• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Analisis Pendapatan Usahaternak

Penelitian yang mengkaji mengenai analisis pendapatan sapi perah dilakukan oleh Kuntara (1994), Heriyatno (2009) dan Lestari (2009). Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas sapi perah sedangkan Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas ayam broiler. Penelitian yang dilakukan oleh Kuntara(1994) dan Heriyatno (2009) adalah menganalisis tingkat pendapatan peternak sapi perah pada tingkatan skala usaha yang berbeda, dimana masing-masing penulis mengelompokkan peternak kedalam tiga skala usaha yaitu skala rakyat (strata satu), skala kecil (strata dua) dan skala menengah (strata tiga).

Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa pada penelitian Kuntara, peternak dengan skala usaha menengah (strata tiga) memperoleh tingkat keuntungan paling tinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 1,41. Sedangkan pada penelitian Heriyatno peternak dengan skala usaha kecil (strata dua) mempunyai tingkat keuntungan paling tinggi yaitu dengan nilai R/C rasio sebesar 1,31. Perbedaan tersebut dikarenakan penelitian dilakukan pada tempat serta kondisi lingkungan yang berbeda, namun berdasarkan dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) meskipun melakukan analisis pendapatan pada komoditas yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) yaitu komoditas ayam broiler.

Lestari (2009) mengelompokkan peternak menjadi dua bagian yaitu usahaternak skala sedang (skala I) dan skala besar (skala II). dari hasli penelitian diketahui bahwa peternak dengan skala usaha skala II lebih efisien di banding beternak skala I bila dilihat dari segi biaya. Namun, bila dari sisi penerimaan harga ayam pada skala usaha I jauh sedikit lebih tinggi sehingga menghasilkan R/C yang lebih tinggi dibanding skala II. Pada kasus ini berarti peternak dengan skala besar tidak menjamin keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, justru peternak kecil memperoleh keuntungan lebih tinggi hal ini karena walaupun usahaternak skala kecil bila dilakukan sesuai prosedur maka hasilnya juga akan memuaskan.

Kesamaan dengan penelitian terdahulu dalam faktor-faktor yang mempengaruhi produktsi susu yang dilakukan oleh Heriyatno, Apriani dan Alpian mempunyai kesamaan dalam komoditas yang diteliti serta alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis fungsi Cobb-Douglas. Namun, mempunyai perbedaan dalam menentukan faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel

independentyang mempengaruhi produksi susu, selain itu juga terdapat perbedaan

dari hasil perhitungan dimana pada penelitian sebelumnya variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu, namun dalam penelitian yang dilakukan diketahui bahwa variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan dalam analisis pendapatan peternak yang dilakukan oleh Kuntara, Heriyatno dan Lestari mempunyai kesamaan dalam metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio. Perbedaannya hanya terdapat pada komoditas yang digunakan dimana Lestari menggunakan komoditas ayam broiler. Adapun kontribusi dari penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai acuan dalam penerapan maupun penggunaan alat analisis. Sintesis dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Tinjauan Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka No Nama Penulis Pembahasan Kajian Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah 1 Heriyatno (2009)

Rendahnya kemampuan produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan. Faktor pemberian pakan (hijauan, konsentrat, pakan tambahan) merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi susu. Selain faktor teknis faktor non teknis seperti suhu udara serta masa laktasi juga berpengaruh terhadap produksi susu. 2 Apriani (2011) 3 Alpian (2010) Kajian Analisis Pendapatan Usahaternak 1 Kuntara

(1994) Tingkat pendapatan yang di-peroleh pelaku usaha sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi yang dihasilkan serta biaya yang dikeluarkan untuk membeli input produksi. Dalam usahatani, usaha dengan skala besar belum tentu akan menghasilkan keuntungan yang tinggi apabila tidak di- imbangi dengan prosedur usaha yang baik. 2 Heriyatno (2009) 3 Lestari (2009) 4 Alpian (2010)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi

Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output (produk). Lipsey et al (1995) juga menjelaskan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan produksi dinamakan sebagai faktor-faktor produksi yang secara umum terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal serta pengelolaan atau manajemen. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan produksi merupakan suatu kegiatan yang mengkombinasikan berbagai jenis input untuk mengasilkan suatu produk (output). Hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya dapat diberi ciri khusus berupa suatu fungsi produksi.

