• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.4.2 Analisis para pihak

Analisis terhadap keterlibatan para pihak dilakukan untuk mengetahui peran dan fungsi dari masing-masing pihak. Keterlibatan para pihak dianalisis melalui pendekatan yang dikemukakan oleh Groenendjik (2003). Proses indentifikasi para pihak merupakan proses awal dalam metode ini. Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian para pihak menjadi pihak primer dan sekunder. Pembagian ini dilakukan berdasarkan tingkat keterkaitan para pihak dengan mekanisme yang ada.

Atribut kunci dari masing-masing pihak kemudian diidentifikasi dan dianalisis. Atribut kunci yang dimaksud adalah kepentingan (interest). Selain itu, dimasukkan pula atribut lainnya yaitu pengaruh (influence) dan tingkat kepentingan (importance). Masing-masing pihak memiliki atribut yang berbeda dan dianalisis tergantung pada situasi dan tujuan analisis.

Kepentingan (interest) terhadap tujuan mekanisme merupakan atribut yang penting untuk diinvestigasi dari para pihak. Kepentingan ini mendukung tujuan (para pihak juga menginginkan apa yang coba dicapai oleh mekanisme) atau kebalikannya. Pengaruh (influence) adalah kewenangan para pihak untuk mengontrol keputusan apa yang dibuat, untuk memfasilitasi penerapannya atau untuk menggunakan tekanan yang mempengaruhi mekanisme secara negatif. Pengaruh mungkin saja diartikan sebagai tingkatan orang, kelompok, atau organisasi yang dapat membujuk atau memaksa pihak lain dalam membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan.

Tingkat kepentingan (importance) mengindikasikan prioritas yang diberikan untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan para pihak pada mekanisme. Oleh karena itu, tingkat kepentingan merujuk pada masalah, kebutuhan, dan kepentingan para pihak yang merupakan prioritas dari mekanisme. Kepentingan dari tiap para pihak yang diidentifikasi tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kepentingan (interest) masing-masing pihak

Kepentingan (Interest)

Potensi dampak terhadap proyek *

Tingkat kepentingan relatif * Pihak primer Pihak 1 ... Pihak n Pihak sekunder Pihak 1 ... Pihak n

Keterangan : Tanda positif (+), negatif (-), tidak jelas (-/+), dan tidak diketahui (?) diisi pada kolom potensi dampak, sedangkan kolom tingkat kepentingan relatif diisi dengan skala 0-5 berdasarkan kebijakan dan tujuan mekanisme (Groenendjik 2003).

Keberhasilan suatu mekanisme juga tergantung pada kebenaran asumsi yang dibuat oleh masing-masing pihak serta resiko yang dihadapi oleh mekanisme tersebut. Resiko-resiko tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Kombinasi pengaruh dan kepentingan masing-masing pihak akan menghasilkan identifikasi asumsi dan resiko masing-masing pihak. Kombinasi tersebut dibuat pada satu diagram matriks (Gambar 5). Posisi masing-masing pihak pada suatu kuadran tertentu akan mengindikasikan resiko relatif yang mungkin ditimbulkan. Selain itu, posisi tersebut juga dapat mengindikasikan peluang kerjasama antar pihak untuk mendukung mekanisme yang ada.

High

Importance

Low influence High

Gambar 5 Diagram matriks kepentingan (interest) dan pengaruh (influence) dari masing-masing pihak.

Berdasarkan matriks tersebut, kotak A, B, dan C merupakan pihak kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan. Implikasi dari masing- masing kotak adalah sebagai berikut :

Pihak 1 Pihak 4 A B Pihak 2 Pihak 1 Pihak 3 D C A B Pihak 4

A.Para pihak dengan tingkat kepentingan tinggi terhadap mekanisme tetapi memiliki pengaruh yang rendah. Hal tersebut mengimplikasikan pihak-pihak tersebut memerlukan inisiatif khusus untuk melindungi kepentingan mereka. B.Para pihak dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap

keberhasilan mekanisme. Untuk membentuk kerjasama efektif dalam mendukung mekanisme, sebaiknya pihak yang terlibat langsung dengan mekanisme membangun hubungan kerja dengan pihak-pihak ini.

