• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pembebanan Jaringan Eksisting di Provinsi DIY

Dalam dokumen Sekretariat RAN-GRK - Publikasi RAD GRK DIY (Halaman 125-131)

BAB 4 ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

4.1 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca

4.1.5 Analisis Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi

4.1.5.3 Analisis Pembebanan Jaringan Eksisting di Provinsi DIY

A. Beban Jaringan Secara Umum di Provinsi DIY

Beban jaringan jalan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara umum mengalami permasalahan, diantaranya pada Area Perkotaan Yogyakarta (APY) secara umum mengalami penumpukan aktivitas yang berdasarkan hasil pemodelan lalu lintas memiliki nilai kinerja jalan antara sebesar 0,75-1,00 hal ini menunjukkan bahwa kinerja jalan pada ruas-ruas jalan perkotaan mengalami kinerja kategori C dan D. klasifikasi tingkat pelayanan jalan secara lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.41 Tabel Kriteria Penentuan Kinerja Jalan Tingkat

Pelayanan Rasio V/C Karakteristik

A < 0,60 Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki

B 0,60 < V/C < 0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas,

pengemudi masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya. C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas

D 0,80 < V/C < 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas

E 0,90 < V/C <1 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas

F >1 Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama.

Sumber : Morlok, 1990

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dilihat bahwa untuk ruas jalan dengan kinerja pelayanan C dengan nilai antara 0,70 < V/C < 0,80 memiliki kondisi : arus stabil dan kecepatan dapat dikontrol oleh arus lalu lintas, sedangkan untuk ruas jalan dengan kinerja pelayanan D dengan nilai 0,80 < V/C < 0,90 memiliki kondisi arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas dan untuk kinerja pelayanan E antara 0,90 < V/C < 1 arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas.

Nilai hasil pemodelan tersebut tidak dapat diklasifikasikan tiap-tiap jenis berdasarkan kriteria teori diatas, mengingat hasil analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan pemodelan sistem jaringan jalan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan hanya ada nilia criteria 0,75-1,00 yang sudah ditentukan berdasarkan hasil pemodelan yang sudah dilakukan.

Gambar 4.15 Kemacetan di Jalan Godean Yogyakarta

Hasil pemodelan sistem jaringan dengan beban lalu lintas yang diukur dengan nilai VC Ratio dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

Gambar 4.16 Beban Jaringan Jalan di Provinsi DIY

Apabila dilihat lebih rinci lagi bahwa ruas-ruas jalan di Provinsi DIY untuk ruas jalan arteri primer, terutama ruas jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Kulon Progo sampai dengan arah Klaten/Prambanan memiliki kondisi pelayanan jalan antara 0,25-0,5, namun

nilai tersebut menunjukkan bahwa pada beberapa spot tertentu mengalami permasalahan lalu lintas berupa tundaan dan kemacetan lalu lintas. Ruas-ruas jalan tersebut, meliputi :

1. Ruas Jalan Jogja-Wates; 2. Ruas Jalan Solo.

Perlu diketahui bahwa ruas jalan arteri primer di Provinsi DIY berada pada kondisi tingkat pelayanan jalan antara 0,5-0,75 terutama untuk ruas-ruas jalan penghubung antar kota dan jalan lingkar baik lingkar utara maupun lingkar selatan, serta beberapa ruas jalan yang menghubungkan antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kabupaten Magelang, nilai tersebut dapat menunjukkan bahwa :

• Ruas Jalan berada pada masuk kategori Tingkat Pelayanan Jalan A maupun Tingkat Pelayanan B;

• Ruas jalan dengan tingkat pelayanan A memiliki kondisi Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki;

• Ruas jalan dengan tingkat pelayanan B memiliki kondisi arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya.

