• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders

B. Dampak Ekologi Kelembagaan Pokja

6.2 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders

Stakeholders adalah individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya secara kuat mempengaruhi kebijakan. Setiap stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Situ Pengasinan memiliki pengaruh dan kepentingan. Stakeholders sendiri ada yang memiliki kepentinggan tinggi (stakeholders primer) di mana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Sedangkan stakeholders yang kepentinggannya tidak dipengaruhi secara tidak langsung adalah stakeholder sekunder. Kepentingan stakeholders primer dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya, sedangkan pengaruh stakeholders sekunder dipengaruhi berdasarkan faktor sumber daya politik dan ekonomi. Berdasarkan hasil identifikasi stakeholders, pengelolaan Situ Pengasinan meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bina Marga dan Sumber daya Air (BMSDA), Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, BLH, Dinas Tata Ruang, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Kelompok Kerja (Pokja), Kelurahan

Pengasinan, masyarakat, dan pelaku usaha. Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders secara ringkas disajikan pada tabel 33. Pengaruh dan kepentingan stakeholders tersebut kemudian dipetakan dalam aktor grid 4 kuadran, seperti disajikan pada gambar 5.

Tabel 33 Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh Stakeholders pengelolaan Situ Pengasinan Depok

Stakeholder Skor Kepentingan Skor Pengaruh

Bappeda 1.25 3.30 BPN 1.25 2.00 BMSDA 2.87 5.00 Dinas Pertanian 1.87 2.00 Dinas Kebersihan 1.62 1.00 BLH 3.00 4.30 Dinas TataRuang 1.62 2.30 Dinas Pariwisata 3.62 3.60 POKJA 5.00 5.00 Kelurahan 1.37 1.60 Masyarakat 5.00 2.00 Pelaku usaha 5.00 2.30

Sumber : data primer 2013 (diolah)

Berdasarkan tabel 33, selanjutnya skor kepentingan dan pengaruh stakeholders dipetakan pada aktor grid seperti pada gambar 5. Gambar 5 terlihat bahwa pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholders dapat dipetakan menjadi 4 bagian kelompok, yaitu kelompok pemain, kelompok aktor, kelompok penonton, dan kelompok subjek. Masing-masing kelompok memiliki stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya. Yang termasuk ke dalam kelompok aktor adalah Badan Pengelolaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda), kelompok pemain meliputi Bina Marga dan Sumber daya Air (BMSDA), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Selanjutnya kelompok penonton meliputi Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian dan Pertamanan, Dinas Tata Ruang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, kelurahan, serta kelompok subjek meliputi masyarakat dan pelaku usaha.

Sumber : Data primer, 2013 (diolah)

Gambar 5 Pemetaan aktor grid pengelolaan Situ Pengasinan Depok Keterangan : 1 : Bappeda 2 : BPN 3 : BMSDA 4 : Dinas Pertanian 5 : Dinas Kebersihan 6 : BLH 7 : Dinas Tataruang 8 : Dinas Pariwisata 9 : Pokja 10 : Kelurahan 11 : Pelaku Usaha 12 : Masyarakat

Pada pemetaan aktor grid dapat dilihat pemetaan aktor atau stakeholders terbagi menjadi empat kuadran di mana kuadran I (aktor) ditempati oleh Bappeda. Bappeda merupakan instansi pemerintah dalam bidang Perencanaan dan Pembangunan. Bappeda menghasilkan kajian perumusan kebijakan teknis di perencanaan secara global. Bappeda memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pengelolaan situ, meskipun tidak memiliki wewenang mengelola situ secara langsung, namun Bappeda memiliki pengaruh karena memiliki kewenangan merencanakan anggaran. Bidang fisik dan prasarana merupakan suatu bidang di Bappeda yang bertugas meliputi perencanaan pembangunan situ di Depok, salah satunya Situ Pengasinan. Bappeda memiliki bidang sosial budaya dan ekonomi yang di dalamnya mencakup perencanaan pembangunan situ, namun Bappeda tidak memiliki ketergantungan terhadap Situ Pengasinan yang besar.