C.Para pihak yang memiliki pengaruh tinggi tetapi tidak memiliki kepentingan terhadap mekanisme. Pihak-pihak ini dapat menjadi sumber resiko yang signifikan. Selain itu, dibutuhkan monitoring dan manajemen dengan hati-hati. Pihak-pihak ini dapat menghentikan mekanisme dan perlu diperhatikan.

D.Para pihak pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah terhadap mekanisme. Pihak-pihak tersebut mungkin memerlukan monitoring dan evaluasi namun dengan prioritas yang rendah. Pihak-pihak pada kuadran ini bukanlah subyek dari mekanisme yang berlangsung.

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Penyedia Jasa Lingkungan 4.1.1 Kawasan TNGGP

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terletak diantara 106°51’-107°02’ BT dan 6°51’ LS. Kawasan ini awalnya memiliki luas 15.196 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 174/Kpts- II/tanggal 10 Juni 2003, kawasan ini diperluas menjadi ± 21.975 ha. Saat ini luasan kawasan TNGGP adalah 22.851,03 ha (Juanda 2010).

Juanda (2010) menyebutkan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt- Ferguson, curah hujan di dalam kawasan TNGGP termasuk ke dalam Tipe A. Kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi dengan rata-rata hujan tahunan antara 3.000-4.200 mm. Sebagian besar kawasan ini merupakan akuifer daerah air tanah langka dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang dengan sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki kekerasan keterusan yang sangat beragam. Umumnya air tanah tidak tertekan dengan debit air kurang dari 5 liter/detik (Juanda 2010).

Menurut USAID (2009), terdapat puluhan sungai yang berhulu di kawasan TNGGP. Kawasan ini juga merupakan hulu dari empat Daerah Aliran Sungai (DAS) (Forpela 2009). Air yang dihasilkan dari kawasan ini mengairi 10.998 ha sawah dan dimanfaatkan oleh 184.000 KK di 149 desa (USAID 2009). Selain itu, air tersebut juga dimanfaatkan oleh hotel dan restoran yang berada di sekitar kawasan.

4.1.2 Desa penyangga kawasan TNGGP 4.1.2.1 Desa Tangkil

Desa Tangkil memiliki luas 644,27 ha. Desa ini berbatasan dengan desa Lemah Duhur di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan desa Cinagara, sebelah barat dengan desa Pasir Muncang, dan sebelah timur dengan kawasan TNGGP. Penggunaan lahan di desa Tangkil tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Penggunaan lahan di desa Tangkil tahun 2010

No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)

1 Perumahan 169 2 Sawah 199 3 Perkebunan/ladang 179 4 Perikanan 1,5 5 Jalan Desa 32 6 Pemakaman 5,6 7 Perkantoran Umum 1

8 Lapangan Olah Raga 1,5

9 Bangunan Pendidikan 6

10 Bangunan Peribadatan 2,5

11 Lainnya 47,17

Jumlah 644,27

Sumber : Laporan kinerja kepala desa Tangkil (2010)

Penggunaan lahan yang mendominasi desa Tangkil adalah sawah dan kebun/ladang yaitu berturut-turut sebesar 199 ha dan 179 ha. Hal ini sesuai dengan mata pencaharian penduduk desa Tangkil di sektor pertanian (Tabel 4). Tabel 4 Penduduk desa Tangkil berdasarkan mata pencaharian tahun 2010

No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa)

1 Petani 629

2 Buruh Tani 1200

3 Pedagang 350

4 Pegawai Negeri Sipil 11

5 Wiraswasta 60 6 Pegawai Swasta 30 7 Karyawan Pabrik 150 8 Buruh Bangunan 276 9 Pengrajin 128 10 Penjahit 15 11 Tukang Ojek 560 12 Bengkel 4 13 Supir Angkot 10 14 Pensiunan 6 15 Lainnya 763 Jumlah 4.192

Sumber : Laporan kinerja kepala desa Tangkil (2010)

Penduduk desa Tangkil berjumlah 8.720 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1.360 jiwa/km2. Penduduk desa Tangkil terdiri dari 4.343 laki-laki dan 4.377 perempuan. Tingkat pendidikan masyarakat desa Tangkil sebagian besar tamat sekolah dasar yaitu 2.530 orang. Tingkat pendidikan masyarakat desa Tangkil selengkapnya pada Tabel 5.

