• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ruang Wilayah Provinsi DIY

Dalam dokumen Sekretariat RAN-GRK - Publikasi RAD GRK DIY (Halaman 148-151)

BAB 4 ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

4.1 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca

4.1.7 Analisis Ruang Wilayah Provinsi DIY

Mengkaji konsep perkembangan kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya akan melihat dan mengkaji beberapa skema bentuk kota dan struktur ruang kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat awalnya berkembang dari keberadaan Kota Yogyakarta dengan Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan yang secara linier berkembang dari filosofi sumbu imaginer dari keberadaan :

• Gunung Merapi; • Tugu Golong Gilig; • Keraton Yogyakarta;

• Pantai Selatan (Samudera Hindia)

Filosofi tersebut kemudian berkembang, diantaranya konsep linier dari garis imajiner tersebut membawa wilayah Perkotaan Yogyakarta secara umum berkembang pada konsep linieritas dengan pola Ribbon (pita) mengikuti sumbu jalan Malioboro-AM Sangaji dan sampai dengan batas Kota Yogyakarta (Tugu Krapyak).

0,00000 200,00000400,00000600,00000800,000001.000,000001.200,000001.400,00000 Sektor Peternakan

Sektor Berbasis Lahan Sektor Industri Sektor Transportasi Sektor Limbah Sektor Energi Total Emisi (Gg) Sektor Peternakan Sektor Berbasis Lahan Sektor Industri Sektor

Transportasi Sektor Limbah Sektor Energi N2O/Tahun 0,00000 0,00000 0,00009 0,00059 0,00000 0,00000 CH4/Tahun 16,49746 0,00000 0,00029 0,07859 2,02000 0,00000 CO2/Tahun 0,00000 21,10598 2,59476 195,49300 42,37000 1.311,54000

Keseluruhan kawasan tersebu padat dan kemudian mengem Koridor Jalan Kaliurang yang Gajah Mada, kawasan Setur UPN, Universitas Atmajaya perdagangan dan jasa, perho Kota Yogyakarta membentuk

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusu

Gambar 4.28 Pola Perkem Secara makro pola-pola per Perkotaan Yogyakarta yang beberapa wilayah disekitarny Secara lebih jelasnya perkem berikut ini.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusu

Gambar 4.29 Pola Konse

Kota Yogyakarta apabila dipo iron dan pola pemekaran sepe apabila dilihat pada ruang sec Kota Yogyakarta membentuk yang melingkupi Area Perkota dan grid yang menjadi pus sedangkan untuk wilayah dis wilayah tergantung pada wilay tergantung dengan wilayah pu adalah Kota Wonosari (Gunu

Inti K Laut

Pusat Rekreasi

Pegunungan

ebut berkembang menjadi kawasan perdagang mbangkan kawasan-kawasn sekitarnya, seper g didukung oleh perkembangan aktivitas pend turan yang didukung oleh perkembangan ak aya, Universitas Sanatadharma, serta be hotelan, infrastruktur kesehatan, hiburan yang

k pola Grid Iron.

usun, Tahun 2012

embangan Kota Berbentuk Grid Iron erkembangan Kota yang tentunya lebih do

g berkembang dari mulai Kota Yogyakarta nya, meliputi Bantul, Sleman, dan sebagian k embangan tersebut dapat dilihat pada konsep

usun, Tahun 2012

sep Pemekaran Kota Yogyakarta

ipotret dalam kerangka mikro detail akan terl eperti dapat dilihat pada gambar dan uraian se

ecara makro untuk Provinsi Daerah Istimewa Y k pola Radial yang dapat dilihat dari pola jarin otaan Yogyakarta yang didalamnya berkemba usat pertumbuhan di Provinsi Daerah Istim

isekitarnya akan memiliki kecenderungan da ilayah pusat, yaitu Kota Yogyakarta. Wilayah- pusat tersebut dapat disebut dengan sub-sub

nung Kidul), Kota Wates (Kulon Progo), Kot

Selaput Inti Kota Inti Kota

PemekaranKota Kota Perdagangan

POLA KONSENTRIS

ngan dan jasa yang erti Kawasan sekitar ndidikan Universitas aktivitas pendidikan beberapa aktivitas ng mengembangkan

dominan pada Area rta mengarah pada n kecil Kulon Progo. sep pemekaran kota

erlihat pola-pola grid sebelumnya, namun a Yogyakarta, bahwa ringan (jalan lingkar) bang pola-pola linier timewa Yogyakarta, dalam konsep ruang -wilayah yang akan b pusat, diantaranya ota Bantul (Bantul).