Debertin (1986) menjelaskan bahwa fungsi produksi menggambarkan hubungan antara inputdan output. Sedangkan menurut Lipseyet al(1995) fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Cara terbaik untuk mengetahui konsep fungsi produksi adalah dengan menggunakan contoh pada pengalaman terdahulu misalnya banyak penelitian terdahulu di bidang pertanian yang berusaha untuk menemukan hubungan antara jumlah pakan yang dikonsumsi sapi perah dengan output susunya (Doll dan Orazem, 1987). Jumlah hasil produksi (output) merupakan dependent variable sedangakan jumlah faktor produksinya disebut

independent variable. Faktor produksi merupakan semua korbanan yang diberikan

pada komoditas tersebut agar mampu menghasilkan produk. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1. X2, X3,…,Xn) Dimana:

Y = Hasil produksi (output)

f = Mentransformasikan faktor-faktor produksi kedalam hasil produksi

Menurut Soekartawi (2002), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi adalah :

1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi

2) Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

3) Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik, untuk mengukur tingkat produksi dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marginal dan produk rata-rata. Produk Marginal (PM) yaitu tambahan produksi yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan Produk Rata-Rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolak ukur tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

PM = = ∆

=

=

F(X)

PR =

=

Gambar 3 merupakan Kurva Produksi, menggambarkan mengenai hubungan antara produksi total (TP), produksi rata-rata (PR), dan produk marginal (PM). Kurva produksi tersebut memperlihatkan bahwa ada tiga proses perilaku dalam produksi jika input X2 ditambahkan secara terus menerus (kontinue) pada suatu input yang tetap (misalnya X3, X4 dan X5). Pada proses pertama, setiap tambahan input akan memberikan tambahan produk yang semakin bertambah atau

Increasing Return”. Proses ke dua ditandai dengan tambahan produk yang

semakin berkurang pada setiap tambahan input atau “Diminishing Return”. Pada proses ketiga, setiap tambahan input justru akan menurunkan hasil produksi atau

STAGE I STAGE II STAGE III

A B C X

Gambar 3.Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal dan Produk Rata-Rata

Sumber: Debertin (1986) Keterangan:

TPP : Total Produksi MPP : Produk Marginal APP : Produk Rata-Rata

Y : Produksi X : Faktor Produksi MPP APP 0 P Y TPP

Perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perbandingan output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan atau dinyatakan dalam . Berdasarkan Gambar, maka kurva produksi total dan hubungannya dengan produk marginal serta produk rata-rata dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Tahap I (Stage I)

Tahap I menunjukkan Produk Marginal (PM) lebih besar dari Produk Rata- Rata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan kedalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai titik maksimal pada akhir daerah I. Tahap I mempunyai nilai EP>1, artinya dalam setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada tahap ini produksi belum mencapai titik optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini disebut sebagai tahap tidak rasional (irrasional).

2) Tahap II (Stage II)

Tahap II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Tahap II berada diantara X2 dan X3 dan mempunyai nila Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di tahap ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap rasional dalam berproduksi.

3) Tahap III (Stage III)

Tahap ini mempunyai nilai elastisitas produksi yang lebih kecil dari nol (Ep<0). Pada tahap ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marginal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, maka dari itu tahap ini dinamakan sebagai tahap tidak rasional (irrasional).

Berdasarkan hasil uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa sebagai produsen yang rasional maka akan berproduksi pada tahap II, hal ini dikarenakan pada tahap ini setiap tambahan satu unit faktor produksi akan memberikan tambahan produksi total (TP), walaupun produk rata-rata (AP) dan produk marginal (MP) menurun namun kondisinya masih positif sehingga pada tahap ini akan dicapai pendapatan maksimum.

3.1.2. Teori Biaya

Lipsey et al (1995) mendefinisikan biaya total (TC atau Total Cost) merupakan biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Sedangkan Doll dan Orazem (1978) mendefinisikan biaya total sebagai total pembayaran semua sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi. Biaya total dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total (TFC atau Total Fixed Cost) dan biaya variabel total (TVC atau Total Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah, sedangkan biaya biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan menngkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Sedangkan menurut Debertin (1986) biaya variabel merupakan biaya produksi yang bervariasi dengan tingkatan output yang dihasilkan petani. Contoh biaya variabel terkait dengan pembelian pakan. Sedangkan biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani meskipun sedang atau tidak berproduksi. Contoh biaya tetap adalah pembayaran untuk pembelian lahan atau penyusutan mesin pertanian, bangunan dan peralatan.

Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et al):

TC = TFC + TVC Dimana :

TC = Total costatau biaya total (Rp)

TFC = Total fixed costatau biaya tetap total (Rp)

TVC = Total variable costatau biaya variabel total (Rp)

Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut sebagai fungsi biaya, yang digambarkan kedalam grafik fungsi biaya seperti terlihat pada Gambar 4.