Tabel 5 Penduduk desa Tangkil berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa)

1 Tidak tamat SD 1522

2 Tamat SD/sederajat 2530

Tabel 5 (Lanjutan)

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa)

4 Tamat SLTA/sederajat 285 5 Tamat D1/D2/D3 13 6 Tamat S1 10 7 Tamat S2 - 8 Tamat S3 - Jumlah 4.690

Sumber : Laporan kinerja kepala desa Tangkil (2010)

Desa Tangkil memiliki kelompok tani bernama KT Garuda Ngupuk dan KT Saluyu. Kelompok tani ini merupakan mitra kerja Forpela TNGGP dalam melaksanakan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di kawasan tersebut. 4.1.2.2 Desa Cinagara

Desa Cinagara memiliki luas 496,52 Ha. Desa ini berbatasan dengan desa Tangkil di sebelah utara, desa Pasir Buncir di sebelah selatan, desa Muara Jaya di sebelah barat dan kawasan TNGGP di sebelah timur. Penggunaan lahan di desa Cinagara tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Penggunaan lahan desa Cinagara tahun 2007

No. Penggunaan Luas Lahan

Ha %

1 Jalan 2 0,40

2 Sawah dan Ladang 298,50 60,12

3 Bangunan Umum 1,00 0,20 4 Empang/ Kolam 2,50 0,50 5 Perumahan/ pemukiman 33,00 6,65 6 Perkuburan 3,00 0,60 7 Kehutanan 150,00 30,20 8 Lain-lain 6,52 1,31 Jumlah 496,52 100,00

Sumber : Data monografi desa Cinagara (2007) diacu dalamIskandar (2008)

Penggunaan lahan terbesar di desa Cinagara adalah sawah dan ladang sebesar 298,5 Ha (60,12%) yang terdiri dari beberapa peruntukan jenis tanaman. Jenis tanaman yang ditanam pada areal tersebut diantaranya padi (260 ha), jagung, tomat, kacang panjang, terong, buncis, ketimun, pisang, pepaya, salak, kelapa dan kopi. Penggunaan lahan yang paling kecil adalah untuk bangunan umum yang hanya sebesar satu ha (0,2%).

Penduduk di desa Cinagara berdasarkan data monografi desa (2007) diacu dalam Iskandar (2008) berjumlah 9.622 orang. Penduduk desa Cinagara terdiri atas 5.023 orang laki-laki (52,20%) dan 4.599 orang perempuan (47,80%) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.176 KK.

Penduduk desa Cinagara yang tercatat berdasarkan tingkat pendidikan adalah 1.955 orang (Monografi desa 2007 diacu dalam Iskandar 2008). Tingkat pendidikan penduduk desa Cinagara terbagi dua, yaitu tingkat pendidikan umum dan tingkat pendidikan khusus. Tingkat pendidikan penduduk desa Cinagara tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7 Penduduk desa Cinagara berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2007

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

Orang Persentase

1 Lulusan Pendidikan Umum

a) TK 75 3,84 b) SD 135 6,91 c) SMP/SLTP 225 11,51 d) SMA/SLTA 125 6,39 e) Akademi/D1-D3 35 1,79 f) Sarjana (S1-S3) 10 0,51

2 Lulusan Pendidikan Khusus

a) Pondok Pesantren 75 3,84

b) Madrasah 525 26,85

c) Pendidikan Keagamaan 725 37,08

d) Kursus/Keterampilan 25 1,28

Jumlah 1.955 100,00

Sumber : Data monografi desa Cinagara (2007) diacu dalamIskandar (2008)

Jumlah penduduk Desa Cinagara yang tercatat dalam monografi desa tahun 2007 menurut pekerjaannya berjumlah 1.365 orang yang terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan yang disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Penduduk desa Cinagara berdasarkan mata pencaharian tahun 2007

No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

Orang Persentase (%)