Gambar 4.17 Beban Jaringan Jalan Pada Ruas Jalan Solo di Provinsi DIY

B. Beban Jaringan Pada Area Perkotaan Yogyakarta

Kawasan Area Perkotaan Yogyakarta mengalami beban jaringan jalan yang sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh kondisi ruas jalan dengan pola grid, serta pertumbuhan aktivitas yang cukup tinggi baik itu perumahan dan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, aktivitas wisata, serta kondisi ruang dan tata runa lahan yang rapat. Kondisi tersebut memberikan pengaruh signifikan terhadap permasalahan tundaan dan kemacetan lalu lintas. Tundaan dan kemacetan lalu lintas terjadi dominan pada Area Perkotaan Yogyakarta teruutama pada kwasan pusat kota, seperti Kawasan Malioboro, Kawasan Jalan Mataram, Kawasan Sekitar Keraton Yogyakarya, serta Kawasan sekitar Kantor Pos Besar yang merupakan kawasan heritage, perdagangan dan jasa, serta jalur-jalur strategis. Secara lebih jelasnya hasil pemodelan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

Gambar 4.18 Beban Jaringan Pada Area Perkotaan Yogyakarta

Kinerja pelayanan jalan secara umum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengalami penurunan terutama pada Area Perkotaan Yogyakarta disebabkan oleh beberapa permasalahan yang tentunya berbeda-beda, diantaranya adalah :

1. Jumlah lalu lintas yang mengalami peningkatan terus menerus seiring dengan peningkatan pertumbuhan kendaraan di Provinsi DIY;

2. Kapasitas ruas jalan yang tetap yang tidak sebanding dengan peningkatan volume lalu lintas;

3. Terjadinya tundaan lalu lintas yang berdampak pada penurunan kecepatan perjalanan kendaraan akibat permasalahan lalu lintas di Provinsi DIY;

4. Permasalahan tata guna lahan sebagai akibat dan dampak dari kurangnya implementasi kebijakan tata ruang di Provinsi DIY, sehingga menyebabkan bangkitan perjalanan antar zona dan bangkitan-perjalanan dari tiap-tiap tata guna lahan disekitar ruas-ruas jalan terdistribusi tidak merata;

5. Perilaku pengguna kendaraan bermotor;

Gambar 4.19 Kemacetan Pada Ruas Jalan Malioboro dan Kawasan Sekitar Keraton Yogyakarta

C. Beban Jaringan Pada Wilayah Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Kabupaten Gunungkidul pada area sekitar Wonosari sampai dengan Ponjong memiliki kondisi yang relatif lebih baik jika dibandingkan pada Area perkotaan Yogyakarta mengingat kondisi tersebut disebabkan jumlah penduduk di Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan luas wilayahnya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan area perkotaan Yogyakarta. Lebih dari itu aktivitas penduduk di Kabupaten Gunungkidul tidak terlalu tinggi dengan jumlah jaringan jalan yang tidak terlalu banyak dan pola perkembangan kota lebih mengarah pada pola-pola liner dan polisentris. Rata-rata tingkat pelayanan jalan secara riil pada ruas-ruas jalan di Kabupaten Gunungkidul adalah antara 0,5-0,75 pada ruas-ruas jalan di sekitar kawasan perkotaan, seperti di Kota Wonosari, Ponjong. Untuk ruas-ruas jalan lokal lainnya nilai VC Ratio bisa berada pada nilai < 0,5, sehingga rata-rata tingkat pelayanan jalan di sekitar Kawasan Wilayah Gunungkidul berada pada posisi pelayanan Jalan A dan B. Kondisi tersebut hampir sama jika dilihat pada beberapa kawasan di sekitar Kabupaten Bantul pada zona-zona bagian Selatan yang mengalami penurunan aktivitas dengan kerapatan jaringan jalan yang tidak terlalu padat, karena rendahnya aktivitas penduduk. Dapat dilihat bahwa kerapatan sistem jaringan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul tidak terlalu signifikan memberikan pengaruh munculnya permasalahan transportasi berlebih pada seluruh kawasan secara umum di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul. Lebih dari itu nilai Pelayanan Jalan secara umum tidak terlalu tinggi, mengingat aktivitas bangkitan dan tarikan perjalanan antar zona seperti dilihat pada sekitar wilayah di Kabupaten Gunungkidul dan bantul juga rendah. Pengumpulan dan penumpukan aktivitas banyak terlihat terutama pada kawasan-kawasan berpenduduk padat, seperti Kota Wonosari, Ponjong dan Kawasan sekitar Tanjungsari. Kepadatan penduduk dengan berbagai aktivitas permukiman yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya beban jaringan yang signifikan, serta pengumpulan aktivitas yang semakin besar. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