TC TC TVC TFC Q Keterangan:

TC = Total Cost atau biaya total (Rp)

TFC = Total Fixed Cost atau biaya tetap total (Rp)

TVC = Total Variable Cost atau biaya variabel total (Rp)

Q = Quantityatau hasil produksi (satuan)

Gambar 4. Kurva Fungsi Biaya

Sumber : Lipsey et al(1995)

Kurva TFC berbentuk horizontal karena nilainya tidak berubah berapapun output yang dihasilkan. Sedangkan kurva TVC berawal dari titik nol dan semakin lama akan semakin bertambah tinggi hal ini karena pada waktu tidak terdapat produksi TVC = 0, dan semakin tinggi produksi maka akan semakin besar biaya variabel totalnya (TVC). Kurva TC merupakan penjumlahan antara kurva TFC dengan kurva TVC. Maka dari itu kurva TC berawal dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak antara TVC dengan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.

3.1.3. Teori Pendapatan

Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002). Penerimaan usahatani ini mencakup semua produk yang dijual, konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran maupun untuk disimpan. Sedangkan menurut Debertin (1986)

penerimaan total merupakan nilai produk total yang diperoleh petani ataupun pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dihasilkan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan/tetap. Secara matematis total penerimaan atau total pendapatan (Total Revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986):

TR = p xy Dimana :

TR = Total Revenue atau total pendapatan/penerimaan (Rp)

p = Priceatau Harga Pasar (Rp)

y = Outputatau hasil produksi (satuan)

Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan disebut dengan pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima oleh petani ataupun pengusaha. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986):

π = TR – TC

Dimana :

π = Profitatau pendapatan bersih (RP)

TR = Total Revenue atau total pendapatan/penerimaan (Rp)

TC = Total Costatau total biaya (Rp)

Agar lebih jelas mengenai hubungan antara biaya total dengan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 5.

CR TR TC BEP Q Keterangan:

CR = Cost dan Revenueatau biaya dan pendapatan (Rp)

TR = Total Revenueatau total pendapatan/penerimaan (Rp)

TC = Total Costatau biaya total (Rp)

Q = Quantityatau hasil produksi (satuan)

Gambar 5. Hubungan Antara Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et al(1995)

Gambar 5 menunjukkan bahwa kurva TR berawal dari nol (tidak menjual output satupun), pada saat TR berada diatas kurva TC menggambarkan bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan. Bila TR < TC menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami kerugian. Sedangkan pada saat TR berpotongan dengan TC merupakan tingkat produksi suatu komoditas sedang berada pada kondisi titik impas Break Event Point (BEP) artinya produksi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia khususnya dari susu setiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu

pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi susu dari 6,8 liter/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 7,7 liter/kapita/tahun pada tahun 2008 (setara dengan 25 gram/kapita/hari) yang merupakan angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2008). Sampai sejauh ini produksi susu dalam negeri baru bisa memenuhi 30 persen kebutuhan bahan baku susu segar Industri Pengolah Susu (IPS), sedangkan yang 70 persen lagi IPS harus mengimpor dari berbagai negara 8.

Produksi susu dalam negeri yang saat ini masih kurang tersebut sebenarnya merupakan peluang bagi para peternak sapi perah untuk mengembangkan usahanya. Namun, peluang pengembangan usaha peternakan sapi perah tersebut masih terkendala pada rendahnya produksi susu sapi perah khususnya pada tingkat peternak rakyat. Begitu pula yang dihadapi oleh peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ketua Kelompok Ternak Mekar Jaya menyatakan bahwa sapi yang dipelihara oleh peternak mempunyai kemampuan memproduksi susu yang relatif rendah. Hampir seluruh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya memelihara sapi jenis Fries Holland ini rata-rata menghasilkan susu sekitar 8-10 liter per ekor per hari bahkan pada waktu tertentu bisa kurang dari 8 liter per ekor per hari, padahal produksi idealnya yaitu sekitar 12-15 liter per ekor per hari.

Kondisi nyata yang dihadapi oleh peternak saat ini adalah kendala dalam hal permasalahan produksi susu yang rendah yang berdampak pula pada rendahnya pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi susu sapi pada tingkat peternak khususnya yang dihadapi oleh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. Dasar penentuan jenis maupun jumlah faktor produksi yang mempengaruhi ditentukan berdasarkan pada ketersediaan data historis dan perolehan informasi dari ketua kelompok ternak terkait hal-hal yang

8

Peternak Sapi Perah Tuntut Harga Susu Segar yang Rasional. http://www.majalahinfovet.com// (21 Oktober 2011)

mempengaruhi jumlah produksi susu. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah yang dipelihara oleh peternak dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan aspek produksi usaha baik faktor teknis maupun non teknis.