1 Pegawai Negeri Sipil 25 1,83

2 ABRI 5 0,37 3 Swasta 425 31,14 4 Petani 375 27,47 5 Pertukangan 75 5,49 6 Buruh Tani 435 31,87 7 Pensiunan 15 1,10 8 Pemulung 10 0,73 Jumlah 1.365 100,00

Sumber : Data monografi desa Cinagara (2007) diacu dalamIskandar (2008)

Sebagian besar penduduk yang tercatat memiliki pekerjaan di sektor pertanian baik sebagai petani 375 orang (27,47%) dan sebagai buruh tani 435 orang (31,87%). Sebanyak 8.257 orang (85,81%) lainnya masuk dalam kelompok

penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan atau yang mempunyai pekerjaan yang berbeda dengan kategori pada Tabel 8.

Banyaknya penduduk desa Cinagara yang bermatapencaharian di bidang pertanian, membuat desa ini memiliki kelompok tani. Kelompok tani tersebut bernama KSM Cinagara Asri. Kelompok tani tersebut merupakan mitra kerja Forpela TNGGP dalam melakukan penerapan program pembayaran jasa lingkungan.

4.2 Pemanfaat Jasa Lingkungan Air

USAID (2009) menyebutkan, berdasarkan hasil rapat revitalisasi Forpela TNGGP selama tahun 2009, tercatat pemanfaat air dari kawasan adalah 103 pemanfaat baik komersial maupun non komersial. Informasi mengenai pemanfaat air dari kawasan TNGGP tersaji dalam Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah pemanfaat air yang terdaftar sebagai anggota Forpela TNGGP

Wilayah PemanfaatAir (2006) Pemanfaat Air (2009) Komersial Non-Komersial Komersial Non-Komersial

Bogor 13 4 30 9

Cianjur 18 5 44 9

Sukabumi 5 2 19 2

Jumlah 36 11 83 20

Total 47 103

Sumber : USAID (2006) dan Forpela TNGGP (2006)

Pemanfaat-pemanfaat air yang berada di wilayah resort Tapos, Cimande, dan Bodogol antara lain PT Rejosari Bumi unit Tapos, PT Pacul Mas Tani, BPKH Cinagara, STPP Cinagara, serta Pusdiklat Karya Nyata. Pemanfaatan air dari kawasan taman nasional oleh para pemanfaat tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Pemanfaatan air dari kawasan TNGGP oleh para pemanfaat

Pemanfaat Jenis Sumber Panjang Pipa Diameter Pipa Ukuran Bak Air

PT Rejosari Bumi Sungai 2,16 km 3 inchi 10 x 20 x 1 m3 PT Pacul Mas Tani Sungai 5 km 3 inchi 5 x 6 x 1 m3 BPKH Cinagara Sungai 5 km 3 inchi 3 x 2 x 2 m3 STPP Cinagara Sungai 5 km 3 inchi 3 x 2 x 2 m3 Pusdiklat Karya Nyata Sungai 1 km 3 inchi 3 x 3 x 1 m3 Sumber : USAID (2006) dan Forpela TNGGP (2006)

Pemanfaatan air dari dalam kawasan taman nasional diambil melalui aliran sungai yang kemudian ditampung dengan bak-bak penampungan untuk kegiatan industri dan kegiatan non komersial lainnya.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air di TNGGP 5.1.1 Latar belakang mekanisme pembayaran jasa lingkungan air

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki potensi untuk pengembangan jasa lingkungan air. Berdasarkan penelitian Darusman (1993), nilai manfaat air yang disediakan TNGGP sebesar Rp 4,341 milyar/tahun atau setara dengan Rp 280 juta/ha taman nasional/tahun. USAID (2009) menyatakan pengembangan potensi TNGGP harus segera dilakukan. Hal ini dikarenakan tingginya laju pertumbuhan penduduk di sekitar taman nasional. Selain itu, di bagian hilir membutuhkan air dalam volume yang lebih banyak dengan kualitas yang sesuai untuk air minum. Kecenderungan permintaan air yang lebih tinggi ini berdampak bagi kelestarian ekosistem hutan sebagai sumber airnya.

Pemanfaatan jasa lingkungan air yang dilakukan di TNGGP masih belum memberikan kontribusi bagi kawasan. USAID (2006) menyatakan pada kenyataannya, upaya memelihara kawasan hutan sebagai penghasil jasa lingkungan air akan jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangunan konstruksi air.

