• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele dumbo (X1), kapur (X2), pupuk (X3), pakan (X4), TK1 (X5), TK2 (X6), dan TK3 (X7).

Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007

No Peubah Koefisien Regresi

1 Intercept 0,4849 2 X1 0,8866*** 3 X2 0,0131 4 X3 -0,0211 5 X4 0,0611** 6 X5 -0,1082

7 X6 0,0349

8 X7 0,1722*

Sumber : Data Primer Tahun 2007

Keterangan :

R Square (R2) = 0,8384 *** : Taraf kepercayaan 99%

Adjusted R Square = 0,7869 ** : Taraf kepercayaan 90% Standar Error = 0,2017 * : Taraf kepercayaan 82%

F hitung = 16,3019

Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut :

Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 -0,0211 ln X3 +0,0611 ln X4

0,1082 ln X5 +0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7...(22)

a) Kriteria Statistik

Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar

error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan.

Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar

16,3019 dan Ftabel sebesar 2,53. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai

Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel yang berarti

tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output

yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecilterhadap fungsi produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang memberikan pengaruh nyata adalah benih (X1), Pakan (X4), dan TK3 (X7). Untuk

variabel X1 nilai thitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang

digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X4 memiliki thitung sebesar 1,6879

dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara variabel X7 memiliki thitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output

pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X2, X3, X5, dan X6 memberikan

pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan pengaruhnya tidak nyata.

b) Kriteria Ekonometrik

Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan softwareSPSS (Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.

Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan softwareSPSS ini menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error

akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. Dari uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor

produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena lebih besar dari nilai Ftabel yang sebesar 2,53.

Sumber : Data Primer Tahun 2007

Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion

Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel

dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor)

dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel

TK3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK1 dan TK3

ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK3

memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Ex pe cte d C um P ro b

Dependent Variable: Output

mengindikasikan adanya multikolinearitas.Nilai VIF dan nilai toleransi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input

No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi

1 Jumlah benih (X1) 1,441 0,694 2 Kapur (X2) 1,632 0,613 3 Pupuk (X3) 1,527 0,655 4 Pakan (X4) 1,592 0,628 5 TK1 (X5) 2,075 0,482 6 TK2 (X6) 1,948 0,513 7 TK3 (X7) 2,582 0,387

Sumber : Data Primer Tahun 2007

Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah

multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel- variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas tidak sempurna.

Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat

ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah

terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 , terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.

Sumber : Data Primer Tahun 2007

Gambar 10. Grafik Scatterplot

Nilai Durbin-Watson pada hasil analisis ekonometrik sebesar 1,571

menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson diantara -2 sampai dengan +2. Apabila suatu model regresi memilki nilai Durbin-Watson dibawah -2 berarti memiliki problem autokorelasi positif, dan bila memiliki nilai Durbin-Watson diatas +2 berarti memilki problem autokorelasi negatif. Autokorelasi ini biasa terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear. Bila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.

c) Kriteria Ekonomi

Kriteria ekonomi diperlukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu fungsi produksi layak dilakukan, apabila dilihat dari segi ekonomi. Secara apriori teori ekonomi, tanda yang diharapkan dalam penggunaan suatu input produksi adalah positif. Tanda positif dalam penggunaan input produksi menunjukkan bahwa input

masih dapat ditambah untuk meningkatkan output. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil pada Tabel 8 dan persamaan (21), menunjukkan tanda koefisien dari variabel

2 1

0 -1

-2

Regression Standardized Residual 4.50 4.00 3.50 3.00 O u tp u t

Dependent Variable: Output Scatterplot

X1 (Benih), variabel X2 (Kapur), variabel X4 (Pakan), variabel X6 (TK2), dan variabel

X7 (TK3) adalah positif. Hal ini berarti bahwa apabila variabel X1, X2, X4, X6, dan X7

dinaikkan, maka output yang dihasilkan akan meningkat sesuai dengan besar koefisien yang dimilikinya. Variabel lainnya, yaitu variabel X3 dan X5 memiliki

koefisien yang negatif yang artinya apabila penggunaan variabel ini ditingkatkan justru akan mengurangi output yang dihasilkan sesuai besar koefisien yang dimiliki.

Berdasarkan uji statistik, ekonometrik, dan ekonomi, maka persamaan (22) ditransformasikan ke bentuk model fungsi produksi yang diharapkan sesuai dengan asumsi bahwa variabel yang tidak nyata dan memiliki koefisien negatif dianggap tetap (given). Dengan demikian maka persamaan (22) dapat ditransformasikan menjadi persamaan : LnY = 0,9732 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 + 0,0611 ln X4 + 0,0349 ln X6 +0,1722 ln X7 ………...………...(23) atau : Y = 2,6464 . X10,8866 . X20,0131 . X40,0611 . X60,0349 . X70,1722 ……….…...(24) 1) Elastisitas Produksi

Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukkan persentase perubahan dari

output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisitas pada variabel X1 (benih) sebesar 0,8866 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar satu

satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap (ceteris paribus), maka output

akan bertambah sebesar 0,8866 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X2 (kapur)

adalah sebesar 0,0131 yang artinya apabila jumlah kapur ditambah satu satuan

dengan asumsi input lain dianggap tetap, maka output akan meningkat sebesar 0,0131 satuan. Variabel X4 ( pakan) memiliki nilai elastisitas sebesar 0,0611 yang artinya

peningkatan penggunaan pakan sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output sebesar 0,0611 satuan. Tenaga kerja yang diwakili oleh variabel X6 (TK2) dan variabel X7 (TK3) memiliki nilai elastisitas masing-masing

sebesar 0,0349 dan 0,1722 yang artinya peningkatan penggunaan masing-masing

input sebesar satu satuan dengan asumsi input lain tetap akan meningkatkan output

sebesar 0,0349 dan 0,1722 satuan.

2) Skala Usaha (Return to Scale)

Analisis Return to Scale ( RTS ) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau

decreasing return to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel X1

(0,8866), X2 (0,0131), X4 (0,0611), X6 (0,0349), dan X7 (0,1722) yang hasilnya

sebesar 1,1679. Kondisi increasing return to scale ini menunjukkan bahwa apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka

output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.

Dokumen terkait