D. Analisis Pengaruh Alinyemen Vertikal dan Horisontal Terhadap Kinerja Jalan Dalam penilaian kinerja ruas jalan perlu diketahui beberapa hal dalam penilaian berdasarkan standar yang digunakan. Dalam hal ini criteria yang digunakan dapat berupa :

1. Volume yang diperbandingkan dengan kapasitas; 2. Delay/Tundaan lalu lintas;

3. Kecepatan kendaraan; 4. Waktu tempuh perjalanan.

Faktor dari point 1 dan point 2 dapat terjadi di semua tempat terutama dengan kondisi aktivitas yang padat, misalnya pada Area Perkotaan Yogyakarta yang cukup signifikan memberikan pengaruh lalu lintas akibat tingginya pergerakan, bangkitan dan tarikan perjalanan serta kapasitas jalan yang tidak memadai, terutama pada jam-jam puncak (liburan sekolah).

Namun apabila melihat beberapa wilayah pinggiran yang mengalami penurunan waktu tempuh perjalanan akibat penurunan kecepatan perjalanan, seperti di Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulonprogo, sebagian Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul, kondisi tersebut bisa saja terjadi akibat peningkatan volume lalu lintas, namun dapat diidentifikasi bahwa peningkatan arus lalu lintas yang tinggi hanya terjadi pada kawasan pusat-pusat pertumbuhan, sepert Wonosari, Wates, Bantul, Jalan Magelang Sleman, dan Jalan Kaliurang. Namun perlu diidentifikasi bahwa penurunan kinerja lalu lintas tidak hanya dapat terjadi akibat delay hasil dari peningkatan volume lalu lintas pada ruas jalan, hambatan samping, aspek lalu lintas secara riil, namun dapat pula akibat permasalahan Alinyemen Vertikal dan Alinyemen Horisontal. Dapat dilihat hasil analisis awal pemodelan beban jaringan di seluruh Provinsi DIY pada gambar berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

Hasil analisis diatas kemudian dapat dilakukan overlay dan dapat memberikan justifikasi yang mengarah pada pengaruh kontur terhadap terjadinya penurunan waktu tempuh perjalanan dan kecepatan perjalanan. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini, dimana lahan dengan konstur rapat dan bervariasi banyak terdapat di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

Gambar 4.22 Overlay Kinerja Ruas Jalan di Provinsi DIY dengan Kontur

Secara umum apabila dikaitkan dengan perhitungan gas rumah kaca peran ruas jalan dan kontur ini akan memberikan pengaruh signfikan yang tentunya berkaitan dengan jumlah emisi kendaraan yang dikeluarkan akan berbeda antara kendaraan yang melaju pada ruas jalan dengan terrain datar dengan kendaraan yang melaju pada kondisi ruas jalan ber- terrain pegunungan. Namun perhitungan kea rah kondisi tersebut masih memerlukan penelitian lebih lanjut, mengingat data yang dibutuhkan akan lebih spesifik dan terkait dengan Biaya Operasional Kendaraan yang dikeluarkan oleh tiap unit kendaraan dengan parameter tidak hanya menggunakan jumlah konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).

4.1.5.4 Area Terdampak Aktivitas Bangkitan-Tarikan Perjalanan Eksisting di Provinsi

Dalam dokumen Sekretariat RAN-GRK - Publikasi RAD GRK DIY (Halaman 125-131)

Dokumen terkait