran raksasa yang berasosiasi dengan beberapa jenis vegetasi dari Famili lain yang dominan, contohnya Fagaceae dan Burseraceae (Laumonier 1997).

Hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 6 juga menunjukkan terdapatnya potensi pohon sumber pakan yang termasuk kedalam tiga besar jenis dominan pada seluruh formasi hutan. Pada formasi hutan peralihan ketiga jenis vegetasi yang mendominasi kawasan tersebut seperti Myrisnaceae Labisia pumila, Sapotaceae Palaquium rostratum dan Anacardiaceae Campnosperma auriculatum merupakan jenis pepohonan yang berperan penting karena berpotensi sebagai

sumber pakan bagi ungko dan siamang (Nowak 2010). Selanjutnya jenis Sapotaceae Madhuca laurifolia dan Palaquium rostratum merupakan jenis vegetasi yang berpotensi sebagai sumber pohon pakan pada formasi hutan gambut. Kelimpahan yang tinggi di tipe hutan tersebut untuk kedua jenis vegetasi ini akan berkorelasi positif terhadap keberadaan ungko dan siamang karena dapat menjamin ketersediaan pakan bagi kedua jenis Hylobatidae tersebut.

5.4 Profil Habitat

5.4.1 Kelas strata dan tinggi pohon serta visualisasi tegakan

Sebaran individu pohon yang teramati pada masing-masing formasi hutan dikategorikan kedalam empat kategori berdasarkan kelas stratifikasi pohon yaitu strata A (kelas ketinggian >30 m), B (21-25 m dan 26-30 m), C (11-15 m dan 16- 20 m) dan D (<10 m). Secara umum kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat memiliki nilai kelimpahan relatif stratifikasi pohon tertinggi pada kelas strata C dengan jumlah pohon 764 individu (56,18%). Tingkat nilai kelimpahan relatif stratifikasi selanjutnya yaitu Strata B 467 individu (34,34%), strata D 73 individu (5,36%) dan strata A 56 individu (4,12%).

Stratifikasi pada Formasi hutan peralihan hill-montana didominasi oleh pepohonan yang termasuk kedalam strata C dengan jumlah individu pohon sebanyak 220 atau 49,5% relatif terhadap keseluruhan individu yang teramati pada formasi hutan tersebut. Tingkat stratifikasi selanjutnya yang memiliki kelimpahan individu terbanyak berturut-turut pada formasi hutan peralihan hill-montana adalah kelas strata B (38,06%), strata D (7,2%) dan strata A (5,24%). Beberapa jenis vegetasi yang masuk kedalam kelas strata A pada habitat hutan peralihan hill-montana antara lain Anacardiaceae Campnosperma auriculatum, Icacinaceae Platea latifolia dan Stermonurus scorpioides.

Stratifikasi pada formasi hutan gambut didominasi oleh pepohonan yang memiliki ketinggian kelas strata C dengan jumlah individu sebanyak 310 pohon (61,02%). Tingkat strata B (kelas tinggi 21-25 dan 26-30 meter) merupakan kelas stratifikasi yang memiliki kelimpahan individu tertinggi kedua dengan jumlah 170 pohon (33,46%), kemudian diikuti oleh tingkat strata D dengan 20 pohon (3,94%) pada urutan ketiga. Habitat formasi hutan gambut merupakan tipe habitat yang memiliki kelimpahan individu terkecil pada kelas strata A dibanding kedua tipe

habitat lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan hanya terdapat 8 individu pohon (1,57%) yang masuk kedalam kelas strata tersebut atau pepohonan yang memiliki tinggi >30 meter. Hal ini menunjukkan bahwa jarang terdapat pepohonan yang secara fisik memiliki ukuran raksasa pada tipe hutan tersebut. Beberapa jenis pepohonan tersebut yang memiliki ketinggian >30 meter antara lain Sapotaceae Madhuca laurifolia, Casuarinaceae Gymnostoma Sumatrana dan Araucariaceae Agathis boornensis.

Hasil klasifikasi data dengan menggunakan rerata tinggi tajuk masing- masing famili pada formasi hutan Dipterocarpaceae atas diketahui famili yang

Dokumen terkait