Selain itu, belum ada kebijakan, strategi dan aksi nyata dalam pengelolaan air yang lebih menghargai peran kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (USAID 2006). Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan persepsi diantara para pihak. Para pemanfaat jasa (air) beranggapan telah memberikan kontribusi kepada pemerintah melalui pajak daerah. Berdasarkan PP Nomor 65 tahun 2001, pasal 34 (1) dan (2), disebutkan bahwa subyek dan wajib pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan (DPR RI 2001). Pemanfaatan air yang dilakukan di kawasan konservasi seharusnya tidak termasuk pada kontribusi pajak daerah, melainkan kontribusi untuk kegiatan konservasi.

Jasa lingkungan air juga belum dinilai secara bijak oleh para pemanfaat air yang ada di sekitar TNGGP.

Hal-hal tersebut kemudian mendasari adanya pertemuan yang difasilitasi oleh dinas PSDA. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pemanfaat air dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, diambil kesimpulan bahwa Pemerintah Daerah akan mengambil kontribusi berupa pajak ketika pemanfaat air mengambil air melalui sumur bor dan berada di luar kawasan konservasi.

Pembangunan komitmen para pemanfaat air di sekitar kawasan TNGGP dimulai dengan kegiatan inventarisasi pemanfaat air. Selanjutnya, dilakukan pertemuan-pertemuan untuk membangun komitmen para pemanfaat. Namun, hal tersebut belum sampai pada rancangan mekanisme insentif.

Balai Besar TNGGP selaku pengelola kawasan TNGGP memiliki harapan dan keinginan untuk mengajak peran serta pemanfaat jasa lingkungan untuk melakukan upaya konservasi kawasan TNGGP. Sesuai dengan surat edaran Dirjen PHKA nomor SE.3/IV-SET/2008 tentang pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan konservasi, bahwa UPT taman nasional dapat melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air dari dalam kawasan melalui kerjasama dengan mitra kerja (Dirjen PHKA 2008). Selain itu, Balai Besar TNGGP tidak dapat mengelola insentif dari para pemanfaat air.

Hal-hal tersebut kemudian mendasari pembentukan suatu badan atau lembaga independen. Badan atau lembaga ini nantinya akan mengelola insentif dari para pemanfaat jasa lingkungan TNGGP khususnya air.

Proses pembentukan badan atau lembaga ini difasilitasi oleh USAID dan RCS. USAID melalui Environmental Services Programme (ESP) mengembangkan program watershed management. Salah satu program watershed management tersebut adalah membangun sebuah kelembagaan dalam pengelolaan jasa lingkungan air.

Proses pembentukan lembaga independen tersebut diawali dengan menginventarisasi ulang para pemanfaat air di sekitar TNGGP. Selanjutnya, dilakukan pertemuan dengan para pemanfaat jasa lingkungan air yang berada di sekitar kawasan TNGGP. Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi mengenai rencana pembangunan insentif pengembangan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP.

Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa masukan dari para pemanfaat air untuk Balai Besar TNGGP (Lampiran 7). Pertemuan ini juga menghasilkan komitmen dari para pemanfaat air untuk membentuk sebuah forum. Forum ini diharapkan dapat menjadi media koordinasi dan komunikasi antara para pemanfaat air dan Balai Besar TNGGP.

Tahap selanjutnya adalah pembentukan kelompok kerja di masing-masing wilayah administrasi TNGGP. Setelah kelompok kerja dibentuk, dilakukan pemetaan terhadap bak penampungan air dan perusahaan pemanfaat air. Setelah peta penyebaran pemanfaat air dibuat, para pemanfaat air TNGGP membentuk Forum Peduli Air (Forpela) TNGGP.