Posisi kuadran II (pemain) meliputi Bina Marga dan Sumber Daya Air, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, dan Pokja. Pada kuadran II, kelompok selain memiliki kepentingan yang tinggi terhadap

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 11 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 P e n gar u h Kepentingan aktor pemain penonton subjek

59 situ, instansi ini juga memiliki pengaruh terhadap peraturan formal dan informal dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Masing-masing kelompok ini memiliki peran dan tugas yang berbeda dengan tujuan yang sama. Segala perizinan dan keberlanjutan Situ Pengasinan menjadi tanggung jawab Pokja Situ Pengasinan. Secara tidak langsung Pokja juga memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar Pengasinan. Hal ini terlihat dari kebijakan dan pengembangan yang dilakukan di kawasan wisata air Situ Pengasinan yang cenderung menjaga ekosistem sebagai tujuan utama. Selain itu, ada Dinas Pariwisata yang bertugas mendukung Situ Pengasinan sebagai kawasan wisata di Depok. Pokja juga memiliki kepentingan sebagai usaha bersama. Dari wisata yang ada, pengurus Pokja dapat menginvestasikan sebagian keuangannya dan mendapatkan hasil setiap bulannya.

Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) yang memiliki pengaruh hampir sama dengan Dinas Pekerjaan Umum di tempat lain. BMSDA di bawah bidang sumber daya air bertugas merencanakan program dan perencanaan pembangunan terkait dengan wadah-wadah air yang ada di Kota Depok. Program yang dilakukan terkait pengelolaan Situ Pengasinan berupa penurapan tepi-tepi situ untuk menghindari jebolnya situ akibat ketidakmampuan tepi situ menahan air. BMSDA juga melakukan pengerukan dasar situ yang telah mengalami pendangkalan. Pada awal pembukaan kembali, wadah penampung di Situ Pengasinan Dinas BMSDA melakukan normalisasi. Penurapan dan normalisasi memerlukan biaya yang cukup besar. Pengaruh BMSDA dalam pengelolaan Situ Pengasinan berupa kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan bentuk fisik seperti penurapan, normalisasi, dan lain lain. Sedangkan kepentingan BMSDA yaitu menjaga wadah-wadah tampungan air yang ada.

Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang bertugas memantau situ dengan memiliki data kualitas situ, baik dari segi air dan lingkungan, serta melakukan analisis dampak lingkungan. Program kerja yang telah dilakukan di Situ Pengasinan seperti memantau kondisi seperti kualitas air, kedalaman, dan luas situ. BLH juga memberikan bibit pohon untuk penghijauan di Situ Pengasinan Depok. Pengaruh BLH dapat dilihat dari SDM, finansial, dan politik yang dimiliki oleh BLH khusus untuk penanganan situ. Sedangkan untuk kepentingan, BLH

memiliki kepentingan menjaga kualitas air di Situ Pengasinan sebagai tugas dari BLH.

Kuadran III, kelompok subjek meliputi pelaku usaha dan masyarakat. Kelompok pada kuadran ini memiliki kepentingan yang tinggi terhadap Situ Pengasinan, namun untuk pengaruh dapat dikatakan kurang terlibat. Kepentingan yang tinggi lebih didominasi oleh faktor ekonomi bagi pelaku usaha dan faktor budaya sosial bagi masyarakat. Budaya sosial disebabkan oleh kebutuhan masyarakat terhadap Situ Pengasinan sebagai tempat rekreasi. Pelaku usaha sangat tergantung pada wisata Situ Pengasinan karena di tempat tersebut pelaku usaha mendapatkan keuntungan dari hasil usaha. Sedangkan dari segi pengaruh, pelaku usaha tidak memiliki pengaruh pada pengelolaan administatif, namun memiliki pengaruh terhadap teknis berjalannya pengelolaan Situ Pengasinan. Tanpa kepedulian dari pelaku usaha, maka wisata Situ Pengasinan bisa mengalami penurunan kualitas ekologi akibat aktivitas dari Situ Pengasinan yang tidak ramah lingkungan.