Kota Sleman (Sleman) Wilayah-wilayah tersebut juga menjadi hinterland dari Area Perkotaan Yogyakarta.

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun, Tahun 2012

Gambar 4.30 Pola Konsep Pola Ruang Provinsi DIY

Sub-sub pusat tersebut ke depan apabila dalam pendekatan perencanaan spasial tidak mengalami perubahan atau intervensi terkait dengan ketergantungan sub pusat terhadap pusat, maka akan terjadi pola bangkitan dan tarikan yang semakin tinggi dan perkembangan pola jaringan jalan pada kawasan-kawasan sekitar jalur jalan arteri (merah) akan semakin padat. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pemodelan bangkitan-tarikan perjalanan yang sudah dilakukan pada sub bab sebelumnya dan pola-pola ruang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan semakin tidak menentu. Permasalahan-permasalahan yang muncul ke depan adalah :

1. Pola ruang yang tidak menentu;

2. Urban sprawl akan semakin banyak terjadi dan tidak tentu arah;

3. Konsep pengembangan infrastruktur hanya akan memenuhi kebutuhan penduduk, namun tidak mengarah pada perencanaan secara efisien;

4. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah inefisiensi pengembangan infrastriktur dan sarana pendukung wilayah lainnya;

5. Wilayah Provinsi DIY akan menjadi semakin padat dan tidak terkendali terutama dalam pengembangan area-area hunian baru;

6. Di sektor transportasi pola perkembangan tersebut apabila tidak diikuti dengan penanganan permasalahan pertumbuhan kendaraan bermotor dan pola manajemen lalu lintas yang baik akan menimbulkan berbagai macam permasalahan lalu lintas

PUSAT

SUB SUB

SUB

terutama kemacetan dan tundaan lalu lintas yang akan semakin melebar ruang permasalahannya;

7. Area perkotaan Yogyakarta akan semakin padat dan akan mengalami titik jenuh pada beberapa tahun tertentu yang mendorong penduduk akan memilih wilayah-wilayah pinggiran untuk bermukim. Hal ini sudah terjadi dimana penduduk mulai banyak menghuni area-area pinggiran yang saat ini menjadi hinterland wilayah Kota Yogyakarta, seperti Sleman, Bantul, dan Piyungan yang menyebabkan terjadinya : • Penyusutan lahan pertanian karena konversi lahan pertanian menjadi

permukiman;

• Berkurangnya catchment area;

• Berkurangnya tutupan lahan hutan karena beralih fungsi;

• Perjalanan penduduk akan semakin panjang terutama penduduk yang melakukan aktivitas pada kawasan pusat kota, namun tinggal didaerah pinggiran;

• Motivasi penggunaan kendaraan pribadi akan semakin tinggi untuk mencari kenyamanan yang lebih karena angkutan umum secara eksisting tidak mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dari aspek biaya yang murah, waktu tempuh perjalanan yang lebih cepat, serta tingkat kenyamanan maupun keamanan yang lebih baik;

• Konsumsi energi akan semakin meningkat;

• Lahan dikawasan perkotaan menjadi semakin mahal dan kawasan pinggiran akan mengikuti peningkatan harga lahan tersebut;

• Degradasi lingkungan akan terjadi dimana akan terjadi peningkatan suhu global seiring dengan pengurangan tutupan lahan, peningkatan konsumsi energi, peningkatan limbah, peningkatan kebutuhan akan pangan (dari peternakan dan pertanian), dan masalah lingkunga lainnya yang secara keseluruhan akan meningkatkan gas rumah kaca.

Permasalahan tersebut tentunya harus diatasi sedini mungkin dengan beberapa konsep pengembangan wilayah yang terintegrasi baik dengan penanganan aksi mitigasi dalam mengantisipasi peningkatan gas rumah kaca yang menjadi inti permasalahan, dimana pemecahan masalah tersebut diikuti oleh pemecagan masalah sektoral lainnya.

4.1.8 Analisis Peran Sektoral Terhadap Kondisi Perekonomian di

Dalam dokumen Sekretariat RAN-GRK - Publikasi RAD GRK DIY (Halaman 148-151)

Dokumen terkait