Keanggotaan Forpela TNGGP terdiri dari beberapa unsur. Pasal 12 dalam AD/ART Forpela TNGGP menyebutkan bahwa anggota Forpela TNGGP adalah pemanfaat air yang terdiri dari lembaga/perusahaan/lapisan masyarakat yang berkepentingan terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP. Selain itu, anggota Forpela TNGGP juga dapat berasal dari kalangan profesional, pemerhati, dan pihak lain yang peduli terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air. 5.1.2 Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan air

Nilai pembayaran jasa lingkungan air dapat ditetapkan melalui beberapa cara. Pada umumnya, nilai pembayaran jasa lingkungan air ditetapkan berdasarkan nilai ekonomi air. Penghitungan nilai air dapat dilakukan melalui pendekatan valuasi air atau perhitungan debit. Fauzi (2006) menyatakan, pendekatan yang biasa digunakan untuk menghitung nilai air bersih atau irigasi adalah metode kontingensi.

Lebih lanjut lagi, Fauzi (2006) menjelaskan, metode kontingensi menghitung nilai air dengan mengukur kesediaan konsumen untuk membayar (Willingness to Pay). Willingness to Pay (WTP) adalah jumlah maksimal seseorang bersedia membayar untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Sisi lain dari WTP adalah Willingness to Accept (WTA). Willingness to Accept adalah jumlah minimum pendapatan seseorang bersedia menerima penurunan kualitas lingkungan. Besaran WTA dapat mencapai 2-5 kali lebih besar dibandingkan WTP.

Selain metode kontingensi, nilai air dapat dihitung berdasarkan debit dan tarif air permukaan. Berdasarkan Perda Jawa Barat Nomor 6 tahun 2002, nilai perolehan air permukaan ditetapkan sebesar Rp 500/m3. Nilai tersebut jika dikalikan dengan jumlah air yang mengalir, akan menghasilkan nilai ekonomi air. Sutopo (2011) menyebutkan perusahaan-peusahaan AMDK di sekitar Tangkil dan Cinagara bersedia untuk membayar jasa lingkungan (WTP) sebesar Rp 1.538,65/m3 dan kesediaan masyarakat menerima PJL sebesar Rp 1.589,29/m3. Berdasarkan hasil tersebut, maka rataan yang digunakan sebagai dasar pembayaran jasa lingkungan adalah sebesar Rp 1.563,97/m3. Nilai rataan tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran jasa lingkungan.

Forpela TNGGP dengan BB TNGGP tidak memakai metode valuasi ekonomi dikarenakan ingin membuat sebuah konsep partisipatif. Konsep ini mendorong anggota khususnya untuk mau memberikan kontribusi. Jika Forpela TNGGP memakai konsep perhitungan debit dan nilai ekonomi air dengan memaksakan pembayaran kepada para pemanfaat, dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan sumberdaya air. Para pemanfaat akan menekan jumlah air yang seharusnya disediakan kawasan untuk pemenuhan kebutuhan usaha maupun rumah tangga. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, maka proses partisipasi yang diharapkan tidak akan terjadi.

Nilai pembayaran jasa lingkungan air di TNGGP ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota Forpela TNGGP. Forpela TNGGP mencoba membangun inisiatif para pemanfaat untuk memberikan kontribusi sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Nilai kontribusi tersebut kemudian ditetapkan sebagai iuran pokok dan iuran wajib anggota. Besaran nilai iuran tersebut tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai iuran pokok dan iuran wajib keanggotaan Forpela TNGGP

Pemanfaat Air Iuran Pokok*) Iuran Wajib**)

Komersial Rp 500.000-5.000.000,- Rp 50.000-200.000,- Non-Komersial Rp 50.000-200.000,- Rp 20.000-100.000,-

Keterangan : Tanda *) menyatakan bahwa iuran ini dibayarkan satu bulan setelah menjadi anggota Forpela TNGGP; tanda **) menyatakan bahwa iuran dibayarkan anggota setiap bulan (USAID 2009).