Faktor teknis yang mempengaruhi produksi susu sapi perah umumnya berkaitan dengan proses pemeliharaan ternak yang meliputi pemberian pakan, baik pakan konsentrat, pakan hijauan, maupun ampas tahu, pemberian obat-obatan dan vitamin, pemberian mineral, pemberian air dan banyaknya tenaga kerja yang digunakan. Selain itu terdapat faktor non teknis yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi perah salah satunya adalah faktor masa laktasi sapi produksi. Produksi susu sapi perah diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi/input yang digunakan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diterima peternak.

Maka dari itu, perlu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu dan pendapatan peternak sapi perah. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Sementara itu, untuk mengetahui gambaran pendapatan peternak dilakukan dengan menggunakan analisis usahaternak sapi perah yang dapat diketahui dari tingkat pendapatan usaha dan tingkat efisiensi produksi yang berupa R/C rasio. Pendapatan usaha diperoleh dari penerimaan semua hasil produksi usahaternak sapi perah seperti penjualan susu dikurangi dengan biaya. Biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi perah meliputi biaya untuk pembelian pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, biaya kesehatan hewan serta pembayaran tenaga kerja luar keluarga. Sementara untuk air tidak dimasukan dalam biaya usahaternak dikarenakan air yang digunakan berasal dari sumur. Tujuan dilakukannya analisis pendapatan usaternak sapi perah ini adalah untuk mengetahui gambaran keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang. Selain itu juga dilakukan pengukuran efisiensi dengan membandingkan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C rasio). R/C rasio menunjukkan berapa penerimaan yang diterima dari usahaternak sapi perah tersebut untuk setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Secara lebih lengkap, kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Harga Input Produksi

BIAYA : 1. Biaya Tunai 2. Biaya Total Harga Output PENERIMAAN: 1. Penerimaan Tunai 2. Penerimaan Total PENDAPATAN: 1. Pendapatan Tunai 2. Pendapatan total R/C Rasio :

1. R/C Atas Biya Tunai 2. R/C Atas Biaya Total

Produksi Susu

Tenaga Kerja

Air Ampas Tahu Mineral

Hijauan Konsentrat

Masa Laktasi

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor terdapat kelompok ternak Mekar Jaya yang beranggotakan peternak sapi perah. Kelompok ternak ini merupakan anggota KUD Giri Tani dengan jumlah anggota peternak paling banyak. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui observasi (pengamatan) dan wawancara langsung dengan para responden, dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari hasil laporan perusahaan dan dokumen perusahaan yang berkaitan dengan topik penelitian. Selain dari kedua lokasi penelitian, data sekunder juga diperoleh dari bahan-bahan rujukan seperti: literatur, jurnal, artikel, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder berupa data analisis eksternal diperoleh dari dokumen lokasi penelitian, makalah-makalah seminar, dan data-data statistik dari instansi terkait seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Peternakan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) dan website (internet) yang relevan dengan topik yang akan diteliti.

4.3.

Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada peternak peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan Kota Bogor khususnya di daerah Megamendung sebagai tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah Megamendung merupakan salah satu daerah penghasil susu segar di Kabupaten Bogor. Pemilihan Kelompok Ternak Mekar

Jaya dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelompok Ternak Mekar Jaya merupakan satu-satunya kelompok ternak yang beranggotakan peternak sapi perah dengan jumlah anggota cukup banyak. Proses pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan pertimbangan dari ketua kelompok ternak bahwa responden yang akan dijadikan sampel tersebut dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Jumlah populasi peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya adalah sebanyak 75 peternak dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu ≥ 30 orang karena diduga terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, studi literatur/pustaka dan wawancara dengan responden. Observasi dilapangan dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung kondisi dilapangan sedangkan studi literatur/pustaka dilakukan untuk memperoleh pendalaman informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukan pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan lebih bernilai dan dapat memberikan informasi yang diharapkan. Data yang telah diperoleh ditrankripsikan secara tertulis kemudian diolah dengan menggunakan alat analisis yang telah ditetapkan. Karakteristik demografis responden dianalisis dengan menggunakan tabulasi langsung (presentase) sedangkan untuk analisis