Kelompok subjek juga ditempati oleh masyarakat dimana ketergantungan masyarakat pada Situ Pengasinan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar situ, maka masyarakat inilah yang pertamakali merasakan manfaat situ, baik disadari maupun tidak. Oleh karena itu, masyarakat dikategorikan sebagai kelompok yang sangat tinggi ketergantungan atau kepentingannya terhadap Situ Pengasinan. Sedangkan jika dilihat dari segi pengaruh, meskipun tidak cukup tinggi, masyarakat tetap memiliki andil dalam penentuan pengelolaan Situ Pengasinan. Tanpa persetujuan masyarakat sekitar, maka tidak akan ada pengembangan wisata Situ Pengasinan.

Selanjutnya kuadran IV (penonton) ditempati oleh Dinas Pertanian, Dinas Kebersihan, BPN, dan kelurahan. Keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pengelolaan Situ Pengasinan mengenai hak kepemilikan tanah di sekitar kawasan situ. Seharusnya 50 meter dari titik pasang situ merupakan tanah pemerintah, namun pada faktanya banyak ditemukan bangunan di kawasan tersebut yang bukan milik pemerintah. Sebelum dibentuk Tim Pokja Situ Kota Depok, BPN memiliki pengaruh dalam penerbitkan sertifikat kepemilikan tanah atas nama anggota masyarakat yang berlokasi di beberapa sempadan situ dalam

61 kegiatan ajukasi pada tahun 1997. Umumnya masyarakat yang telah memiliki sertifikat tanah di area situ, tidak dibaringi dengan kepemilikan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga tidak ada hak bagi pemilik sertifikat untuk mendirikan bangunan di areal sempadan. Selain memiiki pengaruh yang rendah, BPN juga tidak memiliki kepentingan yang berarti dalam pengelolaan Situ Pengasinan, kepentingannya hanya terletak secara global.

Dinas Pertanian dalam pengelolaan situ biasanya terkait pemanfaatan situ yang ada di kota Depok untuk budidaya perikanan. Dinas Pertanian memiliki peran yang cukup penting terhadap pembinaan petani dalam melakukan usaha perikanan agar perikanan yang dilakukan di situ tidak menggangu situ secara signifikan. Masyarakat Situ Pengasinan menolak pemanfaatan situ sebagai tempat usaha perikanan. Masyarakat lebih menyukai kawasan situ pengasinan menjadi pusat pemancingan dibandingkan dengan budidaya perikan. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Pariwisata yaitu berupa restocking ikan yang ke depannya dimanfaatkan untuk wisata memancing.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas untuk menjaga agar situ tidak dicemari oleh limbah yang berasal dari masyarakat. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertanian adalah memberikan hibah berupa tempat sampah yang ada di sekitar situ. Peran dan fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum terlihat dengan jelas, baik itu kepentingan maupun pengaruh. Ke depannya diharapkan agar Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat berperan lebih aktif dalam menangani masalah sampah yang ada di kawasan wisata Situ Pengasinan maupun masalah sampah secara global.

Kelurahan tidak memiliki tugas dan fungsi secara langsung. Namun demikian, kelurahan bertugas melindungi keamanan, dan bertanggung jawab terhadap aset yang ada di dalam kawasan kelurahan, termasuk Situ Pengasinan. Sebagai pelindung, kelurahan harus berkoordinasi dalam memberikan izin penyelenggaraan acara besar yang dilakukan di Situ Pengasinan.