Besarnya nilai kontribusi yang diberikan para pemanfaat tergantung pada kondisi, sifat pemanfaatan, dan kebijakan perusahaan/instansi. Pemanfaat

komersial merupakan perusahaan-perusahaan maupun instansi yang memanfaatkan air untuk keperluan usaha (Lampiran 8). Pemanfaat non komersial merupakan masyarakat desa yang memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian. Kontribusi dari masing-masing pemanfaat dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah kontribusi dari masing-masing pemanfaat air

No. Pemanfaat Air Iuran Pokok Iuran Wajib Keterangan

1 PT Rejosari Bumi Rp 6.000.000 Rp 6.000.000/ tahun

Sampai tahun 2011 2 PT Pacul Mas Tani - - Belum berpartisipasi 3 BPKH Cinagara - Rp 600.000/ tahun Tahun 2007-2009

4 STPP Cinagara - Rp 200.000-

500.000/tahun

Tahun 2007- 2009 5 Pusdiklat Karya Nyata - - Belum berpartisipasi Sumber: Data diolah (2011)

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pemanfaat air yang belum memberikan kontribusi. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan. Sebagai contoh, STPP Cinagara merasakan kesulitan untuk memberikan kontribusi karena tidak memiliki anggaran khusus untuk pembayaran iuran keanggotaan. STTP Cinagara menggunakan air dari kawasan TNGGP untuk keperluan rumah tangga instansi. PT Pacul Mas Tani menolak memberikan kontribusi selama tidak ada kegiatan dan upaya konservasi yang jelas dari Forpela TNGGP.

Selain pemanfaat komersial, terdapat pula pemanfaat non komersial yang berasal dari masyarakat. Masyarakat melakukan pembayaran iuran melalui kelompok tani atau perangkat desa. Besarnya iuran dari masyarakat dan peruntukannya tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13 Besaran, pengelolaan serta peruntukan iuran yang ada di masyarakat

Pemanfaat Besarnya Iuran Pengelola Peruntukan

Masyarakat desa Tangkil

Rp 15.000,-/bulan KT Garuda Ngupuk Pengelolaan mikro hidro Rp 15.000,- atau 5 kg

gabah atau 2,5 kg beras/4 bulan (pasca panen)

KT Garuda Ngupuk Pengelolaan saluran air Bojong, Cioray, dan Jogjogan

Rp 5.000,-/bulan Perangkat desa (ulu-ulu)

Perawatan saluran air Masyarakat

desa Cinagara

Rp 1.000,-/bulan Kelompok sanitasi Pemeliharaan WC umum Sumber: Data diolah (2011)

Pada umumnya masyarakat membayarkan iuran seperti yang ada pada Tabel 13. Iuran-iuran tersebut kemudian dikelola untuk masing-masing peruntukan. Pengelolaan iuran seperti yang terdapat di Tabel 13 tidak dilakukan oleh Forpela TNGGP melainkan langsung dikelola masyarakat melalui kelompok tani/lainnya.

Berdasarkan pernyataan keuangan Forpela (2010) menyebutkan bahwa jumlah dana kompensasi yang terkumpul sampai tahun 2010, tercatat Rp 8.000.000. Pernyataan keuangan Forpela tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14 Pemasukan dan pengeluaran Forpela TNGGP

Tahun Pemasukan Pengeluaran Saldo

2009 40.000.000 18.500.000 21.500.000

2010 8.000.000 12.000.000 17.000.000

Sumber: Pernyataan keuangan Forpela TNGGP tahun 2009 dan 2010

Tabel 14 menunjukkan pemasukan dan pengeluaran Forpela TNGGP antara tahun 2009-2010. Dalam pernyataan keuangan yang diacu, tidak terdapat rincian pengeluaran untuk pembiayaan kegiatan maupun program kerja Forpela.

5.1.3 Skema pembayaran jasa lingkungan air

Pada tahun 2006, ESP-USAID bekerjasama dengan BB TNGP dan RCS melakukan inisiatif pengembangan program skema jasa lingkungan (PES) di kawasan TNGGP. Skema ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air melalui pengembangan kemitraan dengan para pemanfaat jasa lingkungan air disekitar kawasan konservasi untuk mendukung konservasi berkelanjutan (Forpela 2009).

Skema pembayaran jasa lingkungan air diawali dengan pengumpulan dana kompensasi dari para pemanfaat air oleh Forpela TNGGP. Pemanfaat-pemanfaat air berperan sebagai pembeli jasa lingkungan air (buyer). Forpela TNGGP berperan sebagai perantara (intermediary) dalam mekanisme ini. Forpela TNGGP mencari informasi, bernegosiasi dengan pihak lainnya dan menyelesaikan proses transaksi dengan pihak-pihak terkait. Skema pendanaan dalam mekanisme