Keterkaitan pengaruh kepentingan dan keterlibatan seluruh stakeholders menjadi sangat penting untuk keberlangsungan sistem pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Berdasarkan garis bantu diagonal, dapat dipisahkan garis

bantu diagonal yang memisahkan aktor secara langsung (bagian atas) dengan aktor yang tidak terlibat secara langsung (bagian bawah).

Ostorm (1990) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa dalam menganalisis hubungan antar aktor dalam sistem kelembagaan perlu dibedakan berdasarkan tingkatannya (level), yaitu pertama, level konstitusi (constutional), yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun aturan main untuk level collective choice. Kedua, level pilihan kolektif (collective choice), yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun peraturan untuk dilaksanakan oleh lembaga operasional. Ketiga, lembaga operasional (operational), yaitu lembaga yang secara langsung melaksanakan kebijkan lapangan.

Sumber : Data primer, 2013 (diolah)

Gambar 6 Hubungan antar aktor pengelola Situ Pengasinan Depok Keterangan:

: Alur keterkaitan : Alur koordinasi

Berdasarakan teori Ostorm, maka dalam pengelolaan Situ Pengasinan, aktor yang tergolong ke dalam level penentu aturan (collective choice level) adalah Bappeda, BMSDA, BLH, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Pokja, Dinas Tataruang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, BPN. Kelompok ini berperan menyusun dan menetukan aturan main dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Selain itu, aktor yang tergolong ke dalam level operational adalah masyarakat dan pelaku usaha.

Operational Choice Level Collective Level Bappeda TATA RUANG FORMULASI ATURAN BMSDA DINAS PARIWISATA BLH BPN DINAS PERTANIAN DINAS KEBERSIHAN KEURAHAN POKJA SITU PENGASINAN MASYARAKAT PELAKU USAHA ATURAN

63 6.3 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Situ Pengasinan Keberadaan Situ Pengasinan sebagai objek wisata memberikan dampak ekonomi dan ekologi kepada masyarakat sekitar. Dampak ekonomi dapat dirasakan dengan terciptanya lapangan pekerjaan, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan. Wisatawan akan membelanjakan uangnya di tempat wisata sehingga masyarakat yang memiliki usaha di tempat wisata merasakan manfaat dari pengeluaran wisatawan. Tidak semua pengeluaran wisatawan dirasakan oleh masyarakat sekitar, salah satu contohnya adalah pengeluaran wisata untuk transportasi. Hal seperti ini disebut kebocoran ekonomi (economic leakage). Berikut proporsi pengeluaran wisatawan selama melakukan perjalanan wisata ke Situ Pengasinan Depok:

Tabel 34 Jumlah pengeluaran wisatawan per kunjungan di Situ Pengasinan

Jenis biaya pengeluaran Nilai (Rp) Proporsi (%)

A. Biaya di luar lokasi wisata

Biaya transportasi 376 500 10.13

B. Biaya di dalam lokasi wisata

Biaya tiket 411 000 17.25 Konsumsi 1 400 000 58.76 Parkir 117 000 3.15 Souvenir 0 0 Lainnya 78 000 3.27 Jumlah 2 382 500 100

Sumber : Data primer 2013 (diolah)

Berdasarkan proporsi di atas, proporsi biaya transportasi sebesar 10.13% dari total pengeluaran wisatawan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kebocoran ekonomi atau economic leakage sebesar 10.13%, dan pengeluaran wisatawan terbesar digunakan untuk konsumsi. Konsumsi di sini seperti biaya makan, minum, dan rokok. Sedangkan biaya parkir merupakan biaya terkecil yang dikeluarkan oleh wisatawan. Beberapa responden mengatakan biaya lain-lain (mencakup biaya toilet dan membeli pakan ikan). Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan di dalam lokasi per kunjungan sebesar Rp 20 060 dengan jumlah kunjungan mencapai 2 500 kunjungan per bulan. Berdasarkan (Vanhove 2005), dampak ekonomi yang dirasakan dengan adanya kegiatan wisata ada 3 jenis, yakni dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan

Dokumen terkait